Sambutlah! Sejatinya Mereka Membawa Pahala untuk Kita

“Bahkan, jika ada orang yang selalu datang kepada kita pada saat dia membutuhkan bantuan, terimalah dan sambutlah! Tak perlu kita merasa jengkel, sedih atau marah, merasa dimanfaatkan dan lain-lain. Karena, itu akan membawa hati kita jauh dari ikhlas dan malah menambah dosa.”


Oleh. Bedoon Essem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-“Ih.. datang lagi, pasti hanya meminta bantuan lagi.”
“Dia lagi, dia lagi, datang jika hanya butuh bantuan saja.”

Teman-teman pasti pernah mengalami hal semacam ini, bukan? Dan setiap kita pasti pernah mengalaminya. Yup, itulah momen ketika kita kedatangan orang-orang yang membutuhkan bantuan atau pertolongan. Bisa jadi mereka adalah saudara kita, sahabat, kawan, atau bahkan orang yang tidak kita kenal, contohnya pengemis.

Sekali dua kali, di awal-awal mungkin kita akan tersenyum, melayani, dan memenuhi permintaan mereka. Terlebih, saat keadaan kita sedang lapang. Akan tetapi, kita sering kali akan menjadi bosan jika terlalu sering didatangi oleh mereka yang meminta bantuan kepada kita. Apalagi, jika yang datang adalah orang yang sama, yang itu-itu saja. Yah.. dia lagi, dia lagi. Bisa jadi itulah yang tebersit dalam hati kita.

Itu manusiawi kok, Sobat. Merasa bosan dengan keadaan yang menurut kita kurang menguntungkan tersebut. Bahkan, kita merasa dimanfaatkan, dicari ketika dibutuhkan, dan hanya dijadikan tambang emas semata. Namun, Sobat, jika kita mengalami hal yang demikian, maka mari kita buka kembali sirah nabawiah juga para sahabat, tabi'in atau tabi'ut tabi'in. Karena dengan membaca dan meneladani kehidupan mereka, kita akan dapat mengambil pelajaran berharga untuk kehidupan kita.

Daripada menuruti pikiran buruk dan kejengkelan-kejengkelan yang akan merusak iman, alangkah lebih baiknya jika kita meneladani sikap Ali bin Al-Husain rahimahullah. Beliau adalah putra cucu Rasulullah, Husain bin Ali bin Abi Thalib, alias buyut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tahukah kalian? Dalam kitab Shifah Ash-Shafwah, 2/95, karya Ibnu al-Jauzi, disebutkan bahwa ketika Ali bin Husain sering didatangi oleh peminta-minta atau pengemis, atau siapa pun yang membutuhkan pertolongannya, ia akan selalu menyambut mereka dengan hangat dan berbinar-binar seraya berkata,

مرحبًا بمن يحمل زادي إلى الآخرة

"Selamat datang, wahai orang-orang yang membawakan perbekalanku (pahala) di akhirat nanti."

Yup, Sobat! Ali bin Al-Husain selalu memandang mereka para peminta-minta yang datang untuk meminta bantuannya sebagai orang-orang yang sedang membawakan pahala untuk perbekalannya di akhirat kelak. Mengapa demikian? Karena Ali bin Al-Husain tahu, bahwa ketika mereka datang untuk meminta bantuan kepada kita, maka itu adalah kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk berbuat baik dan bersedekah kepada mereka. Dan pastinya, hal itu akan membuka peluang datangnya pahala yang banyak untuk perbekalan kita di akhirat kelak, bukan?

Luar biasa! Itulah keteladanan yang bisa kita ambil dari para salaf saleh. Kekuatan iman, kejernihan berpikir, serta kebersihan jiwa telah mengantarkan mereka pada pemikiran yang positif. Sehingga, penyakit hati dan pikiran-pikiran negatif perusak amal dan jiwa akan lenyap. Yang ada adalah pemikiran optimis yang mendatangkan pahala dan kebahagiaan. Bukankah memberi akan membuat bahagia?

Bahkan, jika ada orang yang selalu datang kepada kita pada saat dia membutuhkan bantuan, terimalah dan sambutlah! Tak perlu kita merasa jengkel, sedih atau marah, merasa dimanfaatkan dan lain-lain. Karena, itu akan membawa hati kita jauh dari ikhlas dan malah menambah dosa. Ada sebuah nasihat dari seorang ulama yang harusnya menjadi bahan renungan buat kita,

"Janganlah engkau berbicara tentang si Fulan, ‘Dia tak mengenalku melainkan saat ada hajat padaku.’ Namun, katakanlah, 'Alhamdulillah, segala pujian hanya milik Allah, yang telah memuliakanku dengan memberiku kesempatan untuk memenuhi kebutuhan orang lain'."

Hmm.. terasa ringan di hati, bukan? Kata-kata itu begitu menenteramkan, bukan? Berbeda jika kita memperturutkan prasangka dan kejengkelan dalam diri kita, pasti hari-hari kita akan terasa berat dan gelap. Hati kita akan terasa sempit karena dipenuhi kebencian. Jika sudah demikian, tentu hidup kita jauh dari ketenteraman dan tak bahagia. Lebih parahnya lagi, walaupun kita sudah membantu mereka namun hati kita tak ikhlas, terus merasa marah, maka yang kita dapatkan hanya kemurkaan Allah. Ngeri ‘kan?

Yuk, kita ingat kembali nasihat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam sebuah hadis riwayat Imam Ath-Thabrani berikut,

أحب النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ, وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

"Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, yang mengangkat kesusahannya, yang membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku lebih mencintai berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk memenuhi keperluannya daripada beriktikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan penuh."

Wallahu a'lam[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Liberalisasi Seks Kian Menggila

"Anak dan generasi muda difokuskan untuk menimba ilmu sebagai bekal pengisi peradaban mulia dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi umat sebab di tangan merekalah estafet perjuangan risalah Baginda Nabi saw. akan terus berjalan."


Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.com-Ibarat sebuah film, episode kehidupan kali ini masuk kategori genre horor. Bagaimana tidak, bocah usia SD bisa memperkosa bocah usia TK. Suatu hal yang rasanya tidak mungkin terjadi, tapi di alam demokrasi liberal hal ini nyatanya bisa terjadi. Kini, para orang tua khususnya ibu merasa takut anaknya dibayang-bayangi kejahatan seksual di luar rumah. Rasa tak aman menyelimuti anak-anak polos tak berdosa. Lalu, salah siapa?

Publik dibuat syok, mendengar kabar anak Sekolah Dasar (SD) diduga memperkosa bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto. Kasus ini sedang ditangani aparat kepolisian setempat, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi Gondam Prienggondhani membenarkan pihaknya menerima laporan kasus tersebut. Menurut penjelasan dari kuasa hukum korban, Krisdiyansari, peristiwa perkosaan itu terjadi pada 7 Januari 2023 lalu. Terduga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan (liputan6.com, 20/01/23).

Tak disangka kejadian itu bukan kali pertama dilakukan terhadap korban, 4 kali telah dilakukan di tahun 2022. Bocah usia 8 tahun telah mengenal dunia seks dan porno hingga berusaha melakukan pencabulan pada bocah TK. Hal ini menjadi catatan kritis di dunia anak, dunia yang seharusnya diisi dengan canda tawa dan riang gembira bermain terkoyak oleh kejahatan seksual usia dini.

Anak Korban Liberalisasi Seks

Pertanyaannya, mengapa kejahatan seksual bisa terjadi pada anak kecil yang tak pernah terbayangkan usia SD bisa melakukan hal yang seharusnya dilakukan orang dewasa? Usia 8 tahun bagi anak laki-laki biasanya belum balig, tapi derasnya liberalisasi telah membuat anak kecil "dewasa" sebelum waktunya. Anak seorang peniru ulung, jika anak kecil bisa melakukan pencabulan besar kemungkinan anak tersebut pernah melihat hal-hal yang berbau cabul dan porno. Melihatnya pun bisa jadi bukan hanya sekali atau dua kali, sehingga bisa membuat sang anak penasaran dan mencobanya pada anak kecil lainnya.

Artinya, di alam demokrasi yang menjamin kebebasan telah memakan banyak korban terutama anak kecil yang tak berdosa. Energi dan pikiran yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar dan bermain, telah ternodai oleh ide kebebasan. Di mana konten porno sangat mudah dilihat dan dikonsumsi oleh siapa saja termasuk anak-anak. Bahkan, mereka pun menjadi target dan korban predator seks yang berkeliaran di luar rumah.

Kini, rasa aman sangat mahal bagi anak-anak dan orang tua. Rasa trauma yang dialami oleh korban kejahatan seksual tidak mudah untuk diobati. Sama tidak mudahnya mengobati anak yang sudah keranjingan pornografi, karena hal tersebut telah merusak otaknya. Elly Risman seorang psikolog dan Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati mengatakan, anak yang melihat pornografi setidaknya merusak lima bagian otak.

“Anak yang mengakses pornografi, kemudian mengalami kecanduan (adiksi), otaknya akan menciut. Karena ada hormon-hormon kenikmatan, begitu juga dengan hormon lainnya secara berlebihan keluar disebabkan anak berkonsentrasi merasakan kenikmatan. Jika demikian, sifat kemanusiaannya bisa rusak dan berganti dengan sifat kebinatangan." (Hidayatullah.com)

Penulis buku “The Drugs of The Millenium”, Dr. Mark Kastelmen memberi nama pornografi sebagai visual crack cocain atau narkoba lewat mata. Beliau mengatakan, "Bagian otak yang paling dirusak adalah pre frontal cortex (PFC) yang membuat seseorang sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls." (Kompasiana)

Melihat fenomena ini, rusaknya generasi di tangan anak bangsa menjadi ancaman nyata. Kerusakan ini akibat gaya hidup bebas yang melibas dunia anak. Ya, kebebasan atau liberalisme telah merusak dan merasuk manusia tanpa pandang usia. Terutama liberalisasi seksual yang kian menggila.

Lalu, di mana peran orang tua sebagai pendidik utama dan pertama pada anak-anak? Di mana keberadaan orang tua agar anak terjaga dari tindak kejahatan seksual baik pelaku ataupun korban? Di mana masyarakat yang peduli pada anak-anak dan peran negara yang memiliki kewajiban menjaga warganya terutama anak-anak dari kejahatan seksual?

Umat Butuh Solusi Islam

Sungguh, umat butuh pe- ri'ayah (pemimpin) yang bisa mengurus dan menjaga mereka dari segala kerusakan. Pemimpin yang diharapkan bukan hanya sekadar pemimpin, bukan pula yang menerapkan demokrasi-sekularisme seperti yang sekarang diterapkan di negeri ini. Pemimpin yang dibutuhkan yaitu yang hanya menerapkan syariat Allah, karena hanya dengan penerapan syariat saja segala kemaslahatan atau kebaikan serta keberkahan akan dirasakan oleh umat.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 96, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Syarat mendapat keberkahan adalah beriman dan bertakwa, maksudnya adalah mau tunduk pada aturan Allah saja sebagai konsekuensi keimanan. Islam akan menjaga akal, agama, jiwa, harta, dan keturunan. Menjaga akal yaitu membekali dan mendidik anak-anak dengan fondasi akidah yang kokoh. Tidak hanya pendidikan akidah di keluarga (rumah), tapi juga di tengah-tengah masyarakat dan juga sekolah. Negara mengondisikan agar akidah rakyat bisa terjaga dengan baik.

Maka, dipastikan tidak akan berkeliaran dengan bebas konten pornografi yang akan merusak akal dan akidah umat terutama generasi muda dan anak kecil. Media hanya sebagai sarana untuk syiar, dakwah, dan mendekat taat kepada Allah. Kontrol masyarakat berfungsi untuk senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar.

Anak dan generasi muda difokuskan untuk menimba ilmu sebagai bekal pengisi peradaban mulia dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi umat. Di tangan merekalah estafet perjuangan risalah Baginda Nabi saw. akan terus berjalan. Mereka pula penerus para ulama yang akan mewujudkan peradaban Islam kembali gemilang di muka bumi. Tak ada waktu dan celah untuk melakukan kemaksiatan apalagi menonton sesuatu yang sia-sia bahkan merusak. Inilah perbedaan Islam dengan sekularisme, Islam me- ri'ayah anak-anak dengan baik dan sempurna sesuai fitrahnya sementara sekularisme-liberalisme merusak potensi mereka. Allahualam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Rajab, Momentum Penting Kejayaan Islam

"Allah Swt. telah memilih bulan Rajab dan menetapkannya sebagai momentum hijrahnya kaum muslim yang pertama ke Habasyah, pada tahun ke-5 kenabian. Inilah momen awal perjuangan dan pengorbanan Rasulullah dan para sahabat ketika awal-awal Islam datang."


Oleh. Ummu Ainyssa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kaum muslimin rahimakumullah, alhamdulillah saat ini kita telah memasuki bulan ketujuh dalam tahun hijriah yaitu bulan Rajab 1444 hijriah. Bulan suci (haram) yang mengiringi bulan Syakban dan Ramadan. Kata Rajab sendiri berasal dari kata rajjaba-yurajjibu yang artinya mengagungkan. Allah Swt. menetapkan bulan Rajab sebagai salah satu bulan suci (haram) yang diagungkan dan wajib dimuliakan. Di dalam QS. At-Taubah ayat 36 Allah Swt. pernah mengabarkan:

"Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah Swt. ada dua belas bulan dalam catatan-Nya, pada hari ketika Allah Swt. menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram (suci). Itulah agama yang lurus. Maka di bulan itu, janganlah kalian menzalimi diri kalian sendiri."

Sementara mengenai 4 bulan yang disucikan di dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh baginda Rasulullah saw. dalam hadisnya, "Sesungguhnya waktu itu telah diputar sebagaimana keadaannya tatkala Allah Swt. menciptakan langit dan bumi. Tahun itu ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga berurutan, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab bulan Mudharr yang terdapat di antara Jumadil dan Syakban." [HR. Muslim]

Sebagai bulan yang suci, tidak sedikit kaum muslimin yang menyambutnya dengan gembira dan bahagia. Banyak ibadah dilakukan demi mendapatkan pahala berlimpah di bulan ini. Mereka berlomba-lomba melakukan amal saleh, dengan memperbanyak doa dan zikir, termasuk juga memperbanyak amalan-amalan sunah, mulai dari puasa sunah, salat sunah, ataupun sedekah. Bahkan banyak masjid-masjid yang memperingati hari Isra Mikraj yang bertepatan dengan tanggal 27 Rajab, dengan diisi berbagai macam lomba maupun salawatan, dan lain-lain.

Bahkan yang lebih mengagumkan lagi, sebelum Rasulullah saw. diutus membawa risalah Islam, bangsa Arab jahiliah sudah mengenal bagaimana cara menyucikan dan memuliakan bulan Rajab. Ummul mukminin, ‘Aisyah r.a. pernah menuturkan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda,

"Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah. Ia disebut al-Asham (si tuli). Orang jahiliah, apabila telah memasuki bulan Rajab, mereka meninggalkan senjata mereka dan meletakkannya. Orang-orang pun bisa tidur, jalan-jalan pun aman. Mereka tidak merasa takut satu dengan yang lain, hingga bulan tersebut berakhir." [HR. al-Baihaqi, dalam Sya’b al-Iman, Juz VIII/320].

Sayangnya, sebagian kaum muslimin hanya mengenal bulan Rajab karena bertepatan dengan peristiwa besar Isra Mikraj saja. Tanpa banyak yang paham bahwa makna Allah memilih dan menyucikan bulan Rajab ini bukan tanpa sebab, akan tetapi karena Allah telah menetapkan banyak momentum yang sangat berharga di bulan Rajab ini. Kemuliaan, kesucian, dan kehormatannya akan tetap terjaga hingga hari kiamat.

Allah Swt. telah memilih bulan Rajab dan menetapkannya sebagai momentum hijrahnya kaum muslim yang pertama ke Habasyah, pada tahun ke-5 kenabian. Inilah momen awal perjuangan dan pengorbanan Rasulullah dan para sahabat ketika awal-awal Islam datang.

Allah Swt. juga telah mengisramikrajkan Rasulullah saw. pada 27 Rajab tahun ke-10 kenabian. Inilah momen istimewa, bukan sekadar momen di mana nabi menerima perintah kewajiban salat, tetapi juga momen pengukuhan nabi sebagai pemimpin bagi seluruh umat manusia.

Rajab juga telah ditetapkan oleh Allah sebagai momen pertama kali Rasulullah saw. dipertemukan dengan kaum anshar yang sangat mulia, di mana melalui tangan merekalah tegaknya negara Islam pertama di Madinah. Dengan tegaknya negara Islam inilah, aturan Islam yang berasal dari Sang Pencipta diterapkan, sehingga kesucian darah, harta, dan jiwa pun bisa terjaga.

Selanjutnya dalam Ibnu Katsir, _al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz III/252-253, Imam Ahmad dari Ibnu Abbas mengungkapkan bahwa peralihan kiblat kaum muslim, dari Masjidilaqsa ke Masjidilharam juga terjadi setelah enam belas atau tujuh belas bulan setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah yang bertepatan pada bulan Rajab.

Selain itu pada bulan Rajab tahun 9 H, Rasulullah saw. mengirimkan detasemen ‘Abdullah bin Jahsy, yang kemudian menjadi awal terjadinya Perang Badar. Inilah momen Rasulullah saw. dan para sahabat mengerahkan perjuangan mereka demi memperluas dakwah Islam ke seluruh Jazirah Arab. Tak hanya itu, Rajab juga telah dijadikan momen penting bagi generasi setelahnya. Abu ‘Ubaidah al-Jarrah dan Khalid bin al-Walid telah mengepung Kota Damaskus pada bulan Rabiul Akhir hingga kota itu takluk pada bulan Rajab tahun 14 H/ 635 M.

Dalam kitab Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz VI/VII, juga tercatat bahwa Khalid bin al-Walid pernah menghadapi Romawi dalam Perang Yarmuk yang terjadi pada hari Senin, bulan Rajab, tahun 15 H/ 636 M. Selanjutnya pada bulan Rajab pula Khalid bin al-Walid menaklukkan Hirah, Irak.

Baitulmaqdis juga berhasil direbut kembali oleh kaum muslim di bulan Rajab, tepatnya 28 Rajab 583 H/ 2 Oktober 1187 M di bawah kepemimpinan Salahuddin al-Ayyubi. Di masjid bersejarah itulah azan kembali dikumandangkan dan salat Jumat kembali dilaksanakan setelah 88 tahun diduduki oleh tentara salib. Ini terjadi setelah kemenangan Salahuddin dalam Perang Hittin. Rajab juga menjadi momen di mana Khalifah Muhammad IV pernah mengepung Wina-Austria untuk kedua kalinya, selama 59 hari pada 28 Rajab 1094 H/14 Juni 1683 M.

Begitulah momen besar yang pernah terjadi di bulan Rajab yang suci. Kemuliaan bulan Rajab di mata Islam dan kaum muslimin, dari dulu, kini, hingga hari kiamat nanti. Di mana kaum muslim pernah menorehkan sejarah emas dalam peradaban terbaiknya selama lebih dari 13 abad lamanya. Berbagai perjuangan dilakukan demi mempertahankan negara yang pernah didirikan dan dipimpin langsung oleh Rasulullah saw.

Sayangnya, pemahaman akan kemuliaan Rajab yang begitu luar biasa itu telah hilang dari benak sebagian kaum muslimin, sejak kaum muslimin kehilangan mahkota terbesarnya, melepaskan Islam dari kehidupan, yakni sejak Kekhilafahan Utsmani dihancurkan oleh Kemal Attaturk, bersama Inggris dan Prancis pada bulan Rajab juga, tepatnya pada 28 Rajab 1351 H/1924 M. Sejak itulah terbukanya pintu lebar bagi terjadinya berbagai kemaksiatan dan kemungkaran. Berbagai persoalan, penindasan, penjajahan, dan penistaan terus menimpa kaum muslimin hingga kini. Bahkan para ulama menggambarkan penghancuran negara Islam itu sebagai ummul jaraim (induk kejahatan).

Maka, sudah seharusnya kita yang mengaku cinta kepada Baginda Rasulullah saw. pun meneruskan perjuangan beliau untuk tegaknya kembali Islam sebagai aturan dalam kehidupan kita. Kita jadikan bulan Rajab ini sebagai momen untuk berjuang kembali meraih predikat "khoiru ummah" dengan menjadikan apa yang pernah Rasulullah saw. wariskan kepada umatnya, yaitu Al-Qur'an dan sunahnya sebagai solusi dari segala permasalahan yang tengah terjadi di dunia saat ini. Semoga kita senantiasa bisa mengisi kemuliaan Rajab, menjaga kesucian, dan kehormatannya, serta menjauhi kemaksiatan dan dosa yang bisa menodai kesucian dan kehormatannya.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Biaya Haji Naik, Ibadah kok Dipersulit?!

"Sikap pemerintah ini wajar dilakukan oleh negara dalam sistem kapitalisme, karena memang negara dalam kapitalisme tegak bukan untuk melayani rakyat, tetapi untuk mencari keuntungan dari rakyat."


Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Apakah anda ingin naik haji? Sayangnya, jalan menuju ke tanah suci makin "terjal" karena biayanya akan melonjak drastis. Pemerintah sudah mengajukan kenaikan biaya penyelenggaraan haji (Bipih) tahun ini, yaitu dari Rp39.886.009 menjadi Rp69.193.733. Pemerintah beralasan, kenaikan ini untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Pemerintah juga menyampaikan bahwa kenaikan biaya haji ini sulit dihindari, karena dipicu kenaikan biaya berbagai komponen, baik di tanah air maupun tanah suci (tempo.co, 24-1-2023).

Menteri Agama meminta agar alokasi nilai manfaat yang sebelumnya mencapai 60 persen, dikurangi menjadi hanya 30 persen. Dengan demikian, jemaah yang dulu hanya membayar sebesar 40 persen dari total BPIH, kini harus membayar sebanyak 70 persen dari total biaya penyelenggaraan haji sebesar Rp98.893.909,11. Banyak pihak mengeluhkan kenaikan biaya haji yang terlalu drastis ini. Karena kenaikannya mencapai Rp30 juta. Ini tentu memberatkan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia.

Selain itu, jika ada jemaah yang sudah mendapatkan giliran, tetapi tidak bisa melunasi biaya sebesar hampir Rp70 juta tersebut, akan digantikan oleh jemaah yang lain. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief. "Kalau ada yang mundur, maka ada yang naik penggantinya," tegasnya (tempo.co, 24-1-2023).

Bisa kita bayangkan, jemaah yang menunggu sudah puluhan tahun, tetapi pada hari H tidak bisa berangkat karena uangnya tidak cukup untuk pelunasan.

Butuh Ri'ayah

Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Hukumnya wajib bagi yang mampu. Allah Swt. berfirman,
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
"Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh." (QS. Al-Hajj: 27)

Karena merupakan perjalanan yang jauh, pelaksanaan ibadah haji tidak bisa diurusi individu sendiri, melainkan harus ada ri'ayah dari negara. Namun, nyatanya pemerintah tidak memosisikan dirinya sebagai pe- ri'ayah, tetapi malah bersikap hitung-hitungan dengan rakyatnya.

Memang betul, bahwa biaya penyelenggaraan haji sangat besar, yaitu hampir mencapai Rp100 juta. Memang betul juga bahwa haji itu bagi yang mampu, termasuk yang mampu secara finansial. Namun, bukan berarti lalu negara berlaku seperti agen haji yang menetapkan biaya sekian dan tutup mata terhadap rakyatnya, apakah mampu ataukah tidak. Tidak demikian.

Negara hendaknya mempermudah rakyatnya berangkat haji, bukan justru mempersulit. Negara haruslah memosisikan diri sebagai ra'in (pengurus) dan juga mas'ul (penanggung jawab) urusan umat. Negara hendaknya memfasilitasi rakyat agar bisa menunaikan rukun Islam kelima dengan baik. Namun, hari ini, negara tidak memosisikan dirinya sebagai pengurus dan penanggung jawab urusan rakyat, tetapi seperti pedagang yang mencari keuntungan dari setiap pelayanan pada rakyatnya.

Sikap pemerintah ini wajar dilakukan oleh negara dalam sistem kapitalisme, karena memang negara dalam kapitalisme tegak bukan untuk melayani rakyat, tetapi untuk mencari keuntungan dari rakyat. Jika demikian, di mana fungsi negara? Jika yang dilakukan oleh negara hanya menyediakan layanan dan mengharuskan rakyat membayar tinggi, apa bedanya negara dengan pedagang?

Jika kita menilik sejarah, dulu penjajah Belanda juga menyediakan fasilitas untuk haji bagi rakyat Indonesia saat itu. Belanda menyediakan kapal untuk rakyat yang ingin berangkat haji, tentunya dengan biaya penuh dari rakyat. Nah, itu adalah sikap penjajah Belanda. Lantas, pada era saat ini yang katanya kita sudah merdeka, masa negara bersikap seperti itu?

Saking ruwetnya penyelenggaraan haji di Indonesia, ada yang usul agar biaya perjalanan haji yang rakyat bayarkan sebesar 100 persen biaya penyelenggaraan haji. Jadi besaran Bipih disamakan dengan BPIH. Karena, katanya, selama ini pembiayaan haji mirip skema Ponzi, yaitu jemaah yang berangkat sekarang menggunakan dana jemaah yang baru daftar sekarang.

Sementara itu, konon dana yang sudah disetor jemaah sebesar Rp25 juta dan dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kian menipis dan tidak mencukupi untuk menyubsidi jemaah secara terus-menerus. Hal ini menjadi pertanyaan publik, bagaimana bisa dana yang sudah diinvestasikan bertahun-tahun dan bahkan puluhan tahun tidak bisa berkembang sedemikian rupa, sehingga bisa meringankan ongkos naik haji yang rakyat bayarkan?

Lebih lanjut, transparansi pengelolaan dana milik umat ini pun menjadi pertanyaan besar rakyat. Apakah negara benar-benar amanah? Sampai-sampai muncul spekulasi bahwa dana haji digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Nah, lo! Apalagi ada info bahwa Pemerintah Saudi Arabia menurunkan harga paket haji. Lantas, bagaimana bisa Bipih malah naik?

Ri'ayah Khilafah

Sikap pemerintah yang hendak berlepas tangan dalam hal pembiayaan haji ini, sungguh jauh berbeda dengan profil negara dalam sistem Islam. Khilafah memosisikan dirinya sebagai ra'in dan mas'ul, yaitu pengurus dan penanggung jawab urusan rakyat. Apalagi, terkait ibadah haji yang termasuk rukun Islam.
Khilafah menyediakan fasilitas yang memudahkan rakyat untuk menjalankan ibadah haji. Dan semua fasilitas itu disediakan secara murah atau bahkan gratis, sehingga semua rakyat bisa menikmatinya.

Sebagai contoh, Khalifah Harun ar-Rasyid setiap tahun selalu menunaikan ibadah haji dengan mengajak 100 ulama, lengkap dengan keluarga mereka. Ketika beliau sedang berjihad sehingga tidak bisa berhaji, sang khalifah membiayai 300 rakyatnya untuk pergi haji. Beliau menanggung semua biaya, dan bahkan masih memberi perbekalan, pakaian, dll..

Pada masa Utsmaniyah, persiapan haji sudah dilakukan tiga bulan sebelum keberangkatan. Khalifah memerintahkan lajnah khusus urusan haji untuk memonitor dan memperhatikan semua urusan haji di seluruh wilayah Islam. Khalifah juga menginstruksikan pada para wali untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, untuk penyelenggaraan haji. Khalifah Utsmaniyah juga memastikan keamanan bagi para jemaah dalam perjalanan haji. Itulah sebabnya, Khalifah Utsmaniyah dulu memberikan tekanan diplomatik dan militer pada negara Barat yang berusaha menghalangi umat Islam Indonesia, khususnya Aceh, untuk berangkat haji.

Selain itu, Khilafah juga menyediakan sarana dan prasarana haji secara gratis. Contohnya adalah pembangunan saluran air untuk minum jemaah haji, sebagaimana yang dilakukan oleh Zubaidah binti Ja'far, istri Khalifah Harun Al-Rasyid, penguasa Abbasiyah. Pembangunan saluran itu beliau lakukan dengan dana pribadi dan disediakan gratis bagi rakyat.

Pada masa Utsmaniyah, Khilafah membangun jalur kereta Hijaz untuk memudahkan jemaah haji melakukan perjalanan ke Makkah. Jalur kereta ini menghubungkan negeri-negeri muslim, sehingga sangat bagus untuk memperlancar ibadah haji. Rakyat dari seluruh penjuru dunia pun bisa menikmati kemudahan perjalanan ke tanah suci dengan biaya yang murah dan bahkan ada yang gratis. Wah, dengan pelayanan sebagus ini dalam Khilafah, masa masih ada yang tidak ingin Khilafah? Wallahu alam.

Ilusi Indonesia Layak Anak dalam Sistem Rusak

"…Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? Yakni tidak ada yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang beriman. (TQS. Al-Maidah : 50)"


Oleh. Yeni Marlina, A.Ma
(Kontributor NarasiPost.Com, Pemerhati Kebijakan Publik dan Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com-Masyarakat kembali dibuat resah dengan adanya berita kejahatan seksual yang dialami anak. Bahkan kejadian yang sangat mengiris hati, kali ini terjadi pada anak usia di bawah umur. Seorang siswi Taman Kanak-Kanak (TK) usia 5 tahun diperkosa secara bergiliran oleh 3 siswa usia 8 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kejahatan seksual ini dalam nalar akal sehat menimbulkan banyak tanda tanya. Kenapa bisa terjadi, motif apa yang mendorong pelaku berpikir sejauh itu?

Tindak kekerasan seksual yang menimpa anak di Mojokerto, Jawa Timur, masih ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Korban mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran dan dugaan kasus ini sudah ditangani aparat kepolisian setempat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi, Gondam Prienggondhani, membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan kasus tersebut. Sementara dalam proses penyelidikan, ujarnya. (liputan6.com, 20-01-2023)

Memang benar, kasus ini sedang menjalani proses. Bisa jadi akan mengalami perjalanan panjang tarik ulur negosiasi antara keluarga kedua belah pihak dalam mencari jalan tengah di satu sisi. Di sisi lain, pelaksanaan hukum tindak kekerasan seksual tidak bisa dilaksanakan sebab tersandung undang-undang.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mendorong aparat penegak hukum untuk memperhatikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengingat pelaku masih berusia di bawah 12 tahun, dalam siaran persnya. (kemenpppa.go.id, 20-01-2023). Dan Nahar mengimbau juga agar masyarakat dan keluarga lebih peduli. Bersama-sama wujudkan Indonesia Layak Anak Tahun 2030 yang salah satu wujudnya adalah menurunnya angka kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.

Permasalahannya tak selesai dengan proses yang sudah dilakukan selama ini. Buktinya kasus serupa terjadi terus-menerus bahkan makin bertambah. Tindak kekerasan yang menimpa dunia anak semakin menjadi-jadi. Berdasarkan data yang dimuat situs republika.co.id (22/01/2023), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.

Permasalahan ini tidak berdiri sendiri, saling berjalin dengan masalah lainnya. Kehidupan sosial masyarakat yang tidak memberi rasa aman adalah buah dari minimnya edukasi. Pendidikan yang tidak membangun karakter kepribadian, akhlak, dan agama yang kuat akan mendorong anak-anak berbuat tanpa pemahaman. Ditambah abainya keluarga dalam mengawasi anak-anak karena sibuk dengan urusan memenuhi kebutuhan ekonomi. Anak-anak bebas bergaul dan ditemani gadget, sementara fungsi gadget sebagai sarana media sosial membebaskan semua pengguna berselancar di dunia maya mengakses semua situs tanpa seleksi, termasuk situs-situs porno yang merusak generasi. Media sosial hari ini seperti pisau bermata dua, bisa melukai dan merusak jika salah menggunakannya. Inilah yang terjadi pada anak-anak, tidak mungkin pelaku kekerasan seksual di bawah umur bisa terbentuk jika tidak ada pemicunya. Baik karena minimnya pendidikan, pengawasan, dan pengaruh buruk media atau melihat sendiri fakta yang sama.

Berkaca pada realita, mampukah Indonesia layak anak bisa diwujudkan? Selama negara ini berkiblat pada sistem yang rusak yaitu sekularisme, maka harapan kehadiran negara yang bisa memberikan dan memfasilitasi berbagai hak-hak anak seperti hak mendapatkan pendidikan, perlindungan keamanan, fasilitas yang memadai dan terjaga dari berbagai situs-situs yang merusak akal dipastikan harapan tersebut hanyalah ilusi.

Menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan hanyalah akan menuai malapetaka dan kerusakan. Hal ini sudah dibuktikan oleh sistem yang masih eksis hingga hari ini yaitu sistem kapitalis. Aturan dibuat oleh manusia sesuka hati, tanpa peduli dengan rakyat yang dinaungi. Kebijakan selalu berpihak pada pemilik modal dan para oligarki. Jadi, harapan untuk kehidupan lebih baik masih jauh dari angan.

Perbaikan individu tidak cukup menyelesaikan permasalahan yang sistemis. Namun membutuhkan peran negara sebagai pelayan masyarakat. Negara melayani masyarakat dengan asas yang bersumber dari Sang Pencipta, Allah subhanahu wa ta'ala dengan menerapkan seluruh syariat yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadis.

Negara yang bisa mewujudkan ketakwaan individu, masyarakat yang saling beramar makruf nahi mungkar juga pemerintahan yang menerapkan aturan syariat, hanya ada dalam negara yang menerapkan Islam kaffah yaitu Daulah Khilafah Islamiah. Khilafah memiliki perhatian penuh terhadap generasi, bahkan Khilafah memenuhi berbagai fasilitas dalam mewujudkan generasi yang beriman dan bertakwa, jauh dari kata pergaulan bebas, apalagi bebas melakukan tindak seksual seperti dalam sistem rusak hari ini. Anak-anak akan disibukkan dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk menopang proses pendidikan dan penempaan iman mereka. Negara menetapkan aturan media dengan undang-undang penyiaran. Setiap undang-undang diberlakukan secara tegas tanpa tebang pilih. Tanpa menzalimi satu dengan yang lainnya, sebagaimana firman Allah :

"Barang siapa yang tidak menetapkan hukum berdasarkan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (TQS. Al-Maidah : 45)
 
Walhasil, negara yang bisa mewujudkan lingkungan layak anak adalah negara yang menerapkan sistem yang baik bagi anak. Tidak lain sistem tersebut adalah sistem Islam bukan yang lain. Sistem Islam sangat rinci dan akurat dalam menjaga keberlangsungan kehidupan. Baik secara preventif, kuratif, dan solutif. 13 abad penerapan Islam melahirkan generasi cemerlang penopang peradaban, generasi yang penuh percaya diri bervisi masa depan, giat belajar dan menuntut ilmu, memiliki cita-cita luhur untuk mengisi peradaban, bukan generasi latah tanpa arah.

Sistem inilah yang wajib kembali kita wujudkan. Butuh peranan semua pihak dalam memperjuangkannya baik melalui media maupun aktivitas dakwah yang mencerahkan umat. Yang akan mengedukasi generasi dengan akidah yang kuat dengan pembelajaran sedini mungkin tentang konsep pemikiran Islam, sehingga di usia mumayyiz mereka mampu bersikap terhadap perkara baik dan buruk.

Islam adalah solusi berbagai masalah mendasar negeri ini (Indonesia) dan dunia pada umumnya. Dengan diterapkannya syariat Islam akan terealisasi negara layak anak insyaallah.

"…Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? Yakni tidak ada yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang beriman." (TQS. Al-Maidah : 50)[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Biaya Haji Melonjak, Ibadah Dijadikan Ladang Bisnis?

"Jika saat ini haji dimaknai dengan benar, kebangkitan umat Islam bisa segera terwujud. Namun, tiadanya Khilafah sebagai perisai dan penyatu umat membuat pelaksanaan ibadah haji menjadi tidak terlalu penting karena dianggap sekadar ibadah individu."


Oleh. Ira Rahmatia
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Haji merupakan bagian dari rukun Islam yang hukum pelaksanaannya adalah fardu ain bagi yang mampu. Namun, seiring berjalannya waktu biaya haji selalu naik bahkan tahun ini diusulkan melonjak hampir dua kali lipat.

Dilansir dari detiknews.com (22/1/2023), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan kenaikan biaya haji untuk jemaah Indonesia sebesar Rp69 juta, di mana pada tahun sebelumnya hanya Rp39 juta. Ia menyebutkan langkah tersebut diperlukan untuk menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.

Hal ini berbeda dengan pengumuman pemerintah Arab Saudi yang menyebutkan bahwa biaya haji tahun ini turun 30% dibandingkan tahun lalu (CNN Indonesia, 21/1/2023).

Kebijakan ini juga berbeda dibandingkan dengan negara tetangga yakni Malaysia. Pemerintah Malaysia mengungkapkan biaya haji per jemaah untuk warga negaranya yakni sebesar Rp38,6 juta bagi golongan B40 atau Rp45.6 juta untuk golongan bukan B40 (Kompas.com, 21/1/2023).

Usulan pemerintah ini pun menuai kritik dari berbagai pihak, mulai dari anggota DPR hingga MUI, mereka menilai jumlah tersebut memberatkan masyarakat.

Menjaga Keberlangsungan Dana Nilai Manfaat

Kemenag yang mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji sekitar Rp98,89 juta per jemaah, menggunakan skema pendanaan 30 persen (Rp29,7 juta) dari manfaat dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan 70 persen (Rp69 juta) dari jemaah haji.

Kenaikan haji tahun 2023 yang diusulkan pemerintah bertujuan agar nilai manfaat yang dikelola BPKH tidak habis. Fadlul Imansyah selaku Kepala BPKH mengatakan, jika subsidi lama terus diteruskan, maka akan dikhawatirkan seluruh nilai manfaat jemaah akan tergerus habis sebelum 2027. Sehingga, subsidi dari nilai manfaat haji tahun ini dikurangi dan sisa biayanya ditanggung oleh para jemaah. Hal ini berkaitan dengan banyaknya jemaah tunggu. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menyebutkan, saat ini masih ada lima juta calon jemaah yang mengantre keberangkatan (CNN Indonesia, 22/1/2023).

Panjangnya antrean haji tak lepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Penguasa maupun pengusaha dalam sistem kapitalisme bertujuan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tak terkecuali dalam pelaksanaan ibadah. Program dana talangan haji yang dipermudah oleh perbankan dan di- support pemerintah akhirnya membuat masyarakat yang belum punya uang pun dengan mudah mendapatkan nomor porsi.

Dengan pengurangan subsidi haji juga menunjukkan bahwa biaya haji dihitung berdasarkan untung dan rugi. Penguasa seolah berubah menjadi pengusaha, padahal seharusnya hanya menjadi pelayan rakyat.

Haji Dijadikan Ladang Bisnis

Dalam penerapan sistem kapitalisme, penguasa hanya berorientasi pada untung dan rugi, bahkan adanya kebijakan ini terkesan menjadikan ibadah sebagai ladang bisnis. Semakin mahal biaya haji dan semakin banyak kuota yang ada, akan memberikan nilai lebih bagi pertumbuhan ekonomi. Tentu, ini sangat memberatkan masyarakat, apalagi bagi mereka yang akan naik haji dalam waktu dekat.

Pemerintah menetapkan biaya tersebut karena menilai bahwa mereka yang berhaji adalah yang mampu dari segi ekonomi. Namun, bila pengelolaan haji ini diatur sebaik mungkin, setiap muslim dapat melakukan perjalanan ke Tanah Haram dengan fasilitas sesuai dengan kemampuan calon jemaah haji. Antrean haji yang mengular pun dibiarkan, dengan memberikan kemudahan bagi para jemaah untuk memberikan deposit haji lebih awal, akibatnya antrean haji tak terkendali. Waktu tunggu hingga 25 tahun, bahkan lebih. Ketentuan berhaji bagi yang sudah pernah melakukannya pun juga belum dibatasi secara maksimal sehingga masih banyak yang berhaji lebih dari sekali dan itu menambah deretan antrean haji.

Pengelolaan haji yang begitu amburadul hanya ada dalam sistem sekuler kapitalisme, para penguasa hanya berusaha sebagai regulator tanpa mampu memberikan pelayanan terbaik.

Nasionalisme Pemisah Wilayah Kaum Muslim

Sejak runtuhnya Daulah Khilafah, wilayah kaum muslim terpecah menjadi 50 negara. Akhirnya dengan paham nasionalisme, menjadikan wilayah kaum muslim tersekat-sekat. Hingga ketika seorang muslim yang berada di wilayah mayoritas muslim mengunjungi negara lain, harus membutuhkan paspor, yang tentunya memberatkan. Apatah lagi, pemimpin yang berbeda-beda menjadikan kebijakannya pula berbeda-beda.

Kaum muslim harus menyadari bahwa, nasionalisme adalah paham yang bertentangan dengan Islam, sebab menjadikan sukuisme dan kebangsaan sebagai pemersatu, padahal ikatannya ikatan yang rapuh. Berbeda dalam naungan Daulah Khilafah yang menjadikan akidah sebagai ikatan antarkaum muslim, sehingga tak ada pembeda antara muslim Arab dan non-Arab. Kemudahan dalam berhaji pun insyaallah dipermudah.

Pengaturan Haji dalam Islam

Haji adalah ibadah mahdhoh yang memiliki hukum fardu ain bagi yang mampu untuk dikerjakan sekali seumur hidup.

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Siapa saja yang mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun) dari semesta alam.” (TQS. Al-Baqarah: 96-97)

Di masa Rasulullah saw., pelaksanaan haji memiliki makna politis untuk menyatukan umat dari berbagai belahan dunia. Sehingga, jika saat ini haji dimaknai dengan benar, kebangkitan umat Islam bisa segera terwujud. Namun, tiadanya Khilafah sebagai perisai dan penyatu umat, membuat pelaksanaan ibadah haji menjadi tidak terlalu penting karena dianggap sekadar ibadah individu.

Dalam Islam, ibadah haji selalu dipermudah karena selain ia sebagai pemimpin politik, ia juga sebagai pemimpin kerohanian. Pemimpin kaum muslim juga menjaga tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat. Ia menyadari bahwa kewajiban haji adalah termasuk rukun Islam dan perlu menjalankannya hanya sekali seumur hidup. Dalam sistem pemerintahan Islam, negeri-negeri muslim adalah satu kesatuan. Sehingga, tidak boleh ada komersialisasi penyelenggaraan haji oleh pihak mana pun, sebab Masjidil Haram yakni Makkah, Madinah merupakan tanah seluruh kaum muslim. Bagi siapa pun muslim yang memasukinya hanya dibutuhkan kartu identitas dan visa.

Pengaturan ini dapat kita lihat pada masa kepemimpinan Islam, yakni pada masa Daulah Khilafah Ustmaniyah di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II, beliau membuat jalur kereta api dari Istanbul, Damaskus hingga ke Madinah untuk jemaah haji. Begitu pula di masa Daulah Khilafah Abbasiyah di bawah kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid, beliau membangun jalur haji dari Irak hingga ke Hijaz, di masing-masing titik dibangun pos pelayanan umum yang menyediakan logistik bagi yang kehabisan bekal. Beliau juga memiliki kebiasaan untuk menghajikan seratus orang ulama beserta anak-anak mereka jika ia sedang berhaji. Kemudian, jika beliau tidak berhaji karena sedang berjihad, ia akan memberangkatkan 300 orang ulama beserta anak-anak mereka untuk berhaji. Semua biaya haji tersebut berasal dari harta pribadi khalifah.

Jika dilihat dari track record pemimpin muslim pada masa tegaknya Daulah Khilafah, kita bisa menemukan fakta bahwa mereka begitu mengupayakan pelaksanaan haji terlaksana dengan gratis dan mudah, mereka benar-benar bertugas melayani umat Islam sebagaimana tugas penguasa. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw., yang artinya:

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam hadis tersebut, jelas bahwa para khalifah, sebagai pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. kelak pada hari Kiamat. Apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak? Wallahu a’lam bisshowab[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pembakaran Al-Qur’an dan Dendam yang Tak Pernah Padam

"Terjadinya pembakaran Al-Qur'an, retorika rasial antimuslim di beberapa negara di Eropa adalah representasi dari sistem pendidikan dan politik di negara-negara Eropa dan sekitarnya yang mengarah pada kebencian terhadap Islam."


Oleh. Trisna Abdillah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Di tengah gencarnya narasi radikalisme, ekstremisme dan intoleransi yang ditujukan kepada Islam, dunia justru digemparkan aksi pembakaran Al-Qur’an oleh politikus Partai Sayap Kanan Ekstremis Denmark, Ramus Paludan. Atas nama kebebasan berekspresi, Swedia memberikan izin kepada politikus rasis ini untuk membakar salinan kitab suci Al-Qur’an di depan gedung kedutaan Turki di Stockholm pada Sabtu (21/1).

Sontak, insiden tersebut menuai kecaman keras dunia terlebih negara-negara Islam. Pasalnya, selain sebagai tindakan penistaan terhadap agama Islam aksi ini juga dinilai telah menodai toleransi antarumat beragama di seluruh dunia.

Wujud Kebencian terhadap Islam

Dilansir dari Republika.com (25/1/2023), tindakan berbau islamofobia telah berulang terjadi di Eropa, khususnya Swedia. Pada tahun 2003 dan 2005 terjadi pembakaran terhadap Masjid Malmo yang juga menghanguskan Islamic Center di dekatnya. Sepanjang akhir 2014 terjadi penyerangan pembakaran beberapa masjid di Swedia.

Kemudian pada tahun 2022, Paludan merencanakan "tur" pembakaran Al-Qur'an pada bulan April dan Agustus yang memicu kerusuhan hebat di Swedia. Pada November 2022, pemerintah Swedia melakukan penutupan terhadap sekolah-sekolah swasta yang didirikan oleh komunitas muslim di negara itu.

Berlanjut pada Desember 2022, Masjid Jami Stockholm melaporkan terjadinya pelecehan Al-Qur'an. Seorang yang tak dikenal merusak Al-Qur'an dan merantainya di gerbang masjid. Yang terbaru pembakaran Al-Qur'an di depan kedutaan Turki di Stockholm, pada Sabtu lalu (21/1).

Cendikiawan Swedia, Masoud Kamali mengatakan, mengizinkan pembakaran kitab suci umat Islam di depan kedutaan Turki dan menghina Presiden Recep Tayyib Erdogan berkaitan dengan anti-Muslimisme yang lazim di Swedia dan seluruh Eropa sejak Perang Salib. Di mana antimuslim selalu menjadi bagian dari kebijakan negara-negara, termasuk Swedia (Republika,24/01/2023).

Dalam buku Kamali yang berjudul "Racial Discrimination: Institutional patterns and politics", Kamali membeberkan bagaimana umat Islam digambarkan secara negatif dalam buku sekolah di Swedia, Inggris, Jerman, Prancis, Polandia, Austria, dan pemerintahan Siprus Yunani. Di samping itu menurutnya partai-partai rasialis Eropa pada intinya memiliki satu kesamaan, yaitu islamofobia atau yang disebutnya anti-Muslimisme.

Mengutip dari kitab "Ad-Daulah Al-Islamiyah" karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani bahwa permusuhan salib terpendam dalam jiwa Barat, terlebih Eropa. Permusuhan yang mengakar dan dendam yang begitu hina membuat mereka melakukan strategi jahanam untuk melenyapkan Islam dan kaum muslimin. Permusuhan itu pula yang menyebabkan kehinaan menimpa kita di negeri kita sendiri.

Dengan adanya fakta ini tidak heran jika terjadinya pembakaran Al-Qur'an, retorika rasial antimuslim di beberapa negara di Eropa adalah representasi dari sistem pendidikan dan politik di negara-negara Eropa dan sekitarnya yang mengarah pada kebencian terhadap Islam.

Pun dengan sistem kufur seperti demokrasi sekularisme misalnya, yang ditanamkan Barat pada negeri-negeri muslim tidak lain adalah sebagai alat untuk menjauhkan Islam dari benak kaum muslimin. Di mana Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang harus diterapkan secara menyeluruh, karena dengannya umat Islam akan bangkit dan kembali menjadi mercusuar peradaban dunia. Bukan kaum yang membebek pada Barat seperti halnya saat ini.

Umat Islam Tak Boleh Diam

Tindakan islamofobia yang semakin marak dan provokatif tidak hanya melukai miliaran muslim di seluruh dunia, lebih jauh juga menunjukkan bahwa pertarungan orang-orang kafir terhadap Islam itu nyata. Mereka dengan dalih kebebasan berekspresi terus berusaha menghina, merendahkan, dan menyerang Islam. Namun pada saat muslim membela haknya, mempertahankan kehormatan, dan memegang teguh ajaran agamanya justru dicap sebagai radikal intoleran.

Umat Islam seharusnya sadar bahwa kecaman dan kutukan saja tidak cukup untuk menghentikan penistaan terhadap Al-Qur'an. Lihat saja, meskipun seluruh dunia mengecam keras namun tindakan yang serupa tetap terjadi. Tak hanya dibakar, Al-Qur’an juga dirobek dalam insiden di Belanda, konon aksi ini juga atas izin dari otoritas Kota Den Haag (Republika.com 25/1/2023).

Jika ditelisik lebih dalam, semua berakar dari pemahaman sekuler yang diusung oleh Barat. Ketika Barat berlindung dengan tameng ide pemisahan agama dari kehidupan maka pada saat yang sama Barat telah memberikan otoritas penuh untuk membuat undang-undang yang berasaskan kebebasan. Mereka memandang bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat mengatur manusia kecuali dirinya sendiri. Sehingga manusia berhak menjalani kehidupannya dengan bebas sesuka hati.

Adapun asas kebebasan yang diagungkan oleh Barat di antaranya adalah kebebasan berakidah, kebebasan memiliki, kebebasan bertingkah laku, dan kebebasan berpendapat. Sama halnya apa yang sedang gempar saat ini, dengan dalih kebebasan berpendapat semua orang boleh mengatakan apa saja, termasuk menghina ajaran Islam. Kita bisa dengan mudah dapati berita tentang hujatan kepada Rasulullah saw. dan agama yang dibawanya tanpa ada satu pun undang-undang yang melarang hal tersebut.

Kita juga dapat melihat bagaimana reaksi negeri-negeri Islam terhadap penghinaan yang menimpanya. Umat hanya bisa mengecam dan mengutuk, tidak lebih. Ketiadaan junnah (perisai) kaum muslimin menjadikan musuh dan pembenci Islam leluasa menghina simbol-simbol Islam.

Benar sebagaimana pernyataan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali yang menyebutkan bahwa agama dan kekuasaan seperti saudara kembar. Agama adalah pokok dan kekuasaan adalah penjaga. Apa saja yang tidak memiliki penjaga maka akan binasa.

Perlu juga kembali kita renungi sabda Rasulullah saw.,
"Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas hidangan". Seorang bertanya, "Apakah karena jumlah kami yang sedikit saat itu?" Rasulullah saw. bersabda, "Bahkan jumlah kalian saat itu banyak sekali, tetapi seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian, serta menjangkitkan di hatimu penyakit wahn". Seorang bertanya, "Apakah wahn itu?" Beliau pun menjawab, "cinta dunia dan takut mati." (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)

Inilah gambaran kondisi saat ini, jumlah umat Islam sangat banyak namun tidak memiliki kemuliaan yang dipandang hormat oleh umat lain. Pun dengan pemimpin negeri-negeri muslim, mereka lebih peduli dengan kekuasaan dibanding harus membela dan melawan musuh-musuh Islam.

Lebih parahnya lagi, mereka tega mengkhianati umat Islam dan bergandeng tangan dengan pihak yang menghendaki keburukan terhadap Islam. Terbukti dengan berbagai program yang diterapkan di negeri muslim seperti program moderasi agama dan sejenisnya yang justru semakin membuat umat jauh dari pemahaman Islam yang benar.

Padahal, sepanjang sejarah kekhilafahan Islam, seorang pemimpin akan selalu menjaga dengan baik kemuliaan Islam dan umatnya. Tidak ada satu pun musuh yang berani melecehkan melainkan pemimpin Islam akan mengangkat senjata untuk memerangi. Lantas, tidakkah kita, umat Muhammad saw. yang disebutkan sebagai khayru ummah (umat terbaik) menginginkan kembalinya kewibawaan Islam dan kaum muslimin? Wallahu a’lam bishowab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Alam Demokrasi Sekuler Lahan Subur Bisnis Haram Narkoba?

“Sistem demokrasi membatasi negara sebagai regulator yang mengawasi jalannya kebijakan, termasuk menetapkan sanksi terhadap pengedar dan pemakai narkoba. Fokus negara hanya pada pengawasan, bukan upaya memberangus narkoba sampai ke akar.”


Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Ada komentar menarik dari netizen terkait kasus penangkapan artis Revaldo untuk ketiga kalinya pada Senin (9/01/2023) kemarin. Salah satu netizen dengan akun @thecomen*** menulis, "Loe enggak akan sembuh selama pergaulan loe dan lingkungan loe, dikelilingi oleh pengguna dan pengedar!" Dikutip dari laman Instagram detik.com (15/01/2023).

Komentar ini sangat menarik untuk kita kaji. Mengingat, baru-baru ini ditemukan pabrik narkoba jenis sabu di Kawasan Meruya Utara, Jakarta Barat. Dikutip detik.news.com (15/01/2023), Direktorat Polda Metro Jaya bersama Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta menggeledah sindikat industri pembuatan liquid vape yang mengandung narkoba jenis sabu. Hal ini menjelaskan bahwa Indonesia bukan hanya pasar bagi pengedar, namun juga pabrik di mana barang haram itu dibuat.

Dari sini kita bisa melihat, komentar netizen di atas sangat related dengan kehidupan kita, sekaligus membuktikan bahwa lingkungan yang buruk akan menghasilkan generasi yang buruk juga. Tentu, hal ini menjawab pertanyaan kenapa Revaldo bisa menginap di "hotel prodeo" berulang kali? Tidak lain, karena lingkungan dan alam demokrasi ini yang menjamin pengedar dan pemasok narkoba tidak dihukum jera.

Tumbuh Subuh

Ibarat tanah yang dipenuhi zat hara yang baik untuk tumbuh kembang tanaman, maka Indonesia ini sudah layaknya tanah yang subur bagi pengguna, pengedar, bahkan produsen narkoba. Dikutip Kompas.com (18/01/2023), Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan sepanjang tahun 2022 setidaknya ada 851 kasus narkoba dengan 1.350 tersangka. Sementara pada awal tahun ini, dikutip Balanganews.com (19/01/2024), di mana tanggal 1-18 Januari setidaknya sudah ada 4 kasus.

Data-data ini menunjukkan bahwa narkoba bak lingkaran setan yang sulit diberantas. Segenap kebijakan yang lahir dari ide demokrasi telah gagal menjaga generasi dari pengaruh narkoba yang mengancamnya. Hal ini disebabkan karena lemahnya sistem sanksi, di mana praktik hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Selain itu, negara juga belum sepenuhnya memahami problem utama keberadaan bisnis haram ini, sehingga solusi yang diterapkan tidak tepat sasaran, dan menjadikan masalah makin tidak teratasi.

Akar Masalah

Narkoba adalah bagian dari masalah dekadensi moral yang berdampak pada kerusakan generasi. Ada beberapa faktor yang wajib kita pilah dan pahami, untuk melihat akar masalah yang diakibatkan oleh barang haram ini. Pertama, dari segi pemakai, di mana mayoritas masalah bersumber dari pergaulan yang rusak, kebodohan, dan tentunya rendahnya pemahaman agama. Kedua, dari segi pengedar dan pemasok (pabriknya), ini berkaitan dengan paham kapitalisme dengan orientasi keuntungan materi.

Jika kita telaah, dua problem ini memiliki akar masalah yang sama, yakni sama-sama lahir dari paham sekularisme dan demokrasi sebagai parameter kebijakan. Sistem demokrasi membatasi negara sebagai regulator yang mengawasi jalannya kebijakan, termasuk menetapkan sanksi terhadap pengedar dan pemakai narkoba. Fokus negara hanya pada pengawasan, bukan upaya memberangus narkoba sampai ke akar. Jadi, rakyat hanya bisa mengandalkan diri sendiri untuk membentengi keluarga masing-masing dari pengaruh narkoba, dan berusaha menjauhkan diri agar tidak terlibat dalam bisnis haram tersebut.

Tentu, hal ini tidak menyentuh akar masalah yang sebenarnya. Karena, solusi yang ditawarkan sistem demokrasi hanya sebatas di permukaan saja. Akar masalah ada di pergaulan rusak, kebodohan, serta kemiskinan yang lahir dari sistem sekuler dan kapitalisme. Seharusnya ini yang jadi perhatian negara. Negara wajib menjamin pendidikan berbasis iman dan ketakwaan bagi seluruh masyarakat, menjauhkan generasi dari liberalisme pergaulan, dan mengentaskan problem kemiskinan. Jika generasinya beriman dan bertakwa, jauh dari pergaulan bebas yang merusak, serta hidup dalam ekonomi baik, maka bisa dipastikan tidak akan ada yang terlibat narkoba, baik sebagai pemakai maupun mereka yang mencari keuntungan dengan berbisnis menggunakan barang haram tersebut.

Jalan Keluar

Karena itu, jalan keluar satu-satunya untuk mengakhiri narkoba dan memberantasnya hingga ke akar, adalah dengan menerapkan sistem Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan sunah dalam institusi bernegara, yakni Khilafah Islamiah. Sebab, hanya Khilafah yang mampu menjamin sistem pendidikan berbasis iman dan takwa bisa terlaksana. Karenanya mampu melahirkan generasi yang bebas dari pergaulan bebas. Khilafah Islam dengan ekonomi berbasis syarak akan menjamin terpenuhinya sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, dan jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Rakyat sejahtera ini tidak butuh bisnis haram yang berisiko dan mengancam keselamatan generasinya.

Tentu, segenap kebijakan ini wajib ditopang dengan adanya sistem sanksi yang sesuai dengan syariat Islam. Narkoba adalah zat memabukkan dan melemahkan jiwa, maka sanksi yang ditegakkan berkaitan dengan hukum pidana. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., yakni hadis dari Ummu Salamah bahwa “Rasulullah telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir)”, (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Karena itu, pengguna bisa dihukum dengan denda atau penjara, sementara pengedar dan pembuatnya mereka bisa dihukum mati sesuai keputusan Qadhi.

Khatimah

Dari sini kita melihat, sistem demokrasi sekuler tidak mampu menjaga generasi dari pengaruh narkoba yang mengancam. Karena itu, kita hanya bisa berharap pada sistem Islam sebagai satu-satunya tumpuan harapan. Hanya penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiah yang mampu menjaga generasi dari pergaulan bebas yang berujung narkoba. Sehingga, generasi bisa fokus berkarya demi kemaslahatan umat dan bangsa. Wallahu a'lam![]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Bulan Rajab dan Peristiwa Penting di Dalamnya

"Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah ialah dua belas bulan pada ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram… (At-Taubah: 36)"


Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Umat Islam sebagai umat Nabi Muhammad adalah umat yang istimewa, kita memiliki sebuah momen spesial di mana seluruh pahala dan dosa kita dilipatgandakan. Sayangnya, tak sedikit dari kita mengetahuinya dan bahkan lalai akan momen tersebut. Adalah ditetapkannya As-Syahrul Hurum, yaitu bulan-bulan haram yang dipilih Allah dari 12 bulan yang ada, dan menjadikannya empat bulan yang teristimewa termasuk di dalamnya adalah bulan Rajab. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam surah At-Taubah ayat 36,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُم

"Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah ialah dua belas bulan pada ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram…"

Empat bulan tersebut adalah Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Allah telah menetapkan kemuliaannya, dan di dalam Al-Qur'an Allah pun memerintahkan kepada kita untuk tidak menganiaya diri sendiri di bulan-bulan tersebut. Masih dalam surah At-Taubah ayat 36 Allah berfirman,

ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً

"…Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya."

Rasulullah lebih lanjut menjelaskan akan hal itu dalam hadis sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim. "Sesungguhnya zaman ini telah berputar, sebagaimana perjalanan mulanya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yaitu satu tahun ada dua belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan haram, tiga bulan letaknya berurutan, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, kemudian Rajab yang berada di antara Jumadil Akhir dan Syakban."

Peristiwa Penting yang Terjadi di Bulan Rajab

1. Nabi Muhammad mulai ada dalam kandungan

Rajab menjadi bulan yang sangat penting. Di bulan inilah, pertama kalinya Rasulullah ada dalam kandungan Sayyidah Aminah binti Wahab. Yang kemudian beliau Rasulullah lahir pada bulan Rabiulawal, setelah sembilan bulan dalam kandungan.

2. Terjadinya Isra dan Mikraj

Rajab juga menjadi bulan di mana peristiwa paling penting bagi seluruh umat Islam terjadi, yaitu mukjizat Isra Mikraj. Dalam peristiwa Isra Mikraj tersebut, beliau Rasulullah diangkat ke langit untuk bertemu dengan Allah azza wa jalla, Rabb semesta alam untuk menerima perintah salat lima waktu. Isra Mikraj juga sebagai penghibur hati Rasulullah karena kesedihan ditinggal dua orang tercinta pendukung perjuangannya yaitu pamannya, Abu Thalib dan istrinya, Sayyidah Khadijah binti Khuwailid.

Bagi kaum muslim sendiri, pada saat itu Isra Mikraj menjadi salah satu pembuktian iman. Rangkaian peristiwa Isra Mikraj memang sulit diterima akal manusia. Menyebabkan sebagian kaum muslim yang lemah iman berbalik murtad karenanya. Kondisi ini pun dimanfaatkan kaum musyrik Quraisy untuk makin melancarkan hasutan mereka kepada kaum muslim yang masih mempertahankan keimanan mereka.

Akan tetapi, berbeda dengan Abu Bakar, dia malah mempertanyakan sikap kaum musyrik Quraisy yang masih tetap mengingkari kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah, dia berkata “Demi Allah, jika itu yang beliau (Muhammad) katakan, maka sungguh ia telah berkata benar. Maka apa yang aneh bagi kalian? Demi Allah, sungguh dia berkata kepadaku bahwa telah datang kepadanya wahyu dari langit ke bumi hanya dalam waktu sesaat di waktu malam, atau sesaat di waktu siang, dan aku mempercayainya. Apakah ini puncak keheranan kalian?”

Kemudian Abu Bakar mendatangi Rasulullah, Ia meminta beliau untuk menjelaskan ciri-ciri Baitulmaqdis. Rasulullah pun menjelaskannya dengan lengkap, lantas Abu Bakar berkata, “Engkau berkata benar. Aku bersaksi, bahwa engkau adalah utusan Allah!” Rasulullah lalu menjawab, “Dan engkau, Abu Bakar, adalah Ash-shiddiq yaitu yang selalu membenarkan!”

Sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq ini menunjukkan kepribadian seorang mukmin yang teguh keimanannya, di tengah arus opini yang ingin merusak keyakinan umat Islam terhadap Rasulullah dan ajaran Islam pada saat itu. Peristiwa Isra Mikraj memang benar-benar telah membuat keguncangan hebat masyarakat Makkah saat itu. Namun, justru Rasulullah menemukan urgensitas bagi tonggak berdirinya peradaban Islam. Peristiwa agung tersebut terjadi setahun sebelum peristiwa hijrah. Dan tepatnya setahun sebelum proklamasi Daulah Islam di Madinah Al-Munawwarah. Peristiwa Isra Mikraj memudahkan Rasulullah untuk memilih siapa saja yang pantas menjadi penolong bagi berdirinya Daulah Islam, yakni kalangan kaum Anshar dan Muhajirin. Karena pada saat itu, sebelumnya di bulan Rajab Rasulullah bertemu dengan utusan kaum Anshar.

Satu tahun adalah waktu yang cukup bagi Rasulullah untuk mendapatkan orang-orang yang layak menjadi penopang bagi tegaknya Daulah Islam. Dari mereka yang terseleksi inilah peristiwa hijrah Rasulullah berjalan sukses yang ditandai dengan keberhasilan beliau menegakkan Daulah Islam Madinah atas perintah Allah subhanahu wata'ala.

3. Kelahiran Ali bin Abu Thalib.

Ia adalah salah satu sahabat nabi yang paling terkenal, yakni Ali bin Abu Thalib yang juga lahir di bulan Rajab, tepatnya pada tanggal 13 Rajab. Ia tak hanya sahabat Rasulullah, namun ia adalah sepupu dan menantu beliau, ia juga merupakan khalifah yang yang keempat dari Al-Khulafaur Rasyidin. Ia masuk Islam pada usia yang masih belia, dan dialah sahabat nabi yang menggantikan beliau di pembaringannya ketika malam Rasulullah hijrah ke Madinah.

4. Perang tabuk

Perang tabuk juga terjadi di bulan Rajab. Perang terberat ini adalah pertempuran terakhir yang diikuti oleh Baginda Rasulullah.

5. Pembebasan Palestina

Pada akhir bulan Rajab yaitu 27 Rajab 582 H atau bertepatan dengan hari Jumat, 2 Oktober 1187 M, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan Baitulmaqdis, Palestina. Pembebasan dilakukan tanpa perang senjata. Dia bahkan mempersatukan umat Islam dalam satu akidah, yakni akidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Cara penyatuan yang paling benar, tanpa perang senjata dengan banyak korban. Dalam pandangan Islam, tanah Palestina adalah bagian dari tanah Syam yang merupakan tanah milik kaum muslim. Di Palestina ini berdiri al-Quds, yang merupakan lambang kebesaran umat Islam. Al-Quds mempunyai posisi yang sangat mulia dalam sejarah umat Islam yang tak boleh dilupakan.

Begitu pentingnya posisi Palestina, maka sudah sewajarnya khalifah terakhir Turki Utsmani, yaitu Sultan Abdul Hamid II, dengan tegas mengatakan dalam Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II, Pustaka Thariqul Izzah, 2004, oleh Dr. Muhammad Harp, “Sungguh aku tidak akan pernah melepaskan bumi Palestina meskipun hanya sejengkal. Palestina bukanlah milikku, tetapi kaum muslimlah pemiliknya. Mereka telah berjihad untuk menyelamatkan tanah ini dan mengalirkan darah di atasnya. Hendaknya Yahudi yang berambisi membeli tanah Palestina, menyimpan kembali uang mereka. Jika suatu saat nanti Khilafah tercabik-cabik, maka saat itulah mereka akan mampu merampas Palestina tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Akan tetapi, selama aku masih hidup, hujaman pisau di tubuhku terasa lebih ringan bagiku daripada aku harus melihat Palestina tercerai dari Khilafah. Ini adalah hal yang tidak boleh terjadi."

6. Runtuhnya Khilafah Islam di Turki

Pernyataan dan sikap Sultan Abdul Hamid II kini telah terbukti. Bumi Palestina lepas begitu saja dan jatuh ke tangan Yahudi zionis secara "gratis", tanpa mereka harus membayar sepeser pun. Itu terjadi setelah Khilafah Turki Utsmani sebagai penjaga dan pelindung bumi Palestina dibubarkan oleh Mustafa Kemal Ataturk yang didukung oleh Inggris pada tanggal 3 Maret 1924 M atau 28 Rajab 1342 H. Sejak saat itu hingga kini, Palestina terus dirampas dan diduduki kaum Yahudi.

Padahal tercatat dalam sejarah dunia yang tak mungkin diingkari, wilayah Syam, termasuk Palestina di dalamnya, berhasil dibebaskan dan dikuasai selama berabad-abad lamanya oleh Khilafah. Dengan pembebas pertama yaitu Khalifah Umar bin Al-Khaththab setelah memenangkan Perang Yarmuk. Berikutnya adalah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, yang pada tanggal 27 Rajab 582 H atau 2 Oktober 1187 M berhasil menguasai kembali Baitulmaqdis setelah hampir seratus tahun dikuasai oleh kaum salibis.

Oleh karena itulah, ketika hari ini bumi Palestina masih berada dalam pendudukan kaum Zionis yang telah berlangsung selama puluhan tahun, yang telah memakan jutaan korban kaum muslimin, diperlukan upaya untuk membebaskan Palestina kembali. Hal itu tentu tidak mungkin dilakukan, kecuali dengan mengembalikan penjaga dan pelindungnya yang hakiki, yaitu Khilafah Islamiah. Dan inilah arti pentingnya Khilafah Islamiah bagi kaum muslim.

Wallahu a'lam[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Electronic Road Pricing: Public Transport Shifting?

“Inilah bukti visi pembangunan infrastruktur sistem kapitalisme yang kian menggurita di negeri ini, yakni hanya melayani kepentingan korporasi dan para pemilik modal. Sedangkan, penguasa dan rakyatnya terikat layaknya hubungan bisnis, yang memiliki korelasi kuat antara untung dan rugi, termasuk dalam penggunaan jalan.”


Oleh. Witta Saptarini, S.E
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Masih ingat dengan tokoh ikonis Pak Ogah dalam serial si Unyil? Ya, sosok dengan karakter pemalas alias ogah-ogahan yang memiliki jargon “cepek dulu dong”. Pasalnya, ia kerap meminta uang kepada orang-orang yang bertanya padanya, bahkan sekadar melintas di hadapannya. Bila digambarkan amat serupa dengan karakter kebijakan yang saat ini kian santer terdengar, di mana tengah menjadi salah satu fokus utama kajian Pemprov DKI Jakarta di tahun 2023 ini, yakni percepatan pembahasan terkait implementasi regulasi jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). Sebab, banyak pihak menilai, bahwasanya kebijakan jalan berbayar elektronik ini terkesan memaksa alias memalak rakyat. Ya, bisa dikatakan pemalakan berbasis sistem, baik teknologi maupun ideologi yang diadopsi. Pasalnya, ERP merupakan alat memungut dana dari masyarakat secara instan dan otomatis, dari sejumlah kendaraan yang melintasi di area yang telah ditetapkan.

Perlu diketahui, sistem ERP telah diaplikasikan di beberapa negara maju dan berkembang, jadi bukanlah ide baru. Sebagaimana fokus kajian Bapemperda DPRD DKI Jakarta, Pemprov DKI berencana menerapkan sistem jalan berbayar elektronik alias electronic road pricing (ERP). Karena, ERP dinilai sebagai solusi untuk menekan kemacetan melalui pengendalian lalu lintas kendaraan bermotor, menekan angka kecelakaan lalu lintas, serta mengurangi polusi udara. Kemudian yang tak kalah penting, DPRD DKI Jakarta menilai bahwasanya ibu kota negara dapat meraup pemasukan daerah dari pemberlakuan ERP sebesar 30 miliar hingga 60 miliar rupiah per hari. Meskipun masih sebuah rancangan, namun telah menyulut pro dan kontra di berbagai kalangan.(cnnindonesia.com, 20/1/2023)

Mengenal ERP dan Mekanismenya

Apa itu ERP? Singkatnya, ERP adalah sistem jalan berbayar berbasis elektronik di ruas-ruas jalan padat ibu kota, dengan tarif progresif pada waktu yang ditetapkan. Dengan demikian, para pengguna jenis kendaraan yang terkategori tak kebal jalan berbayar mempunyai 2 pilihan, yakni melanjutkan perjalanan dengan membayar tarif atau memilih jalur lain. Berdasarkan usulan Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan ada 25 ruas jalan dengan layanan berbayar, di mana tarif progresif berkisar Rp5000,00-19.000,00,- per kendaraan, berlaku pukul 05.00-22.00 WIB. Adapun jenis kendaraan yang bebas dari layanan jalan berbayar, di antaranya kendaraan dinas, mobil jenazah, ambulans, pemadam kebakaran, angkutan umum berpelat kuning, dan mobil tamu negara.

ERP merupakan konsep push atau pemaksaan dalam Transport Demand Management (manajemen permintaan transportasi). Sebenarnya sistem jalan berbayar ini bukanlah terobosan baru, serta membutuhkan proses implementasi yang panjang. Awalnya, ide ini didengungkan oleh salah satu pakar ekonomi Inggris pada tahun 1964 yaitu Robert Smith, dan faktanya proyek tersebut terealisasi di London pada tahun 2003. Sistem jalan berbayar berbasis elektronik ini memiliki korelasi erat dengan konsep shifting, artinya mendorong masyarakat beralih pada penggunaan public transport. Dengan catatan, secara makro melibatkan metode Transport Demand Management. Beberapa di antaranya yaitu, menyediakan sarana transportasi publik yang andal, kendaraan tidak bermotor, memiliki integrasi yang baik, mengakomodasi mobilitas masyarakat, serta sanksi hukum bagi pelanggaran.

Pun, dalam menerapkan sistem ERP ini tidak semudah menentukan ruas jalan saja, namun harus memahami konsep dari kriteria pendukung lainnya. Di antaranya, area yang digunakan, pembenahan transportasi publik, kemudian standardisasi teknologi ERP yang kenyataannya saat ini belum dimiliki. Maka, hal ini menjadi ‘big challenge’, pasalnya sistem ERP merupakan kebijakan komprehensif yang memerlukan sinergisme antara pemerintah pusat dan daerah -dalam hal ini DKI Jakarta- serta upaya menghindari polemik yang ditimbulkannya.

Sistem Electronic Road Pricing Menuai Pro dan Kontra

Selain memantik tanggapan negatif dari warga, tokoh publik, terkait rencana penerapan aturan jalan berbayar elektronik, pro dan kontra di kalangan DPRD DKI Jakarta pun tak terelakkan. Di antaranya, Ketua Fraksi PSI DPRD DKI, Anggara Wicitra Sastroamidjojo. Beliau menyatakan perihal wajib terpenuhinya regulasi hukum untuk mencegah adanya diskriminasi bagi warga, termasuk pengecualian bagi sepeda motor, serta kendaraan berbasis online. Sebab, kebijakan ini dinilai membebani masyarakat tanpa pandang bulu. Sementara itu, pernyataan kontra datang dari Anggota Komisi B DPRD Fraksi PDIP, Gilbert Simanjutak. Menurutnya, penerapan ERP bukan solusi mengatasi kemacetan ibu kota, justru merupakan beban bagi masyarakat yang wajib dihindari. Beliau memandang keberadaan negara ibarat tukang palak. Sebab, jalan dibangun dengan pajak yang dipungut dari rakyat, seharusnya dinikmati. Namun, masyarakat yang melintas dipajaki kembali.

Bukti Sistem Kapitalisme Kian Menggurita

Bila melihat fakta sederet solusi pemerintah terkait sistem pengendalian kemacetan di ibu kota yang pernah dan telah diberlakukan sebelumnya, mulai dari pembangunan jalan layang, Three in One, ganjil genap, LRT, MRT, tidaklah efektif. Alhasil, tidak membuat masyarakat beralih pada transportasi umum. Di Indonesia, proyek ERP ini sempat mangkrak belasan tahun lamanya alias tak pernah terealisasi dengan jelas. Lantas mengapa dipaksakan untuk saat ini ?

Di saat pemerintah belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang luas, meningkatnya PHK massal, dan situasi serba sulit. Tak heran, di tengah badai kekuasaan sistem kapitalis sekuler, para penguasa dan pemilik modal tak pernah kehabisan ide untuk terus menguras kocek rakyat. Pasalnya, harapan tak sekadar mengurai kemacetan dengan mendorong agar masyarakat shifting alias berpindah pada penggunaan transportasi publik. Namun, potensi mengantongi keuntungan yang mencapai angka fantastis, tampak menjadi sasaran utama bila sistem ERP ini berhasil diterapkan.

Di era Plt. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pernah dilakukan uji coba dari segi alat meski belum berbayar di beberapa ruas jalan di Jakarta, pada tahun 2014. Namun, program ERP berhenti di tahun 2016, sebab KPPU menilai proses lelang proyek ERP berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Perlu diketahui, pada tahun 2018 Indonesia telah menggandeng Swedia dan Austria dalam proyek ERP ini. Inilah bukti visi pembangunan infrastruktur sistem kapitalisme yang kian menggurita di negeri ini, yakni hanya melayani kepentingan korporasi dan para pemilik modal. Sedangkan, penguasa dan rakyatnya terikat layaknya hubungan bisnis, yang memiliki korelasi kuat antara untung dan rugi, termasuk dalam penggunaan jalan. Tak heran, pengelolaan infrastruktur berorientasi demi menambah pundi-pundi kekayaan pengusaha dan penguasa negeri.

Pembiayaan Infrastruktur dan Fasilitas Jalan dalam Islam

Dalam sistem Islam, secara umum infrastruktur merupakan sarana yang diperlukan khalayak, serta identik dengan prasarana, yaitu segala sesuatu yang menjadi penyokong utama penyelenggaraan suatu proses. Sehingga, terkategori marafiq al-jama’ah seperti halnya listrik, air bersih, dan sejenisnya. Pun, sarana publik yang tidak mungkin diprivatisasi oleh individu seperti laut, udara, jalan raya dan sejenisnya. Maka, dalam konteks ini jalan raya terkategori infrastruktur keras yang dibutuhkan seluruh manusia, maka wajib difasilitasi oleh negara. Pun, dalam penggunaannya gratis alias tidak berbayar, sebab menjadi bagian dari sarana umum.

Islam memiliki mekanisme bagaimana membiayai proyek infrastruktur. Pertama, tidak berutang kepada negara asing termasuk lembaga keuangan global. Sebab, utang yang disertai bunga secara qath’i hukumnya haram. Pun, dengan berbagai syarat mengikat dan menjerat, yang menyebabkan negara asing atau lembaga keuangan global memiliki peluang untuk memegang kendali, mendikte, serta mengebiri kedaulatan negara, maka hal ini juga tidak dibenarkan syariat. Kedua, memungut pajak yang bersifat temporal. Artinya, dilakukan dalam keadaan genting ketika terjadi kekosongan kas di baitulmal, dan hanya dialamatkan kepada kaum muslim aghnia.

Ketiga, menutup celah praktik monopoli kepemilikan umum oleh individu, pengusaha atau segelintir elite. Artinya, hanya negara yang berhak melakukan proteksi atas kepemilikan umum seperti minyak, gas, dan tambang, di mana hasilnya khusus untuk mendanai jihad, fakir, miskin dan kemaslahatan umat. Sehingga, pemenuhan hajat rakyat termasuk dalam sarana dan prasarana publik menjadi kewajiban negara. Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Tiada hak untuk melakukan proteksi, kecuali hanya milik Allah dan Rasul-Nya.”

Penguasa dalam sistem Islam, yakni khalifah dalam sebuah institusi Khilafah bervisi akhirat, memiliki keseriusan, dan komitmen besar dalam menjalankan pembangunan infrastruktur sesuai mekanisme syariat. Sehingga, tak ragu menyiapkan dana berasal dari baitulmal, bukan mengandalkan utang. Sebab, rencana pembangunan didesain hingga sempurna, seraya ditopang dengan sistem ekonomi yang andal berdasarkan tuntunan wahyu Ilahi. Serta, menjamin kesejahteraan, keselamatan dan kenyamanan rakyat sebagai prioritas. Dengan mengelola kekayaan negeri secara mandiri, negara Khilafah laksana elang yang gagah berani terbang sendiri tak mudah dikebiri.

Wallahu a’lam bish-shawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kejahatan Seksual oleh Anak, Bukti Gagalnya Pendidikan

"Sekularisme yang dijadikan asas negara akan terus menuntut negeri ini bergaya bebas dan tidak menjadikan standar agama sebagai agama sekaligus ideologi dalam mengatur segala aspek kehidupan."


Oleh. Nur Rahmawati, S.H.
(Kontributor NarasiPost.Com dan Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.Com-Polos, lugu, dan tak berdosa, itulah gambaran selayaknya anak usia TK hingga SD. Keluguan yang mereka miliki kini tercoreng karena perilaku yang tak seharusnya dilakukan oleh bocah SD. Sungguh memprihatinkan bocah SD menjadi pelaku pemerkosaan siswi TK.

Dilansir dari Liputan6.com, 20/1/2023, dugaan pemerkosaan bocah TK yang dilakukan oleh 3 teman sepermainannya yang duduk di bangku SD, hal ini dibenarkan oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto, Ajun Komisaris Polisi Gondam Prienggondhani. Kekecewaan yang mendalam tentu dirasakan tidak hanya oleh orang tua korban, tapi juga orang tua dari pelaku. Apa sebenarnya yang salah? Dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kejadian-kejadian seperti ini?

Kegagalan Sekularisme

Berangkat dari lengahnya banyak peran, tidak hanya peran keluarga, masyarakat, dan terlebih negara yang notabenenya memiliki kuasa dan tanggung jawab besar dalam mengurusi urusan warganya. Sehingga, kejadian yang marak terjadi tersebut terus berulang, bahkan lebih parah. Bagaimana tidak, anak usia SD telah terkontaminasi pornografi dan pornoaksi yang menuntun mereka melakukan tindakan kepada teman yang lebih kecil dari mereka.

Pemerkosaan siswi TK oleh anak SD adalah buah kebobrokan negara dalam mengurus rakyatnya yang akar persoalannya bersumber dari sekularisme, sehingga dalam berbagai aspek, khususnya sistem pendidikan, ekonomi, dan pengaturan media tidak lagi disandarkan aturannya pada Islam, sebab memisahkan agama dari kehidupan merupakan asas negara saat ini. Sekularisme yang dijadikan asas negara akan terus menuntut negeri ini bergaya bebas dan tidak menjadikan standar agama sebagai agama sekaligus ideologi dalam mengatur segala aspek kehidupan.

Harusnya ketika asas negeri ini gagal membina dan mencetak moral anak karena telah banyak menyebabkan kerusakan bahkan mempertaruhkan generasi penerus bangsa, maka wajib diganti dengan asas yang telah sukses dan pernah terbukti menjadi asas lengkap yang mampu menyelesaikan segala problematika umat, termasuk persoalan tersebut di atas.

Islam Solusi Nyata atas Krisis Moral Anak

Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan mengubah asas negara saat ini, yaitu dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas. Islam memiliki aturan yang lengkap dan mampu mencegah serta menyelesaikan persoalan ini. Islam merupakan agama sekaligus mabda yang memiliki aturan kompleks tentang pendidikan yang mampu menjadikan moral anak berkepribadian Islam dan berakhlak mulia. Bahkan, Allah Swt. meninggikan derajat orang yang berilmu, sehingga kewajiban menuntut ilmu menjadi aktivitas sepanjang masa.

Allah Swt. meninggikan derajat orang-orang yang mencari ilmu karena rida-Nya. Dalam Al-Qur'an, Allah Swt. berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: 'Berlapang-lapanglah dalam majelis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: 'Berdirilah kamu', maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah ayat: 11)

Selain itu, Islam menuntut untuk para keluarga dan masyarakat ikut andil menjaga generasinya. Misalnya, dalam ranah keluarga, para ibu mendidik anak-anak mereka di rumahnya dengan mendahulukan pendidikan akidah dan akhlaknya, sehingga didikan ini akan menghasilkan anak yang bertanggung jawab, memahami mana yang boleh dan tidak serta menyandarkan perbuatannya pada Islam dengan memahami dosa dan pahala.

Sedangkan dalam ranah masyarakat, perlu adanya penjagaan terhadap akhlak dan moral anak-anak. Maka, tidak heran jika Rasulullah saw. memerintahkan untuk berbuat baik terhadap tetangga mengindikasikan bahwa penjagaan tidak cukup jika hanya ada pada peran keluarga saja. Peran masyarakat akan menjadi salah satu tolok ukur terciptanya keamanan dan kenyamanan serta penjagaan moral para anggota masyarakatnya.

Tidak kalah penting adanya peran negara sebagai pihak utama yang menjaga tercapainya pendidikan anak berakhlakul karimah dan memiliki misi mulia yaitu mengurusi urusan umat dan penjaga sekaligus ibu bagi umat.
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadis dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

"Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim] 

Seorang pemimpin tentu memikul beban besar namun mulia, yaitu sebagai perisai bagi umat. Oleh karenanya, pemimpin wajib melaksanakan aturan Islam yang mulia dan terbukti mampu mengentaskan krisis moral sebagaimana yang terjadi saat ini, kurangnya penjagaan negara membuat generasi penerus bangsa tidak mendapatkan pendidikan akhlak yang benar serta tidak adanya upaya nyata dalam menyelesaikan persoalan ini.

Pun negara wajib pula berasaskan Islam, agar semua elemen dapat dengan terjaga dalam melakukan perannya baik itu sebagai individu, keluarga, dan masyarakat. Sudah seyogianya negara mengambil ideologi Islam dan mencampakkan sekularisme.

Wallahu'alam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Generasi Kian Hilang Arah dan Identitas

"Dunia remaja yang harusnya menatap masa depan dengan percaya diri dan optimis tinggi, justru di ambang kehancuran. Lantaran mereka dekat pada aksi kekerasan, pergaulan bebas, bahkan kematian. Ada apa dengan remaja?"


Oleh. Sitra Ali
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Berita seputar remaja selalu saja berkutat pada persoalan kerusakan moral, seperti pergaulan bebas, kekerasan seksual, pacaran, mengonsumsi narkoba, mengonsumsi minuman keras, pembunuhan, gantung diri karena putus cinta, serta tindak krinimal seperti tawuran. Sebut saja aksi tawuran berdarah di Kota Palembang yang makin masif meski sempat mereda selama pandemi dan kini mulai marak lagi. Terakhir kasus tawuran di Palembang dikabarkan satu orang meninggal dunia (Palembang, Sumeks. Co, 15/01/2023)

Kasus tawuran antarpelajar selalu saja menjadi peristiwa berulang-ulang, menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejumlah kekerasan pelajar terjadi di beberapa tempat. Masih dari catatan KPAI, kekerasan pelajar dikategorikan dalam dua jenis, yaitu pengeroyokan dan tawuran. Tawuran pelajar pada umumnya terjadi antara sekelompok anak sekolah yang menghadapi sekelompok anak sekolah lainnya dan mereka kerap membawa senjata tajam. (KPAI, 2022)

Sekelumit fakta ini sudah membuat kita resah dengan nasib generasi hari ini. Dunia remaja yang harusnya menatap masa depan dengan percaya diri dan optimis tinggi, justru di ambang kehancuran. Lantaran mereka dekat pada aksi kekerasan, pergaulan bebas, bahkan kematian. Ada apa dengan remaja? Mengapa karakter mereka kian rapuh dan lemah?

Melihat paparan fakta di atas, ada dua penyebab yang menjadi faktor pemicu tawuran antarpelajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari diri remaja seperti faktor-faktor psikologis sebagai manifestasi dari kondisi internal dalam menangkap nilai-nilai di sekitarnya. Sedangkan faktor internal antara lain adalah:

Pertama, krisis identitas. Hari ini generasi kehilangan arah dan identitas jati dirinya seabagai abdullah (hamba Allah), sistem sekularisme telah mengikis identitas mereka dengan menjerumuskannya pada kebatilan, akhirnya mereka menjadi pribadi yang sekadar mengikuti tren dan budaya yang malah berkebalikan dengan ajaran Islam. Mereka bagai tidak mengenal agamanya sendiri sehingga penafsiran tentang kehidupan hanya sebatas having fun, bergaya hidup hedonis liberal, dan cenderung menabrak rambu-rambu syariat (halal-haram) demi kepentingan kepuasan materi.

Tidak dimungkiri remaja sudah tentu ingin mengaktualisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat agar keberadaannya diakui. Namun, eksistensi diri seperti ini jika tidak diarahkan pada arah pemikiran yang benar dan jelas, maka mereka tetap kehilangan hakikat identitas diri sebagai generasi Islam, abdullah (hamba Allah) serta calon pemimpin (khalifah).

Kedua, kontrol diri yang lemah. Akidah sekuler telah menghilangkan identitas peran generasi sebagai agen perubahan. Mereka menjadi pelaku maksiat lantaran jiwa, pikiran, dan perasaan mereka teredukasi pemikiran liberal, batinnya kosong dan kering dari keimanan dan nilai-nilai keislaman. Akhirnya, jadilah mereka generasi yang mudah frustasi, bingung, emosional, labil, mudah merasa insecure pada saat masalah menghampiri dan solusi pendeknya adalah melakukan aksi kekerasan.

Adapun faktor eksternal yang menyebabkan remaja terlibat tawuran adalah lingkungan sosial tempat mereka tumbuh dan berkembang. Sistem demokrasi sekuler yang notabene memisahkan agama dari kehidupan, mengadung kebebasan, dan individualis adalah biang dari kerusakan moral yang menimpa manusia termasuk generasi. Sistem ini mencabut nilai-nilai agama dari generasi sehingga mereka menjadi individu hedonis dan liberal. Di samping itu, pendidikan yang diharapkan mencetak generasi unggul dan bermartabat malah melahirkan generasi rapuh.

Pertemanan biasanya muncul dari sekolah dan masyarakat, teman memberikan dampak besar terhadap perilaku remaja. Kasus tawuran pelajar biasanya terjadi karena revitalisasi antarsekolah, pengaruh gengsi, dan tekanan teman sebaya. Ada angggapan di kalangan mereka, jika tidak ikut tawuran akan diberi cap sebagai pecundang, yang tidak mau ambil risiko tawuran namanya cemen dan tidak gentleman. Inilah yang mendorong para pelajar melakukan aksi tawuran bahkan melakukan tindak kriminal seperti pembunuhan.

Oleh karena itu, agar generasi ini tidak kian rusak, maka dibutuhkan beberapa pilar untuk membantu generasi agar mereka tidak terlibat dalam tindak kriminal seperti tawuran.

Pertama, peran orang tua. Orang tua merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya, sebaiknya orang tua sejak dini memberi bekal pemahaman Islam kepada anak agar mereka terbiasa beramal dengan perilaku sesuai dengan syariat Islam.

Kedua, peran sekolah dan masyarakat. Kehidupan remaja tidak terpisah dari dua lingkungan sosial ini, masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan oleh remaja. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat wajib dilaksanakan, sehingga semua tindak kriminalitas dapat diminimalisasi. Sedangkan sekolah, menjadi tempat mereka menutut ilmu dan tempat membentuk syaksiyyah islamiyyah yang berakhlakul karimah serta berjiwa pemimpin. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan mengharuskan berasaskan akidah Islam. Terbukti dengan kurikulum berasaskan akidah Islam yang diterapkan dalam pendidikan mampu melahirkan sosok-sosok pemimpin-pemimpin peradaban dan ilmuwan. Seperti: Ibnu Sina sebagai Ahli kedokteran, Al-Khawarizmi Ahli Ilmu Matematika (penemu angka nol), Muhammad al-Fatih sang penakluk Konstantinopel, Salahudin Al-Ayyubi sang pembebas Jerusalem, dst.

Ketiga, peran negara. Lingkungan baik bagi remaja tidak akan terwujud apabila negara tidak ambil peran sentral, yakni sebagai penjaga dan pelindung generasi dari pengaruh budaya dan pemikiran asing yang merusak moral, mental, dan masa depan generasi. Negara berkewajiban melindungi generasi dari paparan ideologi kapitalis sekuler yang notabene merusak kepribadian mereka, dan negara juga wajib menyaring tontonan yang tidak mendidik yang mengajarkan budaya dan nilai liberal.

Tidak hanya itu, penerapan sistem pendidikan Islam pun harus terlaksana secara terstruktur dan tersistematis dengan mengintegrasikan tiga peran pokok pembentukan kepribadian generasi, yakni; keluarga, masyarakat, dan negara.

Walhasil, untuk mewujudkan generasi bertakwa, beriman, berakhlakul karimah, berjiwa pemimpin, dan antitawuran, maka wajib menerapkan aturan secara komprehensif dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Allah Swt. berfirman:

"Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Al-Baqarah ayat 208).

Dengan Islam, generasi hari ini memiliki arah dan identitas yang jelas, mereka tidak akan terombang-ambing dan tidak mudah terbawa arus arahan pola hidup liberal. Mereka terlihat menjadi generasi umat terbaik yang mengisi waktunya dengan menutut ilmu, belajar Islam, dan menghasilkan skill demi kemaslahatan umat dan negara.

Bukankah kita mengharapkan dan mencita-citakan demikian? Generasi bertakwa, penutut ilmu, berjiwa pemimpin, aktivis dakwah, dan pelopor peradaban (peradaban Islam) dalam asuhan sistem Islam. Generasi Islam mampu menjadi teladan bagi umat, sementara sistem sekuler kapitalisme hanya mencetak generasi yang jauh dari yang dicita-citakan.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Buah Kapitalis, Remaja Makin Sadis

"Selain itu, paham liberalisme atau paham kebebasan, merupakan pemahaman yang digaungkan oleh sistem kapitalis Barat inilah si biang kerok sebenarnya. Sistem yang telah meracuni pemikiran-pemikiran masyarakat dan pemimpin negeri ini. Di mana masyarakat diberikan kebebasan dalam berakidah, berperilaku, berpendapat, dan hak milik”.


Oleh. Nur Hajrah MS
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

NarasiPost.Com-Seiring berkembangnya zaman, era digitalisasi makin berkembang pesat. Bagi mereka yang bijak, tentu akan menggunakan teknologi ini dalam hal positif, seperti komunikasi, sebagai media dakwah, media promosi penjualan, dan lain sebagainya. Namun, jika alat-alat digitalisasi ini berada di tangan yang tidak tepat, maka hasil yang diberikan pun akan berdampak negatif.

Hal inilah yang tengah dialami dua remaja di Makassar, berinisial AR (17) dan AF (14). Akibat terobsesi dari situs online jual beli organ tubuh manusia, kedua remaja tersebut sampai nekat melakukan aksi penculikan dan pembunuhan secara keji terhadap seorang anak berinisial FD (11). Berdasarkan penuturan kedua tersangka, mereka sudah menargetkan FD sebagai target yang ingin mereka bunuh dan dijual ginjalnya. FD yang tidak menaruh kecurigaan sama sekali pun menuruti kemauan tersangka, yaitu ikut membersihkan rumah dan akan diberi upah Rp50.000. Namun nahas, apa yang diinginkan FD tidak sesuai harapan, FD justru tewas mengenaskan di tangan AR dan AF.

Kedua tersangka mengaku bahwa mereka membunuh FD dengan cara mencekik dan membenturkan kepala FD ke tembok. Tidak cukup sampai di situ, setelah berhasil membunuh FD mereka pun langsung menghubungi situs penjualan organ tubuh tersebut. Akan tetapi, mereka tidak mendapatkan respons dari situs tersebut. Fatalnya, AF dan AR ternyata tidak mengetahui di mana letak ginjal manusia. Mereka yang dalam kondisi panik dan kebingungan pun memutuskan untuk mengikat kaki korban dan memasukkan jenazah FD ke dalam kantong plastik hitam, lalu membuangnya ke Waduk Nipah-Nipah dengan kondisi tubuh yang utuh. (detikNews.com, 11/01/2023)

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Remaja Bertindak Kriminal

Pemberitaan ini pun viral di jagat maya. Berita yang membuat emosi pembaca maupun penontonnya begitu campur aduk, antara sedih, marah, waswas dan juga takut. Sehingga, tidak heran jika tetangga tersangka AR sampai membongkar rumahnya, karena kesal atas aksi pembunuhan yang mereka lakukan.

Sungguh miris, akhir-akhir ini makin banyak anak remaja yang melakukan aksi nekat dan sadis. Melakukan zina sampai hamil di luar nikah, memakai narkoba, menjadi pengedar, melakukan aksi berbahaya demi konten, memberontak terhadap keluarga, membakar rumah orang tua, bahkan yang lebih parahnya sampai nekat melakukan aksi pembunuhan demi mendapatkan uang. Apalagi, yang pernah viral pada akhir 2021 seorang remaja tega membunuh ibu kandungnya sendiri karena kesal ditegur saat menonton TV. Ada apa dengan remaja saat ini? Mengapa begitu mudahnya mereka melakukan tindak kriminal di usia mereka yang masih sangat muda?

Menurut Firmansyah, M.MKes, Konsultan Psikologi dan Bimbingan Psikologi "Buah Hati", ada beberapa faktor yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan tindak kriminal, yaitu rasa ingin memiliki sesuatu, tidak adanya pendidikan moral dari keluarga, mencari jati diri, pergaulan, terperangkap dalam jiwa yang memberontak, ingin menonjolkan rasa persatuan, pendidikan, keluarga, gejala penyakit, dan ekonomi.

Si Biang Kerok

Namun, jika diperhatikan beberapa faktor di atas hanya terfokus menyalahkan sisi individu dan keluarga saja. Padahal, banyak orang tua sudah berusaha mendidik anak-anaknya sebaik mungkin, memperhatikan aktivitas mereka, menanamkan nilai-nilai agama, serta mengajarkan bagaimana adab dan akhlak yang baik sedari mereka kecil. Tetapi, tetap saja setiap orang tua tidak bisa memantau anaknya kapan pun dan di mana pun. Adakalanya beberapa orang tua akan kecolongan tanpa menyadari anaknya telah melakukan tindakan yang menyimpang.

Apalagi dunia digitalisasi saat ini begitu maju, dari anak-anak sampai orang tua, tahu bagaimana cara menggunakan alat digital seperti smartphone, laptop, PC, dan perangkat-perangkat lunak lainnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika mereka menggunakan alat-alat digital ini sebagaimana fungsinya, maka hasil yang diberikan tentu saja berbuah positif. Begitu pun sebaliknya, jika digunakan menyimpang dari fungsinya, maka akan berbuah negatif. Faktanya, situs-situs online saat ini begitu mudah diakses di semua kalangan. Banyak konten-konten atau tontonan serta bacaan yang tidak boleh dilihat anak di bawah umur berseliweran di jagat maya.

Selain itu, paham liberalisme atau paham kebebasan, merupakan pemahaman yang digaungkan oleh sistem kapitalis Barat, inilah si biang kerok sebenarnya. Sistem yang telah meracuni pemikiran-pemikiran masyarakat dan pemimpin negeri ini. Di mana masyarakat diberikan kebebasan dalam berakidah, berperilaku, berpendapat, dan hak milik.

Sistem di mana agama hanya dijadikan sebagai status, karena berusaha memisahkan peran agama dari berbagai aspek kehidupan. Sehingga, tidak heran jika pornografi, pornoaksi, tontonan tidak bermutu, miras, narkoba, kampanye L987, begitu nyata dan berseliweran di mana-mana, baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya. Dan semua hal ini sangat mudah diakses dan ditemukan anak-anak di bawah umur, karena tidak ada aturan yang bersifat tegas dan memberikan efek jera untuk mengatur semua ini.

Maka, tidak heran jika banyak remaja saat ini berperilaku menyimpang, bahkan sampai melakukan aksi penculikan serta pembunuhan, yang jika dipikir secara akal sehat tidak akan mungkin dilakukan anak di bawah umur. Tetapi, inilah kenyataannya, bahwa anak di bawah umur pun bisa melakukannya, mereka bisa melakukan aksi berbahaya yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang di sekitarnya. Namun kembali lagi dengan alasan HAM, anak di bawah umur yang melakukan tindak kriminal akan tetap mendapatkan perlakuan khusus, tidak bisa langsung dipidanakan begitu saja. Inilah mengapa aturan hukum seperti ini sering kali menimbulkan rasa kekecewaan dan ketidakadilan bagi korban dan keluarganya.

Melindungi dan Mendidik Anak Bukan Hanya Tugas Keluarga

Memang tidak dapat dimungkiri, jika tindak kriminal saat ini banyak dilakukan para remaja. Sehingga, sangat miris di usia mereka yang masih sangat muda sudah tahu cara membunuh. Mereka seharusnya tumbuh menjadi generasi penerus yang gemilang dan tidak hanya paham ilmu dunia. Lebih utama dari itu, mereka juga harus paham dan mendalami ilmu agama serta menjalani kehidupan mereka sesuai syariat Islam.

Peran orang tua memang sangat penting dalam hal ini, apalagi madrasah pertama seorang anak adalah keluarganya sendiri. Tetapi inilah yang sering kali dilupakan, bahwa dalam menjaga anak sebagai generasi penerus bangsa, bukan hanya menjadi tugas orang tua saja. Negara dan masyarakat pun harus ikut andil dalam melindungi dan mendidik anak-anak.

Peran negara, ia harus bisa menjaga generasinya dari hal-hal yang bersifat negatif. Bersikap tegas dan selektif terhadap industri pertelevisian dan para konten kreator yang menyuguhkan tayangan-tayangan yang tidak bermanfaat dan tidak bermutu. Pemerintah seharusnya sebisa mungkin menyediakan lingkungan yang kondusif dan aman bagi anak-anak, baik dalam menuntut ilmu maupun bersosialisasi. Mendukung dan mengapresiasi mereka yang berprestasi bukan yang hanya sekadar mencari sensasi.

Begitu pun dengan masyarakat, jangan bersifat acuh tak acuh terhadap perilaku menyimpang para remaja yang terjadi di sekitarnya. Tetapi kembali lagi, karena paham kebebasan makin digaungkan di tengah-tengah masyarakat, banyak masyarakat saat ini bersifat individualis, tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Mereka hanya fokus memperhatikan lingkungan keluarganya, tanpa memperhatikan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Strategi Kapitalis Barat

Inilah harapan dan strategi dari kapitalis Barat. Mereka ingin menghancurkan peradaban Islam. Peradaban yang pernah berjaya di 2/3 dunia selama lebih dari 13 abad lamanya. Mereka tahu apa yang harus diserang terlebih dahulu agar umat Islam tidak bersatu. Pertama mereka akan menyerang keluarga, lalu pendidikan, dan yang terakhir menjatuhkan martabat tokoh-tokoh penting seperti para ulama.

Allah Swt. sudah mengingatkan terlebih dahulu terkait hal ini, firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan," (TQS. Al-Anfal: 36)

Dan ayat ini memang terbukti, bahwa kapitalis Barat terus berupaya menyebarkan ideologinya agar bisa di terima, dipelajari, dan diterapkan negara-negara lain, khususnya negara yang memiliki penduduk muslim terbanyak. Mereka juga terus berupaya mengembangkan kecanggihan teknologi digital, lalu mempromosikannya ke negara-negara mayoritas Islam. Mereka berusaha merusak moral generasi penerus bangsa, agar mudah terpengaruh dengan kenikmatan dunia. Tidak ada lagi rasa cinta terhadap Allah, Rasulullah, serta ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Namun sangat disayangkan, bukannya menyelamatkan generasi penerus dari ancaman liberalisme kapitalis Barat, negara justru ikut mendukung setiap ide-ide kapitalis Barat. Misalnya, negeri ini mulai menerapkan parenting ala Barat, di mana ilmu parenting ala Barat sangat jauh berbeda dengan yang diajarkan dalam Islam. Jika parenting ala Barat ujung-ujungnya akan bermuara pada materi atau kenikmatan dunia, lain halnya dalam Islam, semua dilakukan hanya untuk beribadah dan mendapatkan rida Allah Swt.

Kembali lagi bahwa, kemajuan teknologi memang tidak dapat dihentikan atau ditentang. Apalagi alat-alat digitalisasi merupakan salah satu bagian dari madaniyah yang bersifat umum. Ini artinya semua alat-alat digitalisasi boleh digunakan oleh siapa saja, tidak memandang ras, suku, budaya, dan agama, semua boleh memakainya. Tetapi peran negara sangat dibutuhkan dalam hal ini, agar teknologi ini bisa digunakan sebagaimana fungsinya dan bisa mendapatkan keridaan Allah Swt. di dalamnya.

Generasi Muda adalah Generasi Pembangun Peradaban

Ya benar, generasi muda adalah generasi pembangun peradaban. Sehingga, mereka benar-benar harus dibentuk dan dididik sejak dari dini. Baik pendidikan, jasmani dan rohaninya, tetapi yang terpenting dari itu semua bagaimana membiasakan mereka menjalankan syariat-syariat Islam secara kaffah. Membentuk mereka dengan akidah yang lurus, yaitu akidah Islam.

Sebagaimana di zaman Rasulullah saw. dan para sahabat, anak-anak sudah ditanamkan nilai-nilai agama sejak dari dalam kandungan ibunya. Agar kelak mereka bisa menjadi generasi gemilang dan selalu merindukan surgawi. Selain itu, pemuda dalam kepemimpinan Islam tidak berani melakukan pembunuhan selain hanya untuk berjihad. Karena Islam sangat menghargai dan melindungi setiap nyawa umat Islam dan para kafir dzimmi.

Para pemuda juga tidak akan membiarkan dirinya jatuh ke dalam kesia-siaan, mereka selalu menyibukkan diri dalam hal-hal yang bermanfaat dan bernilai ibadah yang bisa mendapatkan rida Allah Swt.. Ya, generasi muda dalam Islam dibentuk untuk menjadi generasi pembangun peradaban yang gemilang, generasi yang selalu bervisi surgawi bukan duniawi.

Ibnu Sina, Al-Ghazali, Fatimah Al-Fihri, Abbas bin Firnas, Al-Haitsami, Shalahuddin Al-Ayyubi, Muhammad Al-Fatih dan masih banyak tokoh-tokoh Islam lainnya. Mereka semua adalah bukti bahwa Islam bisa melahirkan generasi-generasi gemilang, generasi yang mencintai Allah dan Rasulullah lebih dari segala-galanya. Syariat Islam mereka terapkan di setiap aktivitas mereka, sehingga tidak heran jika Islam pernah berjaya di 2/3 dunia lebih dari 13 abad lamanya.

Ini semua bisa terjadi karena para pemudanya benar-benar menyadari bahwa mereka adalah generasi penerus, pejuang pembangun peradaban yang gemilang. Mereka menyadari bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik yang harus beramar makruf nahi mungkar. Sehingga, mereka tidak mau hidup dalam kesia-siaan.

Khatimah

Generasi sadis di era saat ini, merupakan bukti bahwa negara beserta sistem pemerintahan yang diembannya gagal menjaga, melindungi, dan membentuk generasi penerusnya sebagai generasi gemilang. Padahal, anak-anak adalah aset besar dan berharga bagi negara di masa depan. Sehingga, satu-satunya yang bisa menyelamatkan generasi penerus dari bobroknya sistem saat ini adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah di negeri ini dan di seluruh penjuru negeri. Sistem yang tidak akan membiarkan generasinya hidup dalam kesia-siaan dan terabaikan. Namun, syariat Islam hanya bisa diterapkan dalam satu kepemimpinan, yaitu Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam bish-shawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Memahami Qada dan Qadar

"Meskipun muslim harus bersabar atas qada qadar yang terjadi, maka hal ini tak lantas membuat muslim diam atas kondisi yang ada. Khususnya kondisi yang tidak sesuai syariat Islam. Muslim tetap harus berusaha mengubah kondisi yang ada agar berada dalam ketakwaan kepada Allah Swt."


Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Iman kepada qada dan qadar adalah bagian dari rukun iman. Setiap muslim harus meyakini dan memahaminya. Kedudukan iman kepada qada dan qadar sangat penting agar setiap muslim dapat menjalani hidup dengan ikhlas. Karena semua yang terjadi merupakan atas izin Allah Swt.

Namun, hal ini tak lantas membuat muslim berdiam diri menunggu ketetapan Allah Swt. Muslim tetap harus berusaha untuk menjadi muslim yang bertakwa sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt. Lalu, bagaimanakah sikap yang tepat dalam mendudukkan iman kepada qada dan qadar?

Makna Qada dan Qadar

Pemahaman qada dan qadar di masyarakat memang adakalanya menimbulkan perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa keduanya adalah ketentuan Allah yang tidak dapat diubah. Namun ada juga yang berpendapat bahwa keduanya ada yang bisa diubah selama bukan merupakan takdir mubram atau ketetapan yang sudah ada sejak manusia dilahirkan seperti kapan manusia dilahirkan dan kapan akan meninggal atau yang lainnya.

Bagi seorang muslim yang meyakini adanya hari pembalasan, maka pada dasarnya manusia memiliki usaha atau pilihan atau ikhtiar di dalam aktivitas yang dilakukan. Maka, selama manusia masih bisa memilih untuk melakukan suatu aktivitas ataukah tidak, itulah ranah yang akan dihisab oleh Allah Swt. Hal ini seperti firman Allah Swt,

كُلُّ نَفۡسٍ ۢ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِيۡنَةٌ

"Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya," (QS. Al-Mudatsir : 38).

Sedangkan pada kondisi yang tidak ada andil atau usaha manusia di dalamnya, maka manusia tidak akan dihisab. Sehingga kondisi semacam ini berlaku qada Allah. Qada (keputusan) Allah dapat diartikan segala kejadian yang terjadi pada area yang menguasai manusia. Baik buruknya qada hanya Allah saja yang tahu. Muslim hanya wajib beriman dan meyakini bahwa semua ketentuan berasal dari Allah Swt.

Salah satu dalil atas hal ini adalah firman Allah Swt,

قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

"Katakanlah (Muhammad), 'Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.'” (QS. At-Taubah : 51).

Begitu juga dengan qadar. Qadar merupakan bagian dari ketetapan Allah Swt. Bahkan qadar dimaknai sebagai perkara yang telah berlangsung penetapannya sejak zaman azali. Oleh karena itu, qadar juga berarti keputusan yang pasti terjadi. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,

وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ قَدَرًا مَّقْدُوْرًاۙ

"… Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan (qadar) yang pasti berlaku," (QS. Al-Ahzab : 38).

Ketetapan qadar ini biasanya tampak dalam penciptaan alam semesta beserta isinya. Misalnya, kayu memiliki ketetapan dapat terbakar dan mengapung. Manusia memiliki mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dll. Oleh karena itu, manusia harus menerima segala ketetapan dan potensi yang Allah berikan kepada semua ciptaan-Nya.

Manusia tidak bisa menghilangkan ketetapan baik qada maupun qadar karena ini merupakan perkara pasti yang juga telah tertulis di lauhulmahfuz. Allah Swt. berfirman,

وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَّبِّكَ مِنْ مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاۤءِ وَلَآ اَصْغَرَ مِنْ ذٰلِكَ وَلَآ اَكْبَرَ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

" … Tidak lengah sedikit pun dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah, baik di bumi ataupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauhulmahfuz)," (QS. Yunus : 61)

Menyikapi Qada dan Qadar

Memang, qada dan qadar tidak bisa diubah manusia. Sekalipun muslim berdoa kepada Allah untuk meminta segala perlindungan dan dijauhkan dari segala keburukan, maka ini tidak serta merta menjadikan apa yang telah Allah tetapkan menjadi berubah. Hanya saja, ketika muslim berdoa, maka Allah akan meringankan muslim tersebut dari dampak qada yang ada. Allah akan menguatkan muslim di dalam menerima segala cobaan.

Misalnya, ketika seorang muslim diuji dengan sakit. Maka ini merupakan qada yang Allah berikan. Hanya saja, ketika muslim berdoa sepenuh hati dan keyakinan agar segera diberikan kesembuhan, maka selama ia sakit, ini akan membuat muslim merasakan kondisinya lebih baik dari hari ke hari atau ia merasa ringan dengan sakit yang dimilikinya. Sehingga, muslim tersebut akan meyakini bahwa Allah mengabulkan doanya.

Begitu juga dengan qadar. Qadar adalah sesuatu yang pasti terjadi. Hanya saja, ketika muslim berdoa dengan benar dan ikhlas, ini akan membuatnya bersabar atas semua yang menimpa dirinya. Misalnya saat bencana alam menimpa masyarakat yang tinggal di lereng gunung merapi. Maka muslim yang memahami qada qadar akan senantiasa mengharap kepada Allah Swt., lisannya basah dengan zikir dan hatinya condong kepada takwa. Tidak seperti orang lain yang tidak memahami konsep qada qadar. Ia akan gelisah dan resah saat ujian menimpa dirinya.

Meskipun muslim harus bersabar atas qada qadar yang terjadi, maka hal ini tak lantas membuat muslim diam atas kondisi yang ada. Khususnya kondisi yang tidak sesuai syariat Islam. Muslim tetap harus berusaha mengubah kondisi yang ada agar berada dalam ketakwaan kepada Allah Swt. Misalnya, ketika terjadi kezaliman antara pemimpin dengan rakyatnya. Maka ini membutuhkan dakwah kepada masyarakat agar masyarakat memahami tugas seorang pemimpin terhadap rakyatnya.

Muslim juga tidak boleh berdiam diri dari kondisi pelanggaran hukum syarak. Bahkan harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyadarkan umat agar kembali menerapkan syariat Islam di dalam sistem kehidupan. Hal ini karena muslim memiliki ikhtiar atau usaha yang menjadi area yang dia kuasai dan akan diminta pertanggungjawabannya. Ini juga sesuai dengan firman Allah Swt.,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri," (TQS. Ar-Ra'du : 11)

Penutup

Perkara qada qadar sejatinya merupakan perkara yang menjadi hak istimewa Allah semata. Jika qada qadar telah tampak dan terjadi pada manusia, maka sikap yang harus diambil adalah menerima dengan ikhlas, bersabar, dan berdoa agar diringankan dalam menanggung bebannya. Namun, jika qada qadar itu masih gaib dan belum terjadi, maka manusia diperintahkan untuk senantiasa berdoa sebagai bentuk mengharap dan berprasangka baik kepada Allah Swt.

Wallahu alam bish shawab.[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Jika Bukan Sekarang, Kapan Lagi?

"Sekularisme bukan hanya menjauhkan peran ibu dari tugas mencetak umat mulia, namun juga menciptakan kebodohan bagi seluruh umat manusia.”


Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Apa yang kamu lakukan jika ada ibu-ibu menghalangi dakwahmu, dan dengan nada memohon ia mengatakan agar anaknya tidak boleh berhijab dahulu? Itulah yang terjadi di awal hijrah saya dahulu. Saat liburan kuliah, biasanya saya membuka les gratis untuk adik-adik di kampung yang diiringi dengan mengaji Al-Qur'an dan terjemahannya.

Nah, di sanalah mereka menemukan ayat hijab di surah Al-Ahzab ayat 59, yang berbunyi, "Wahai nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Ayat ini lantas menjadi awal bagi mereka yang masih berusia 13 tahun berhijab. Sayangnya, hal ini tidak direspons baik oleh keluarga mereka masing-masing.

Masih Kecil

Pada saat itu, ibu dari adik-adik ini merasa jilbab adalah pakaian orang dewasa dan tidak boleh dipaksa untuk anak-anaknya. Terlalu "ketuaan" jika anak usia 13 tahun sudah berhijab. Karenanya, si ibu berpendapat, nanti saja berhijabnya jika sudah dewasa. "Jika usia mereka sudah matang, maka biarkan mereka memilih berhijab suka-suka mereka," itu yang dikatakan si ibu.

Sungguh, saya kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan si ibu. Walau bagaimanapun, seorang ibu memiliki hak atas anak-anaknya sendiri, ketimbang orang luar yang hanya guru les mereka. Dalam kondisi itu, saya hanya bisa merespons kekhawatiran si ibu dengan menjelaskan, alangkah bahagianya ibu memiliki anak yang mau berhijab di usia sebelum balig, sementara yang sudah dewasa banyak mengumbar auratnya dan susah untuk diajak taat. Sembari menjelaskan keutamaan hijab bagi muslimah yang merupakan perintah Allah.

Namun, lagi-lagi si ibu menolak. Ia beralasan anaknya belum cukup usia untuk berhijab. Saya berhusnuzan mungkin si ibu ingin anaknya benar-benar paham dahulu hakikat hijab, agar kelak memakainya tidak main buka sesuka hati. Walau hati kecil juga menyayangkan, alasan 'masih kecil' ini tidak sesuai syariat. Karena jujur, saya yang hijrah di bangku kuliah saja menyesal, kenapa tidak dari kecil belajar Islam dan menutup aurat?

Kapan Lagi?

Sungguh, hari ini kita bisa melihat secara langsung banyak bocah terlibat masalah dekadensi moral. Akibat sekularisme, remaja hari ini makin jauh dari didikan Islam dan karakternya sebagai generasi terbaik. Tidak hanya dewasa, usia bocah pun kini terjebak dalam masalah degradasi moral yang parah.

Seperti yang terjadi di Kecamatan Mojokerto, Jawa Timur, baru-baru ini. Dikutip Idntime.com (21/01/2023), anak TK usia 6 tahun diperkosa oleh 3 bocah usia 8 tahun sebanyak lima kali sejak 2022. Kejahatan bocah lainnya juga terjadi di Nunukan, Kalimantan Utara, dikutip Kompas.com, bocah 8 tahun mencuri sebanyak 23 kali dengan nominal di bawah Rp10 juta. Lalu berita lainnya datang dari Makassar, dikutip Detik.com (11/01/2023), dua remaja dibekuk polisi karena membunuh bocah 11 tahun, di mana salah satu pelakunya masih berusia 14 tahun.

Ini adalah segelintir fakta kejahatan yang dilakukan anak usia bocah, yang seharusnya dalam pola asuh dan asih keluarga. Di usia ini seharusnya mereka sedang asyik bermain dengan teman sebaya, sembari diarahkan untuk meningkatkan pengembangan karakter dan kualitas akademiknya, baik di rumah maupun di sekolah. Sayangnya, di usia sangat belia mereka harus terjerumus dalam perilaku tercela yang jauh dari karakter generasi terbaik. Jika masih kecil saja sudah terlibat perzinaan, pencurian, dan pembunuhan, bagaimana besarnya? Karena itu, pendidikan agama wajib diterapkan sejak usia dini, agar kelak dewasa lebih mudah diarahkan.

Amat Disayangkan

Karena itu, amat disayangkan jika masih ada keluarga yang menghalangi anak-anak mereka belajar dan mempraktikkan perintah hijab, salat, hingga menjaga pergaulan bebas, dengan cara membatasi pergaulannya pada yang bukan mahram. Terlebih, membentuk kepribadian Islam bukan perkara mudah di alam sekularisme. Jika anak berkeinginan untuk taat walaupun awalnya hanya coba-coba berhijab, apa salahnya jika keluarga mendukung? Bukankah hal ini akan memudahkan kerja orang tua juga?

Saya pernah kaget sekali, saat salah seorang adik hijrah mengeluhkan ia tidak bisa berhijab dan salat malam, karena ibunya beranggapan berpakaian syar'i menandakan pakaian ustazah, belum pantas seorang anak memakainya. Sementara, salat malamnya dihalangi orang tua, karena khawatir anaknya sesat. Sebab si ibu hanya tahu salat wajib itu lima waktu sehari semalam.

Fenomena ini makin membuka mata kita. Sekularisme bukan hanya menjauhkan peran ibu dari tugas mencetak umat mulia, namun juga menciptakan kebodohan bagi seluruh umat manusia. Akibat kebodohanlah umat Islam hari ini meninggalkan agamanya sebagai aturan hidup yang paling sahih, lalu menyolusi seluruh masalah hidupnya memakai ide lain selain Islam.

Maka wajar, ibu yang seharusnya menjadi madrasah ula bagi anak, malah tidak tahu harus mendidik anaknya dengan apa? Di tengah makin gencarnya arus liberalisme dalam kehidupan, si anak tak mampu memfilter mana budaya yang boleh diambil, mana pula yang harus ditinggalkan. Walhasil, tak sedikit generasi terjerumus pada dekadensi moral, sementara orang tua tak memahami bagaimana cara membentengi generasi dari ide rusak tersebut.

Khatimah

Kita mengimbau seluruh elemen masyarakat mau berbenah. Yang saleh dan salehah itu bukan hanya anak mengaji, ustaz, atau ustazah saja. Dari level pemimpin, masyarakat, orang tua, dan anak-anak, seharusnya dibina untuk menjadi insan bertakwa. Pemimpin bertakwa akan amanah menjalankan kepemimpinannya. Orang tua yang paham agama akan sukses mengajarkan anak-anak dengan ilmu agama. Lalu generasi yang saleh dan salehah siap meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.

Karena itu, tidak ada kata terlambat untuk belajar Islam, tidak pula ada kata terlalu cepat. Sebaliknya, Allah perintahkan kita belajar Islam, karena itu adalah satu-satunya jalan keselamatan. Sebagaimana sabda Rasulullah, "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com