Karut-Marut Proyek Kereta Cepat

"Transportasi adalah bisnis yang sangat menggiurkan karena sudah menjadi kebutuhan vital masyarakat. Ini merupakan lahan basah untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Jika masyarakat ingin memperoleh keamanan dan layanan maksimum, maka harus membayar dengan harga mahal."

Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Lagi-lagi proyek kereta cepat membuat berita. Setelah persoalan pembengkakan dana, muncul kabar kereta kerja pada proyek pengerjaan Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) anjlok di Kampung Campaka Desa Campakamekar Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat, Minggu (18/12/2022). Dalam sebuah video yang diunggah di media sosial, terlihat kereta dalam keadaan terguling akibat keluar dari jalurnya. (suara.com, 19/12/2022)

Sebagaimana dilansir dari cnnindonesia.com (19/12/2022), insiden ini telah memakan korban. Ada dua orang meninggal dan lima mengalami luka berat. Belum ada pernyataan resmi dari KCIC terkait penyebab kecelakaan. Namun Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Panjaitan, menyebutkan kecelakan terjadi akibat human error. Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) akan tetap berjalan dan bisa selesai tepat waktu.

Proyek Buntung

Sejak awal, proyek KCJB sudah banyak menuai sorotan dan tersandung sederet masalah. Biaya yang terus membengkak dan jadwal penyelesaian molor. Semula direncanakan rampung tahun 2019, tertunda hingga tahun 2023. Prediksi biaya awal sebesar 6,701 miliar dolar AS berubah menjadi 7,5 miliar dolar AS. Pembengkakannya mencapai 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp21,8 triliun dengan asumsi kurs Rp15.596,00.

Faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya antara lain perobohan dan pembangunan ulang tiang pancang, pemindahan utilitas, penggunaan frekuensi GSM, pembebasan lahan, pencurian besi, hingga kesulitan pembangunan terowongan. Bahkan biaya investasinya sudah jauh melampaui dana pembangunan yang pernah ditawarkan Jepang. (kompas.com, 07/08/2022)

Rencananya APBN akan dikucurkan untuk menambal kekurangan dana menggunakan skema penyertaan modal pada BUMN yang terlibat pada proyek tersebut. Padahal di awal, Presiden Jokowi berjanji proyek kereta cepat ini tidak akan menggunakan APBN.

Secara perhitungan, diperkirakan investasi akan kembali dalam 38 tahun. Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, mengatakan harga tiket dipatok Rp150 rb – Rp350 ribu. Saat sudah beroperasi, penumpang ditargetkan 31.215 orang per hari.

Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, mengkhawatirkan proyeksi penumpang tak sesuai harapan yang kemudian berpotensi membebani keuangan negara. Mencapai target penumpang 30 ribu per hari tidak realistis. Berdasarkan data ada total 145.518 orang yang melintas Jakarta-Bandung per hari. 127.133 di antaranya menggunakan mobil pribadi, hanya 2.000-2.500 yang menggunakan kereta api Agro Parahyangan.

Mengalihkan pengendara mobil ke kereta cepat juga tidak mudah. Lokasi stasiun terakhir KCJB berada di pinggiran, tidak sampai jantung pusat Kota Bandung. Perlu waktu tambahan dan kendaraan lagi untuk sampai di pusat kota. Tidak hanya bersaing dengan pengendara mobil pribadi, KCJB juga harus berkompetisi dengan layanan travel. Harga lebih murah dengan menggunakan akses jalan tol dan masuk di pusat kota.

Bagaimana jika KJCB ini sepi peminat? Menaikkan jumlah penumpang dari 3.000 ke 30 ribu bukan perkara gampang. Jika proyek buntung, siapa yang akan menanggung?

Demi Cuan Bukan Pelayanan

Insiden kecelakaan para proyek KCJB ini bukan yang pertama. Pada 22 Oktober 2019 terjadi ledakan pipa minyak Pertamina yang menelan nyawa satu pekerja Cina. Peristiwa ini diakibatkan kesalahan kontraktor dalam menggunakan alat berat KCJB. Selanjutya disusul robohnya pilar proyek kereta dan menimpa ekskavator yang ada di sekitarnya. Pembongkaran pilar yang tidak sesuai SOP menjadi penyebabnya.

Berulangnya kecelakaan dalam proyek ini mengonfirmasi bahwa proyek dikerjakan secara asal-asalan tanpa pertimbangan matang. Padahal nyawa manusia menjadi taruhannya. Bukan persoalan angka, tetapi bagi layanan transportasi, keselamatan dan keamanan menjadi prioritas utama.

Namun, dalam sistem kapitalisme dimana layanan transportasi banyak dikuasai swasta, keuntungan finansial adalah prioritas. Apalagi dengan membengkaknya biaya, bisa terpaksa harus ada penghematan yang bisa memengaruhi kualitas infrastruktur, lantas faktor keamanan terabaikan.

Bidang-bidang yang merupakan kebutuhan masyarakat akan selalu menjadi incaran para pemodal dalam sistem kapitalisme. Transportasi adalah bisnis yang sangat menggiurkan karena sudah menjadi kebutuhan vital masyarakat. Ini merupakan lahan basah untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Jika masyarakat ingin memperoleh keamanan dan layanan maksimum, maka harus membayar dengan harga mahal. Bahkan demi membela para kapital, rakyat bisa dikorbankan. Luhut memastikan KA Argo Parahyangan akan ditutup ketika proyek KCJB ini mulai beroperasi pada Juni 2023 mendatang. Padahal KA Argo Parahyangan telah menjadi andalan warga Jabodetabek untuk ke Bandung, begitupun sebaliknya. Harga tiket yang terjangkau menjadi alasan utama memilih alat transportasi masal tersebut. Dengan harga Rp100 ribu untuk kelas ekonomi dan Rp140 ribu untuk kelas eksekutif, lebih murah dibandingkan tiket KCJB.

Mengapa layanan yang masih layak beroperasi ini dipaksa ditutup padahal dibutuhkan masyarakat? Lagi-lagi demi cuan, rakyat dikorbankan.

Jaminan Keamanan Transportasi dalam Islam

Transportasi sejatinya merupakan hajat hidup orang banyak dan menjadi tanggung jawab negara untuk mengadakannya. Layanan yang aman dan nyaman dengan fasilitas terbaik harus bisa dinikmati semua kalangan dan merata di seluruh wilayah Islam. Rasulullah bersabda, ”Pemerintah adalah ra’in (pengurus) dan penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Keamanan menjadi prioritas karena layanan transportasi berhubungan dengan nyawa manusia. Di sisi Allah, hilangnya satu nyawa seorang muslim merupakan perkara yang lebih besar dari pada hilangnya dunia. Rasulullah bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Tirmidzi 1455, dan disahihkan al-Albani)

Pada masa kepemimpinannya, Umar bin Khattab mengeluarkan biaya besar untuk pengadaan sarana dan prasarana transportasi. Ketika itu, unta menjadi alat transportasi yang banyak digunakan. Umar menyediakan unta dalam jumlah besar bagi yang tidak memiliki kendaraan lalu ingin berpergian ke berbagai tempat di wilayah Jazirah Syam dan Irak. Tidak hanya dari sisi keamanan yang diperhatikan, Umar memastikan para musafir tidak kehabisan bekal. Beliau membangun pos yaitu semacam rumah singgah yang disebut sebagai Dar ad-Daqiq. Di dalamnya tersedia kurma, anggur dan berbagai bahan makanan yang bisa dinikmati secara gratis.

Alat transportasi berikut infrastrukturnya harus berorientasi pada pelayanan terhadap rakyat bukan untuk meraih keuntungan. Karenanya, Umar tidak segan mengeluarkan anggaran besar untuk merealisasikan pembangunan dan perbaikan jalan. Tentunya itu semua membutuhkan dana sangat besar. Dengan semangat menerapkan syariat Islam, Umar melakukan perencanaan keuangan untuk melakukan berbagai pembangunan yang dibutuhkan rakyat yang bersumber dari Baitulmal.

Jika Baitulmal tidak memiliki dana cukup, negara boleh melibatkan pihak ke tiga dengan syarat tidak melanggar hukum syarak seperti pinjaman ribawi. Martabat negara dan kaum muslimin tetap harus dijaga. Tidak boleh pinjaman menggadaikan kedaulatan negara sehingga pihak ke tiga dapat melakukan intervensi yang merugikan rakyat.

Demikian gambaran perbedaan besar antara pengadaan transportasi dalam sistem kapitalis dengan sistem Islam. Jika masyarakat ingin segera menikmati layanan transportasi aman, nyaman dengan biaya terjangkau, penegakkan syariat Islam harus disegerakan dan menjadi perjuangan bersama.[]

Kekeliruan Pemuda dalam Memandang Kebahagiaan

"Pemuda di era kapitalisme ini beranggapan bahwa kebahagiaan itu adalah ketika diri mendapat pengakuan dan penghargaan dari orang lain yang dicapai melalui jalan popularitas, harta berlimpah, fisik, dan penampilan yang sempurna serta memiliki posisi dalam suatu jabatan."

Oleh. R. Bilhaq
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Telah dimaklumi bersama bahwa setiap manusia yang hidup di dunia ini akan berharap kebahagiaan selalu menyertai perjalanan hidupnya setiap saat, kapan pun dan di mana pun dirinya berada. Namun, pemahaman yang salah dalam memandang kebahagiaan ini justru membuat manusia itu sendiri terjerumus ke dalam jurang kehancuran di dunia maupun di akhirat.

Kebahagiaan dalam pandangan Islam adalah ketika manusia mendapat keridaan dari Allah Swt. Sang Pencipta. Untuk mendapat keridaan tersebut tentunya manusia harus melakukan apa-apa yang Allah Swt. inginkan, yakni menaati segala perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya sebagaimana yang termaksud dalam Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya, “Tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.”

Di zaman era media sosial ini, sangatlah mudah melihat dunia luar melalui ponsel yang mana sering dijadikan ajang untuk memamerkan diri hingga tak jarang membuat para pemuda salah satunya tergiur untuk berada di posisi yang sama. Untuk apa? Ya, tujuannya tak lain hanyalah ingin mendapat pengakuan dan penghargaan dari banyak orang sebagaimana yang telah diraih orang-orang sukses dalam anggapan mereka.

Alhasil, tak heran jika mereka menjadi pribadi yang haus akan berbagai macam pujian. Namun, karena ketidakberdayaan mereka dalam mencapai itu semua akhirnya malah membuat diri mereka menjadi pribadi yang insecure. Ya, mereka pun menjadi pribadi yang tidak bersyukur atas besarnya nikmat Allah Swt. yang telah diberikan pada diri mereka.

Semakin besar insecure mengakar dalam diri mereka, semakin besar pula kemungkinan diri mereka akan selalu merasa lelah. Oleh sebab inilah, mereka melarikan diri dengan healing yang merugikan diri seperti nongkrong tak jelas di tengah malam, konsumsi minuman keras, menggunakan narkoba, tawuran, perundungan, pacaran, zina hingga mencapai tahap mengakhiri hidup, sungguh betapa mirisnya.

Tak seperti potret pemuda tersebut di atas, pemuda di zaman kegemilangan Islam pada masa lalu adalah pemuda yang sangat bahagia sebab diturunkannya agama Islam ini ke muka bumi. Mereka pun dikenal sebagai pemuda yang bertakwa karena ketaatannya pada Allah Swt. dan juga Rasul-Nya, Muhammad saw. Nabi yang mulia. Berbanding terbalik dengan pemuda di era kapitalisme ini yang justru banyak terjerumus dalam kubangan kemaksiatan. Berawal dari salah kaprahnya dalam memandang kebahagiaan itu sendiri. Pemuda di era kapitalisme ini beranggapan bahwa kebahagiaan itu adalah ketika diri mendapat pengakuan dan penghargaan dari orang lain yang dicapai melalui jalan popularitas, harta berlimpah, fisik, dan penampilan yang sempurna serta memiliki posisi dalam suatu jabatan.

Dunia ini memang akan selalu terus dipenuhi dengan segala macam hiruk-pikuknya berbagai urusan. Namun, kondisi seperti ini janganlah sampai membuat diri para pemuda berpaling dari tujuan akhir yang sebenarnya, yakni kehidupan akhirat. Anggaplah kehidupan dunia ini sebagai peluang besar untuk terus beramal saleh guna mendapat keridaan Allah Swt. sampai batas waktu yang ditentukan.

Sungguh Allah Swt. tak pernah sekalipun memandang pribadi manusia dari kekayakannya, fisik, apalagi jabatan. Allah Swt. hanyalah memandang ketakwaan yang ada dalam diri tiap-tiap hamba-Nya.
Telah diketahui bersama bahwa di awal-awal dakwahnya Rasululllah saw. dalam menyebarkan agama Islam di Mekkah, para pemuka Quraisy pun sangat merasa gelisah dan khawatir kaumnya akan semakin banyak yang masuk ke dalam agama Islam. Akhirnya pemuka Quraisy tersebut memberikan penawaran kepada Rasulullah saw. dengan berbagai macam kesenangan dunia berupa harta kekayaan, kemuliaan, dan kedudukan dengan syarat berhenti menyebarkan risalah agama Islam yang dibawanya. Apakah Rasulullah saw. Tergiur begitu saja dengan tawaran tersebut? jawabannya tentu tidak, yang ada Rasulullah saw. justru semakin giat dalam berdakwah menyampaikan risalah Islam ini guna mengharapkan keridqoan Allah Swt. Rabb Yang Maha Agung.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya kebahagiaan hakiki itu datangnya hanyalah dari Allah Swt. semata. Dan bisa juga disimpulkan bahwa semua berbagai macam kesenganan di dunia ini tak akan mampu menandingi kenikmatan di kehidupan akhirat kelak. Perlu ditekankan juga bahwa kemaksiatan sama sekali bukanlah sumber kebahagiaan. Jika ada seseorang yang mengaku bahagia ketika berbuat maksiat, ketahuilah itu hanyalah murni sebuah kebohongan yang dilatarbelakangi oleh hawa nafsunya semata. Yakinlah bahwa Allah Swt. satu-satunya yang mampu memberikan penghargaan terbaik bagi para hamba-Nya, di dunia maupun di akhirat kelak.

Ingatlah, bahagianya manusia adalah ketika dirinya melabuhkan hatinya hanya pada Allah Swt. saja. Hatinya hanya akan tenang dengan mengingat asma-Nya dan rida menjalani kehidupan dunia ini dengan berlandaskan pada syariat-Nya. Kuatkan iman agar tidak terpengaruh dengan berbagai masifnya gempuran pemikiran kaum kafir penjajah yang terus mempromosikan kebahagiaan semu pada umat Islam. Percaya penuh sajalah dengan balasan berupa kenikmatan yang telah Allah Swt. janjikan dan yakinlah bahwa hanya dengan aturan Islam yang rahmatan lil’alamin inilah seluruh makhluk yang patuh pada-Nya pasti akan memperoleh kebahagian hakiki yang sempurna.

Jilbab dan Pemahaman Remaja Muslim

"Remaja muslim juga mungkin seperti itu, bisa jadi saat ini, mereka memahami Islam hanya sebagai agama ritual saja. Cukup salat, puasa, zakat, dan pergi haji. Namun, ketika mereka mendengar atau diberi pemahaman bahwa Islam itu adalah agama yang sempurna, yang mengatur semua urusan manusia dari bangun tidur hingga tidur kembali, dari keluarga, masyarakat, sampai negara, mungkin mereka juga akan bersikap awam."

Oleh. Mariyam Sundari
(Kontributor NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Pertama kali saya dijelaskan tentang jilbab itu ketika berada di Sumsel. “Oh, ternyata jilbab itu adalah baju kurung yang menutupi seluruh tubuh,” ujar saya yang selama ini karena mengira jilbab adalah kain yang menutupi kepala yang menjulur sampai dada muslimah. Ternyata perkiraan saya kurang tepat. Alhamdulillah, saya dipertemukan dengan salah satu akhwat (saudara perempuan) dari jemaah Islam Kaffah, Siti (21 tahun). Dia mengajak saya untuk berangkat ke majelis taklim, pada Juni 2010 di salah satu masjid yang ada di Kota Palembang.

Sejak saat itu, saya menjadi paham apa itu jilbab. Dengan terus mengikuti majelis taklim setiap bulan. Sampai akhirnya, tidak hanya paham masalah jilbab dan khimar (kerudung penutup kepala, leher sampai bagian dada), tetapi juga mampu memahami batasan-batasan aurat, termasuk aturan memakai kerudung jilbab sesuai syariat.

Mengenang kejadian lebih dari dua belas tahun silam tersebut, saya mencoba memahami, mengapa saat ini banyak remaja muslim yang tak mengenal agamanya secara menyeluruh. Apakah mereka memang belum memahami seperti saya, ketika pertama kali datang ke majelis taklim? Pasalnya selama ini, yang saya tahu jilbab itu adalah penutup kepala yang menjulur sampai ke dada muslimah. Tiba-tiba, saya dipahamkan lewat penjelasan kalau jilbab itu adalah baju kurung longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan. Jadi, seperti terlihat awam (orang yang tidak paham ilmu).

Remaja muslim juga mungkin seperti itu, bisa jadi saat ini, mereka memahami Islam hanya sebagai agama ritual saja. Cukup salat, puasa, zakat, dan pergi haji. Namun, ketika mereka mendengar atau diberi pemahaman bahwa Islam itu adalah agama yang sempurna, yang mengatur semua urusan manusia dari bangun tidur hingga tidur kembali, dari keluarga, masyarakat, sampai negara, mungkin mereka juga akan bersikap awam.

Oleh sebab itu, mengapa remaja muslim saat ini, masih banyak yang melakukan tindak kriminal, kurang adab, berpacaran, dan lain-lain. Itu dikarenakan pemahaman Islam secara kaffah tidak mereka dapatkan. Mereka hanya tahu, agama itu khusus di masjid. Di luar itu, agama tidak boleh masuk dalam perbuatan, pergaulan, termasuk minimnya pemahaman agama di sekolah, yang hanya diajarkan dua jam dalam sepekan.

Lantas, bagaimana menjadikan remaja muslim supaya paham agama? Harus ada dukungan dari berbagai pihak, antara lain: keluarga, masyarakat dan negara. Namun, yang paling harus berperan adalah negara.

Selain menerapkan pendidikan yang mengedepankan adab di dalamnya, negara juga seharusnya mampu mengarahkan setiap keluarga untuk selalu menanamkan akidah dan akhlak mulia kepada putra-putri mereka. Apalagi dalam masyarakat. Negara harus berupaya menjadikan orang-orang di dalamnya punya rasa peduli terhadap orang lain termasuk remaja. Dengan mengadakan kegiatan-kegiatan remaja yang mampu menjadikan mereka siap memimpin dan dipimpin ke arah yang lebih baik.

Negara juga harus mampu menjadikan masyarakat yang siap melakukan amar makruf nahi munkar. Jika terlihat dalam masyarakat, ada remaja melakukan tindakan yang melanggar syariat, maka mereka akan segera mengatasi, mencegah, mendakwahi, sebagai bentuk rasa peduli dan mencarikan solusi. Cara seperti ini hanya bisa diterapkan dalam negara Islam (Khilafah).

Jika remaja muslim sudah mendapat pembinaan dan pemahaman yang baik dari negara, keluarga dan masyarakat secara menyeluruh. Maka, tidak akan ada lagi yang namanya remaja betindak kriminal, kurang adab terhadap orang yang lebih tua, apalagi pacaran. Yang ada hanya akan melahirkan generasi yang gemilang. Seperti yang tercatat dalam sejarah Islam, Mush’ab bin Umair seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan yang penuh dengan jiwa semangat kemudaan. Sang duta dakwah Rasulullah saw, yang mampu berdakwah, mengislamkan hampir seluruh penduduk Kota Madinah.

Kemudian Muhammad al-Fatih, Sultan penakluk Konstantinopel dalam usia muda (25 tahun). Ini semua dibentuk dari hasil pemahaman pemikiran Islam, mencerminkan sikap Islam, serta akan membentuk kepribadian Islamiyah yang membanggakan.

Saatnya menjadikan remaja muslim untuk paham Islam secara kaffah. Serta menjauhkan dalam diri mereka pemahaman kufur yang merusak. Dengan cara mengajak, membina dan memahamkan Islam dengan sempurna, yang akan menjadikannya cerdas jauh dari keawaman. Sehingga, kehidupan remaja muslim jadi terarah. InsyaAllah bisa.[]