Memupus Diskriminasi Warga Difabel, Mungkinkah?

”Hal ini menutup ruang diskriminasi kepada warga difabel, sehingga wajar jika dalam sistem Islam ini sajalah diskriminasi warga difabel dapat terhapuskan.”

Oleh. Nur Rahmawati, S.H.
(Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Data BPS menyebutkan ada 2,8 juta penyandang disabilitas sedang-berat berusia produktif (15-64 tahun) pada 2021. Hal ini menandakan bahwa banyaknya penyandang disabilitas di Indonesia yang patut menjadi perhatian khusus pemerintah. Pun oleh pemerintah daerah yang harusnya memenuhi hak warga difabel dengan pelayanan harian.

Pemenuhan hak bagi warga difabel saat ini apakah telah terpenuhi dengan baik oleh pemerintah? Dilansir dari laman berita, Kompas.com, banyaknya kendala dan hambatan yang terjadi dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas, meski sudah ada kemajuan dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Hal ini dibuktikan adanya trotoar tempat difabel berjalan kaki dipenuhi oleh motor dan Pedagang Kaki Lima (PKL) atau ubin pemandu yang menabrak motor. Selain itu adanya lantai peron tidak sejajar dengan lantai kereta, juga fasilitas toilet di stasiun yang sulit digunakan oleh warga difabel (26/2/2023).

Diskriminasi dalam Sistem Kapitalisme

Mengingat bahwa fasilitas bagi difabel pada kenyataannya boleh dibilang belum memenuhi. Hal ini berbanding terbalik dengan kewajiban yang melekat pada mereka, misal membela negara, membayar pajak, dan berkontribusi pada kemajuan bangsa dan negara melalui profesi masing-masing. Tidak berlebihan jika pemerintah belum total memberikan kenyamanan bagi warga difabel dan pada kenyataannya mereka masih dianggap sebagai warga negara kelas dua. Semua ini terlihat dari diabaikannya kebutuhan dan pelayanan bagi penyandang disabilitas.

Memang, telah ada UU yang mengatur tentang difabel namun tak lantas membuat warga difabel terlepas dari diskriminasi. Nyatanya kebijakan dan pembangunan berbagai fasilitas di sistem kapitalisme belum ramah terhadap warga difabel. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem kapitalisme gagal menghapuskan diskriminasi terhadap warga difabel. Pun terkait media dan pemberitaan tentang penyandang disabilitas.

Dilansir dari, Bcc.com, 15/2/2019, pendiri Newsdifabel.com, Suhendar mengatakan bahwa pihak media dalam pemberitaannya masih banyak yang tidak adil terhadap difabel. Media juga tidak memosisikan warga difabel sebagai subjek pemberitaan, melainkan hanya menjadi objek sosial. Tak heran jika anggapan warga difabel menjadi warga kelas dua.

Pandangan Islam terhadap Difabel

Islam adalah agama sempurna sebab datang dari Sang Pencipta kehidupan yaitu Allah Swt. Islam memiliki aturan komprehensif yang mampu menyelesaikan segala persoalan hidup. Tak terkecuali persoalan difabel. Bahkan, hanya aturan Islam sajalah yang sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini bisa kita lihat bagaimana aturan Islam memberikan keadilan dalam penanganan banyak kasus, seperti jika nyawa dibalas dengan nyawa. Aturan ini tentu adil baik bagi korban dan keluarga korban maupun si pelaku. Pun dalam mengurus penyandang disabilitas tidak ada perbedaan, bahkan pelayanan terbaik akan disediakan.

Pandangan Islam terhadap warga difabel dan cara Khilafah memenuhi hak-haknya dapat dilihat dari beberapa cara:

Pertama, Allah Swt. tidak memandang umatnya dari kekayaan, fisik, keturunan, atau bahkan ketenaran melainkan dari ketakwaannya kepada Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: ”Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat: 13).

Dari sinilah khalifah memperlakukan semua warga negaranya tanpa terkecuali dengan baik dan diberi kedudukan yang sama sesuai kebutuhan primer mereka.

Kedua, khalifah menjamin kebutuhan siapa pun yang tunduk dalam negara Khilafah. Pun dengan warga difabel yang juga memiliki hak sama seperti fasilitas khusus penyandang disabilitas, juga fasilitas umum bagi mereka agar dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman.

Ketiga, khalifah juga memberikan pengobatan gratis berkenaan dengan kesehatan penyandang disabilitas, bahkan berupaya untuk memberikan pelayanan terbaik dengan harapan kesembuhan dapat dirasakan oleh mereka. Hal ini menutup ruang diskriminasi kepada warga difabel, sehingga wajar jika dalam sistem Islam ini sajalah diskriminasi warga difabel dapat terhapuskan.

Dari beberapa yang disajikan oleh sistem Islam, maka sudah seyogianyalah Islam dijadikan sandaran untuk kita terapkan baik di lingkungan individu, masyarakat, dan yang terpenting lagi negara. Mengubah sistem kapitalisme saat ini dengan sistem Islam adalah pilihan dan solusi tepat dalam menuntaskan problematik umat tak terkecuali permasalahan diskriminasi warga difabel. Wallahu'alam bishawab.[]

Pencarian Cinta Terindah

“Katakanlah (wahai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Ali-Imran: 31)

Oleh. Nur'Aini Ummu Qilas
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sudah menjadi fitrah manusia untuk merasakan jatuh cinta. Suatu rasa yang bisa mendorong dengan kuat untuk meraihnya dan akan selalu ingin bersamanya. Bahkan, berkorban pun dirasakan sebagai suatu kebahagiaan.

Begitu pun yang pernah aku alami. Ketika merasa terpesona dengan sesuatu yang membuat hati ini tersentuh dan benar-benar memberikan pencerahan dalam pemikiran ini. Tepatnya ketika masa kuliah dulu.

Setelah ayahku meninggal, saat itu usiaku baru 10 tahun. Aku merasa kehilangan. Entah kenapa sering kali hati ini merasa hampa, aneh, dan entah menginginkan apa. Seolah ada yang harus kucari tetapi belum aku temukan juga. Suatu yang aku sendiri tidak mengerti. Yang pasti aku ingin lebih baik untuk diriku dan untuk orang tuaku, juga untuk sesama.

Ketika sudah memasuki usia balig, saat itu sekitar usia SMP-SMA, aku mulai mengikuti kegiatan salah satu organisasi di sekolah, tapi tidak bertahan lama. Lalu, aku ikut lagi kajian di sekolah tetapi tidak berlangsung lama juga, karena dari minggu ke minggu peserta semakin berkurang. Padahal, aku sangat nyaman dan tertarik, akan tetapi aku berpikir untuk berhenti juga.

Pada usia saat itu, dalam proses pencarian dengan kondisi merasa sendiri, tentunya aku belum bisa berbuat apa-apa. Aku hanya selalu berdoa, "Ya Allah anugerahkanlah kepadaku teman-teman dan guru yang saleh yang bisa membimbingku hingga ke surgamu". Itulah harapan besarku saat itu dan sampai kapan pun.

Tiba masa kuliah yang sangat kuimpikan dengan fakultas dan jurusan seni. Aku pikir potensi dan hobiku akan terasah saat itu, berharap aku bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat. Hari demi hari pun kulalui. Masih ada kehampaan dalam hati. Hingga suatu hari, aku melihat perubahan pada sahabatku yang tinggal satu kosan. Mulai dari pakaiannya, aktivitasnya yang lebih terarah, ucapannya, dan aku merasa ingin seperti dia. Dia menyarankan untuk mencari ilmu dengan sungguh-sungguh.

Singkat cerita, akhirnya Allah mengabulkan doa-doaku. Aku dipertemukan dengan sahabat- sahabat yang salihah dan sabar, juga penuh keikhlasan. Mereka begitu penuh kasih sayang membimbingku dan aku merasakannya. Sesuatu yang kucari selama ini sudah aku temukan. Alhamdulillah, akhirnya aku menemukan jawaban atas pertanyaan dan kebingunganku dalam melangkah. Hatiku mulai terisi dengan hangatnya cinta Illahi.

Saat itu aku merasakan benar-benar jatuh cinta dan sangat terpesona pada Islam, yang ternyata aturan Allah Swt. Itu sungguh luar biasa. Islam menuntun kita semua dari hal terkecil sampai hal terbesar. Islam memberikan solusi atas semua permasalahan hidup dengan dalil-dalil yang terperinci, juga memberi tuntunan untuk hati dan pemikiran kita agar tidak salah melangkah. Semua perlu proses karena ilmu Allah tidak akan pernah habis untuk dikaji meski sepanjang hayat. Dan ingatlah Allah menilai proses kita. Terlebih untuk mengamalkannya kita tidak bisa sendiri, karena butuh tangan-tangan orang lain yang menuntun, mengingatkan, dan menguatkan langkah kita dalam menjalani kehidupan ini.

Ternyata aku yang baru diberikan secuil kesempatan untuk mengenal Islam lebih jauh, pun sudah merasakan keindahan dan ketenangan yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata. Meskipun hingga detik ini, diri ini masih jauh dari kata baik dan salihah. Diri ini belum mampu menjadi hamba yang pantas dicintai Allah Swt., belum bisa menjadi anak yang berbakti pada orang tua, belum bisa menjadi istri dan ibu yang baik. Tetapi dorongan cinta kepada Allah Swt. adalah bahan bakar yang akan terus mendorong kita untuk selalu bertahan. Baik dalam kesedihan ataupun kekecewaan karena makhluk, pun hal lainnya. Bahan bakar tersebut yang akan membuat kita tetap berdiri dan melangkah dalam kebenaran meski kadang tertatih karena deraan hawa nafsu, kebodohan, dan ujian- ujian yang datang silih berganti.

Kepada semua sahabat dan guruku yang telah membimbingku, juga pada siapa pun termasuk media yang hadir untuk kebaikan dan dakwah Islam. Surgalah yang layak menjadi tempat pulang kalian semuanya. Jangan lupa carilah aku jika aku tidak ada di sana. Semoga kita semua istikamah dan mendapatkan ampunan serta rida-Nya.

Ingatlah bahwa Allah telah menegaskan,

“Katakanlah (wahai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Ali-Imran: 31)

Wallahu a'lam bishawab.[]

Pajak Tidak Boleh Menzalimi Rakyat

"Pada masa kekhalifahan, pengumpulan dan penggunaan zakat dan jizyah diatur dengan ketat dan harus dilakukan secara transparan dan adil. Dana yang terkumpul dari zakat dan jizyah harus digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk membantu orang-orang yang membutuhkan."

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Publik dikejutkan dengan cuitan-cuitan netizen yang menanggapi soal kasus pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Diberitakan bahwa Rafael tidak melaporkan harta Jeep Rubicon dan Harley Davidson di LHKPN-nya, serta kasus anaknya Mario Dandy yang menganiaya anak petinggi salah satu ormas pemuda.

Dalam kasus tersebut akhirnya terkuak banyaknya harta kekayaan para pejabat dinas pajak yang disinyalir ladang korupsi. Mengutip berita CNNIndonesia.Com (26/2/2023), Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tercatat harta kekayaan Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 2017 mencapai Rp6,13 miliar. Selang empat tahun pada 2021, harta dia tercatat menjadi Rp14,4 miliar.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Dinas Pajak atau Kementerian Keuangan menjadi salah satu lahan basah para pejabat untuk meraup kekayaan. Tidak mengherankan jika banyak di kalangan mereka yang memiliki hobi istimewa seperti berkendara motor mewah. Padahal, jika dicermati pajak yang mereka himpun berasal dari mayoritas rakyat jelata di negeri ini dengan berbagai jenisnya.

Pajak Andalan Kapitalisme

Pajak seperti aliran darah yang terus dipompa dalam sistem kapitalisme. Hampir semuanya terkena pajak, mungkin hanya cahaya matahari dan udara segar di pagi hari yang belum terkena pajak. Beberapa jenis pajak yang umum diketahui masyarakat di antaranya:

Pertama, Pajak Penghasilan (PPh). Pajak ini dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh orang pribadi atau badan usaha dalam satu tahun pajak. PPh terdiri dari beberapa jenis, seperti PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, dan PPh pasal 25.

Kedua, Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini dikenakan pada barang dan jasa yang dikenai PPN dalam setiap tahap produksi atau distribusi. PPN dikenakan oleh pelaku usaha yang memiliki omzet tertentu.

Ketiga, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak ini dikenakan atas kepemilikan dan pemanfaatan tanah dan bangunan. PBB dikenakan oleh pemilik atau pengguna tanah dan bangunan.

Keempat, Pajak Barang Mewah (PBM). Pajak ini dikenakan pada barang mewah seperti mobil, pesawat terbang, perhiasan, barang antik, kapal pesiar, dan sejenisnya. PBM dikenakan atas dasar nilai barang yang tercantum pada surat faktur atau dokumen yang menyertai barang. Jenis pajak ini yang sekarang ramai dibicarakan karena menyangkut kendaraan-kendaraan mewah yang dimiliki anak pejabat.

Selain itu, masih banyak lagi jenis pajak yang dipungut pemerintah, seperti meterai dan bea cukai, bahkan pemerintah juga memperoleh pajak dari sumber-sumber lain seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, dan sejenisnya.

Adapun mekanisme pemungutan pajak di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas pengelolaan pajak.

Sejak tahun 2021, pemerintah Indonesia mengumumkan program tax amnesty untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan dan membayar pajak yang belum terbayar tanpa dikenakan sanksi atau denda. Program ini dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak negara dan memperkuat kepatuhan WP terhadap peraturan perpajakan. Disinyalir banyak pengusaha dan pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya karena besarnya tagihan pajak.

Dengan demikian, tampak jelas bahwa pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme menjadi andalan pendapatan negara guna membiayai segala rencana proyek pembangunannya.

Hal yang berbeda dengan sistem Islam, pajak (dlaribah) disamakan dengan harta sedekah dari orang kaya untuk sekadar menutupi kas negara yang kosong, tidak menjadi sumber pendapatan utama negara. Fungsi pajak dalam sistem Islam dianggap sebagai instrumen untuk membangun kesejahteraan sosial dan mengurangi kesenjangan sosial.

Pengumpulan dan penggunaan pajak juga diatur dengan ketat. Pajak harus dikumpulkan secara transparan dan digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Selain itu, pemungutan pajak juga tidak boleh menyebabkan beban yang berlebihan pada orang-orang yang membayarnya. Pajak adalah pungutan sementara terhadap orang muslim yang kaya saja.

Beragam Sumber Pendapatan Negara

Sebenarnya masih banyak istilah lain berkenaan dengan sistem keuangan dalam Islam. Semisal zakat, yang dalilnya:

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka untuk membersihkan dan mensucikan mereka." (TQS. At-Taubah[9]: 103)

Selain itu, bagi mereka nonmuslim yang hidup berdampingan dalam negara Islam dipungut jizyah, dalil hukumnya:

"Kemudian jizyah dibayar oleh mereka dengan tangannya sendiri dengan sukarela dan merendahkan diri." (TQS. At-Taubah[9]: 29)

Terhadap harta rampasan perang (ganimah), harta penemuan (rikaz) juga dikenakan pungutan yang dinamakan khumus:

"Dan ketahuilah, bahwa apa saja yang kamu peroleh dari rampasan perang, maka sesungguhnya seperlimanya untuk Allah, Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan." (TQS. Al-Anfal[8]: 41)

Dengan beragamnya sumber pendapatan tersebut, pajak termasuk salah satu solusi terakhir yang dibebankan pada kaum muslim ketika kas negara benar-benar kosong. Sebagaimana diketahui dalam sistem Khilafah, keuangan negara berpusat pada baitulmal yang terdiri dari pos penerimaan dan pengeluaran.

Menurut Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah , disebutkan bagian yang berkaitan dengan penerimaan atau pemasukan kas negara adalah jenis harta yang berasal dari zakat kaum muslim, jizyah dari nonmuslim dan hasil pengelolaan harta milik umum yang dikelola oleh negara untuk kemaslahatan seluruh rakyat, baik muslim maupun nonmuslim.

Sedangkan bagian pos pengeluaran adalah berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan, semisal harta untuk para mustahik zakat dan harta yang sifatnya pemberian dari negara untuk seluruh rakyat, semisal subsidi dan manfaat lainnya dari harta yang dikelola negara.

Sedangkan jizyah adalah pungutan yang dikenakan pada orang-orang nonmuslim yang hidup di negara-negara Islam sebagai pengganti kewajiban membayar zakat.

Pada masa kekhalifahan, pengumpulan dan penggunaan zakat dan jizyah diatur dengan ketat dan harus dilakukan secara transparan dan adil. Dana yang terkumpul dari zakat dan jizyah harus digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.

Adapun dlaribah adalah pajak yang diambil dari kaum muslim yang memiliki kelebihan harta setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan pelengkapnya secara sempurna, sesuai standar hidup tempat mereka tinggal. Pajak tidak dipungut kepada mereka yang tidak memiliki kelebihan harta. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang menerangkan, bahwa sebaik-baiknya sedekah adalah dari orang-orang kaya. Hadis riwayat Al-Bukhari melalui jalur Abu Hurairah. Wallahu a'lam bishawab.[]

Mampukah Mewujudkan Indonesia Emas dalam Sistem Demokrasi?

”Oleh karena itu, solusi untuk mewujudkan Indonesia Emas adalah mencabut ekonomi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem yang mampu membuat negara ini berdaulat.”

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pemerintah berencana merajut visi besar yaitu “Mewujudkan Indonesia Emas 2045”. Pada tahun tersebut Indonesia diprediksi menjadi salah satu negara berpengaruh dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Tampak semangat mewujudkan visi tersebut mendapat banyak dukungan dari berbagai kalangan.

Dilansir dari viva.co.id (26/02/2023), Ketua Umum DPP IKA Universitas Diponegoro Abdul Kadir Karding mengungkapkan, “…Sudah seharusnya kita keluarga besar IKA Undip turut memainkan peran yang strategis dalam mendukung akselerasi transformasi ekonomi Indonesia, sehingga terwujud pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.” Dukungan tersebut disampaikan dalam acara Pengukuhan Pengurus DPP IKA Undip 2022-2027.

Beragam upaya dilakukan di era pemerintahan Jokowi, seperti mengebut pembangunan infrastruktur yang dinilai mampu menjadi fondasi menuju Indonesia Emas karena dapat mendorong kemajuan sebuah daerah. Lantas, apakah pembangunan yang sekadar menekankan pertumbuhan ekonomi mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat?

Perlu Dicermati!

Dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045, kita masih memiliki banyak tantangan seperti kemiskinan dan stunting. Jelas hal ini tidak hanya berdampak pada pertumbuhan anak melainkan juga tingkat kecerdasan dan daya saing penerus bangsa di masa depan. Belum lagi seabrek tantangan klasik bangsa ini seperti korupsi, isu disintegrasi, krisis moral, dan banyaknya angka pengangguran, serta utang luar negeri yang cukup banyak. Tentu saja untuk mewujudkan visi tersebut tidak boleh hanya terfokus pada pembangunan ekonomi.

Tidak bisa dimungkiri, besarnya pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi, kedokteran, pertanian, militer, dan politik pada zaman sekarang nyatanya krisis terus melanda penjuru dunia. Upaya untuk menyelesaikan masalah justru berakhir dengan masalah baru yang lebih buruk. Amerika misalnya, meskipun kondisi ekonomi dan infrastrukturnya maju namun kekerasan seksual merajalela dan pertumbuhan penduduknya mengalami penurunan. Bahkan, kerawanan pangan sempat mengancam negara kapitalis Amerika yang menyebabkan 34 juta orang tidak memiliki akses pendidikan, perawatan kesehatan, dan air bersih.

Salah Strategi

Pembangunan infrastruktur besar-besaran pada era Jokowi yang bertopang pada utang luar negeri justru menjadi alarm malapetaka yang sedang dirancang pemerintah. Posisi utang Indonesia pada 31 Januari 2023 telah mencapai Rp7.754,98 triliun atau setara 38,56% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Posisi utang tersebut bertambah Rp20,99 triliun dari posisi akhir tahun 2022.

Jika ditelusuri secara mendalam, terlihat bahwa strategi pembangunan ekonomi justru meningkatkan utang dan menyebabkan ketimpangan sosial di masyarakat. Berdasarkan data BPS 2022 bahwa jumlah penduduk miskin sebanyak 9,57% atau sebanyak 26,36 juta, dan pengangguran sebesar 5,83% atau 8,04 juta.

Tidak ada yang aman dalam utang ribawi, terlebih modalnya berasal dari negara kapitalis penjajah. Sejatinya pemerintah Indonesia sedang merancang kesengsaraan berlapis untuk generasi bangsa ini. Negara pemberi utang tentu memiliki dikte-dikte politik untuk menekan negara yang berutang dengan melakukan legitimasi ekonomi. Akibatnya, kapitalisasi SDA oleh asing terus berlanjut dalam waktu yang lama. Seharusnya kebangkrutan Sri Langka menjadi peringatan keras bagi Indonesia. Jangan sampai utang ribawi membebani generasi muda Indonesia dan menjadi penghalang untuk mewujudkan Indonesia Emas.

Akibat Hilangnya Kedaulatan Negara

Selain itu, pemerintah mendorong pengembangan industri 4.0 dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi swasta maupun asing. Namun masifnya investor asing ternyata tidak mampu menyerap tenaga kerja lokal secara optimal. Sebaliknya, pabrik dan pertambangan justru mengabaikan keseimbangan lingkungan akibat eksploitasi SDA secara berlebihan demi meningkatkan produksi secara massal. Padahal, jika SDA negeri ini dikelola penuh oleh negara maka pemerintah tidak perlu utang untuk membangun infrastruktur.

Alih-alih mewujudkan Indonesia Emas, pemerintah justru terjebak sistem ekonomi kapitalistik dan mengabaikan kedaulatan negeri ini. Di mana setiap ikatan perjanjian ekonomi, energi, dan teknologi, posisi Indonesia hanya menjadi objek ekonomi negara maju dan tidak pernah menjadi pelaku produksi. Alhasil, kekayaan alam yang melimpah tidak dapat dinikmati rakyat karena 80% hasil produksinya menjadi milik asing dan swasta.

Kegagalan Sistemis

Demokrasi menjadikan kewenangan membuat undang-undang di tangan manusia justru membuka peluang besar terjadinya kerusakan dan menyuburkan kezaliman. Hukum dan kebijakan yang dibuat mengacu pada kepentingan si pembuat aturan, seperti halnya UU Cipta Kerja. Revisi kebijakan dan aturan sering terjadi namun persoalan kepemimpinan seakan tidak pernah ada penyelesaiannya.

Sistem demokrasi membuat negara dalam kendali penuh penjajah asing. Alhasil, rakyat jadi korban dan tumbal atas aneka pajak untuk menopang APBN dalam waktu lama. Banyak kebijakan-kebijakan yang dibentuk justru menzalimi rakyatnya sendiri namun menguntungkan kapitalis asing. Kongkalikong penguasa dan pengusaha begitu nyata, masif, terstruktur, dan sistematis terjadi dalam sistem demokrasi-sekuler saat ini. Karenanya, klaim pemerintah soal target pertumbuhan ekonomi sejatinya hanya tertuju pada pemilik modal.

Alhasil, bukan Indonesia Emas yang terwujud melainkan malapetaka yang akan menimpa negeri ini. Rakyat yang seharusnya diriayah (dikelola) dengan benar justru para pejabat yang diberi fasilitas mewah di negeri ini. Rakyat yang sangat merasakan dampak besar akibat krisis ekonomi tersebut. Di mana lonjakan harga pangan, pajak naik, dan semua infrastruktur tidak gratis, serta krisis multidimensi tidak dapat terhindarkan.

Sesungguhnya masuknya investor asing karena mendapatkan legitimasi hukum dan dilindungi UU akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Ekonomi kapitalisme penyebab suburnya utang ribawi yang menjadi sumber malapetaka seperti penjajahan, penindasan, perampokan kepada setiap negara pengutang. Oleh karena itu, solusi untuk mewujudkan Indonesia Emas adalah mencabut ekonomi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem yang mampu membuat negara ini berdaulat.

Mencampakkan Sistem Kufur

Dalam sistem demokrasi, negara di- setting sedemikian rupa agar melupakan potensi SDA berlimpah yang dimiliki demi melancarkan perampokan oleh negara kapitalis. Alhasil, sebagian besar kekayaan negara berada di tangan segelintir orang untuk memandu semua urusan hidup. Ini menjadi pertanda bahwa sistem yang mengabaikan Al-Qur’an dan sunah atau sistem buatan manusia telah gagal mendistribusikan kekayaan negaranya.

Saatnya Indonesia mencampakkan sistem sekuler kapitalisme neoliberal, lalu menggantinya dengan sistem Islam kaffah yang berorientasi kemaslahatan. Kekhilafahan dapat memberikan kontribusi positif dari seluruh potensi SDA tanpa intervensi asing. Sebuah sistem yang mampu menjadikan negara mandiri dan berdikari untuk mewujudkan Indonesia Emas.

Sudah seharusnya kita sebagai umat Nabi Muhammad saw. meyakini dan mewujudkan kembali sebuah sistem Islam dalam bingkai negara, yakni Khilafah. Penerapan syariat akan menjadi cahaya dan jalan keluar bagi umat muslim saat ini yang dikelilingi kegagalan dan kekacauan akibat sistem kapitalisme. Melalui sistem pemerintahan Islam maka pemimpin negara akan menggunakan sumber dayanya untuk memakmurkan rakyat.

Sistem Islam Mampu Mewujudkan Indonesia Emas

Kezaliman penguasa merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme sehingga mempertahankannya berarti melanggengkan kerusakan. Karena itu, perjuangan untuk menerapkan ideologi Islam yang diemban Rasulullah saw. dan para sahabat adalah satu-satunya solusi yang mampu mewujudkan rahmatan lil’alamin.

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang mencakup sistem politik untuk menjalankan roda pemerintahan, sistem hukum untuk memperoleh keadilan bagi seluruh manusia, sistem ekonomi untuk mengatur sumber daya manusia dan alam, serta sanksi hukum untuk menjamin stabilitas sosial.

Dalam pemerintahan Islam haram menyerahkan penguasaan dan pengelolaan SDA dan layanan publik sepenuhnya kepada swasta apalagi asing. Layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan bidang lain yang strategis dan vital menjadi tanggung jawab negara. Sebab tugas dan peran penguasa dalam Islam adalah mengelola urusan umat. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin yang memimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Penerapan sistem ekonomi Islam mengharuskan pemerintah mengelola SDA secara mandiri sehingga negara mampu menyediakan sumber dana untuk aneka pembangunan dan infrastruktur. Negara juga tidak boleh melakukan transaksi utang-piutang ribawi yang merugikan dan mencelakakan. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 275, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Dalam Islam tidak dibenarkan aktivitas riba dalam segala aktivitas ekonomi.

Sistem keuangannya didasarkan pada prinsip keuangan riil yang sehat seperti penerapan standar emas dan perak untuk mata uang negara. Sektor nonriil yang menjadikan uang sebagai komoditas tidak diizinkan, sehingga kegemaran utang oleh negara tidak akan terjadi. Dampaknya sangat jelas, pelemahan ekonomi akibat beban utang dan bunganya akan hilang, serta pintu dikuasainya kedaulatan negara oleh asing dapat dicegah. Dengan itu, intervensi asing dapat dihilangkan karena liberalisasi SDA yang menyebabkan ketergantungan ekonomi tidak akan terjadi. Rakyat tidak akan terbebani dengan pajak untuk menopang APBN yang dialihkan untuk menganggung utang seperti halnya sistem kapitalisme.

Bangsa Indonesia harus menyadari jika mewujudkan Indonesia Emas harus diawali dengan mengubah sistem demokrasi kapitalisme (rusak dan merusak) dengan sistem yang menyejahterakan. Perubahan hakiki adalah suatu keniscayaan jika dilakukan dengan kesungguhan. Sebagaimana dalam surah Ar-Ra’du ayat 11, Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah diri mereka sendiri.”

Khatimah

Negara visioner hanya bisa terwujud jika berdaulat dan bisa terlepas dari intervensi asing. Indonesia Emas tidak akan pernah terwujud jika negara masih berada dalam bayang-bayang kepentingan negara penjajah. Karenanya, wajib bagi Indonesia memiliki ideologi yang menjadikan negeri ini mandiri dan berdaulat.

Perkara aturan hidup yang sangat krusial ini harus ada perubahan yang bertumpu pada akar masalahnya, yakni melenyapkan hegemoni negara penjajah dan ideologi kapitalismenya. Allah Swt. menurunkan syariat Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang membawa berkah bagi kehidupan, memberi jaminan hidup kepada manusia, dan keselamatan bagi pemeluknya. Mengabaikan hukum syarak sama seperti menunda mewujudkan Indonesia Emas. Wallahu a’lam bishawwab.[]

Islam Solusi Pengangguran

"Indonesia mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah. Namun karena kesalahan dalam pengelolaan dan dalam pengambilan kebijakan, akibatnya hasilnya tidak dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Padahal, jika pengelolaan sumber daya alam ini sesuai dengan Islam, maka seharusnya tidak akan ada rakyat yang menganggur, miskin, dan juga meminta-minta."

Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pada acara Pra Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT Pertama Youth 20 Indonesian 2022, Menteri Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa World Economic Forum atau WEF memprediksi akan ada sekitar 15% pekerja yang berisiko akan kehilangan pekerjaan di tahun 2025. Dari prediksi di atas, jika mengacu pada total penduduk di akhir 2021 kemarin yang sebesar 273,8 juta jiwa, maka akan ada sekitar 41 juta jiwa berisiko menganggur dan 16 juta jiwa kehilangan pekerjaan.

Menganggur adalah tidak melakukan apa-apa. Tak ada pekerjaan atau aktivitas apa pun dan tidak menghasilkan apa pun. Bagaimana pandangan Islam tentang pengangguran? Islam sangat melarang umatnya menganggur dan tidak melakukan aktivitas apa pun. Rasulullah sendiri senantiasa mengajak umatnya untuk berkarya dan melakukan sesuatu. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari No 2074, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda,

“Lebih baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya daripada seseorang yang meminta-minta (mengemis) kemudian ada yang memberi atau enggan memberi sesuatu padanya.”

Begitu pula diriwayatkan dalam Kanzul Ummal no. 9858, bahwa Khalifah Umar bin Al-Khaththab pernah berkata,

إِنِّيْ لَأَرَى الرَّجُلَ فَيُعْجِبُنِيْ، فَأقُوْلُ: لَهُ حِرْفَةٌ؟ فَإِنْ قَالُوا: لَا؛ سَقَطَ مِنْ عَيْنِي

“Sungguh terkadang aku melihat seorang lelaki yang membuatku terkagum. Kemudian aku bertanya, ‘Dia punya pekerjaan?’ Jika mereka menjawab ‘tidak’, maka lelaki itu langsung jatuh wibawanya di mataku.”

Dalam riwayat lain, sahabat Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu dalam kitab Mu'jam al-Kabir no. 8539 karya Imam At-Thabrani juga mengatakan,

"Sungguh aku benci kepada orang yang menganggur, yang tidak melakukan amal dunia ataupun amal akhirat."

Sementara itu, menurut Syekh Yusuf Al-Qaradhawi, pengangguran itu terbagi menjadi dua jenis, yaitu pengangguran jabariyah, adalah seseorang yang menganggur karena tidak punya pilihan lain. Ia terpaksa menganggur karena tidak memiliki ilmu serta keterampilan sehingga terpaksa menjadikannya pengangguran. Kemudian pengangguran khiyariyah, adalah orang-orang yang lebih memilih untuk menganggur dan menggantungkan kebutuhannya kepada orang lain, padahal dirinya memiliki kemampuan untuk bekerja.

Menganggur mempunyai dampak negatif baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan. Efek yang dihasilkan pada individu tak hanya berupa penyakit fisik seperti sakit kepala berkelanjutan, hingga penyakit jantung. Namun juga dapat menimbulkan efek psikis, seperti timbulnya perasaan malu dan hilangnya kepercayaan diri, sensitif, mudah cemas, gampang marah, ketakutan, putus asa, penurunan harga diri, kesepian, dan isolasi sosial, peningkatan permusuhan, depresi, dan meningkatnya risiko bunuh diri. 

Sedangkan dalam lingkup keluarga, menganggur sering kali menjadi pemicu gesekan dalam perkawinan, depresi pasangan, konflik keluarga, pelecehan anak, hingga penelantaran keluarga yang seharusnya dinafkahi. Padahal, mengabaikan kewajiban dalam menafkahi keluarga merupakan perbuatan dosa, sebagaimana hadis Rasulullah riwayat Imam Abu Daud berikut,

“Seseorang dapat dikatakan berdosa bilamana ia mengabaikan orang yang wajib ia nafkahi.”

Begitu negatif dan tercela pengangguran dalam Islam. Maka, jika kita melihat kembali sejarah peradaban Islam, akan kita jumpai fakta yang sangat mencengangkan. Betapa sedikit sekali orang yang tak punya pekerjaan dalam negara Islam. Bahkan dikatakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz sampai heran karena tak ada orang yang mau menerima zakat karena mampu, tak ada yang mau dibayarkan utangnya karena tak punya utang, dan tak ada pemuda yang tak mampu menikah karena telah mempunyai modal cukup untuk menikah. Sangat luar biasa, bukan? Namun, mengapa pengangguran dalam jumlah fantastis bisa terjadi pada hari ini?

Ini dikarenakan sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Dalam sistem ini segalanya dipegang oleh oligarki yang menjalankan ekonomi sekehendaknya tanpa aturan. Mereka para kapitalis dapat dengan mudah mengejar untung sebanyak-banyaknya tanpa peduli pada nasib rakyatnya. Maka, bisa kita lihat sekarang ini begitu sulitnya mencari pekerjaan. Jika pun ada lowongan pekerjaan, syaratnya sangat menyulitkan karena berbelit-belit. Masih pada tahap seleksi saja begitu menyusahkan dan yang diterima kerja hanya hitungan jari. Padahal, pendaftarnya berjumlah ribuan.

Bagaimana jika ingin membuka usaha sendiri? Maka, rakyat harus pintar-pintar memutar otak untuk mendapatkan modal. Maka hal ini menjadi kewajaran jika pengangguran membludak. Sementara kebutuhan hidup kian hari kian meningkat, kebutuhan pokok yang senantiasa naik, biaya pendidikan yang mahal, biaya kesehatan yang tak murah, hingga pajak di setiap lini yang mencekik. Beginilah kondisi hidup dalam sistem kapitalisme. Negara abai dan tutup mata, rakyat harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan para pemilik modal, mereka kian hari kian besar kekayaannya. Negara kapitalis justru akan membuka peluang bagi kepentingan pihak-pihak tertentu untuk mengeruk sumber daya alam kita yang melimpah. Kekayaan negara malah dikuasai oleh segelintir orang yang berduit alias para elite kapitalis. Mereka bisa melakukan apa pun, mereka dapat menguasai kekayaan alam yang seharusnya milik umum dan dapat menghidupi rakyat. Mereka begitu mudah membeli tambang emas bahkan pulau tanpa ada halangan dari pihak pemerintah. Sementara rakyat kecil tak akan mendapatkan apa-apa kecuali remahan ekonomi, lewat kerja sebagai buruh, atau pegawai rendahan, yang mudah untuk di-PHK dan memicu meningkatnya angka pengangguran.

Sungguh, seharusnya negara berperan dalam menyelesaikan masalah pengangguran ini. Karena dalam Islam posisi pemimpin adalah pemegang amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Jika pemimpin negeri ini sadar akan akan hal itu, maka ia akan sangat berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Ia tak akan berani mengeluarkan aturan yang hanya memihak segelintir orang atau kelompok tertentu. Pemimpin akan selalu memihak rakyatnya, dan menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan syariat. Sebagaimana hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam riwayat Imam Muslim,

"Dan pemimpin itu adalah raa'in yaitu pengatur juga pengelola, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya itu."

Negara yang selalu berusaha taat dan mengingat tanggung jawabnya kita kenal dengan nama Khilafah. Khilafah inilah yang mampu membenahi masalah pengangguran secara tuntas. Dimulai dengan sistem pendidikannya, karena setiap individu akan mendapatkan pendidikan agar menjadi generasi yang berkepribadian Islam. Sehingga, setiap laki-laki dan perempuan akan memahami perannya masing-masing. Laki-laki paham kewajibannya sebagai pemberi nafkah keluarga, dan mereka tahu betapa mulianya tanggung jawab itu di hadapan Allah. Sementara perempuan, tidak diwajibkan untuk bekerja sehingga mereka akan fokus untuk mendidik anak-anaknya. Jika ada laki-laki sehat namun tidak kerja karena malas, maka negara akan menindaknya.

Negara juga akan menyelesaikan masalah ini dengan sistem ekonominya. Negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat. Jual beli dalam sektor riil akan dipermudah, seperti sektor pertanian, perdagangan, industri, dan juga jasa. Rakyat pun akan dimudahkan untuk membuat usaha. Dengan birokrasi yang tak berbelit-belit tentunya. Terkait kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara akan memberikan keringan bahkan gratis, karena negara memiliki sumber keuangan. Salah satunya dari pengelolaan sumber daya alam, yang akan diberikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas.

Karena sejatinya Indonesia mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah, namun karena kesalahan dalam pengelolaan dan dalam pengambilan kebijakan, maka akibatnya tidak dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Padahal, jika pengelolaan sumber daya alam ini sesuai dengan Islam maka seharusnya tidak akan ada rakyat yang menganggur, miskin, dan juga meminta-minta. Negara akan memberi modal dari keterampilan, informasi, hingga infrastruktur sekalipun, termasuk tak akan ada lagi pajak ataupun pungutan-pungutan yang memberatkan rakyat.

Akan tetapi kembali lagi, jika masih sistem kapitalisme yang diterapkan, maka semua ini hanya ada dalam mimpi. Sungguh solusi dari semua masalah ini, termasuk masalah pengangguran, hanya akan kita rasakan saat aturan Islam diterapkan secara kaffah. Saat Khilafah hadir di tengah-tengah kita. Sayangnya, Khilafah yang diruntuhkan pada tahun 1924 sampai saat ini belum tegak kembali. Maka yang terjadi adalah umat yang senantiasa terimpit dalam setiap lini kehidupannya. Maka, tugas kita untuk mengembalikannya dan memenuhi bisyarah Rasulullah bahwa Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian pasti akan tegak kembali. Wallahu a'lam bishawab.[]

Geng Motor, Jeratan Baru bagi para Pemuda

”Keberadaan geng motor menunjukkan buruknya jaminan keamanan oleh negara. Aparat tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani geng motor. Para pelaku yang diamankan hanya diberi pembinaan dan tidak menimbulkan efek jera.”

Oleh.Tatik
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Sosial)

NarasiPost.Com-Geng motor terus meresahkan masyarakat. Selama Februari 2023, terjadi puluhan kasus pembacokan hingga pembunuhan oleh geng motor di Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Bandar Lampung, dan Purwokerto. Dalam menjalankan aksinya, gerombolan pemuda mengendarai motor dan membawa parang, celurit atau tongkat. Motif tindakan kekerasan mereka beragam, mulai dari balas dendam, menunjukkan kekuatan, memenuhi syarat menjadi anggota geng, hingga sekadar bersenang-senang (viva.co.id, 27-02-2023).

Dalam penelitian yang dimuat di International Journal of Advanced Computer Science and Applications, Negara dkk (2020) menemukan ada 25 geng aktif di Indonesia dan memiliki lebih dari 2000 anggota di sosial media. Keberadaan geng motor ini bukan hanya menimbulkan gangguan keamanan, tetapi bisa menjadi cikal-bakal kejahatan yang lebih besar. Seperti di Amerika, Kanada, dan Australia, geng motor kerap berkolaborasi dengan sindikat kejahatan lain seperti bisnis prostitusi, penjualan manusia, dan narkotika.

Perekrutan anggota geng sering dilakukan melalui media sosial, sehingga sulit dideteksi. Sebagaimana tawuran pada 19 Februari 2023 di Batang, Jawa Tengah, tantangan tawuran disebarkan melalui Tiktok. Tawuran tersebut pun melibatkan sekitar 30 pemuda, hingga menewaskan seorang korban. Mirisnya, para pemuda dalam insiden tersebut mengaku melakukannya hanya untuk bersenang-senang (humas.polri.go.id).

Keberadaan geng motor tidak lepas dari persoalan yang terjadi di tiga ranah. Pertama, keluarga yang absen dalam mendidik anaknya. Pemahaman kapitalis menjadikan orang tua hanya sibuk mencari nafkah untuk pemenuhan materi. Padahal, anak membutuhkan pengasuhan dan pemahaman agama yang kuat untuk membentenginya dari tindak kriminal.

Kedua, mengingat sebagian besar anggota geng motor berstatus pelajar, maka perilaku mereka berkaitan erat dengan sistem pendidikan. Makin banyaknya pelajar yang terlibat dalam geng motor menunjukkan bahwa sistem pendidikan saat ini tidak mampu membekali siswanya dengan akhlak yang baik. Sistem pendidikan kita masih dilandasi paham kapitalisme yang mengukur pencapaian siswa dari keberhasilan mendapatkan nilai atau pekerjaan. Sedangkan penanaman kepribadian Islam belum mendapat perhatian serius. Justru, yang diajarkan adalah nilai sekuler liberal, yang menilai kebahagiaan hanya didapatkan dengan meraih kesenangan duniawi. Wajarlah muncul para pemuda yang tega menyakiti orang lain demi mendapatkan kesenangan atau meraih eksistensi diri.

Ketiga, keberadaan geng motor menunjukkan buruknya jaminan keamanan oleh negara. Aparat tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani geng motor. Para pelaku yang diamankan hanya diberi pembinaan dan tidak menimbulkan efek jera. Selain itu, tidak ada langkah pencegahan yang serius untuk memutus perekrutan geng motor. Razia yang dilakukan selama ini hanya bisa mencegah kerusuhan sementara. Namun, keberadaan geng motor tetap tidak tersentuh dan dibiarkan berkeliaran.

Islam memandang pemuda sebagai aset peradaban yang harus dijaga. Pemuda dengan segenap potensi yang dimiliki adalah mesin penggerak kebangkitan umat. Maka, pembentukan kepribadian Islam harus menjadi fokus utama. Akidah menjadi dasar dari kurikulum pendidikan Islam. Dengan memiliki akidah yang kuat, para pemuda tidak akan berani melakukan tindakan kriminal, termasuk nongkrong dan kebut-kebutan yang mengganggu ketertiban jalan.

Abu Sa'id Al Khudri r.a. menyebutkan, Nabi saw. bersabda, "Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami untuk bercakap-cakap.” Beliau bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu (duduk-duduk di jalan), maka tunaikanlah hak (pengguna) jalan." Sahabat bertanya, "Apa saja hak jalan?" Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, menyingkirkan halangan, menjawab salam dan amar makruf nahi mungkar." (HR. Bukhari)

Saat memiliki akidah yang kuat, hasrat pemuda untuk menunjukkan eksistensi diri akan disalurkan dengan menghasilkan karya yang bermanfaat. Sebagaimana sabda Nabi saw, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, keadaan kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum saat sibukmu dan saat hidupmu sebelum datang kematianmu” (HR. Al-Baihaqi).

Dalam Islam, negara juga memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan rakyat dengan menerapkan hukum Islam. Negara akan mengatur media untuk menayangkan konten-konten yang sesuai dengan Islam. Dengan demikian, tidak ada tempat bagi tayangan kekerasan yang menginspirasi para remaja berbuat sadis. Negara juga akan menerapkan hukuman yang tegas pada setiap pelanggaran, sehingga memberi efek jera. Jika geng motor melakukan pembunuhan, mereka akan dikenai hukuman mati atau membayar diyat senilai 100 ekor unta, 40 ekor di antaranya bunting. Tidak ada yang lolos dari hukum dengan alasan di bawah umur atau anak pejabat. Selama mereka sudah akil balig, mereka akan dijatuhi sanksi yang sesuai.

Jika sistem sekuler liberal kapitalis masih terus mendominasi kehidupan umat, maka para remaja akan terus diintai oleh jeratan geng motor. Oleh karena itu, sistem ini harus ditinggalkan dan diganti dengan sistem Islam yang akan menjaga para pemuda, dan menjadikannya sebagai mutiara berkilau yang berkontribusi besar dalam membangun peradaban gemilang. []

Kanal Ikonis Venesia Tanpa Air, Italia Dilanda Kekeringan

”Sistem kapitalisme telah menempatkan negara dan seluruh rakyatnya hidup di bawah ancaman bencana baik kekeringan, banjir, maupun kebakaran hutan.”

Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Venesia, Italia. Siapa yang tidak mengenal kota tua yang berdiri megah di tengah-tengah laguna di ujung barat Laut Adriatik ini? Kanal-kanal yang mengelilingi 118 pulau, gondola dan taksi air yang hilir mudik membawa wisatawan, bangunan-bangunan tua berusia ratusan tahun yang tetap terawat apik, jembatan lengkung di atas kanal, dan air jernihnya yang kebiruan benar-benar membuat siapa pun bermimpi dapat mengunjunginya. Karena keeksotisannya, UNESCO memasukkan Venesia sebagai situs warisan dunia sejak tahun 1987. Akan tetapi, deskripsi indah itu seolah hanya masa lalu.

Dari foto-foto yang beredar, kanal-kanal ikonis Venesia mulai mengering dan mengeluarkan bau tak sedap. Venesia tampak kumuh dan memprihatinkan. Gondola-gondola menganggur. Para wisatawan enggan datang. Aktivitas perekonomian lumpuh. Padahal, pemerintah Italia telah mengindahkan larangan PBB agar Venesia tidak dilintasi kapal-kapal pesiar sejak Agustus 2021 lalu. Italia juga menghentikan produksi kapal pesiarnya di Venesia. Namun, dengan mengeringnya kanal-kanal ini, jutaan wisatawan yang diharap kedatangannya batal berkunjung.

Kanal-kanal mengering tentu bukan hal lumrah, sebaliknya justru mengkhawatirkan. Apa yang terjadi di Venesia dan beberapa wilayah di Italia mengindikasikan negeri ini belum berhasil mengatasi bencana kekeringan terparah selama 70 tahun terakhir. Pemerintah Italia bahkan mengumumkan keadaan darurat di beberapa wilayahnya, mengeluarkan aturan hemat air, dan larangan menyiram tanaman dengan air minum.

Dikutip dari unilad.com (24-02-2023), Davide Zanchettin, seorang profesor oseanografi dan fisika atmosfer, mengatakan kepada BBC Newsday bahwa yang terjadi di Venesia termasuk fenomena langka yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kekeringan kanal-kanal Venesia tidak semata-mata diakibatkan kurangnya curah hujan, tetapi merupakan kombinasi dari faktor meteorologi dan astronomi. Penumpukan tekanan atmosfer yang dipengaruhi oleh posisi bumi, matahari, dan bulan telah menyebabkan suatu wilayah menerima air dan wilayah lainnya kering.

Namun, benarkah kondisi kekeringan yang terus memburuk di Venesia semata karena pengaruh iklim?

Eksploitasi Berlebihan di Hulu Sungai Po

Venesia terletak di sebelah utara Laut Adriatik, tepatnya di antara delta Sungai Po, Italia bagian utara dan Semenanjung Istria, Kroasia. Sungai Po berhulu di Monviso, Pegunungan Cottian Alpen dan muaranya di Laut Adriatik. Panjangnya lebih dari 650 km dan cekungan drainasenya seluas 74.000 km2. Dengan aliran sepanjang ini, maka Sungai Po dinobatkan sebagai sungai terpanjang dan terpenting di Italia bahkan telah menjadi urat nadi perekonomian selama ratusan tahun.

Dikutip dari link.springer.com (27-07-2021), pada zaman perunggu sampai sebelum renaisans, Sungai Po hanya dimanfaatkan untuk mengairi lahan-lahan pertanian, menangkap ikan, dan sebagai jalur transportasi. Saat itu mereka bercocok tanam secukupnya. Lahan pertanian yang dimiliki luasnya terbatas. Pada masa ini belum terjadi alih fungsi hutan.

Kondisi berubah sejak Eropa mengalami revolusi industri. Sungai Po mulai dieksploitasi berlebihan. Para tuan tanah menebang berhektar-hektar hutan di hulu sungai, mereklamasi rawa di sekitar Sungai Po sebagai lahan pertanian, dan membuat drainase-drainase baru. Pada tahun 1890-an, di hulu Sungai Po terdapat 12.000 kincir air. Sebagian kincir besar itu merupakan pabrik pengolahan gandum. Beberapa pabrik lagi menjalankan industri tekstil. Periode berikutnya, air Sungai Po dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.

Deforestasi DAS Sungai Po yang dilakukan sejak abad ke-18 dan ke-19 telah menyebabkan erosi tanah dan pendangkalan sungai di hilir. Aliran airnya mulai tidak stabil. Pabrik-pabrik harus menambahkan tenaga uap agar mesin-mesin tetap berproduksi. Pada awal abad ke-20, beberapa wilayah di sepanjang aliran Sungai Po mulai kekurangan air. Eksploitasi berlebihan telah membuat Sungai Po semakin hari menuju kondisi terparahnya sejak pertengahan tahun 2022 lalu hingga kini.

Ketika bencana kekeringan ini terjadi, perubahan iklim yang dikambinghitamkan. Padahal, bukti ilmiah menunjukkan bahwa faktor utama terjadinya perubahan iklim dikarenakan ulah manusia. Alih fungsi hutan di hulu Sungai Po, liberalisasi sumber daya air, berkurangnya daerah resapan, dan kerusakan hidrologi secara nyata berkontribusi pada perubahan iklim di Italia. Kerusakan alam akibat perbuatan manusia ini dinyatakan Allah Swt. di dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat ke-41 bahwa kerusakan yang terjadi di daratan maupun lautan tidak lain karena tangan-tangan manusia. Ketika Allah timpakan bencana, tujuannya agar manusia kembali pada jalan yang benar dan tidak melakukan kerusakan lagi. Teks lengkap surah Ar-Rum ayat ke-41 sebagai berikut.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

""Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Venesia Korban Kerakusan Sistem Kapitalisme

Venesia dan wilayah Italia bagian utara hanyalah satu di antara korban kerakusan sistem kapitalisme. Sistem hidup yang menuhankan keuntungan materi telah membuat siapa pun gelap mata mengumpulkan harta benda. Para pemilik industri terus mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan keberlangsungannya di masa depan.

Prinsip kapitalisme adalah seluruh sumber daya alam yang ada di depan mata digarap sampai habis. Apabila sudah tidak bersisa, tinggalkan dan cari sumber daya alam lain yang bisa dieksploitasi. Kerusakan alam jangka panjang hingga ancaman bencana tidak pernah dipedulikan. Dengan kekayaan yang melimpah, perkotaan yang memiliki fasilitas lengkap akan menjadi pilihan hunian. Sedangkan daerah rawan bencana akibat eksploitasi membabi buta menjadi tempat tinggal si miskin. Bila bencana benar-benar terjadi, para pelaku industri ini hanya akan mengirimkan bantuan sebagai bentuk solidaritas.

Atas ulah para kapital ini, negara tidak memberikan sanksi tegas yang memberi efek jera. Negara hanya mengimbau masyarakat agar semakin arif pada lingkungan, rajin menanam pohon, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan beralih pada listrik demi mengurangi emisi karbon. Negara tidak bersungguh-sungguh merestorasi sungai dan sumber daya air lainnya. Negara juga tidak memaksimalkan fungsi lembaga meteorologi, klimatologi, dan geofisika untuk merekayasa cuaca demi menghindari kekeringan berkepanjangan.

Demikianlah di dalam sistem kapitalisme, peran negara sangat minimalis. Negara sebatas regulator. Negara tidak bisa berbuat banyak bila ada bencana atau krisis sebab sumber pendapatan utamanya hanya dari pajak. Itu pun sudah ada pos-pos pengeluarannya dan tidak ada dana taktis menghadapi bencana atau krisis. Sebagai contoh Italia, dikutip dari wwf-panda.org (16-05-2021), Sungai Po tidak segera direstorasi karena lembaga nirlaba World Wide Fund (WWF) dan ANELPA masih ada di tahap perencanaan. Rencana restorasi Sungai Po diperkirakan akan menelan biaya senilai 357 juta Euro. Pemerintahnya? Pemerintah sendiko dawuh pihak swasta. Sistem kapitalisme telah menempatkan negara dan seluruh rakyatnya hidup di bawah ancaman bencana baik kekeringan, banjir, maupun kebakaran hutan.

Cara Islam Mengatasi Bencana Kekeringan

Ketika sistem kapitalisme tidak mampu mengatasi berbagai problematik di tengah-tengah masyarakat, saatnya merujuk pada Islam. Di dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah secara serius mengurusi urusan umat agar tidak terjadi krisis air akibat kekeringan. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dilakukan oleh khalifah.

Pertama, pembentukan lembaga khusus yang menangani masalah iklim dan cuaca. Lembaga itu mirip BMKG saat ini. Khalifah akan memilih para ahli terbaik dari seluruh wilayah Khilafah. Kemudian khalifah akan meminta BMKG untuk memetakan cuaca dan iklim di seluruh dunia, memetakan wilayah yang rawan kekeringan dan kebanjiran, mengkajinya secara akurat agar dapat disusun rencana rekayasa cuaca, dan rekomendasi solusi apabila terjadi kondisi ekstrem. Termasuk pula penyusunan kalender tanam di seluruh dunia demi meminimalkan kejadian gagal panen akibat pengaruh cuaca.

Kedua, penertiban status kepemilikan umum, yaitu dengan mengembalikannya kepada rakyat. Pengelolaan harta milik umum ini dilakukan oleh Khilafah demi kemaslahatan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, ”Kaum muslimin berserikat dalam tiga urusan, yaitu padang rumput, api, dan air.”

Ketiga, pengelolaan air baik produksi dan distribusinya dilakukan oleh Khilafah. Negara juga melakukan pengontrolan atas kualitas air dan jalur distribusinya supaya merata ke seluruh wilayah. Pengontrolan itu berlaku pada air untuk mengairi lahan pertanian maupun air untuk keperluan minum dan MCK. Pihak swasta tidak diperkenankan mengelola urusan air ini.

Keempat, upaya restorasi sungai dan rehabilitasi hutan dilakukan oleh Khilafah tanpa campur tangan pihak swasta. Pendanaannya juga diambilkan dari baitulmal, bukan dengan cara membuka keran investasi.

Kelima, rakyat diedukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Kegiatan edukasi ini dilakukan terus-menerus di semua jenjang pendidikan dan usia. Pemerintah akan menyosialisasikan dengan media visual, audio, dan audiovisual agar hasilnya optimal. Demikian pula dilakukan sosialisasi jenis takzir oleh khalifah kepada siapa saja yang melakukan aktivitas perusakan lingkungan.

Khatimah

Dari sini tampak jelas cara Islam mengatasi kekeringan sangat komprehensif. Islam memiliki solusi preventif dan kuratif. Khilafah telah membangun sistem pencegahan terjadinya krisis lingkungan sebaik mungkin. Jika pun terjadi musibah kekeringan, dampaknya bisa dikurangi. Salah satunya dengan teknologi rekayasa cuaca yang dikembangkan BMKG Khilafah. Oleh sebab itu, sudah saatnya dunia kembali kepada tata kelola kehidupan secara Islami, yaitu Khilafah. []

Virus Marburg Ancaman Baru Dunia?

“Meskipun negeri ini belum ada kasus Marburg, tetap harus menyiapkan strategi pencegahan yang tepat. Nyawa tidaklah sebanding dengan materi.”

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tiada henti virus menjadi perhatian dunia. Kali ini ada virus Marburg yang telah merenggut sembilan nyawa manusia di Benua Afrika. Bukan virus baru sebenarnya. Namun, sampai saat ini penangkalnya belum ada.

Apakah sebenarnya virus Marburg? Seperti apa gejala dan penularannya? Apakah virus ini bisa menjadi ancaman bagi dunia? Bagaimana respons pemangku kebijakan terkait masalah ini? Lalu, seperti apa Islam menangani masalah virus dan penyakit?

Perjalanan Marburg di Dunia

Satu orang telah diumumkan oleh Dinas Kesehatan Valencia, Spanyol sebagai suspek kasus virus Marburg pada Sabtu (25/2). Suspek tersebut adalah seorang pria berusia 34 tahun yang diketahui baru saja bepergian ke Guinea Ekuator. Sementara, negara itu telah mengarantina 200 orang lebih akibat kasus virus Marburg yang merebak. Pemerintah setempat melakukan pembatasan di Provinsi Kie-Ntem pada 13 Februari lalu. Di provinsi inilah ditemukan pertama kalinya kasus yang terkonfirmasi sebagai virus Marburg pada 7 Februari. Kemudian pada 14 Februari, ditemukan 24 suspek virus Marburg yang 9 di antaranya meninggal dunia. (cnnindonesia.com, 25/2/2023)

Virus Marburg bukanlah virus baru. Virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1967 di Marburg dan Frankfurt, Jerman dan Belgrade, Yugoslavia. Sebanyak 31 orang yang sedang melakukan penelitian di laboratorium Marburg terserang virus ini dan 7 di antaranya meninggal dunia. Mereka terserang virus setelah mengadakan kontak dengan kera hijau Afrika yang dibawa dari Uganda sebagai bahan penelitian. Beberapa kera tersebut menunjukkan gejala demam berdarah dan mati. Tak berapa lama, mereka yang bekerja di laboratorium tersebut juga mengalami sakit dengan gejala yang sama dan meninggal dunia.

Setelah itu, virus Marburg kemudian merambah ke Afrika Selatan pada tahun 1975. Pada tahun 1980, virus ini ditemukan di Kenya. Tujuh tahun kemudian, Kenya mendapati kembali kasus virus Marburg. Lalu, pada tahun 1998-2000, Republik Demokratik Kongo diserang wabah Marburg yang merenggut 128 nyawa. Virus ini kemudian menyerbu Angola pada tahun 2005 yang mengakibatkan 329 orang meninggal dunia. Perjalanan virus Marburg sampai di Uganda pada tahun 2007. Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat dan Belanda mulai terpapar virus Marburg. Virus kembali ke Benua Afrika pada tahun 2012, tepatnya di Uganda. Pada tahun 2014 dan 2017, virus ini masih tetap berada di Uganda. Guyana menjadi daerah berikutnya yang terpapar virus Marburg pada tahun 2021. Kemudian pada tahun 2022 lalu, Ghana menemukan dua orang terkonfirmasi virus Marburg. (kompas.com, 21/2/2023)

Kini, virus Marburg mulai menjejakkan diri kembali di Benua Eropa. Setelah menewaskan 9 orang di Guinea Ekuator, virus ini menyebabkan seorang pria di Spanyol sebagai suspek. Bukan tidak mungkin jika virus Marburg bisa menyebar lebih jauh lagi jika tidak ada penanganan yang tepat. Virus yang awal mulanya dari hewan ke manusia (zoonosis) ini akhirnya menular dari pasien ke pasien melalui cairan tubuh.

Mengenal Virus Marburg

Penyakit virus Marburg adalah penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus Marburg. Virus ini termasuk dalam famili filoviridae yang merupakan satu famili dengan virus Ebola. Virus Marburg dapat ditularkan dari hewan dan antara manusia. Meskipun termasuk jarang terjadi, tetapi penyakit Marburg cukup mematikan. Dengan tingkat kematian mencapai 88 persen, virus ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

Kelelawar buah jenis Rousettus aegypticus dianggap sebagai inang reservoir alamiah dari virus Marburg. Begitu pula dengan kera hijau Afrika (Cercophitecus aetiops) menjadi hewan yang membawa virus Marburg. Kera yang dibawa dari Uganda ini menjadi sumber penularan ke manusia pada kasus Marburg pertama kali di Eropa.

Potensi penularan dari hewan ke manusia bisa terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi virus Marburg. Selain itu, virus Marburg juga dapat menyebar ke sesama manusia melalui cairan tubuh seperti air liur, tinja, keringat, bekas muntahan, urine, darah dan cairan sperma.

Virus bisa masuk melalui kulit yang terluka atau membran mukosa yang tidak terlindungi seperti hidung, mata, dan mulut. Alat-alat seperti pakaian, tempat tidur dan perlengkapannya, jarum suntik, serta alat medis yang telah terkontaminasi darah atau cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi virus Marburg dapat menjadi sarana penyebaran. Karena itulah, perawat atau orang yang dekat dengan pasien Marburg sangat rentan terinfeksi.

Gejala

Virus Marburg dapat memunculkan gejala yang tiba-tiba dan makin parah. Seperti halnya dengan Ebola, penyakit Marburg bisa menyebabkan pendarahan parah, syok, kegagalan organ, bahkan kematian. Infeksi virus ini menimbulkan gejala seperti demam, badan terasa tidak enak, sakit kepala, lesu, ruam berwarna merah yang tidak gatal pada perut, dada, dan punggung, diare berair, mual, kram, pendarahan parah, gangguan pada ginjal dan hati, trombosit yang rendah, mengalami kebingungan, kejang, dan delirium.

Masa inkubasi virus bisa bervariasi pada setiap orang. Umumnya, orang akan mengalami gejala setelah 2-21 hari terpapar virus Marburg. Begitu muncul gejala hendaklah segera ditangani karena mengabaikannya bisa berujung pada kematian. Dalam kasus yang parah, kematian paling sering terjadi antara 8 dan 9 hari setelah gejala muncul. Biasanya akan didahului dengan pendarahan yang parah dan syok.

Waspada

Hingga detik ini belum ada vaksin khusus atau pengobatan untuk virus Marburg. Upaya yang bisa dilakukan adalah perawatan untuk mengelola gejala dan mencegah terjadinya komplikasi atau kematian. Upaya perawatannya adalah dengan mengelola rasa sakit, mengisi kembali cairan dan elektrolit untuk mencegah dehidrasi, menstabilkan kadar oksigen dan tekanan darah, mengganti darah atau faktor pembekuan dalam kasus pendarahan, dan mengobati infeksi atau komplikasi sekunder.

Karena belum ada obat atau vaksinnya, maka cara paling efektif adalah dengan melindungi diri dari virus Marburg. Melakukan pencegahan menjadi satu hal yang pasti di kondisi ini. Selalu waspada dengan menjaga pola hidup sehat dan menjalankan protokol kesehatan.

Respons dan Antisipasi

Setelah adanya kasus Marburg di Afrika, WHO mengadakan pertemuan mendadak pada Selasa (14/2/2023). Rapat tersebut untuk membahas vaksin dan terapi yang perlu dilakukan. Lembaga Kesehatan Dunia ini mengirimkan ahli darurat kesehatan di bidang epidemiologi, manajemen kasus, pencegahan infeksi, laboratorium dan komunikasi risiko untuk membantu penanganan kasus Marburg. (bbcindonesia.com, 21/2/2023)

Meskipun mendapat perhatian, tetapi virus Marburg belum menjadi kedaruratan global. Indonesia sendiri hingga kini belum ditemukan kasus virus Marburg. Namun, bukan berarti kondisi aman. Apalagi sekarang aktivitas manusia sudah mulai normal dan perjalanan dibuka kembali. Kemungkinan penyebaran virus bisa meningkat seiring dengan mobilitas manusia yang tinggi.

Dilansir dari bbcindonesia.com (21/2), pemerintah Indonesia menyatakan akan memberikan perhatian lebih kepada pelaku perjalanan dari Afrika. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dokter Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa mereka yang memiliki riwayat perjalanan diminta untuk melapor ke fasilitas kesehatan ketika masuk ke Indonesia. Jika ada gejala sakit, maka harus segera melakukan uji genom. Lebih lanjut, dokter Nadia mengeklaim bahwa penularan virus Marburg tidak secepat Covid-19 karena penularannya lewat cairan tubuh. Tidak perlu terlalu khawatir karena virus tidak menular lewat saluran pernapasan.

Itu senada dengan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, yang meminta masyarakat tidak terlalu panik meskipun virus sudah merebak di Afrika. Ia memastikan bahwa hingga saat ini virus belum masuk Indonesia. Ia menyebut bahwa tidak semua virus akan menyebar luas ke berbagai negara. Begitu halnya dengan virus Marburg yang telah membuat satu orang di Spanyol sebagai suspek. Indonesia juga masih menunggu dari WHO dan memantau perkembangan kasus ini. (cnnindonesia.com, 17/2/2023)

Bagaimanapun kondisinya, kita tidak boleh lengah. Belajar dari pandemi Covid-19 dan jangan sampai terjatuh pada masalah yang sama. Sudah semestinya kita bersiap dengan segala kemungkinan buruk. Kita juga harus segera merumuskan dan menerapkan strategi penanganan masalah penyakit secara jitu. Tidak lagi dengan mempertimbangkan dari sisi ekonomi dan materi semata, tetapi lebih melihat pada akarnya.

Kapitalisme adalah Akar Masalah

Paradigma kapitalisme sekuler menjadikan manusia berhitung untung dan rugi dalam setiap perbuatannya. Ini yang menjangkiti negara kapitalis di dunia. Negara kapitalis hanya akan mengeluarkan kebijakan yang mendatangkan materi/keuntungan. Meskipun harus mengorbankan kepentingan rakyat, hal itu akan dilakukan.

Kita mengalami sendiri bagaimana buruknya kondisi saat pandemi Covid-19 akibat kebijakan yang tidak tepat. Pertimbangan ekonomi tampak lebih dominan sehingga kesehatan masyarakat dipertaruhkan. Korban pun berjatuhan, pandemi yang berlarut-larut, dan perekonomian terdampak berat juga. Rakyat sakit, ekonomi pun lesu.

Virus Marburg yang muncul kembali dengan kekerapan yang lebih intens di berbagai belahan dunia, belum menjadi sebuah kedaruratan global. Otoritas Kesehatan Dunia belum melihatnya sebagai sesuatu yang mendesak. Pun ini yang dilakukan oleh negara-negara, termasuk Indonesia. Masih belum ada strategi khusus atau upaya antisipatif yang serius meskipun virus Marburg telah menelan korban di Afrika.

Potensi virus Marburg untuk mengancam dunia tidak boleh dipandang remeh. Kasusnya yang makin sering terjadi harus menjadi kewaspadaan yang sungguh-sungguh. Sedikit banyaknya korban, tidak menjadi penentu diambilnya tindakan. Walaupun baru satu orang yang menjadi korban, penanganan serius harus dilakukan. Meskipun negeri ini belum ada kasus Marburg, tetap harus menyiapkan strategi pencegahan yang tepat. Nyawa tidaklah sebanding dengan materi.

Butuh Islam Kaffah

Islam merupakan agama yang sempurna. Islam juga sangat peduli pada kesehatan. Berkaitan dengan virus dan penyakit, Islam memiliki pandangan tersendiri. Yaitu:

Pertama, Islam memandang bahwa virus dan penyakit apa pun merupakan ketentuan dari Allah. Kepada siapa, kapan, dan di mana penyakit akan diturunkan adalah hak Allah. Sebagai hamba beriman harus menyadari dan menerimanya dengan ikhlas dan sabar. Maka, langkah selanjutnya adalah upaya pengobatan dan perawatan. Kita meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada penawarnya, sebagaimana sabda Rasulullah: “Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Dia juga menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari)

Kedua, Islam melihat bahwa kesehatan merupakan hal yang mendesak. Ketika ada gangguan atau masalah terkait kesehatan, maka harus segera dicari solusinya. Tidak perlu menunggu jatuh banyak korban, baru melakukan tindakan. Bahkan, Islam mengajarkan untuk selalu menjaga dari segala kemungkinan buruk. Upaya pencegahan dari ancaman berbagai macam penyakit senantiasa digalakkan.

Ketiga, penting untuk mencegah penyakit menular agar tak meluas. Adapun upaya pencegahan dari paparan virus Marburg bisa dilakukan dengan:

• Mengurangi atau tidak melakukan kontak sama sekali dengan kelelawar reservor virus. Jika harus melakukannya, maka pastikan memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker.

• Mengonsumsi daging secara matang.

• Tidak melakukan kontak fisik yang dekat dengan pasien Marburg.

• Mencuci tangan secara rutin, terutama setelah mengunjungi atau melakukan penanganan terhadap orang yang sakit.

• Menunda perjalanan ke wilayah yang sedang ada kasus virus Marburg atau yang berisiko.

Terkait dengan penyakit menular, Islam memiliki contoh penanganannya dari Rasulullah. Ketika suatu wabah menyerang, maka harus dilakukan karantina bagi orang yang sakit. Mereka yang sehat dilarang masuk ke daerah wabah. Ini mutlak dilakukan supaya wabah tidak meluas.

Negara yang menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan melakukan lockdown. Dengan kebijakan karantina ini, mereka yang sakit akan dirawat dengan baik dan dicukupi semua kebutuhannya. Negara yang akan menanggung seluruh pembiayaan selama karantina berlangsung.

Keempat, negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang memadai dan berkualitas. Terdapat tenaga kesehatan dengan jumlah yang cukup untuk bisa melayani masyarakat. Mereka profesional dan sigap. Tenaga kesehatan ini juga terjamin setiap kebutuhannya, termasuk keamanan saat menangani kasus penyakit menular.

Kelima, negara akan melakukan penelitian terkait virus dan penyakit menular untuk bisa mendapatkan penangkalnya. Negara akan mengerahkan seluruh ahli yang berkompeten di bidangnya guna menemukan solusi atas masalah yang dihadapi. Negara membiayai segala yang diperlukan dalam riset tersebut sampai menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat dan dunia kesehatan secara umum.

Hal ini tentu memerlukan sokongan dana yang besar. Dengan pengelolaan sumber daya alam sesuai syariat, maka hasilnya akan menjadi sumber pembiayaan untuk mendanai penelitian. Jika masih kurang, negara bisa mengambil dana dari pos kekayaan negara berupa jizyah, kharaj, fai, ganimah, dsb.

Semua itu hanya bisa dilakukan oleh Daulah Khilafah sebagai pemelihara urusan rakyat. Negara di bawah komando khalifah akan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Khalifah bekerja untuk memastikan rakyatnya dalam keadaan aman, selamat, sehat, dan sejahtera lahir dan batin. Sebab, seorang khalifah adalah pelayan bagi rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah: “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Seperti apa pun kondisi dan ancaman yang mengadang, rakyat akan tenang karena memiliki negara melindungi mereka. Daulah Khilafah sebagai negara ri’ayah akan menjalankan tugasnya dengan semaksimal mungkin dalam mengurusi semua keperluan rakyatnya. Tugas ini merupakan amanah yang diemban dan kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Jadi, negara tidak akan pernah main-main atau mempertaruhkan keselamatan rakyat demi keuntungan dan materi sesaat. Setiap kebijakan negara adalah untuk kemaslahatan rakyat sebagaimana yang dimandatkan oleh syariat.
Wallahu a’lam bishshawwab

Akankah Kesalehan Individual Membawa Kebangkitan Umat?

"Mereka menyerukan kebangkitan dengan memperkuat salat tahajud, puasa sunah, atau menghapal Al-Qur'an, dan amalan-amalan individual semata, tanpa ada upaya menerapkan hukum Islam secara menyeluruh dalam tatanan kehidupan."

Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sebagaimana telah dimaklumi, kebangkitan Islam adalah benar, karena telah dijanjikan oleh Allah. Sebagai seorang muslim, merupakan kewajiban untuk meyakini janji itu. Maka umat Islam pun mulai berbondong-bondong melakukan upaya-upaya demi mewujudkan perubahan menuju kebangkitan itu. Dari fenomena hijrah dari berbagai kalangan, banyaknya rumah-rumah tahfiz, menjamurnya sekolah Islam terpadu, hingga dakwah penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara Khilafah.

Mengapa Islam harus bangkit? Bukankah umat Islam baik-baik saja? Mereka masih bisa berislam, masih bisa beribadah? Masih bisa salat, puasa di bulan Ramadan, masih bisa naik haji, masih bisa nikah secara Islam, dan lain-lain. Bukankah hanya Palestina saja yang terjajah dan belum mempunyai kedaulatannya sendiri? Selebihnya baik-baik saja. Adakah kaum muslim yang berpikiran demikian? Jika ada, maka sudah dipastikan dia adalah orang awam, atau mungkin telah teracuni pemikiran sekuler, atau mungkin juga seorang apatis yang tak peduli dengan agamanya.

Islam hari ini adalah Islam dengan segala keterpurukan di segala dimensi. Keindahan Islam tak tercermin dalam segala hal. Umat Islam sendiri bahkan tidak menampakkan identitas Islam itu sendiri. Meski menjadi umat terbesar kedua di dunia, kaum muslimin seakan hanya menjadi penggembira dan objek siasat keji kaum kuffar. Umat Islam seakan kehilangan profilnya dan menjadi wayang, sesuai apa yang ada di skenario musuh-musuhnya. Tanpa berkutik, tanpa ada inisiatif untuk berani menyuarakan kebenaran Islam, dan akhirnya hanya menjadi pembebek, tunduk pada apa yang orang kafir agendakan, meskipun itu menginjak-injak kemuliaan Islam. Miris.

Salah satu agenda Barat yang malah diamini oleh umat adalah saling berselisih, berpecah belah hanya karena perbedaan masalah cabang, mazhab, pemahaman fikih, dan mengesampingkan persatuan. Sibuk saling menghujat, saling serang, narasi intoleran, hingga saling menuduh sesat saudaranya. Di sisi lain, umat Islam tak peduli ketika hukum-hukum Allah diabaikan, saudara muslim dibantai dan dibunuhi, tanah kaum muslim dirampas, generasinya diliberalkan dan dirusak dengan gaya hidup sekuler, kekayaan alamnya dieksploitasi dan dirampok oleh kaum kafir.

Memang ada sebagian kaum muslim yang menyadari Islam sedang terpuruk, namun hanya karena ingin mencari aman, serta kurangnya memahami Islam, mereka hanya menyuarakan solusi praktis dan perbaikan individu. Terkadang bahkan solusi yang mereka berikan tanpa mereka sadari malah mengerdilkan Islam, menghilangkan keagungannya, dan membuat Islam seakan hanya sebagai agama ritual saja bukan way of life. Mereka menyerukan kebangkitan dengan memperkuat salat tahajud, puasa sunah, atau menghapal Al-Qur'an, dan amalan-amalan individual semata, tanpa ada upaya menerapkan hukum Islam secara menyeluruh dalam tatanan kehidupan.

Mereka meyakini bahwa dengan meningkatkan ibadah ritual dan amal-amal individual, maka akan dapat mewujudkan kebangkitan Islam di negeri-negeri Islam. Padahal, itu bertentangan dengan sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Faktanya, Rasulullah tidak hanya membina para sahabat serta umat Islam lainnya untuk memiliki keimanan yang kokoh, akan tetapi beliau juga mengajarkan para sahabat untuk mengemban dakwah Islam demi mengubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat islami, dengan cara menentang ide-ide, praktik, serta hukum yang tidak islami.

Di sisi lain, mereka diam ketika Islam dihina, Rasulullah dinista, Al-Qur'an dibakar. Mereka beralasan Islam tak akan hina hanya dengan dicaci, Al-Qur'an akan tetap mulia meski dibakar. Mereka pun bungkam ketika undang-undang zina suka sama suka dilegalkan, mereka masih membisu ketika miras meraja lela hanya karena aturan yang longgar. Dan lebih parahnya lagi, ketika ada sebagian saudaranya yang menyerukan kebangkitan Islam dengan solusi tuntas, yakni dengan menerapkan seluruh aturan Allah dalam sebuah sistem Islam, mereka tak hanya menentang, namun mencaci, dan memfitnah dengan keji.

Padahal umat Islam adalah umat terbaik yang diciptakan oleh Allah di tengah manusia. Umat Islam telah dipilih Allah sebagai pewaris bumi, pemimpin dunia dengan menerapkan aturan Allah. Fakta umat ini telah terpampang jelas dalam kilau sejarah yang tak akan pernah bisa terbantahkan oleh kegelapan Barat maupun siasat-siasat busuk musuh Islam yang ingin menghancurkan kegemilangan sejarah Islam dengan propaganda buruk dan keji.

Janji Allah bahwa umat Islam adalah umat terbaik, terpatri abadi dalam Al-Qur'an surah Ali-Imran ayat 110,

{ كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ }

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."

Ayat ini adalah jaminan Allah atas umat Islam, bahwa mereka telah dan akan tetap menjadi umat terbaik, ketika syarat umat terbaik itu dilaksanakan. Syaratnya adalah senantiasa beramar makruf nahi mungkar sebagai syarat ketika mereka mengaku beriman kepada Allah. Amar makruf nahi mungkar adalah dakwah, menyeru kepada kebaikan yaitu Islam, untuk menjalankan syariat Allah secara menyeluruh dan menjauhi semua perbuatan yang menyelisihi aturan-Nya di segala aspek, baik ramah individu, masyarakat, bahkan sekala negara.

Betapa hari ini kehidupan umat Islam jauh dari aturan Islam. Mereka hidup dalam tatanan demokrasi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan mereka. Mereka beribadah dengan cara Islam, tapi mereka menjalani kehidupan ini dengan aturan buatan manusia. Mereka berekonomi dengan sistem riba ala kapitalis. Mereka berinteraksi secara bebas ala masyarakat liberal. Mereka berhukum dengan hukum dengan hukum buatan manusia. Mereka berpolitik ala demokrasi yang menjadikan kedaulatan di tangan manusia, bukan di tangan syarak.

Hukum Islam seakan dijadikan prasmanan, hanya yang disuka dan sesuai demokrasi yang diambil. Salat, puasa, sedekah, haji, dianggap masih ramah dengan alam demokrasi. Namun di sisi lain, mereka memusuhi sebagian hukum Islam, seperti jihad, Khilafah, qishash, ekonomi antiriba, mereka menyingkirkannya dengan berbagai narasi keji. Islam adalah sebuah ideologi, ia tak hanya sekadar agama ritual, untuk itu Islam harus diterapkan dalam tatanan sistem negara, sehingga keagungan syariatnya dapat dirasakan oleh seluruh alam.

Betapa tanpa Khilafah, syariat Islam hari ini banyak yang tak tertunaikan? Hukum rajam bagi pezina diabaikan, akibatnya zina merajalela bahkan terakhir ratusan pelajar mengajukan dispensasi nikah karena telah hamil lebih dahulu. Riba sudah disistemkan. Jihad tak dilaksanakan. Hukum qishash disingkirkan, menyebabkan nyawa manusia tak lagi berharga dengan maraknya pembunuhan tak terbalaskan, sumber daya alam yang diprivatisasi dan dikuasai asing padahal itu milik rakyat, dan banyak lagi. Sedangkan hukum-hukum tersebut harusnya dilaksanakan oleh penguasa atau negara, tak bisa dilakukan oleh komunitas, individu, apalagi hanya diwiridkan, didoakan, atau ditahajudkan, harus ada kebijakan penguasa yang mengaturnya sesuai dengan Islam.

Akan tetapi, alih-alih memperjuangkan agar hukum Islam secara kaffah bisa diterapkan, sebagian umat Islam sendiri malah sibuk menyerukan perbaikan keimanan dengan meningkatkan ibadah mahda. Bagaimana keimanan kita akan meningkat jika kita hanya mengambil sebagian dari hukum Allah dan mengabaikan sebagian hukum syariat yang lain? Mengeklaim bahwa memperbaiki keadaan umat dengan memperbaiki kualitas amal-amal individualnya, sembari mengisolasi diri dari urusan masyarakat adalah sebuah kesalahan fatal. Hal ini justru malah membantu pihak musuh yang ingin membuat umat Islam tetap tunduk, lemah, dan terus menjadi boneka mereka.

Jadi, kesalehan individual tak akan merubah keadaan, apalagi membawa kebangkitan. Laksana jauh panggang dari api. Terlebih di alam demokrasi, suatu saat pun ibadah mahda ini pun akan diusik dan dipersekusi, karena memang demokrasi bukan lingkungan sehat bagi Islam. Khilafahlah sistemnya. Jadi tunggu apa lagi, perubahan komunal dan globallah yang seharusnya kita gaungkan, bukan semata perubahan individual yang semu.

Wallahu a'lam[]

Penyambung Nyawa Literasi

"Menulislah walau tertatih, karena akan tiba penat ini berbuah nikmat."(Challenge True Story )


Oleh. Nur Rahmawati, S.H.
(Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Menjejak literasi adalah komitmen yang akan membawa siapa pun untuk menjelajahi dunia, mampu memengaruhi akal manusia dengan argumentasi yang diutarakan, bahkan mampu memperdaya siapa saja dengan gaya bahasa yang digunakan. Dunia literasi inilah yang akan menuntun kita menuju celaka atau hidayah, tergantung apa yang dipelajari dan ditekuni.

Menggeluti literasi bagi saya suatu keberuntungan, sebab tidak semua orang mampu istikamah tuk bertahan. Pun dengan saya yang pernah berada di posisi nyaris mati dan menarik diri dari dunia literasi. Cukup lama saya tidak menulis, bahkan hampir enam bulan tidak menghasilkan tulisan. Sebab, sakit yang menyebabkan otak saya terforsir mengingat kematian.

Bermula dari benjolan di punggung saya yang belum bisa untuk diberi tindakan operasi. Hal ini, menyebabkan kegelisahan dalam diri saya yang cukup mendalam. Rasa sakit yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, menjadikan air mata ini hampir tiap hari mengalir, baik ketika sendiri maupun saat bersama anak dan suami. Badan saya lemah, kaki hampir layu sehingga sulit untuk menopang tubuh ini. Akhirnya suami membopong saya saat saya harus membersihkan diri ke kamar mandi.

Bolak-balik saya ke rumah sakit dan lima kali opname dari rumah sakit yang ada di kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Tentu menguras tenaga, pikiran, dan biaya. Hingga saya merasa berada di titik nadir, setiap mata saya terpejam, kematian selalu terbayang dalam benak. Pernah suatu ketika, saya keracunan obat, sebab dokter mengganti obat yang biasanya saya konsumsi. Sehingga, saya merasakan sakit di sekujur tubuh, bintik-bintik merah keluar dan rasa gatal yang tak tertahan hingga saya merasakan kesulitan untuk bernapas. Hal itu, disaksikan suami, anak, dan ibu saya. Ibu membisikkan kalimat tauhid, anak saya menangis sejadi-jadinya, sedang suami menangis dalam hati. Namun, Allah Swt. memberikan kesempatan, napas saya kembali normal. Sehingga, saya dibopong suami memasuki ambulans menuju rumah sakit. Penanganan langsung diberikan pihak rumah sakit, hingga dinyatakan boleh pulang.

Alhamdulillah kondisi saya lumayan membaik sejak Januari tahun ini, meski konsumsi obat tetap saya jalani. Rasa syukur ini saya wujudkan dengan mulai kembali ke dunia literasi. Memberanikan diri mengirim opini pertama saya ke media yang terbilang cukup ketat adalah tantangan bagi saya, karena sudah sering kali tulisan saya ditolak, tetapi ini justru membuat saya tidak berhenti. Ketika tulisan saya kirim, ternyata mendapatkan sambutan yang luar biasa. Saya diminta menjadi penulis inti di media ini. Sempat merasa belum pantas, namun saya berpikir mungkin media inilah penyambung nyawa literasi saya. Media tersebut digawangi Mom Andrea dan para admin yang luar biasa teruji kepiawaiannya dalam mengedit naskah dan menentukan apakah naskah itu layak terbit atau tidak. Media itu bernama NarasiPost.Com.

NarasiPost.Com memang berbeda dari media yang lain, karena di awal pertemuan saya dengan media ini sangatlah berkesan. Saya adalah kontributor pertama dan dinobatkan sebagai kontributor dengan jumlah tulisan terbanyak sejak lahirnya media tersebut. Selain merasa nyaman, saya pun dihargai. Meski, sempat timbul keraguan terhadap niat saya dalam menulis dan mengirimkan tulisan ke NP, karena adanya fee yang diberikan atas setiap tulisan, meski fee yang didapat saya donasikan. Jujur media pertama yang menghargai tulisan saya dengan materi (fee) adalah NP. Namun, saya menyadari bahwa meluruskan niat, wajib dilakukan agar Allah rida dan membuat kita istikamah dalam kondisi apa pun.

Berikut adalah beberapa tips yang telah saya lakukan untuk menjaga keistikamahan dalam menulis:

Pertama, luruskan niat menulis karena Allah Swt. Sehingga, jika kita mendapatkan hasil dari menulis berupa materi, maka itu adalah bonus dari Allah Swt.

Kedua, tetap berada dalam komunitas menulis. Berjemaah adalah salah satu cara menjaga keistikamahan dalam banyak hal, termasuk menulis. Maka, carilah komunitas menulis dan masuk ke dalamnya, seperti grup KONApost (Kontributor NarasiPost.Com) yang sering menyajikan ilmu kepenulisan.

Ketiga, menulislah meski satu paragraf. Hal ini akan menjaga dan mengasah kemampuan kita dalam menulis. Bukankah menulis bagian dari amal jariah? Ketika ada kebaikan di dalamnya diikuti orang lain, maka akan mendapat pahala yang terus mengalir, sebagaimana hadis yang diceritakan oleh Abu Hurairah r.a.:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: "Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu, sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang saleh." (HR. Muslim)

Keempat, ikuti beberapa challenge untuk memotivasi dan meningkatkan kemampuan menulis kita. Terkadang kita perlu dipaksa untuk menghasilkan karya. Maka, dengan mengikuti challenge bisa menjadi alternatif terus berkarya mencerdaskan umat.

Inilah hal besar yang dapat kita lakukan untuk terus eksis menulis, agar keselarasan dan kebahagiaan dapat kita rasakan nantinya melalui tulisan. Ketekunan, kesabaran, dan kepatuhan terhadap Sang Pencipta akan membuka banyak pintu kebaikan. Pun melibatkan Allah Swt. dalam setiap tulisan akan menjadi kunci sukses menjaring jariah.

"Menulislah walau tertatih, karena akan tiba penat ini berbuah nikmat." Wallahu'alam bishawab.[]


Photo : Pribadi
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Selingkuh Marak, Ikatan Keluarga Rusak

“Selingkuh merupakan perilaku mengkhianati ikatan pernikahan. Sekalipun ada pelaku selingkuh yang melakukannya sebagai upaya balas dendam terhadap pasangannya.”

Oleh. Putri Ira
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Selingkuh menjadi tema hangat saat ini. Berdasarkan data dari survei aplikasi Justdating, Indonesia menempati kasus kedua terbanyak se-Asia. Untuk Indonesia, sebanyak 40% menyatakan pernah menyelingkuhi pasangannya. Thailand menduduki peringkat pertama terbanyak di Asia. Sedangkan Malaysia, menduduki peringkat paling setia terhadap pasangan. Data menunjukkan sebanyak 20% kasus pasangan yang selingkuh (tribunnews.com, 18/2/2023).

Jika melihat data kasus selingkuh di dunia, Indonesia menempati peringkat keempat di dunia. Satu tingkat di bawah Amerika Serikat. Tentu, ini bukan prestasi yang patut dibanggakan. Mengingat Indonesia, mayoritas penduduknya muslim (pikiran-rakyat.com, 17/2/2023).

Perempuan sebagai Pelaku Selingkuh

Perempuan dan laki-laki berpeluang sama untuk berselingkuh. Survei Justdating menyatakan, perempuan lebih sering selingkuh dibandingkan laki-laki. Antara perempuan dan laki-laki berbeda perspektif terhadap selingkuh. Laki-laki di Indonesia, menganggap pasangannya selingkuh jika mereka bepergian berdua dengan laki-laki. Sedangkan perempuan, menganggap pasangannya selingkuh jika berkenalan dan saling berkirim pesan di antara keduanya (Popmama.com, 17/2/2023).

Banyak faktor yang menyebabkan perempuan berani berselingkuh. Mulai dari faktor ketertarikan kepada fisik, kenyamanan dalam berkomunikasi, hingga alasan ekonomi. Berbagai alasan tersebut, tentu tak dapat membenarkan perilaku selingkuh. Selingkuh merupakan perilaku mengkhianati ikatan pernikahan. Sekalipun ada pelaku selingkuh yang melakukannya sebagai upaya balas dendam terhadap pasangannya.

Bagi perempuan yang keimanannya lemah, arus sekuler menjadikan faktor kelemahan pasangan menjadi faktor pendorong berselingkuh. Kebebasan berpikir telah membutakan mata untuk durhaka kepada Ilahi. Dalam pandangannya, selingkuh menjadi solusi dari masalah keluarga yang dialami.

Ikatan Keluarga Rusak

Selingkuh jelas bukanlah solusi dari masalah yang dialami sebuah keluarga. Sering kali orang tua yang terlibat selingkuh, justru anaknyalah yang menjadi korban. Anak menjadi stres. Sehingga, tak jarang anak terjerumus ke arah pergaulan bebas dan narkoba. Anak turut menanggung malu akibat perbuatan orang tua yang berselingkuh. Selain itu, anak juga rentan mendapat luka pengasuhan di masa yang akan datang.

Bisa juga anak akan mempraktikkan hal yang sama dalam pernikahannya kelak. Tentu, bukan hanya anak yang mengalami kerugian. Bahkan, cucu pun ikut rugi. Tak pelak, ikatan keluarga semakin rapuh. Anak dan cucu tak dapat merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam keluarga. Lalu, di manakah rasa tenang dan nyaman didapatkan? Jika mereka tak menemukan ketenangan dalam dekapan keluarga, mereka akan mencari tempat yang lain. Bisa saja dari lingkungan teman dan media yang diakses. Sangat disayangkan jika lingkungan teman dan akses media memberikan solusi yang keliru. Mereka pun akhirnya ikut terjerumus.

Tidak dapat dimungkiri, dalam hubungan pernikahan pasti ada onak dan duri. Sebagai seorang muslim, akidah Islam seharusnya menjadi standar dalam berpikir dan bertingkah laku. Jika menemukan pasangannya tidak taat kepada Allah, maka ada upaya untuk mengingatkan dengan cara yang makruf. Selain itu, seorang muslim diperintahkan untuk bersabar terhadap kekurangan yang ada pada diri pasangannya dan menutupi kekurangan pasangannya.

Jika dia tak mampu bersabar pada hal-hal yang tidak bisa ditoleransi seperti menuduh istrinya berzina, maka istri bisa mengajukan khuluk (cerai). Ataupun karena alasan ekonomi yakni ketidakmampuan laki-laki memberi nafkah, ini pun menjadi salah satu faktor istri menggugat suami. Atmosfer sekuler telah mewarnai kehidupan keluarga muslim. Perempuan pun gampang meminta cerai dari suaminya. Apalagi jika kehidupan ekonomi perempuan lebih mapan dibandingkan laki-laki.

Khatimah

Islam menempatkan hubungan suami dan istri bagaikan sahabat, bukan sebagai atasan dan bawahan. Sebagaimana sahabat, satu dengan yang lain saling memberikan kedamaian dan ketenteraman. Sebab, Allah telah menjadikan kehidupan suami-istri sebagai tempat yang penuh kedamaian. Sebagaimana firman Allah Swt. : “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.” (TQS. Al-A’raf : 189).

Pemahaman terhadap syariat dalam kehidupan suami istri mutlak diperlukan. Suami memahami hak dan kewajibannya, demikian juga istri. Suami dan istri berlomba-lomba melakukan yang terbaik di mata Allah.

Kehidupan tenang dan damai tidak hanya berusaha diwujudkan oleh pasangan suami dan istri. Tapi juga masyarakat dan negara. Negara berperan sebagai pihak yang akan mempertahankan ketahanan keluarga. Negara akan menerapkan sistem pergaulan dengan melarang wanita bertabaruj (menampakkan kecantikan kepada nonmahram), melarang ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan) tanpa keperluan, melarang khalwat (berdua-duaan dengan nonmahram), dan menjaga pandangan. Selain itu, negara akan membuka lapangan pekerjaan kepada laki-laki. Sehingga laki-laki dapat menjalankan perannya sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Jika ada pelaku selingkuh yang sampai ke perzinaan, maka dihukum dengan hukuman rajam. Jika berkhalwat, dikenai takzir. Negara tidak hanya hadir, pada saat individu bermasalah. Tetapi negara hadir berperan sebagai pengatur urusan umat, termasuk urusan ketahanan keluarga. Wallahu ‘alam bisshawab.[]