Pembimbing Terbaik

“Salah satu pesan darinya adalah bahwa dakwah bukan profesi, tetapi setiap profesi wajib berdakwah.”


Oleh. Nurjanah Triani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Setiap perempuan tentu menginginkan pembimbing yang baik dalam hidupnya, tak terkecuali aku. Namun, kala itu, doaku berputar haluan. Aku tak lagi meminta laki-laki yang pintar dalam hal pengetahuan agama. Bukan tak mau tepatnya, tetapi aku merasa untuk menjadi pembimbing pun tentu memerlukan ilmu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar membuatku tersadar bahwa ilmu saja tidak cukup. Akan menjadi PR yang lebih rumit, saat ia tahu ilmu agama, tetapi enggan menerapkannya. Maka, kuubah doaku untuk meminta Allah mengirimkan laki-laki yang hanif, laki-laki yang mau menerima kebenaran. Perihal ilmu agama, bisa kita cari bersama-sama. Sebab, ilmu bak lautan yang tak pernah habis untuk dipelajari. Orang yang hanif, meskipun terlambat mengetahui, ia akan mudah menaati apa yang ia pelajari. Begitu pikirku.

Datanglah ia kala itu. Belum lama aku mengenalnya. Namun, ia mengawali niatnya dengan mengatakan, “Saya belum banyak mengenal Islam. Bahkan, saat ini saya masih belajar tahsin untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an saya.”

Perkataan itu mengetuk hatiku. Melihat kejujurannya atas kekurangan yang ia sadari dan melihat kesungguhannya belajar hal dasar yang banyak disepelekan orang lain, akhirnya kujatuhkan pilihan kepadanya. Dia, yang ingin sama-sama belajar bersamaku.

Setelah 2,5 tahun kami bersama, aku menyadari beberapa hal tentangnya. Tentang siapa sesungguhnya sosok imam yang selama ini menjagaku. Saat aku menemaninya bertemu dengan rekan kerja, kukira itu hanya akan menjadi pertemuan singkat perihal bisnis semata. Namun, ternyata aku keliru. Pertemuan bisnis itu ia selimuti dengan pembahasan agama. Ia selipkan dakwah-dakwah ringan dalam perbincangan itu. Aku tertegun tatkala ia begitu serius menceritakan salah satu tokoh pembawa pengaruh Islam yang kuat di dalam negeri, yaitu almarhum Koh Steven Indra Wibowo. Begitu hafalnya ia dengan runutan kehidupan tokoh tersebut yang sangat menginspirasi banyak orang muslim saat itu. Penjelasannya membuat lawan bicara mengangguk kagum terhadap sosok yang diceritakan.

Pemandangan itu sangat menusukku. Tatkala aku yang sudah diamanahi tugas dakwah saja masih begitu sulit untuk menjadikan obrolan biasa ke arah obrolan dakwah. Namun, ia yang katanya masih belum tahu banyak tentang Islam, justru begitu mudah menyampaikan dakwah. Aku tertegun sembari menyimak apa yang ia sampaikan kepada rekan kerjanya. Aku berkata lirih dalam hati, “Ya, Allah, inikah sosok sesungguhnya yang Engkau amanahkan untuk menjagaku? Untuk menjadi suamiku?”

Dalam pandanganku sebelumnya, ia hanya seseorang yang sedang belajar tentang Islam, yang katanya belum banyak mengenal Islam. Namun, apa ini? Bahkan, cara berdakwahnya sangat elegan. Tak terlihat oleh lawan bicaranya bahwa ia sedang berdakwah, walaupun sebenarnya itulah yang dilakukannya. Ya, Allah, bahkan aku sebelumnya tak meminta laki-laki dengan pengetahuan Islam yang tinggi. Namun, yang Engkau beri justru ia yang telah terbiasa menyebarkan ilmunya dengan dakwah.

Masih dengan tertegun, aku mulai menyelisik. Ia yang di dalam rumah lebih banyak bersenda gurau bersamaku, ternyata bisa amat serius tatkala berhadapan dengan yang didakwahi. Benar bahwa ia di dalam rumah lebih sering bergurau. Pun dalam menyampaikan nasihat, selalu diiringi dengan gurauan.

Aku teringat beberapa agendanya belakangan ini. Salah satunya adalah menjadi wasilah rekan-rekannya untuk menyalurkan makanan Jumat berkah. Dia membuat list orang-orang yang ingin ikut berbagi Jumat berkah. Kemudian uang yang terkumpul dari mereka, ia olah menjadi makanan yang bisa dibagikan usai salat Jumat. Aku memenuhi perintahnya untuk menyiapkan makanan dan mengemasnya dari bahan-bahan yang telah ia beli. Ia lalu memintaku untuk membagikan makanan tersebut. Saat itu, aku tak berpikir apa pun. Aku hanya berpikir itu perintah suami kepada istrinya. Namun, setelah kembali kuselisik, aku teringat bahwa ia tahu kalau aku orang yang mudah menangis saat melihat orang-orang yang kurang mampu di jalanan. Aku selalu berkata kepadanya, “Mas, aku ingin sekali membantu mereka saat kita sudah mampu nanti, ya.” Ah, ya, ia memang sengaja membuat aku yang harus membagikan makanan dengan tanganku sendiri karena itu adalah salah satu keinginanku sebelumnya. Katanya, “Sayang, untuk berbagi, tak harus menunggu kaya. Jika kita tidak mampu materi, maka kita bisa memberikan tenaga.”

Kembali kuputar memoriku, mengingat agenda lain yang sedang ia tekuni saat ini. Yaitu, membantu orang lain terbebas dari riba. Memang sedari lama ia terkenal sebagai pembangun bisnis angsuran sesuai syariat. Tujuannya adalah agar orang-orang yang membutuhkan barang tak lagi harus berhubungan dengan riba. Namun, di luar itu, agenda yang baru ia jalani adalah membantu memberikan pinjaman untuk orang-orang yang sedang terlilit utang riba. Riba yang begitu mengerikan dan mencekik di tengah masyarakat, membuat hatinya tergugah untuk mengumpulkan orang-orang baik yang sama-sama ingin membantu.

Aku melihat perjuangannya dalam meyakinkan rekannya untuk ikut dalam penggalangan dana bantuan ini. Bahkan, ia menjadikan dirinya sendiri sebagai jaminan andai orang yang akan dibantu dengan pinjaman untuk melunasi riba justru melepas tanggung jawabnya. Iya, jaminannya tak main-main. Yaitu kepercayaan orang-orang terhadapnya. Uang yang dibutuhkan kala itu bukanlah sebesar satu atau dua juta rupiah, melainkan hampir 100 juta rupiah. Jumlah yang sangat besar. Begitu pula risikonya. Artinya, andaikan orang yang akan dibantu itu melepas tanggung jawabnya begitu saja, maka ia yang harus mengganti uang rekan-rekannya tersebut.

Jangan tanya bagaimana peranku saat itu. Jika dipikirkan, aku yang merupakan istrinya pun tentu akan mendapatkan imbas serupa dengannya kalau hal-hal yang tidak diinginkan itu terjadi. Namun, melihat tekad, ketulusan, dan keinginannya untuk membebaskan orang lain dari riba yang merupakan dosa besar, tentu aku melihat itu sebagai upaya dakwah yang luar biasa. Menjauhkan hamba-hamba Allah dari dosa besar riba bukan hanya dengan mendakwahkan secara lisan, tetapi juga memberikan solusi berupa bantuan. Tentu itu senilai dengan upaya menerapkan salah satu hukum Allah tentang haramnya riba. Tidak mungkin aku tidak mendukungnya. Konsekuensinya sudah ada di depan mata. Sebagai istri yang menginginkan sehidup sesurga bersamanya, maka tugasku saat situasi tersebut adalah menguatkan dan meneguhkan langkahnya serta mendukung setiap keputusan yang memang ia upayakan untuk dakwah. Aku yakinkan kepadanya bahwa aku tidak apa-apa. Bahkan, jika Allah mengambil harta yang telah dititipkan sebagai konsekuensi dari pilihan tersebut, maka aku siap menemaninya dalam keadaan apa pun nantinya.

Benar. Selama ini kukira, ia tak membimbingku karena di dalam rumah, ia hanya menjadi teman bergurauku. Namun, ternyata banyak hal yang tak kusadari bahwa itu merupakan didikan seorang suami kepada istrinya. Ia selalu beranggapan bahwa dirinya tak pantas menyampaikan dakwah. Namun, di sisi lain, saat ia mendapatkan ilmu baru, ia merasa terbebani saat tak bisa menyebarkan ilmu tersebut. Akhirnya, lewat obrolan ringan, dakwah itu masuk pada lawan bicaranya. Tak sedikit kutemukan dalam setiap percakapan di media sosialnya, terdapat pesan yang menanyakan kepadanya terkait suatu permasalahan. Tak sedikit pula jawaban darinya merupakan ajakan untuk mendekatkan diri pada Ilahi dan ilmu yang sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh rekannya tersebut. Tentu itu merupakan peluang dakwah yang besar.

Kuingat lagi salah satu keinginanku. Yaitu membangun masjid di desa. Ternyata ia sudah mengabulkannya, meski lewat cara yang berbeda. Ia membuat proposal-proposal pada rekan kerjanya tentang pembangunan masjid di suatu desa. Ia sebarkan niatnya tersebut hingga banyak orang yang ingin turut mendanai pembangunan masjid. Dana pun terkumpul hingga pembangunan masjid bisa berjalan dengan lancar. Keuangan kami memang belum cukup untuk membangun masjid secara langsung. Namun, ia tak kehabisan akal untuk mewujudkan salah satu mimpi istrinya. Ia menggunakan cara lain yang bisa dilakukan. Ternyata, cara itu justru membuat orang lain turut mendapatkan pahala darinya. Ia menjadi wasilah orang lain berbuat baik dan membuka kesempatan untuk orang lain mendapatkan pahala yang luar biasa. Aku tak sadar bahwa hal itu ternyata merupakan didikan darinya. Melaui tindakan, ia ingin menyampaikan bahwa saat kita sudah memiliki niat yang kuat, tak ada yang bisa menjadi alasan untuk tidak melakukannya, termasuk persoalan materi.

Lamunanku terhenti. Kupandangi ia yang masih berkutat dengan perbincangan bersama rekan kerjanya sembari tersenyum. Akhirnya, aku menemukan definisi ana uhibbuka fillah yang sesungguhnya. Bukan hanya terucap sebagai gombalan semata. Namun, sebagai bentuk persahabatan yang saling menguatkan dalam menggapai keridaan-Nya. Karena kecintaannya kepada Allah itulah yang membuatku makin mencintainya. Kecintaanku kepadanya membuatku jauh lebih ingin mendapatkan cinta-Nya. Salah satu pesan darinya adalah bahwa dakwah bukan profesi, tetapi setiap profesi wajib berdakwah.[]


Photo: Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Hi Gen Z, Let's Speak Up Islam

"Sobat muslim, untuk dapat memahami semua konsep aturan di dalam Islam, maka sobat harus senantiasa mengkaji Islam secara intensif dan berkala. Tak hanya itu, sobat juga harus turut menyuarakan Islam di kalangan remaja dan masyarakat, agar para pemuda memahami syariat Islam dengan benar. So, let's speak up Islam."


Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kamu termasuk generasi Z? Itu lho, generasi yang lahir antara tahun 1996 sampai 2009. Nah, bagi kamu yang merasa gen Z, kira-kira apa sih yang terjadi pada generasi Z saat ini?

Apakah generasi penuh prestasi? Atau generasi drakor? Generasi bucin? Atau yang lainnya?

Sobat, berbicara dengan generasi, maka tak jarang setiap generasi memiliki karakteristik yang berbeda. Seperti generasi Z saat ini. Pasalnya, generasi ini termasuk generasi yang turut mengalami naik turunnya kehidupan lantaran pernah merasakan masa pandemi Covid-19. Sebuah masa yang merenggut banyak nyawa, termasuk generasi muda. Ditambah lagi, dengan adanya sekolah via daring alias dalam jaringan turut membuat generasi saat itu sempat mengalami "learning loss" karena pembelajaran jarak jauh.

Akibatnya, karakter pemuda termasuk pemuda muslim sebagian besar turut mengalami degradasi moral. Tak jarang pemuda sekarang yang melakukan perbuatan kemaksiatan, seperti berzina, minum miras, memakai narkoba, dan mengalami gangguan kesehatan mental atau mental illness. Sebagian dari pemuda tak ragu saat melakukan tindakan self harm atau tindakan menyakiti diri sendiri hingga bunuh diri. Bahkan, para pemuda juga tak segan melakukan tindakan kriminalitas, seperti yang terjadi akhir bulan Oktober lalu. Sebanyak 23 pelajar di Medan tertangkap karena melakukan tindakan onar dan merampok dua sepeda motor milik warga. Astagfirullah al-'azim.

Sobat, kalau sudah seperti ini, adakah solusi untuk mengatasi degradasi moral yang terjadi di kalangan gen Z saat ini?

Sobat muslim, perlu disadari bahwa fenomena pemuda khususnya remaja saat ini, merupakan dampak dari penerapan ideologi kapitalisme. Di mana ideologi ini menjadikan sekularisme atau paham yang memisahkan aturan agama dari kehidupan menjadi landasan berpikirnya. Sehingga, landasan terbentuknya semua peraturan atau adanya sistem peraturan dalam kehidupan tak lepas dari sekularisme.

Dalam sistem pendidikan, ideologi kapitalisme menerapkan sistem pendidikan berbasis sekuler. Pendidikan agama yang di dalamnya terdapat nilai moral tak dianggap penting, bahkan dianggap radikal dalam pendidikan sekuler. Dalam sistem sosial diterapkan paham liberalisme atau kebebasan, khususnya dalam berperilaku, berpendapat, berkeyakinan, dan berpakaian. Para pemuda juga disuguhkan dengan kesenangan yang bersifat materi semata melalui food, fun, fashion, and make up.

Dalam sistem ekonomi, diterapkan ekonomi kapitalistik yang sarat untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Sehingga melahirkan budaya konsumtif dan hedonis di tengah-tengah masyarakat. Karena dunia ekonomi selalu berinovasi dan mempromosikan kebutuhan hidup yang sejatinya hanya bersifat kesenangan dan bukan kebutuhan pokok. Dalam sistem hukum, terbebasnya remaja usia di bawah 18 tahun dari jeratan dan kurungan hukum turut memperparah kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja.

Walhasil, semua itu menyebabkan terjadinya degradasi moral atau penurunan tingkah laku yang disebabkan tidak adanya kesadaran di dalam diri pemuda. Degradasi moral juga terjadi karena kemerosotan berpikir pemuda yang terbatas hanya untuk mencari kesenangan yang bersifat materi. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan agama Islam.

Sobat muslim, harus dipahami bersama bahwa Islam bukan hanya agama dan akidah spiritual semata. Namun, Islam terdiri dari akidah ruhiyah (spiritual) seperti rukun iman dan juga akidah siyasah (politik) yang membahas konsep kepengurusan umat. Oleh karena itu, Islam tidak hanya mengatur ibadah spiritual namun Islam juga mengatur semua aspek kehidupan seperti aspek sosial, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.

Dalam sistem peraturan hidup dalam Islam, semua aturan dilandasi oleh keimanan kepada Allah Swt.. Semua peraturan yang diterapkan juga harus senantiasa sesuai dengan syariat Islam. Dalam sistem pendidikan, pendidikan Islam harus berlandaskan akidah Islam. Akidah Islam menjadi pembelajaran awal dan utama di setiap jenjang pendidikan. Dalam sistem sosial, Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan, Islam mewajibkan seluruh muslim menutup aurat, memiliki akhlak mulia serta memiliki kepribadian yang islami.

Dalam sistem ekonomi, Islam melarang praktik ribawi, korupsi, investasi bodong, dan segala muamalah yang melanggar hukum syarak. Dalam bidang hukum, sanksi tegas diberikan kepada para pelanggar syariat Islam yang telah balig. Dalam bidang politik, kepengurusan segala urusan rakyat, termasuk pemuda diurus sesuai dalil-dalil syar'i yang terperinci. Pemuda muslim juga akan dipahamkan makna politik yang benar. Sehingga, pemuda muslim dapat menjadi agen perubahan dan menjadi pemuda visioner serta tidak mudah terjerumus ke dalam hawa nafsu semata.

Semua konsep aturan kehidupan di dalam ajaran Islam hanya dapat diterapkan secara keseluruhan dengan adanya sistem pemerintahan Islam. Sistem pemerintahan ini tentu membutuhkan institusi negara Islam sebagai penerap seluruh syariat Islam. Oleh karena itu, permasalahan yang menimpa pemuda khususnya remaja merupakan permasalahan kompleks yang membuat solusi secara sistemik.

Sobat muslim, untuk dapat memahami semua konsep aturan di dalam Islam, maka sobat harus senantiasa mengkaji Islam secara intensif dan berkala. Tak hanya itu, sobat juga harus turut menyuarakan Islam di kalangan remaja dan masyarakat, agar para pemuda memahami syariat Islam dengan benar. So, let's speak up Islam. Karena ini merupakan kewajiban sebagai seorang muslim. Ini juga merupakan bagian dari kepedulian dan kecintaan kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Karena sesungguhnya, umat Islam yang satu dengan yang lain adalah bersaudara. Umat Islam juga ibarat satu kapal sebagaimana sabda Rasulullah saw.

Disebutkan dari Nu'man bin Basyir bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Permisalan untuk orang yang menjaga larangan-larangan Allah dan orang yang melanggar larangan-larangan Allah adalah bagaikan kelompok orang yang berada di dalam sebuah kapal. Ada sebagian orang yang mendapatkan bagian di atas dan sebagian lainnya di bagian bawah kapal itu. Ketika yang berada di bagian bawah ingin mengambil air, maka ia harus melewati orang-orang yang ada di atasnya. Mereka lalu berkata, "Andaikan kita membuat (satu) lubang di bawah kita, tentu tidak mengganggu orang yang ada di atas kita". Seandainya orang yang berada di atas membiarkan orang yang di bawah melakukannya, maka semuanya akan binasa. Jika mereka (orang yang berada di atas) melarang perbuatan orang-orang yang berada di bawah demikian, maka mereka selamat dan selamat juga semua penumpang kapal itu." (HR. Bukhari)

Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo: Canva
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ilusi Kesejahteraan dengan Pendidikan Vokasi

”Pendidikan vokasi adalah jalan pintas bagi korporasi untuk mencetak pemuda melalui pendidikan dengan segenap ilusi janji kesejahteraannya. Kesejahteraan yang diwarnai pengorbanan kehidupan untuk berperan sebagai budak korporat.”


Oleh. Sonia Padilah Riski
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang cukup diminati saat ini, dengan prospek yang menjanjikan untuk langsung memasuki dunia kerja. Banyak yang menempuh pendidikan vokasi dengan harapan untuk mendapatkan kesejahteraan dalam perekonomiannya.

Tetapi, berdasarkan data dari BPS mengenai tingkat pengangguran di Kalbar menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari tahun 2019 ke tahun 2020 sebesar 1,46% dan meningkat di tahun 2021 sebesar 0,01% (Pontianakpost.com, 14/10/2022).

Jika demikian, ada yang salah dengan tujuan dan pengelolaan pendidikan vokasi ini. Padahal, serapan untuk pendidikan vokasi cukup besar dibandingkan dengan pendidikan lainnya. Karena jaminan kesejahteraan yang dijanjikan.

Dilansir dari Suarapemredkalbar.com (1/11/2022), pendidikan vokasi harus selaras dengan kebutuhan industri. Agar mengurangi tingkat pengangguran, yang salah satunya disebabkan banyaknya lulusan pendidikan vokasi tidak sesuai kebutuhan industri. Benarkah pendidikan bisa disesuaikan dengan pesanan? Mengapa demikian?

Pendidikan Vokasi, Ajang Cari Buruh Korporat

Pendidikan adalah hal dasar yang wajib dipenuhi bagi seluruh rakyat. Beda halnya jika tujuan pendidikan bukan lagi mencetak generasi intelektual melainkan mencetak komuditas bagi industri. Pendidikan vokasi adalah jalan pintas bagi korporasi untuk mencetak pemuda melalui pendidikan dengan segenap ilusi janji kesejahteraannya. Kesejahteraan yang diwarnai pengorbanan kehidupan untuk berperan sebagai budak korporat.

Tak jarang, anggapan bahwa semakin tinggi ijazah maka semakin sejahtera hidupnya selalu melintas dalam kehidupan masyarakat. Sejahtera adalah sebuah tindakan yang amat didambakan masyarakat saat ini. Sudah sering kita lihat bahwa yang memiliki pendidikan rendah sangat minim perekonomiannya.

Maka solusi yang ditawarkan pun adalah mendirikan SMK bagi masyarakat yang tidak mampu untuk memasuki jenjang perguruan tinggi. SMK dibentuk dengan jaminan, bahwa lulusannya menjadi siap kerja. Siap untuk memenuhi layanan korporat. Tentu tidak sedikit, yang berminat untuk meneruskan ke pendidikan vokasi (SMK). Tetapi permasalahannya adalah fungsi pendidikan yang seharusnya memberikan generasi ahli sesuai dengan bidangnya tidak lagi ada. Melainkan pendidikan hanyalah ajang untuk mencari bibit buruh yang akan diperkerjakan sebagai budak korporat.

Hal ini sudah diketahui khalayak umum. Sekolah pun menjanjikan siswa dan siswinya akan bekerja dengan perusahaan ternama. Sejalan dengan program Kemendikbudristek saat ini yang memiliki program bahwa semua lulusan baik itu SMK maupun perguruan tinggi akan memenuhi standar perusahaan. Alasannya adalah untuk mengurangi tingkat pengangguran. Jika demikian, maka pendidikan adalah pintu awal menuju budak korporat.

Pendidikan dalam Kapitalisme

Kapitalisme sejatinya tidak hanya mengatur urusan ekonomi belaka, tapi hampir semua sektor juga diatur. Permasalahan yang cukup sering terjadi adalah semua sektor tersebut diatur dengan landasan ekonomi. Salah satunya adalah pendidikan.

Pendidikan adalah hal dasar yang wajib dijalankan oleh masyarakat dengan negara sebagai pemenuhannya. Keadaan saat ini tidak demikian. Memang benar bahwa negara telah menyediakan sarana dan prasarana untuk pendidikan, tetapi kenapa masih banyak masyarakat yang tidak sekolah?

Mayoritas masyarakat mengeluhkan tingginya biaya pendidikan dalam negara kapitalisme. Rakyat sekadar mencukupkan diri pada jenjang tingkat pendidikan tertentu, karena melihat semakin tinggi pendidikan semakin mahal pula biayanya.

Pendidikan dalam kapitalisme tidak mencetak pemuda-pemuda yang cerdas akan intelektualnya, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Ketika mereka sekolah, harus ada imbal balik yang diterima jika sudah menempuh tingkat pendidikan yang tinggi.

Bukan hanya krisis intelektual saja, tapi pemuda dalam kapitalisme juga krisis identitas agama. Bayangkan saja, kapitalisme yang didirikan atas dasar sekularisme akan membentuk pemuda yang sekadar memiliki pemikiran duniawi tanpa ada unsur agama.

Tujuan Pendidikan Islam

Berbeda halnya jika pendidikan yang diatur dalam Islam. Islam telah memberikan kontribusi besar dalam ilmu peradaban dunia. Hanya saja, kaum muslim saat ini masih silau dengan kontribusi barat dalam memegang pengaruh peradaban.

Di masa Kekhilafahan Abbasiyah, ilmu begitu cemerlang. Banyak lahir ilmuwan, intelektual yang memberikan sumbangsih terhadap umat. Masyarakat tidak perlu memikirkan betapa tingginya biaya yang akan dikeluarkan, semua itu ditanggung oleh negara. Begitu pula dengan sarana dan prasarana yang di dapatkan.

Seperti yang disampaikan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nidzhomul Islam pada bab Rancangan Undang-undang Dasar bahwa politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa Islami. Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan dasar strategi tersebut. Tujuan pendidikan itu sendiri adalah membentuk kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan pengalaman dalam kehidupan.

Begitu pula dengan tsaqafah Islam harus diajarkan di semua tingkat pendidikan. Sehingga kaum muslim tidak hanya mendapatkan pendidikan dari segi ilmu saja tetapi pemahaman kehidupan, dunia, dan akhirat turut dijadikan standar kurikulum dalam Islam. Tidak akan ada terbesit sedikit pun mengenai pemikiran bahwa pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan industri.

Pendidikan dalam Islam bukan hanya mencetak kepribadian Islami saja, tetapi juga mencetak pemimpin atau khalifah yang memiliki kesadaran bahwa setiap umat manusia akan menjadi seorang pemimpin. Di mana aturan yang digunakan adalah aturan Allah Swt.

Seperti firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 30 yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di bumi, “ Mereka berkata,”Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (TQS Al-Baqarah: 30)

Butuh Institusi

Kesejahteraan tidak akan pernah ada selama kapitalisme masih diterapkan pada segala sektor kehidupan. Pendidikan kapitalisme tidak akan mencetak generasi yang memiliki pemikiran cemerlang (fikrul mustanir). Karena sejatinya, pendidikan hanyalah komoditas semata yang menjadi jembatan untuk menuju budak korporat.

Islam hadir untuk mengatur seluruh kehidupan manusia. Termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan dalam Islam diatur sesuai dengan kurikulum Islam. Peran pendidikan yang bisa mencetak berbagai ilmuwan, memberikan kontribusi dalam penerapan kehidupan manusia. Salah satunya adalah Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi (ilmuwan matematika), Ibnu Sina (bapak kedokteran), Al-Idrisi (penemu peta bola bumi), dan masih banyak yang lainnya.

Penerapan pendidikan dengan kurikulum Islam tidak akan pernah terwujud, jika tidak ada regulator atau institusi negara yang turut mendukungnya. Hanya Khilafahlah, satu-satunya institusi yang bisa menjadi regulator untuk menjadikan pendidikan sebagai pencetak peradaban terbaik.

Khatimah

Begitu sempurnanya Islam dalam mengatur kehidupan manusia. Sehingga, kita sendiri yang akan merugi jika tidak menerapkan Islam dalam kehidupan. Wallahu’alam bi ash-shawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tak Perlu Risau dengan Prasangka

"Ingatlah prasangka itu belum tentu benar. Jadi, mengapa juga hal ini menjadi beban dalam melangkah menjalani kehidupan?"


Oleh. Dewi Kusuma
(Pemerhati Umat dan Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Keki…
Yah kenapa juga keki? Setiap manusia silakan saja berprasangka apa pun itu. Apakah hal tersebut merugikan kita? Sepertinya…yah acuhkan saja, tak perlu dipusingkan dengan prasangka orang lain untuk diri ini.

Mereka berhak berprasangka apa pun itu menurut pribadi mereka. So… tak perlu menjadi ganjalan hati yang tak nyaman untuk diri dalam berbuat. Lakukan saja yang melegakan hati kita. Pastinya harus dengan standar hidup yang benar dan sahih ya.

Kadang kita sering terpengaruh dengan prasangka yang negatif terhadap diri. Tentunya ini membuat hati dan kiprah kita jadi terhenti. Ingatlah prasangka itu belum tentu benar. Jadi, mengapa juga hal ini menjadi beban dalam melangkah menjalani kehidupan?

Orang lain yang berprasangka itu tetap enjoy, bahkan mungkin lupa ataupun memang sengaja berbuat demikian agar diri ini terhenti dalam beraktivitas. Mengapa juga harus dipusingkan dengan prasangka? Hal ini 'kan belum tentu kebenarannya. Biarlah semua berlalu hingga suatu saat ditunjukkan oleh Allah mana yang benar.

Sifat iri, dengki, marah, egois, kasih sayang, bahkan cinta itu ya manusiawi. Biar semua berjalan sesuai dengan kodratnya. Yang perlu menjadi sandaran tentunya harus sesuai dengan apa yang telah Allah gariskan.

Kembalikanlah kepada tujuan awal dari kehidupan. Allah menciptakan kita umat manusia tak lain dan tak bukan hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Selain itu tak perlu membuat hati kita kesal, risau ataupun galau maupun langkah jadi terhenti.

Santai sajalah…
Jika mereka berprasangka yang tidak sesuai dengan yang diri ini lakukan berarti itu hak dia, dan urusan dia nantinya 'kan ada pertanggungjawabannya dihadapan Allah. Jika kita merasa membenarkan prasangka yang orang lain sampaikan untuk diri ini, maka hal tersebut tentunya menjadikan introspeksi diri, untuk langkah selanjutnya agar diri ini lebih baik lagi dalam bertindak.

Segala sesuatu akan menjadi positif bila kita menyikapi dengan ketulusan hati. Pikirkan dan lakukan yang menjadikan diri ini lebih baik. Suatu kesalahan itu ya wajar saja karena kita adalah manusia yang tercipta sebagai mahluk yang lemah. Tentunya membutuhkan yang lain untuk menopang kehidupan yang dijalani.

Banyaknya kekurangan yang kita miliki semestinya harus menjadikan diri untuk terus belajar. Tak satu pun manusia yang tidak pernah berbuat salah. Semua kesalahan mesti menjadi motivasi diri agar terus berusaha dan bangkit menjadi lebih baik. Teruslah melangkah menjadi fokus untuk menggapai rida Allah. Jangan teperdaya dengan prasangka. Bukankah Allah Swt sudah menyampaikan dalam Firman-Nya agar kita tidak boleh berprasangka?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ

"'Hai orang-orang yang beriman, jauhilah memperbanyak prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa.''(QS. Al Hujarat (49 ) ayat 12 )

Begitu juga Rasulullah saw mengingatkan dalam hadis Abu Hurairah :
إياكم والظنَّ فإنَّ الظن أكذَبُ الحديثِ

''Takutlah kalian berprasangka, karena ia merupakan sedusta-dusta perkataan.''

Hidup di dunia ini hanyalah sementara. Tak perlu lelah dengan urusan dunia, lelah dan khawatirlah dengan urusan akhirat. Akhiratlah tempat tinggal kita yang abadi.

Ya Rabb jangan Engkau sibukkan aku dengan urusan dunia. Pantaskanlah aku untuk memperoleh rida-Mu ya Rabbana…

Sufyan ats-Tauri rahimahullaah berkata:
"Hendaklah sahabat dekatmu adalah orang yang bisa membuatmu zuhud terhadap dunia dan menanamkan kerinduanmu pada akhirat (surga). Jangan engkau  bersahabat dekat dengan para pecinta dunia yang terlalu banyak membincangkan urusan dunia. Sebab hal demikian bisa merusak agamamu dan hatimu. Perbanyaklah engkau mengingat mati. Perbanyaklah beristigfar atas dosa-dosamu yang telah lalu. Mohonlah kepada Allah keselamatan (dirimu dan agamamu) dalam menjalani sisa usiamu." (Al-Asbahani, Hilyah al-Awliya', 7/82)

Meski aku bukanlah wanita yang tanpa salah, namun diri ini hanya ingin menjadi yang terbaik. Aku abaikan segala prasangka yang bisa membuat sesak di hati serta merusak jalannya kehidupan. Diri ini hanya ingin bisa bermanfaat untuk yang lain.

Sobat…
Bantu aku untuk tidak salah langkah. Jiwaku tak ingin tergoda dengan buruknya sangka. Meski diri ini jauh dari sempurna. Aku hanya mau hidupku penuh manfaat. Seluruh lukaku, aku hanya berharap akan menjadi keridaan yang Engkau limpahkan.

Yuk jauhkan prasangka, raih keberkahan hidup demi Jannah yang kudamba.


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com