Miris! Bahan Pokok Mahal di Negeri Agraris

"Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Harusnya, bahan pokok tercukupi, harga terjangkau, dan negara tidak mengimpor beras. Akan tetapi, dari aturan yang ada membuat rumit permasalahan strategis ketahanan pangan sebuah negara."

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Kontributor NarasiPost.Com, Penulis, dan Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Bhima Yudhistira ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, akar masalah dari impor beras setiap tahun dengan angka jutaan ton, yaitu pada sengkarut data perberasan. Menurutnya, BPS telah mengeluarkan rujukan data dengan teknologi terkait survei luas panen dan luas lahan. Hasilnya, BPS menyatakan Maret-Mei merupakan masa panen raya, sehingga produksi gabah dan beras diproyeksi surplus. Namun, mengapa nyatanya negeri agraris ini tetap mengimpor beras dengan jumlah yang tak sedikit?

Harga beras di Indonesia cenderung naik sejak Juli 2022, dalam empat bulan terakhir kenaikan harga beras dipengaruhi oleh efek musiman, yaitu penurunan produksi beras jelang akhir tahun dan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto. Sementara data Kerangka Sampling Area (KSA) BPS mencatat, produksi nasional tahunan surplus dan bisa dijadikan cadangan tahun selanjutnya. (pertanian.go.id)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras eceran naik 6,23 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dan naik 2,30 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada Desember 2022. Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan kenaikan harga beras tidak hanya terjadi di tingkat eceran, tetapi juga di level grosir dan penggilingan (CNNIndonesia.com, 02/01/2023).

Impor Beras, Solusikah?

Menarik apa yang disampaikan oleh Bhima, pembenaran ilmiah untuk impor itu lemah. Hal ini bukan lagi persoalan produksi pertanian ), tetapi sudah masuk ranah ekonomi politik. Siapa yang untung dari margin impor beras? Bayangkan, tidak perlu pusing menanam, tinggal impor dapat margin. Ekonomi kita sengaja diarahkan menjadi rent seeking atau pemburu rente.

Menurut Bhima, impor beras hanya solusi temporer, karena masalah pangan beras terletak pada biaya input produksi beras yang naik di tingkat petani. Apabila impor menjadi jawaban setiap kali terjadi gejolak harga pangan, maka akan menurunkan minat petani. Imbasnya, petani akan berpindah ke tanaman lain yang lebih menguntungkan (tempo.co, 17/12/2022).

Rakyat hanya bisa gigit jari menerima segala kebijakan yang ada, tanpa bisa protes dan menolak. Rakyat tak tahu ada apa di balik mahalnya bahan pokok dan impor beras yang dilakukan negara tiap tahun. Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Harusnya, bahan pokok tercukupi, harga terjangkau, dan negara tidak mengimpor beras. Akan tetapi, dari aturan yang ada membuat rumit permasalahan strategis ketahanan pangan sebuah negara.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tiga provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, masing-masing mampu memproduksi padi di atas 9 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2021. Diikuti provinsi lainnya walau tak sebesar provinsi Jawa. BPS juga mencatat, pada 2021 luas panen padi nasional menyusut 2,35% (year-on-year/yoy) menjadi 10,41 juta hektare (ha).

Lalu, produksi padi nasional pada 2021 turun 0,42% (yoy) menjadi 54,42 juta ton GKG, dan jika dikonversi menjadi beras volumenya menyusut 0,41% (yoy) ke 31,36 juta ton. Walaupun luas panen dan produksinya cenderung menurun, namun pada Agustus 2022 Indonesia menerima penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI), karena dinilai memiliki sistem ketahanan pangan yang baik, dan berhasil mencapai swasembada beras selama periode 2019-2021. Seharusnya, penghargaan ini bisa dipertanggungjawabkan dengan cara pemerintah bisa memenuhi stok beras yang diperlukan tanpa impor dan harga beras tidak mahal.

Pemerintah harusnya sadar bahwa sistem yang digunakan saat ini banyak merugikan rakyat. Jika benar demokrasi itu dari, oleh, dan untuk rakyat, tetapi rakyat mana yang dimaksud? Karena dari setiap kebijakan yang ada, banyak yang merugikan rakyat, di antaranya harga pokok yang mahal. Sementara, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2022 menurut data BPS, yaitu 26,16 juta jiwa. Lalu, bagaimana nasib mereka yang hanya sekadar memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja tak mampu?

Perlu perbaikan mendasar dan menyeluruh untuk menyelesaikan sengkarut permasalahan di negeri ini. Harus ada penyamaan persepsi antara pemegang kebijakan dan seluruh elemen tentang apa sebenarnya akar masalah di Indonesia? Karena jika benar diagnosa, maka akan tepat dicarikan obatnya. Sadarkah, bahwa aturan yang selama ini dipakai sudah banyak membawa problem yang tak kunjung menemukan solusi yang tepat?

Islam Punya Solusi

Permasalahan yang sistemis akan berkaitan dengan sistem yang digunakan. Karena, sebuah sistem itu adalah satu kesatuan dari berbagai komponen atau elemen yang saling berkelindan satu dengan yang lainnya, untuk mencapai suatu tujuan. Jika sistem saat ini banyak menimbulkan masalah, maka mau tidak mau harus ada keberanian dan keyakinan untuk merubah sistem yang ada. Lalu, penggantinya sistem apa? Tak ada pilihan lain selain mengunakan sistem atau aturan yang sudah pernah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw.

Karena, Beliaulah panutan umat Islam di dunia. Syariat yang diturunkan pernah diterapkan sepanjang Beliau masih ada, dan dilanjutkan oleh para sahabat serta khalifah setelahnya, hingga runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani. Bicara solusi bahan pokok dalam sistem ekonomi, tak lepas dari sebuah sistem secara keseluruhan. Dalam Islam, negara memiliki kedaulatan dan kemandirian, tidak bergantung dengan negara lain apalagi jika negara itu kafir harbi.

Beras adalah komoditas strategis yang memiliki peranan penting dalam perekonomian serta ketahanan pangan nasional. Komoditas ini menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan. Maka, kemandirian negara dalam menjaga ketahanan pangan sangat dijaga di dalam Islam. Oleh karenanya, Islam memiliki konsep yang menyeluruh dan unik, di antaranya:

Pertama, pemimpin dalam Islam memiliki tanggung jawab mengurusi urusan rakyat atas dorongan akidah dan meraih rida Allah. Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhari, "Imam (khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya."

Kedua, negara akan terus berusaha memenuhi kebutuhan pokok rakyat, menjaga kestabilan harga, agar terjangkau dan barang tidak langka. Oleh karenanya, negara menjamin produksi pertanian dalam negeri berjalan optimal baik dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Distribusi bahan pokok harus merata ke seluruh penjuru, baik desa maupun kota.

Ketiga, negara mencegah dan menghilangkan distorsi pasar dengan adanya larangan penimbunan, riba, praktik tengkulak, kartel, dan sejenisnya. Hadis Rasulullah saw., "Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Selain itu, ada penegakan hukum yang tegas dan memiliki efek jera sesuai syariat. Islam memiliki struktur khusus dalam hal ini, yaitu kadi hisbah yang bertugas mengawasi perdagangan di pasar, dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan tayib.

Keempat, negara mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan pemahaman bermuamalah yang benar sesuai syariat, masyarakat akan terhindar dari riba, konsumsi makanan haram, serta tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain.

Teringat pada sebuah kaidah ushul, "Di manapun ada syariat, di situ pasti ada maslahat." Tentu maslahat bagi siapa saja dan apa saja, karena syariat Allah jika diterapkan akan memberi rahmat bagi seluruh alam. Allahu a'lam bishawab[]

Antara Prestise dan Mempertahankan Hidup

"Miris! Dua keadaan yang sangat bertolak belakang. Di satu sisi berupaya demi kemewahan sebuah prestise, di sisi lain pontang-panting demi mempertahankan kehidupan. Hal ini sering terjadi di era kapitalisme dan sekularisme. Gemerlapnya dunia dan gelapnya dunia. Dua keadaan yang sangat kontras dan jauh berbeda."

Oleh. Dewi Kusuma
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Semua dipertaruhkan demi sebuah prestise. Semua prestise ingin direngkuh demi ketenaran agar menjaga gengsi terlihat eksis. Padahal ini mungkin tak penting karena hanya menginginkan kesenangan dunia. Sudah memiliki satu, ingin memiliki yang lainnya. Sehingga akhirnya diperbudak oleh nafsu.

Salah satu hal yang memicu sebuah kebanggaan adalah memiliki anak yang mapan, yakni telah tercukupi kehidupannya dari segi materi, mempunyai pekerjaan yang bonafit, memiliki gaji yang besar, dll. Akhirnya muncul rasa bahwa akulah yang nomor satu.

Selain itu, kepemilikan kendaraan. Memang kendaraan adalah salah satu hal yang penting, karena bisa bermanfaat untuk kelancaran usaha maupun untuk mempermudah transportasi. Namun, nafsu untuk memiliki kendaraan demi sebuah prestasi ini yang akan membahayakan. Ingin memiliki banyak mobil demi sebuah gengsi, sehingga garasi mobil penuh dengan koleksi. Semua demi sebuah prestise. Sikap seperti inilah yang akan membuat diri terperdaya dengan urusan dunia.

Orang seperti ini merasa gengsinya akan jatuh kala sederet mobil mewah tak menghiasi garasinya. Bahkan mungkin merasa harga diri akan jatuh jika tak memiliki barang-barang branded.
Penampilan yang serba nomor wahid selalu ingin dikedepankan. Padahal hal ini hanya menjadikan hal yang sia-sia belaka.

Sementara masih banyak orang yang serba kekurangan. Mereka harus banting tulang demi mendapatkan sesuap nasi. Mesti kerja keras telah diupayakan, namun kebutuhan hidup tetap tidak mencukupi. Meski mereka telah memeras keringat hingga tak kenal waktu, namun tetap tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Mereka tak mendapatkan apa-apa untuk dibawa pulang. Padahal keluarganya sangat berharap akan ada hasil untuk bisa makan dan minum. Betapa berat beban hidup yang mesti dijalaninya.

Miris! Dua keadaan yang sangat bertolak belakang. Di satu sisi berupaya demi kemewahan sebuah prestise, di sisi lain pontang-panting demi mempertahankan kehidupan. Hal ini sering terjadi di era kapitalisme dan sekularisme. Gemerlapnya dunia dan gelapnya dunia. Dua keadaan yang sangat kontras dan jauh berbeda.

Lantas, apa sih yang diinginkan dari sebuah prestise? Ingin eksis? Ingin terkenal? Ingin terlihat paling wow? Ingin jaga gengsi? Atau apa…?

Semua itu tentu lebih didominasi pada kesenangan dunia, yakni demi mendapatkan glamournya dunia. Seolah tiada hari tanpa memperlihatkan dan mengagungkan sebuah prestise. Ya…mungkin ini membuatnya bangga.
Membuat pamor jadi naik. Nama pun menjadi kondang dan terkenal. Tanpa pikir panjang yang penting memuaskan hati. Hidupnya berlimpah kemewahan dan kebahagiaan.

Parahnya lagi, bila bersedekah pun ingin diekspos publik. Semua dilakukan demi sebuah prestise. Namanya menjadi terkenal dan tersebar luas. Dalam benaknya tak sedikit pun ingin kalah dari yang lain. Inilah kenyataan hidup di era sekularisme. Menjalani kehidupan tanpa menyertakan agama dalam mengatur langkah hidupnya, sehingga timbul sifat egoisme dan tidak peduli dengan yang lemah

Sementara di sisi lain, banyak orang berjuang demi kelangsungan hidup. Mereka mempertahankan hidup demi menafkahi keluarganya. Berupaya dengan kerja keras, mengoptimalkan segala kemampuan demi mendapatkan makanan dan minuman untuk kelangsungan hidup keluarganya. Ya, itulah kontradiksi isi kehidupan dunia. Dunia kapitalisme yang lebih mementingkan para pemilik modal tanpa memedulikan kepentingan yang lain. Kesenjangan ekonomi yang terlihat jelas. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin terpuruk. Tak ingatkah bahwa pada harta si kaya terdapat hak si miskin?

Allah Swt berfirman:

وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا

"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." (QS : Al-Isra' :26)

Pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz, kesejahteraan umat terjamin dengan baik, sehingga tidak ada seorang pun yang kekurangan. Bahkan pembagian sedekah maupun zakat pun kembali lagi kepada yang memberi. Betapa sejahtera dan nyamannya kehidupan yang di dalamnya diterapkan sistem Islam. Aturan yang berasal dari Zat Yang Maha Agung, Allah Swt.

Tujuan hidup yang utama adalah untuk beribadah kepada-Nya. Sebuah prestise jika untuk mengejar kebahagiaan dunia tentu amat sangat merugi. Kelangsungan hidup akan terjamin secara sempurna jika setiap insan selalu istikamah berada di jalan-Nya. Kembali menjalani kehidupan hanya dengan berpedoman kepada Islam secara totalitas. Meraih yang halal, tinggalkan yang haram

Rasulullah saw pun telah mencontohkan dalam masa hidupnya. Beliau sosok yang menjadi suri teladan umat manusia. Rasulullah saw selain sebagai imam dalam salat, juga pemimpin dalam sebuah negara. Dimana di masa hijrah beliau dari Makkah ke Madinah langsung menerapkan Islam secara sempurna, mengatur umatnya dengan aturan Islam. Aturan yang berasal dari Allah Swt.

Wallahu a'lam bishawwab[]

Made You Look

"Made you look-nya seorang muslim adalah dengan menampakkan ketakwaan pada Allah, bukan malah bermaksiat kepada-Nya. Why? Karena, dengan ketakwaanlah kita bakal meraih surga."

Oleh. Choirin Fitri
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sob, pernah dengar lagu made you look? Rasanya lagu ini sangat familier di telinga kita. Apalagi jika kamu aktivis medsos, pasti amat mengenal lagu ini.

Tak hanya lagunya yang enak dinikmati telinga, tetapi challenge yang digandrungi generasi muda saat ini juga menyita perhatian. Gimana enggak? Ada banyak selebgram atau pengguna instagram yang mengaku menghabiskan berjam-jam demi menghasilkan video pergantian baju dan rupaha hanya 30 detik. Heeemmm, kira-kira buang-buang waktu atau enggak ya?

Bukan perkara membuang waktu atau enggaknya juga, perkara dana yang dihabiskan pun belum ada yang mau mengaku. Pasalnya, lagu ini menjadi lagu brand fashion kelas dunia, tentu kocek yang harus dikeluarkan cukup dalam, bukan uang receh.

Memang sih, ada kepuasan tersendiri saat bisa membuat seluruh mata memandang pada kita. Made you look, membuatmu melihat, begitu istilahnya. Namun, sebagai seorang muslim ada beberapa titik yang kudu kita kritisi.

1. Fashion

Islam tidak membiarkan umatnya liar. Dalam penggunaan pakaian pun, Islam mengaturnya. Enggak boleh ada sehelai pun aurat terbuka di hadapan orang-orang yang enggak berhak melihatnya.

Padahal, di challenge Made you look ini fashion yang digunakan tidak ada yang menutup aurat. Ya, harap maklum pembuat fashion nya bukan orang Islam. Mereka tentu enggak paham ada kewajiban menutup aurat.

Apalagi bagi seorang muslimah, ia harus paham tentang tutorial menurup aurat menurut Allah. Para muslimah kudu paham surah Al-Ahzab ayat 59 yang membahas jilbab dan An-Nur ayat 31 yang membahas kerudung. Fashion inilah yang membuat seorang muslimah diridai Allah, bukan fashion ala Barat yang tampak membuka aurat.

2. Riasan

Tampil cantik dan menarik memang bagian yang tak terpisahkan dari seorang wanita. Makanya, tak heran jika challenge made you look ini banyak digemari oleh mereka. Memoles wajah dengan riasan jadi kebiasaan. Padahal, ada aturan yang kudu dipahami tentang riasan ini dalam Islam.

Mempercantik diri dengan berlebihan disebut dengan tabarruj. Allah telah melarang seorang muslimah melakukan tabarruj dalam firman-Nya,

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ

"Dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya." (Surah Al-Ahzab: 33)

Larangan Allah ini bersifat tegas ya! So, enggak ada kompromi terkait model kecantikan muslimah. Jika ia memakai riasan, tidak diperkenankan oleh Allah dipertontonkan di hadapan publik, termasuk medsos.

3. Waktu

Nyatanya challenge ini menghabiskan waktu yang cukup panjang hanya untuk video 30 detik. Benar-benar tidak sinkron antara waktu yang dihabiskan dan hasil videonya. Iya enggak?

Apalagi, Allah menciptakan waktu dengan sifat terus bergulir dan tidak akan berhenti. Maka, datangnya kesempatan pasti hanya sekali. Jika waktu hanya dihabiskan untuk membuat konten video yang jelas-jelas nirmanfaat, bahkan cenderung membawa mudarat, kok rasanya sayang sekali. Lebih baik banyak digunakan untuk hal yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat. Misalnya, ibadah, menuntut ilmu, buat konten bermanfaat, ataupun yang lainnya.

4. Pembajakan Potensi Pemuda

Challenge-challenge macam ini pun digunakan untuk membajak potensi pemuda. Kita yang harusnya bisa berdaya dalam segala aspek kehidupan, eh malah disibukkan dengan berburu fashion terkenal, bikin konten video dengan durasi waktu yang tak sedikit, plus merogoh kocek yang cukup dalam demi membeli barang yang tidak menutup aurat.

Emang enggak heran sih, ini bisa terjadi bukan ada dengan sendirinya. Ada keterlibatan sistem kapitalis di dalamnya. Sistem yang mengagungkan uang dan uang. Maka, challenge ini pun sejatinya untuk mendongkrak ekonomi mereka.

Tak heran lho, jika kemudian banyak kawula muda yang terjerat pinjaman online ataupun offline yang ada ribanya. Jelas sekali riba yang diharamkan Allah sekarang malah digandrungi. Astagfirullah.

Made you look-nya seorang muslim adalah dengan menampakkan ketakwaan pada Allah, bukan malah bermaksiat kepada-Nya. Why? Karena, dengan ketakwaanlah kita bakal meraih surga.

Allah berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi,

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti."

Nah lho, udah jelas 'kan bukan tampang atau fashion kenamaan yang kita gunakan standar kehidupan ini, tetapi ketakwaan pada Allah. Oke?[]

Tahun 2023 Datang, Siapkah Kita?

"Jika ingin pergi dengan cepat, lakukanlah sendirian. Jika ingin pergi jauh, lakukan bersama-sama."

Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis Buku Sebab Perasaan bukan Tuhan)

NarasiPost.Com-Wah tidak terasa 365 hari di 2022 telah berlalu, kini masuk pada 2023. Pertanyaannya, seberapa siap kita menghadapi tahun 2023? Apakah senang, tenang, atau bimbang? Apa yang menjadikan langkahmu di masa yang baru ini menjadi lebih matang?

Melihat kondisi pemuda hari ini, makin ke sini makin ke sana. Pergaulan bebas merajalela, bahkan variasinya semakin aneh saja. Masalah bullying seakan tak ada ujung. Bahkan, semakin hari semakin banyak perundung. Di bidang ekonomi, anak muda diakali dari kepala sampai kaki. Di sektor hulu dia diperbudak, di sektor hilir harga dirinya diinjak-injak. Pemuda tergerus putaran roda ekonomi. Ini diperparah dengan kurikulum pendidikan bertajuk kurikulum merdeka. Siswa diajak berpikir bebas, diarahkan menjadi budak korporat.

Belum selesai hanya di situ. Konsep berbahaya seperti Islam moderat, childfree, one love, sexual consent dijejalkan ke para pemuda. Film dalam maupun luar negeri seolah bergandengan tangan merusak pemikiran mereka. Media sosial dijadikan ajang hiburan, tak luput pula jadi bahan serangan. Influencer mengampanyekan gaya hidup hedonisme dan kebebasan. Dalam kondisi begini, tentu kita tidak bisa diam saja.

Dua Ranah Perbaikan

Setidaknya tulisan ini ingin membagikan dua ranah yang bisa kita upayakan, perbaikan secara individu dan berjemaah. Berikut langkah-langkah yang bisa diupayakan bagi individu. Check this out.

  1. Memperbaiki diri. Kita bisa saja terlena dengan kondisi. Padahal, sejatinya kita adalah pemegang kendali. Ini bisa kita pahami hanya jika kita paham tentang hakikat hidup ini, untuk apa dan oleh siapa? Segala amal kita akan hangus begitu saja atau kembali pada Sang Pencipta? Pemahaman yang benar tentang ini akan menjadi muara amal-amal yang benar pula. Maka, kita tidak boleh berhenti memperbaiki diri dengan rutin mengkaji Islam. Sebagaimana kita tahu, belajar ilmu agama itu wajib 'ain. ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
  2. Meningkatkan skill. Keahlian yang kita miliki tentu sia-sia tanpa ada kejelasan visi. Setelah kita rutin mengkaji Islam, mendapati visi yang jelas, maka selanjutnya kita meningkatkan skill kita. Tujuannya, bukan sebatas dapat cuan, tapi dalam rangka menggagas kebaikan. Mundurnya kaum muda akibat kenihilan paham mereka dengan visi hidup dan agamanya. Maka, ranah kita adalah meningkatkan skill untuk menjadi jalan mempromosikan Islam pada kaum muda. Keahlian apa yang ingin kita tingkatkan? Bisa tentang kepenulisan, public speaking, desain, video editing, rutin membuat konten Islam di media sosial, dan sebagainya. Menjadi seorang muslim bervisi dan mengembangkannya merupakan tanda kamu serius mempersiapkan kehidupan setelah ini.
  3. Tulis targetmu dengan rinci. Alih-alih menulis "Aku akan membaca lebih banyak buku" atau "Aku akan menulis lebih sering dari sebelumnya", tulis saja begini "Aku akan membaca satu buku setiap bulan selama 2023" atau "Aku akan menulis satu hari satu caption instagram". Menulis target secara jelas, memudahkan kita memetakan perwujudannya.

Tiga poin atas adalah ranah kita secara personal. Itu memang penting, tapi jangan berpuas hanya sampai di situ. Yang tak kalah penting, kita butuh lingkungan yang mendukung setiap visi misi yang kita rancang. Inilah ranah berjemaah.
"Jika ingin pergi dengan cepat, lakukanlah sendirian. Jika ingin pergi jauh, lakukan bersama-sama."

Kita mungkin pernah dengar pepatah ini. Pesan di baliknya sungguh luar biasa. Mengupayakan perbaikan kaum muda hari ini adalah tujuan besar dan visi jauh ke depan. Sebab, memperbaiki pemuda hari ini sama saja kita mempersiapkan calon pemimpin di masa mendatang. Maka, untuk melakukan hal besar ini, kita tidak bisa sendiri. Kita butuh bergerak bersama-sama. Ini seperti yang disabdakan Rasul salallahu alayhi wasallam, bahwa umat Islam adalah satu tubuh. Kita akan bisa melakukan satu aktivitas berarti ketika mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya bergerak selaras untuk tujuan yang sama. Bagaimana mungkin kita bisa berjalan meski hati berkehendak tapi mata kita terpejam dan kaki kita diam?

Begitu pula upaya perbaikan umat ini. Umat Islam hari ini dicerai-berai. Secara politik, umat Islam dikotak-kotakkan menjadi 50 lebih negara. Secara pemikiran umat Islam dihancurkan dan diklasifikasikan seolah berbeda arah tujuan. Sebagian umat Islam mengupayakan perbaikan, sebagian lain malah menghancurkan. Sebagian umat Islam melakukan amar makruf nahi mungkar, sebagian lagi membantu Barat melakukan amar mungkar nahi makruf.

Khatimah

Untuk bisa meraih cita-cita besar, kita harus bergerak bersama untuk mengupayakannya. Nasib pemuda, ada di tangan kita. Kita hendak bergerak sendiri, atau bersama-sama itu pilihan Anda. Tapi, bergerak sendiri tentu tidak akan semudah kita bergerak bersama

Mari ambil bagian perubahan. Merapatlah bersama kelompok dakwah ideologis yang jelas visi misi perubahannya secara universal, bukan parsial rutinan lima tahun sekali. Mudah-mudahan Allah kuatkan kita mengemban amanah agung ini. Insyaallah. Wallahu a'lam bishowab.[]

Berhentilah Menjadi Gelas dan Jadilah Seperti Lautan

”Sejatinya, hati yang terasa sesak bukanlah disebabkan kesalahan orang lain terhadap diri kita, melainkan diri kita sendirilah yang menjadikan hati ini sempit seperti gelas yang tak mampu menampung kecuali hanya segelas air.”

Oleh. R. Bilhaq
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, adakalanya kita pernah menghadapi perselisihan yang sering kali menguji perasaan kita. Mungkin perselisihan dengan teman, tetangga, pasangan, kerabat, anak, orang tua, dan mertua serta orang-orang lainnya yang pernah menjalin hubungan baik dengan kita selama ini. Biasanya, ketika perselisihan itu terjadi, sering kali kita merasa sebagai korban yang terzalimi sampai-sampai hati pun terasa sesak dan lelah akan hal ini. Padahal, perlu direnungkan kembali dengan kepala dingin, apa benar perselisihan itu disebabkan kesalahan orang lain atau malah justru kitalah penyebabnya namun tak sadar karena ego telah menguasai diri? Jika memang perselisihan itu disebabkan kesalahan orang lain terhadap diri kita, maka sudah seharusnya kita melapangkan hati dengan segera memaafkannya dan kembali bersikap seperti sediakala terhadapnya. Ketika kita mudah memaafkan segala kesalahan orang lain, kita pun berharap mudah-mudahan Allah Swt. juga akan rida mengampuni segala kesalahan yang ada pada diri kita. Walaupun memang terkadang terasa sangat berat, namun tetaplah kita terus berlatih melakukannya hingga benar-benar menjadi pribadi yang mudah memaafkan sebagaimana Rasulullah saw. sosok panutan kita.

Sejatinya, hati yang terasa sesak bukanlah disebabkan kesalahan orang lain terhadap diri kita, melainkan diri kita sendirilah yang menjadikan hati ini sempit seperti gelas yang tak mampu menampung kecuali hanya segelas air. Mari kita coba analogikan kesalahan orang lain ibarat segelas air kopi, dan hati ibarat gelas yang berisikan air putih. Jika kita tuangkan segelas air kopi tersebut pada gelas yang berisikan air putih, maka apa yang akan terjadi? Ya, segelas air yang tadinya berwarna putih kini berubah warna menjadi hitam kecokelatan karenanya. Apakah ada perubahan lainnya yang tampak? Ya, keadaan air yang tadinya normal kini menjadi luber disebabkan terbatasnya gelas dalam menampung air. Namun, lain halnya jika kita tuangkan segelas air kopi tersebut ke dalam lautan, apakah akan terjadi hal yang sama? Tentu tidak, justru warna hitam pekatnya segelas air kopi tersebut seolah menghilang begitu saja disebabkan banyaknya air laut yang mendominasi. Walaupun volume air lautnya menjadi bertambah, apakah laut tersebut menjadi luber? Tentu tidak, jangankan segelas air kopi, banyaknya air hujan yang mengguyur selama berjam-jam saja tidak akan membuat lautan itu menjadi banjir hingga banjir bandang.

Lalu bagaimana jika perselisihan ini terjadi disebabkan karena kesalahan kita? Tentu saja kita harus mau mengakui kesalahan tersebut dengan jujur, kemudian segera memohon ampun kepada Allah Swt. dengan perbanyak istigfar, dan juga kita pun memohon maaf pada orang yang telah kita zalimi hingga ia rida memaafkan diri kita. Namun, Jika perselisihan itu masih juga belum bisa terselesaikan, sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita mengembalikan setiap perselisihan yang ada pada Al-Qur'an dan As-Sunah guna mendapat kemaslahatan di dunia dan akhirat. Semua ini tentunya bisa dilakukan dengan mudah ketika kita menghadapi setiap perselisihan yang ada dengan kepala dingin dan memohon pertolongan hanya kepada Allah Swt.

Saat terjadinya perselisihan antarsesama, tak jarang kedua belah pihak biasanya saling memboikot saudaranya dengan tak bertegur sapa, mendiamkannya selama berhari-hari atau bahkan hingga bertahun-tahun lamanya. Padahal jika hal ini berlangsung selama lebih dari tiga hari, maka hal tersebut telah dilarang sesuai hadis Rasulullah saw. yang artinya: “Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Memang, hanya agama Islamlah satu-satunya yang mampu memberikan tuntunan terbaik bagi para pemeluknya dalam mengarungi berbagai urusan kehidupan di dunia ini. Berikut ini terdapat salah satu hadis Nabi saw. yang mampu memberi pelajaran bagi kita dalam menjaga keharmonisan antarsesama, sehingga tak akan terjadi perselisihan yang berujung pada putusnya tali silaturahmi.

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan) dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini (beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali), cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR. Muslim)

Tak selamanya hanya anak kecil saja yang perlu meniru perilaku orang dewasa dalam hidup ini. Terkadang, adakalanya orang dewasa pun perlu juga mengambil pelajaran dari perilaku anak kecil yang tentunya lebih muda darinya. Pernahkah suatu saat kita melihat perselisihan terjadi di antara sesama anak kecil? Ya, tak jarang dari perselisihan itu terjadi perkelahian hebat yang membuat salah satu atau keduanya menangis dan saling menjauh saat itu juga. Namun, lihatlah apa yang terjadi setelah satu jam atau sehari kemudian saat mereka saling bertemu kembali, bukankah keduanya terlihat baik-baik saja seolah tak pernah ada perselisihan yang terjadi di antara mereka? Ya, dengan begitu mudahnya mereka saling melupakan kesalahan-kesalahan pihak lain yang menimpa dirinya, sehingga hubungan keduanya pun tetap berjalan dengan baik seperti sediakala. Demikianlah sedikit pengingat yang semoga mampu memberi manfaat bagi kita semua. Semoga Allah Swt. melapangkan hati kita untuk senantiasa mudah dalam memaafkan dan melupakan segala kesalahan orang lain yang menimpa diri. Wallahu a’lam.[]

Fenomena Godoksa Menghantui Korea Selatan

”Kehidupan sekuler menyuburkan berbagai perilaku maksiat yang akan berdampak pada nestapa hingga maut menjemput. Maraknya fenomena godoksa, sejatinya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan berawal dari penerapan sistem yang salah.”

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Setelah resesi seks, kini fenomena “godoksa” melanda Korea Selatan (Korsel). Pada tahun 2021, sekitar 3.378 orang mengalami godoksa, di mana angka ini naik 2.412 sejak 2017 lalu. Kemudian, fenomena ini kembali mencuat di tahun 2022. Kekhawatiran publik meningkat seiring dengan banyaknya kasus godoksa yang terus terjadi.

Menanggapi hal ini, pemerintah Korsel membuat UU untuk mengidentifikasi dan membantu mereka yang berisiko. Beberapa kota, termasuk Seoul, Jeonju, dan Ulsan, telah meluncurkan aplikasi untuk mereka yang rentan mengalami godoksa. Lewat aplikasi ini, ponsel mereka secara otomatis mengirimkan pesan ke kontak darurat jika ponsel tidak aktif selama beberapa jam. Organisasi lain seperti nirlaba dan gereja telah meningkatkan layanan untuk menangani upacara pemakaman bagi yang tidak memiliki kerabat. (CNBC Indonesia, 24/12/2022)

Sejatinya, penyebab fenomena godoksa ini sangat kompleks dan tidak dapat diatasi dengan sekadar penanganan pada jasadnya saja. Solusi dan kebijakan pemerintah Korsel tidak menyentuh akar masalah yang menjadi faktor penyebab terjadinya godoksa. Lantas, mengapa fenomena godoksa bisa melanda Korsel? Bagaimana syariat Islam dapat mencegah dan mengatasi fenomena godoksa?

Seputar Godoksa

Godoksa (lonely death meninggal kesepian) adalah fenomena tewasnya seseorang tanpa diketahui orang sekitar. Terkadang selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, mayat mereka baru ditemukan dalam keadaan membusuk. Pada umumnya, laki-laki lebih rentan mengalami godoksa ketimbang perempuan, di mana jumlah pria 5,3 kali lipat lebih tinggi dari wanita. Sebanyak 60% kematian godoksa berusia 50 sampai 70-an tahun, dan 6% berusia 20 dan 30-an tahun.

Berdasarkan laporan Badan Statistik Korea, dari 2016 sampai 2021, jumlah rumah tangga dengan anggota keluarga tunggal (hidup sendiri) melonjak dari 5,39 juta menjadi 6,64 juta. Pada umumnya, maraknya keluarga tunggal disebabkan karena kemiskinan, perceraian, dan hidup membujang.

Setelah pensiun, laki-laki akan kehilangan posisinya dalam rumah tangga dan masyarakat. Laki-laki yang tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga memiliki risiko lebih tinggi mengalami godoksa karena telah merasa gagal memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis esensialnya. Seorang peneliti di Seoul Welfare Foundation, Song In Joo, mengamati bahwa laki-laki yang hidup sendiri menderita rasa kesepian lebih dalam daripada wanita, baik dalam isolasi emosional maupun fisik.

Dalam kasus lain, ada seorang lansia yang terpaksa hidup sendiri dan terisolasi secara sosial karena tidak memiliki keturunan. Terkadang, hidup sendiri juga disebabkan karena ikatan antara anak dan orang tua terputus dan melemah akibat penurunan kontak sosial. Pernyataan ilmiah dari American Heart Association, bahwa kesepian dan isolasi sosial dapat menurunkan kesehatan fisik, bahkan berisiko terjadinya sekarat akibat serangan jantung atau stroke. Mereka inilah yang tergolong kelompok paling rentan mengalami godoksa.

Tak Seindah Drama Korea

Korsel (Korea Selatan) memiliki citra yang positif di mata dunia internasional berkat kepopuleran konten hiburan dan dramanya yang romantis. Meski demikian, kehidupan dunia nyata berbeda jauh dari cerita romantis di dalam setiap dramanya. Realitasnya, jumlah orang yang meninggal akibat bunuh diri sepanjang 2021 sebanyak 13.352 orang. Penyebab kasus bunuh diri ini sangat kompleks, tidak hanya karena masalah ekonomi dan tekanan sosial, tetapi juga akibat masalah kesehatan pribadi dan mental. Tak sedikit fenomena godoksa juga disebabkan oleh kasus bunuh diri.

Gambaran laki-laki idaman dalam drama ternyata tidak bisa terwujud dalam kehidupan nyata mereka. Selain perselingkuhan, kasus KDRT juga meningkat pada beberapa tahun terakhir. Terdapat 11.075 kasus KDRT yang dilaporkan pada tahun 2019 lalu. Berawal dari banyaknya kasus yang mewarnai hubungan rumah tangga, Korsel menjadi negara dengan tingkat perceraian tertinggi di Asia Timur.

Meskipun awalnya perceraian adalah hal yang tabu, namun angka perceraian Korsel mencapai 108.700 pada tahun 2018 lalu. Kebanyakan para wanita yang bercerai tidak merasa dirugikan secara finansial. Selanjutnya, kasus ini berbuntut panjang dengan adanya paham kesetaraan gender yang membuat beberapa kelompok perempuan bersumpah untuk tidak ingin menikah.

Tentu saja semua ini akan berdampak menurunnya angka perkawinan dan mengancam penurunan populasi manusia. Jika terus berlanjut, maka akan menyebabkan resesi seks dan pertumbuhan ekonomi merosot. Sebab, transaksi ekonomi dan bisnis juga membutuhkan manusia untuk mengalami pertumbuhan.

Terbukti, saat ini Korsel adalah salah satu negara Asia yang mengalami penurunan demografis akibat resesi seks. Tingkat kelahiran terus menurun sejak 2015 lalu. Para ahli menduga hal ini terjadi akibat tuntutan budaya kerja, upah yang stagnan, dan kenaikan biaya hidup. Akibatnya, pada tahun 2016, lebih dari 43% warga Korsel yang berusia di atas 65 tahun berada di bawah garis kemiskinan. Keadaan tersebut semakin cepat memburuk jika mereka telah dikeluarkan dari pasar tenaga kerja.

Semua masalah ini akan berdampak pada menurunnya tingkat kesehatan dan keterpurukan karena kesulitan mengatur urusan hidup sehari-hari. Selain itu, terlambatnya bantuan pemerintah dan kurangnya perawatan di rumah lansia bagi penderita penyakit serius dan kronis semakin membuka peluang terjadinya godoksa. Semua problem hidup ini akan menyebabkan banyaknya orang yang hidup sebatang kara. Pada akhirnya, fenomena godoksa semakin marak dan terus meningkat setiap tahun.

Problem Sistemis

Sebagai negara yang menganut ideologi sekuler kapitalisme, Korsel sangat kental dengan kehidupan permisif, liberal, dan hedonis. Tidak heran banyak industri dan konten-konten yang mengarah pada kesenangan materi dan duniawi. Alhasil, klub malam, oplas, miras, dan perselingkuhan, serta perzinaan, menjadi gaya hidup kebanyakan masyarakat Korsel.

Segala problem hidup yang melanda Korsel menyirat potret kelam penerapan sistem kapitalisme. Kehidupan sekuler menyuburkan berbagai perilaku maksiat yang akan berdampak pada nestapa hingga maut menjemput. Maraknya fenomena godoksa, sejatinya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan berawal dari penerapan sistem yang salah.

Maraknya perceraian dan disharmonisasi dalam sebuah rumah tangga, semua berawal dari perselingkuhan (perzinaan) dan KDRT. Jelas semua itu bertentangan dengan syariat Islam. Sebaliknya, semua berawal karena kehidupan sosial dan pergaulan yang dijalankan mengikuti paradigma sekularisme, hedonisme, dan liberalisme.

Cara Islam Mengatasi Godoksa

Kehidupan yang sempit ditandai dengan banyaknya masalah yang menimpa hidup manusia. Syariat Islam tidak hanya mengatur masalah akidah dan ibadah yang bersifat pribadi, namun juga mengatur aspek muamalah, ekonomi, rumah tangga, bermasyarakat, dan bernegara.

Hukum-hukum syariat Islam ada yang bersifat khusus, umum, dan global. Semua aturan itu bersumber dari Allah Swt. yang menciptakan manusia dan alam semesta. Dengan begitu, syariat Islam mampu mengatasi problem manusia yang bersifat dinamis. Artinya, semua masalah yang dihadapi manusia, di mana pun dan kapan pun pasti dapat diselesaikan oleh Islam. Hanya saja, semua itu tidak akan menjadi riil dan faktual, kecuali jika syariat Islam diterapkan secara kaffah.

Adapun untuk memelihara keturunan, maka para wanita tidak diwajibkan untuk bekerja. Laki-laki yang bertugas sebagai pencari nafkah, sedang negara menjamin terpenuhinya hajat hidup rakyatnya. Sehingga, keluarga tidak perlu risau dan cemas jika memiliki keturunan dengan jumlah yang diinginkan.

Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai banyak anak. Sesungguhnya aku akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi nanti di hari kiamat.” (HR. Abu Dawud)

Islam memandang naluri seksual adalah fitrah manusia yang harus dijaga dengan jalan pernikahan, dan melarang segala bentuk perzinaan, seperti perselingkuhan, LGBT, dan lain-lain. Saat syariat Islam kaffah diterapkan, maka sistem pergaulan dan hukum pidana wajib dijalankan. Syariat mengatur interaksi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan khusus dan umum. Pengaturan ini sebagai wujud penjagaan kehormatan dan kemuliaan manusia. Pelaku zina (perselingkuhan) akan diberi hukuman yang tegas dan mampu memberikan efek jera.

Cara berpakaian, komunikasi, dan interaksi akan dijaga dan diatur, sehingga naluri seksual akan tersalurkan di tempat yang benar. Dengan begitu, kasus perselingkuhan dan perceraian akan berkurang dengan sendirinya. Para suami tidak terlalu terbebani dengan kesulitan ekonomi, sebab pendidikan, kesehatan, dan keamanan diberikan secara gratis oleh negara.

Selain itu, seorang anak akan senantiasa menjalin hubungan baik dengan orang tuanya. Meskipun sudah menikah, silaturahmi akan terus terjalin karena mengurus orang tua adalah wujud taat kepada syariat.

Sementara di masyarakat, Islam menganjurkan untuk berkasih sayang dan peduli dengan sesama manusia, terlebih lagi pada tetangga. Sebagaimana Rasulullah Muhammad saw. bersabda, “Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, …” (HR. Muslim)

Dengan begitu, penerapan syariat Islam kaffah mampu mencegah fenomena godoksa. Sebab, keluarga, masyarakat, dan negara berpegang kepada syariat Islam yang pasti akan membawa rahmat.

Khatimah

Maraknya fenomena godoksa disebabkan banyaknya angka perceraian, hidup membujang, dan renggangnya ikatan orang tua dan anak. Semua masalah tersebut menjadi bukti gagalnya sistem sekularisme dalam mengatur kehidupan manusia. Realitasnya, semua problem kehidupan justru berpangkal pada penerapan ideologi sekularisme-kapitalisme yang membuat setiap individu berpaham liberalisme. Dan fenomena godoksa tidak dapat dihilangkan dengan sekadar penanganan dan pelayanan prosesi pemakaman saja.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh problem ini jelas bukan karena syariat Islam. Sejatinya, semua masalah dan kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kemaksiatan yang dilakukan manusia akibat berpaling dari syariat Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya, “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (Al Quran), maka sungguh bagi dia penghidupan yang sempit… .” (QS. Thaha: 124). Wallahu a’lam bishawwab.[]