Bola jadi Pemersatu Keberagaman? Ah, Enggak juga, Tuh!

"Sobat, di antara ikatan yang mengikat manusia, ada satu ikatan yang dapat menyebabkan suatu kebangkitan dan pemersatu keberagaman, yaitu ikatan ideologi. Ikatan ini terdiri dari fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) yang dapat melahirkan berbagai aturan dalam sistem kehidupan manusia."


Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sobat, tahukah kamu, bahwa piala dunia sudah digelar sejak Minggu 20 November 2022? Acara yang diadakan di Doha, Qatar ini telah menjadi sorotan dunia. Ini merupakan ajang kompetisi olahraga terbesar di dunia.

Ajang yang katanya menjadi representasi dari pemersatu keberagaman antarbangsa itu, sayangnya mendapat sorotan buruk. Sebab, sempat terjadi kerusuhan saat tuan rumah Qatar sedang bertanding melawan Ekuador. Nah, kalau sudah seperti ini, apakah benar piala dunia pemersatu keberagaman?

Piala Dunia = Fanatisme Berbalut Olahraga

Sobat, kalian masih ingat dengan kejadian yang ada di Kanjuruhan Malang tempo lalu? Ya, kasus kerusuhan yang memakan ratusan korban jiwa. Nah, hal itu diawali adanya fanatisme suporter Arema terhadap klub sepak bola daerahnya yang tidak menerima kekalahan. Lalu para suporter turun ke lapangan dan membuat kerusuhan. Ditambah lagi, adanya tindakan represivitas aparat menjadikan tragedi Kanjuruhan memakan korban jiwa.

Sama dengan kerusuhan yang terjadi di Doha, Qatar, Minggu kemarin. Kerusuhan muncul ketika ribuan pengunjung mencoba masuk kawasan fun zone untuk menyaksikan pertandingan sepak bola. Meski kerusuhan yang terjadi tidak separah yang di Kanjuruhan, namun itu sudah cukup membuktikan bahwa kerusuhan disebabkan juga oleh fanatisme pendukung negara yang sedang berlaga di lapangan.

Sobat, fanatisme yang muncul dari para suporter sejatinya merupakan ikatan yang ada di dalam masyarakat, yang sifatnya lemah dan rendah. Kenapa? Karena ikatan ini muncul dari naluri semata, yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah baqa').

Di mana ikatan ini hanya muncul ketika seseorang mendapatkan rangsangan dari luar tubuhnya. Selain itu, fanatisme golongan juga selalu dikuasai hawa nafsu untuk terus membela golongannya. Sehingga, ikatan ini cenderung menimbulkan perselisihan dengan kelompok lain.

Kalau fanatisme golongan menimbulkan perselisihan, bagaimana dengan nasionalisme? Bukankah nasionalisme yang ada pada diri setiap bangsa telah mampu menyatukan masyarakat bangsa tersebut?

Hm…, kalimat di atas sekilas mungkin benar. Tapi pada hakikatnya sama seperti fanatisme golongan. Kenapa? Simak lebih lanjut penjelasan berikut.

Ilusi Nasionalisme dalam Menyatukan Keberagaman

Sobat, harus dipahami bahwa nasionalisme pada hakikatnya juga merupakan ikatan yang lemah dan rusak. Kenapa? Karena, pertama, ikatan ini bersifat emosional. Artinya, ikatan ini muncul secara tiba-tiba dari perasaan ketika ada rangsangan dari luar yang membuatnya untuk membela diri dan bangsanya, seperti piala dunia. Masyarakat akan terpacu membela negaranya ketika perwakilan negaranya ditandingi oleh negara lain. Ikatan ini sifatnya juga berubah-ubah tergantung kondisi emosi seseorang.

Kedua, ikatan nasionalisme, bersifat temporal. Artinya ia hanya muncul ketika bangsa atau negaranya merasa terancam dengan bangsa lain. Ketika sudah tidak terancam, misalnya dalam piala dunia ada negara yang sudah tidak bertanding atau kalah, maka hilanglah perasaan untuk membela ini.

Ketiga, ikatan nasionalisme memiliki mutu yang rendah. Karena ikatan ini tidak bisa membawa kepada kebangkitan umat. Ikatan ini tidak memiliki aturan yang lengkap dan dapat mengikat manusia yang satu dengan manusia yang lain.

Terus, adakah ikatan hakiki yang mampu menyatukan umat? Tentu saja ada. Apa itu?

Ikatan Ideologi Islam Pemersatu Keberagaman

Sobat, di antara ikatan yang mengikat manusia, ada satu ikatan yang dapat menyebabkan suatu kebangkitan dan pemersatu keberagaman, yaitu ikatan ideologi. Ikatan ini terdiri dari fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) yang dapat melahirkan berbagai aturan dalam sistem kehidupan manusia.

Ideologi yang ada di dunia saat ini ada tiga, yaitu ideologi sosialisme, kapitalisme, dan Islam. Ideologi sosialisme dan kapitalisme tidak mampu membawa manusia kepada ketenteraman hidup. Karena, dua ideologi ini berasal dari akal manusia yang bersifat lemah dan terbatas.

Sedangkan ideologi Islam adalah ikatan yang mampu membawa ketenteraman hidup, karena ideologi ini berasal dari Allah Swt. Yang Maha Menciptakan dan Mengatur. Ideologi inilah yang benar.

Ideologi Islam sendiri faktanya pernah diterapkan di dunia lho, Sobat. Ideologi ini telah diterapkan sejak Rasulullah saw. mendirikan Daulah Islam di Madinah dan dilanjutkan dengan kepemimpinan khulafaurasyidin dan para khalifah hingga berakhirnya Kekhilafahan Utsmaniyah pada tahun 1924.

Khilafah yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama, dan ras, faktanya dapat bersatu dalam satu institusi selama lebih dari 13 abad. Keren banget 'kan? Ini artinya Khilafah sebagai negara Islam yang menerapkan seluruh hukum syarak, telah mampu melebur dan menyatukan bangsa-bangsa tanpa memberangus keberagaman. Kok bisa?

Iya, karena ikatan yang melandasi manusia yang satu dengan yang lain adalah ikatan akidah Islam. Di mana ikatan ini memandang setiap manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt.

Selain itu, ada beberapa hal lain yang membuat Khilafah mampu menjadi pemersatu bangsa dan keberagaman. Pertama, adanya perintah syariat Islam yang membuat masyarakat saling menerima satu sama lain tak pandang suku, ras, maupun agama mereka.

Kedua, adanya pembauran antara masyarakat muslim melakukan pembebasan dengan masyarakat yang dibebaskan. Keduanya lalu tinggal bersama di wilayah yang sama dengan peraturan hidup yang sama, yaitu aturan Islam.

Ketiga, masuknya masyarakat yang dibebaskan ke dalam agama Islam. Hal ini turut memperkuat ikatan di antara masyarakat pada pemerintahan Khilafah.

Keempat, adanya proses perubahan yang sifatnya revolutif dari masyarakat yang telah memeluk Islam. Mereka lantas berusaha menyesuaikan diri untuk beralih dari kondisi tanpa aturan Islam, menjadi kondisi dengan syariat Islam.

Penutup

Sobat, keempat hal di atas ditambah ikatan akidah Islam yang kuat inilah, yang telah membuat masyarakat di dalam negara Khilafah menjadi ummatan wahidatan atau umat yang satu. Mereka bersatu meski tetap saja ada keberagaman bahasa, agama, suku, dan kebiasaan yang mereka lakukan. Selama mereka tunduk kepada aturan Islam, maka selama itu pula Khilafah menjamin hak-hak mereka sebagai warga negara.

Ini semua membuktikan bahwa hanya Khilafah yang mampu mempersatukan umat. Oleh karena itu, ketika umat Islam saat ini terpisahkan dalam berbagai bangsa, maka tak ada jalan lain untuk menyatukannya, kecuali dengan menegakkan kembali Khilafah.

Sebab, tanpa Khilafah umat Islam akan selalu terpisahkan dengan sekat nasionalisme. Sehingga, membuat umat Islam di dalam suatu negeri tidak mampu menolong umat Islam di negeri yang lain. Karena, tidak adanya kekuatan dan persatuan di antara negeri-negeri muslim saat ini.

Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Canva
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Generasi tanpa Nurani

"Saat Islam dipisahkan dari kehidupan, saat itulah masalah demi masalah datang. Umat pun terputus dari pintu rahmat dan kembali ke dasar kehinaan. Semua terjadi akibat kita meninggalkan Islam sebagai landasan dalam kehidupan yang merupakan indikator kebangkitan."


Oleh. Yana Sofia
(Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Jujur, baca berita akhir-akhir ini bikin miris, Guys! Dilansir detik.com (10/11/2022), seorang ibu menghambat laju ambulans dengan mobilnya di jalur Puncak, Bogor. Pengendara lain telah meminta si ibu memberi jalan untuk ambulans, namun ia tetap kekeh sambil berucap, "Nggak mau saya, nggak mau!" Hingga ambulans yang membawa pasien pun tertahan dan membuat jalan macet.

Kemudian, ada pula pejabat publik nih, yakni 8 oknum polisi terindikasi melakukan penyekapan terhadap seorang perawat dan menyerang sebuah rumah sakit di Provinsi Sumut. Dilansir dari tribunnews.com (9/11/2022), Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Polda Sumut) telah menindak 8 oknum polisi ini untuk diberikan sanksi tegas.

Berikutnya, berita datang dari Sulsel. Dikutip dari tvnews.com (23/10/2022), seorang paman di Maros membanting keponakannya sendiri yang masih berusia 4 bulan hingga kepalanya pecah dan otaknya berhamburan ke lantai. Usut punya usut, sang paman rupanya tersulut emosi setelah cekcok dengan adiknya, yakni ibu si bayi. Kasian banget, bayi kecil tanpa dosa itu kehilangan nyawanya.

Bagaimana, Guys, berita yang penulis sebutkan membuat kita geram, bukan? Coba diperhatikan, Guys! Ketiga berita tersebut memiliki satu kesamaan. Yakni hilangnya rasa kemanusiaan dan empati. Entahlah, mungkin rasa peduli mayoritas masyarakat kita telah mati? Menguap bersama iman yang sirna dari relung hati.

Ada individu yang menghambat kerja ambulans yang sedang berusaha menyelamatkan nyawa pasien, paman yang diharapkan melindungi malah menyakiti, lalu polisi yang seharusnya mengayomi malah menganiaya dan menghambat petugas publik (rumah sakit). Semua menunjukkan betapa kacaunya sistem yang membangun bangsa ini.

Menjadi Jahiliah

Rasa muak, aneh, bahkan jijik pasti ada di benak setiap individu yang sadar dan berpikir. Situasi ini adalah masalah yang yang tidak bisa diterima akal sehat manusia. Terlebih pada kasus-kasus yang mempertontonkan sikap matinya nurani. Generasi kita seolah kehilangan adab dan moral. Bahkan bersikap bejat.

Warganet mengumpat, masyarakat marah. Semua mempertanyakan kenapa manusia bisa bersikap di luar akal sehat. "Apa umat ini akan kembali ke masa jahiliah, di mana ayah membunuh anak dan anak membunuh bapaknya tanpa nurani?"

Maka benarlah sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Muslim, “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta …."

Generasi yang mana, itu? Ya, tidak lain generasi di masa jahiliah sebelum Islam datang. Sejarah itu kini terulang kembali di zaman modern hari ini.

Kenapa Begini?

Guys, sebelum Islam datang manusia benar-benar dalam keadaan jahiliah. Manusia hidup tanpa rasa belas kasih. Ayah membunuh anaknya hidup-hidup, ibu diwariskan kepada anaknya, dan kehidupan penuh perbudakan mewarnai kelamnya sejarah sebelum Islam datang.

Lalu Islam datang untuk mengangkat derajat manusia, mengeluarkan manusia dari lembah hina menuju kehidupan bermartabat. Islamlah yang membawa umat keluar dari kegelapan, menuju cahaya Islam yang berilmu pengetahuan dan tingginya sikap manusia.

Jelas, Guys! Rendahnya manusia di zaman jahiliah, Islamlah yang menghapusnya. Islam menjadi faktor kebangkitan umat pada masa itu hingga mampu membawa umat ini menuju puncak emas peradaban manusia. Lalu, kenapa umat Islam hari ini justru berada di posisi sebaliknya? Alih-alih menjadi generasi bangkit, justru mencirikan generasi jahiliah sebelumnya? Rendahnya pemikiran dan jahilnya sikap, persis sebagaimana sabda Rasulullah bahwa umat Islam akan mengikuti kaum sebelumnnya, sehasta demi sehasta.

Ya, sama sebagaimana masa jahiliah sebelumnya. Maka alasan kenapa umat hari ini mundur ke titik terendahnya pun sama. Tidak lain karena meninggalkan Islam sebagai indikator kebangkitannya. Hari ini sekularisme dan kapitalismelah yang menjadi landasan hidup manusia. Menggantikan posisi Islam yang selama ribuan tahun lalu telah mengukir sejarah peradaban terbaik umat manusia.

Saat ini, masyarakat kita memang mayoritas muslim. Memang masih bisa salat. Namun seluruh urusan publik seperti pengelolaan sumber daya alam, pembangunan infrastruktur negara, bahkan segenap kebijakan yang berhubungan dengan kemaslahatan umat telah diatur sesuai 'pesanan' penjajah. Melalui ide sekularisme dan kapitalisme umat dipaksa terpisah dari syariat Islam sebagai satu-satunya landasan hidup dan sumber rahmat dalam kehidupan bernegara.

Saat Islam dipisahkan dari kehidupan, saat itulah masalah demi masalah datang. Umat pun terputus dari pintu rahmat dan kembali ke dasar kehinaan. Semua terjadi akibat kita meninggalkan Islam sebagai landasan dalam kehidupan yang merupakan indikator kebangkitan. Baik dulu di masa jahiliah, maupun sekarang.

Bangsa yang Gagal

Jika kita melihat berbagai masalah hari ini bisa dipastikan sumber masalahnya ada di sistem dan merupakan masalah struktural. Berbagai problem ini lahir dari kegagalan bangsa dalam meriayah dan memenuhi hak-hak rakyatnya. Salah satunya hak bagi generasi untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Rakyat yang dipenuhi hak pendidikannya dengan layak, tidak mungkin berperilaku jahiliah. Rakyat yang diedukasi dengan agama, akan melahirkan pribadi yang bertakwa dan takut berbuat zalim ke sesama. Itu logikanya!

Sayangnya, rakyat bangsa ini diatur oleh sistem kapitalisme yang mengapitalisasi pendidikan. Hanya orang-orang yang berduit yang boleh sekolah. Sementara rakyat miskin dilarang pintar. Ditambah lagi sekularisme telah menjauhkan umat ini dari agama (sumber rahmat). Sehingga berperilaku jauh dari tuntunan syariat. Akibatnya generasi terkungkung kebodohan, jauh dari iman, serta ketakwaan. Maka wajar umat berada dalam kemunduran. Perilaku tak bermoral membingkai potret bangsa yang gagal.

Inilah hasilnya jika Islam dijauhkan dari kehidupan. Ke depan, umat ini akan semakin mundur seiring merosotnya pemikiran akibat terlalu lama berkubang dalam kebodohan. Tentu, jika umat ini tidak segera bangkit berjuang mengembalikan Islam memimpin bangsa, menjadi satu-satunya landasan bernegara.

Khatimah

Jadi Guys, jelas sudah! Sekularismelah pangkal masalah yang membuat generasi muslim hari ini bermasalah, berperilaku tak terpuji sebagaimana bangsa jahiliah. Jadi, jangan tanyakan, "Sampai kapan generasi yang sedang 'sakit' ini sembuh dan keluar dari berbagai kemerosotannya?" Selama sekularisme tidak dicampakkan dari kehidupan untuk digantikan dengan Islam yang terbukti menghapus segala kejahilan, selama itu pula berbagai musibah akan terus berdatangan mengancam bangsa. Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Husnuzon Terhadap Allah

"Jadi, jika doamu ingin memiliki rumah belum dikabulkan, siapa tau Allah menggantinya dengan diberi keluarga yang harmonis dan bahagia. Jika belum mendapatkan jodoh atau momongan, siapa tau Allah menggantinya dengan diberikan kesehatan fisik dan mental."


Oleh. Yana Sofia
(Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sudah menjadi fitrah setiap hamba mengharapkan hal baik dalam hidupnya. Ada yang ingin segera menikah, memiliki momongan, hingga menimang cucu di hari tua. Di samping itu, ada juga keinginan berupa materi supaya mampu beli rumah, naik haji, dan membahagiakan seluruh anggota keluarga.

Sayangnya, berbagai keinginan tersebut terkadang tidak terealisasi sesuai harapan. Beribu doa yang dipanjatkan belum juga mendatangkan jawaban. Kendati usaha telah dikerahkan sebesar keyakinan, namun buah perjuangan belum juga ada hasilnya. Kira-kira, apa yang membuat doa-doa belum dikabulkan? Bagaimana agar kita tetap husnuzan dan tidak putus asa?

Fitrah Manusia

Memiliki harapan dan berbagai keinginan dalam hidup merupakan fitrah bagi setiap manusia. Manusia akan merasa bahagia dan puas saat doa-doanya terkabulkan, dan sebaliknya merasa sedih, bahkan galau saat doanya belum terjawab.

Ya, siapa juga yang tak sedih, jika tiap bertemu keluarga selalu diberondong pertanyaan kapan nikah, kapan punya momongan, kapan kerja, kapan punya rumah sendiri, kapan beli mobil dan seterusnya. Rasa sedih itu wajar, selama ada pada porsinya, tidak melewati batas dengan merutuki nasib dan bersikap putus asa.

Allah menciptakan manusia dengan sebaik ciptaan, telah menyiapkan aturan yang sesuai dengan fitrah manusia. Dijadikan Allah syariat-Nya sebagai landasan dalam perbuatan, halal dan haram sebagai timbangannya. Karenanya, manusia di seluruh alam semesta ini wajib hidup berdasarkan aturan dari-Nya, demi menggapai rida-Nya. Itulah tujuan tertinggi dari ibadah manusia, selain harapan akan ampunan dan pahala dari-Nya.

Yang perlu kita perhatikan, apakah belum terjawabnya doa-doa itu adalah karena dosa? Jika bukan, maka tak perlu menjadikannya sebagai penghalang kebaikan karena sikap putus asa. Bersabarlah dengan segala ketentuan dari-Nya, karena Allah sedang menguji seberapa ikhlas kita dalam menghadapi cobaan dari-Nya.

Setiap Doa Dikabulkan

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 186, yang artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.”

Ayat ini, secara tekstual menjelaskan bahwa Allah akan mengabulkan setiap permohonan hamba-Nya. Lantas, kenapa banyak doa tidak terkabul jua? Merujuk pada ayat tersebut, benar bahwasanya setiap doa dan permohonan hamba akan terwujud. Namun, Allah yang mengasihi manusia, Maha Mengetahui mana yang terbaik bagi setiap hamba, telah menyiapkan jawaban terbaik bagi hamba-Nya dengan ketentuan di luar dari kemampuan berpikir manusia.

Ada tiga cara Allah mengabulkan doa kita. Yakni dengan mengabulkan sesuai pinta, menggantinya sesuai kebutuhan kita, dan terakhir ditunda untuk dijadikan kado spesial di hari pertemuan kelak. Tiga cara Allah mengabulkan doa ini adalah cara terbaik yang Allah persiapan untuk setiap hamba.

Diriwayatkan dari Ahmad dan Al-Bukhari, saat para sahabat bertanya tentang kapan dikabulkan doa. Rasul menjelaskan dengan berkata, "Allah akan mempercepat terkabulnya doa itu saat di dunia, atau Allah akan menyimpan terkabulnya doa di akhirat kelak, dan bisa jadi Allah akan memalingkan keburukan darinya sesuai dengan kadar doanya." Para sahabat saat itu sangat senang mendengar jawaban Rasul, sehingga mereka pun mengungkapkan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa.” Rasulullah saw. bersabda, “Allah akan lebih banyak lagi (mengabulkannya).” (Al-Adab al-Mufrad)

Jadi, jika doamu ingin memiliki rumah belum dikabulkan, siapa tau Allah menggantinya dengan diberi keluarga yang harmonis dan bahagia. Jika belum mendapatkan jodoh atau momongan, siapa tau Allah menggantinya dengan diberikan kesehatan fisik dan mental. Jika kamu merasa hidupmu tak lepas dari ujian, siapa tau Allah sedang menghapus dosa-dosa masa lalu, dan mempersiapkan kehidupan lebih baik sebagai gantinya.

Ya, setiap pribadi yang mengaku beriman pastinya percaya bahwa Allah Yang Maha Penyayang tidak akan zalim kepada hamba-hamba-Nya. Karena itu, kita wajib meyakini bahwa setiap keputusan Allah adalah yang terbaik bagi kita, karena Allah lebih tau apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu." (QS. Al-Baqarah: 216)

Tugas Kita

Hidup ini sebenarnya adalah berkah. Kita wajib mensyukuri setiap qada yang Allah tentukan, berhusnuzan pada setiap ketentuan, sambil meningkatkan ketakwaan. Itulah tugas kita sebagai insan yang beriman.

Tentu saja, segala kepasrahan bukan bentuk kelemahan, karena iman sendiri identik dengan kekuatan bukan lemah. Kekuatan di sini bersumber dari sikap rida, rasa syukur, dan kanaah pada setiap ketentuan yang Allah tetapkan. Buah dari proses berpikir yang panjang dan mendalam. Yang menghasilkan pemahaman yang memengaruhi tingkah laku seseorang. Keimanan ini, hanya lahir dari pribadi yang mengedepankan sikap positif dalam melihat apa-apa di balik kehidupan.

Kekuatan berpikir inilah yang akan mendorong seseorang hamba hidup dengan logika dan akal sehat, berpikir dan berbuat hanya sesuai syariat. Karenanya, dia akan hidup pada poros tujuan (ibadah) yang merupakan tugasnya sebagai manusia.

Dengan landasan keimanan, standar halal dan haram ia 'kan melihat apa pun kondisi hamba adalah baik, selagi bukan bermaksiat kepada-Nya. Maka, belum menikah tak membuat seseorang rendah. Belum dikaruniai momongan tidak membuat hina. Belum memiliki pekerjaan, rumah, kendaraan tidak membuat kita buruk di mata Tuhan.

Yang membuat manusia hina itu adalah ketika Allah berikan berbagai kenikmatan, kemudahan, dan rezeki yang cukup tapi malah digunakan untuk bermaksiat. Tidak bersyukur pada nikmat Tuhan, marah saat diberi ujian, dan bersikap melampaui batas itulah yang membuat seseorang rendah dan buruk di mata Tuhan.

Imam Ibnul Qayyim r.a berkata: "Maksiat adalah salah satu sebab kehinaan, dan apabila seseorang dihinakan Allah, maka tak ada seorang manusia pun bisa memuliakannya."

Khatimah

Jadi, tak perlu merasa hebat saat setiap pinta dikabulkan, tak perlu merasa keren jika memiliki rumah seharga puluhan miliar, punya gedung bertingkat, melancong dengan pesawat pribadi, makan makanan enak, dan berpakaian bagus. Jika kita hidup malah untuk berfoya-foya dan tidak mengindahkan berbagai perintah dan syariat-Nya. Sungguh, tak perlu merasa hebat! Di hadapan Allah kita tetaplah manusia rendah karena hidup membangkang kepada-Nya.

Begitu pun, tak perlu sedih jika berbagai doa dan permohonan belum dikabulkan. Karena tugas kita hidup adalah untuk ibadah. Anggap semua yang luput adalah ujian untuk menaikkan kelas iman. Allah Maha Mendengar apa yang kita doakan, selama tidak dalam bermaksiat kepada-Nya, yakinlah Allah sedang merencanakan doa-doa itu terkabulkan dengan cara yang lebih indah. Wallahu'alam…[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com