Tingginya Kriminalitas, Islam Solusi Tuntas

"Kegagalan mengatasi kasus kriminal sejatinya berpangkal dari sistem, yakni sekuler kapitalisme. Keberadaan sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan, membuat individu masyarakat mudah tersulut emosi dengan perkara yang sepele, dan menganggap nyawa manusia itu tak ada artinya. Fakta ini pun makin mengkhawatirkan karena sanksi yang diterapkan tidak berefek jera pada pelaku dan tidak melindungi korban."


Oleh. Khatimah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Maraknya kasus kejahatan yang terjadi semakin mempertinggi kriminal dan ketidakamanan di negeri yang mayoritas muslim ini. Indonesia yang dikenal penduduknya memiliki kesantunan dan tatakrama yang baik, namun hal tersebut sepertinya hanya sebuah ilusi. Mereka mudah tersulut emosi dengan hal sepele hingga berakhir pada penganiayaan dan pembunuhan.

Seperti yang terjadi di Cangkuang Bandung, kasus penganiayaan yang dilakukan oleh orang tidak dikenal (OTK), yang mengenakan jaket ojek online (Ojol) hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Menurut saksi, Subekti, yang merupakan tetangga terdekat sempat mendengar teriakan korban yang meminta tolong dan melihat pelaku keluar dari rumah korban dan pergi mengendarai motor. Saat Subekti masuk ke rumah korban, di ruang tamu terlihat korban sudah tergeletak bersimbah darah. Korban merupakan mahasiswa Universitas Padjajaran (UNPAD), hal itu dibenarkan oleh Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi kepada wartawan melalui sambungan telepon. Corrida Athoriq Muhammad Bagja angkatan 2018, telah membuat geger warga Komplek Perumahan Gading Tutuka Residen 2, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.

"Korban yang dibantu warga menuju Rumah sakit Otista Kabupaten Bandung untuk mendapat penanganan langsung, tidak dapat terselamatkan." ujar Kombes Pol. Kusworo Wibowo. (NewsJabar.id 11/11/2022)

Kasus yang sering terulang, membuat masyarakat resah. Adanya kasus di atas telah menunjukkan lemahnya sistem keamanan di negeri ini. Negara yang bertanggung jawab menjaga keamanan dan menjamin kebutuhan pokok masyarakat (sandang, pangan, papan), kesehatan, juga pendidikan hingga saat ini belum terwujud. Negara seharusnya bergerak cepat dalam mengatasi permasalahan di tengah-tengah masyarakat, agar tidak terus terjadi kasus yang sama.

Kejahatan seperti sebuah tontonan belaka yang diekspos media sosial dan televisi tanpa adanya tindakan yang tegas, bahkan hukum yang ada tidak membuat jera para pelaku kriminal, justru sebaliknya mereka makin berani meski berulang kali keluar masuk bui. Penjara sepertinya tidak bisa mengubah para napi lebih baik saat bebas. Ini seharusnya yang menjadi perhatian negara agar tidak kejahatan tidak semakin meningkat.

Kegagalan mengatasi kasus kriminal sejatinya berpangkal dari sistem, yakni sekuler kapitalisme. Keberadaan sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan, membuat individu masyarakat mudah tersulut emosi dengan perkara yang sepele, dan menganggap nyawa manusia itu tak ada artinya. Fakta ini pun makin mengkhawatirkan karena sanksi yang diterapkan tidak berefek jera pada pelaku dan tidak melindungi korban.

Sistem sekuler kapitalisme telah gagal memberi perlindungan dan keamanan bagi rakyat, tapi meski telah nampak kerusakan akibat sistem ini, negara masih kekeuh untuk bisa mempertahankan. Tentunya hal ini sangat mustahil karena hukum yang dipakai melenceng dari aturan pencipta. Pada hakikatnya sang Khaliklah sebaik-baik pembuat hukum untuk mengatur urusan bumi beserta isinya.

Islam yang pernah tegak dalam sebuah peradaban terbaik di dunia, hingga lebih dari 13 abad lamanya, mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi umat manusia yang dinaunginya, muslim atau pun nonmuslim. Karena Islam memiliki seperangkat aturan untuk mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam aturan tersebut dengan aturan sahih. Salah satunya penerapan sanksi atas pelaku kejahatan, seperti hukum qishas yang terdiri dari dua macam: pertama, qishas jiwa yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan. Kedua, qishash anggota badan, yakni hukuman atas tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.

Untuk menerapkan sanksi qishas, negara yang ditunjuk syariatlah yang berwenang. Sebab, negara ini berfungsi sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung). Maka, menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat adalah sebuah keniscayaan terwujud. Selain itu, upaya membangun ketakwaan individu serta budaya amar makruf senantiasa digencarkan dalam berbagai program, baik dalam sistem pendidikan atau sosial. Saat keimanan sudah terjaga, individu dan masyarakat akan mampu untuk mengerem atau menahan diri untuk melakukan perbuatan dosa seperti tindakan kriminal.

Selain menjaga akidah masyarakat, negara juga berkewajiban dalam memenuhi kebutuhan pokok warga negaranya. Tentunya hal ini tidak hanya sekadar memberi, namun ada edukasi kepada masyarakat akan kewajiban menafkahi keluarga dengan cara yang halal. Negara akan memberikan kemudahan lapangan pekerjaan yang luas tentunya dengan gaji yang mencukupi kebutuhan hidup.

Begitu besar peran negara Islam terhadap apa yang dipimpinnya, karena kepala negara adalah perisai tempat berlindung dan mengadu bagi rakyatnya sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, Orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikan pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan pada Allah Swt. dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasai dan Ahmad)

Inilah peran negara hakiki, yang sangat menentukan apakah warganya bisa hidup sejahtera, terhindar dari kejahatan, hingga mendapat perlindungan harta dan jiwanya. Islam yang memiliki aturan sempurna menjadi solusi pasti dalam menyelesaikan segala jenis permasalahan hidup manusia maupun urusan bernegara. Sebagaimana Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu." (TQS. Al-Maidah:58)

Wallahu a'lam bishawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Uang Digondol Akibat Terjerat Pinjol

"Kealpaan mahasiswa hari ini dalam proses berpikir adalah kesalahpahamannya memahami jati diri dan kehidupan. Ada mispresepsi di informasi yang dimiliki. Ia memandang hidup ini sebatas pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani. Maka, semua yang dikehendaki diamini."


Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com, Penulis Buku Sebab Perasaan bukan Tuhan)

NarasiPost.Com-Apa yang ada di benakmu waktu dengar kata "mahasiswa"? Idealis dan berpikiran berpikir kritis. Semacam itu kan? Tapi, ratusan mahasiswa ini menyedihkan sekali. Mereka ditipu dengan modus investasi ditambah jeratan pinjol.

Apes. Mungkin itu yang dirasakan sedikitnya 333 mahasiswa di Jawa Barat. Bukan untung malah buntung. Maksud hati ikut investasi, malah merugi. Mereka ditipu dengan modus penjualan fiktif. Penipu menawarkan keuntungan penjualan 10% dari penjualan tersebut. Mereka diminta membeli barang di toko online penipu dengan pura-pura sudah menerimanya. Jika tidak punya uang, para korban diarahkan pinjam ke pinjol atas nama masing-masing mahasiswa. Penipu berjanji akan membayar semua pinjaman itu. Tentu saja palsu, semua hanya tipu-tipu. Setelah uang masuk ke kantong penipu, tak ada kabar. Kini setiap mahasiswa tersebut menanggung pinjaman online, sampai dikejar debt collector.(Detikfinance, 17/11/22)

Gaya Hidup Konsumtif

Hari ini apa-apa butuh duit. Belum lagi, di mana-mana iklan berseliweran. Barang tidak penting dikemas jadi sangat menggiurkan. Jiwa konsumtif dibangkitkan.
Dari seleb TV dan seleb medsos dengan followers berakhiran "k", sampai rakyat jelata yang pengikutnya hampir tak ada, semua mengiklankan produk di media sosial mereka. Entah itu endorsement, ataukah afiliasi, semua menjajakan produk dagangan. Orang-orang berbondong jualan atau pun menjualkan. Kita yang tak punya uang, bagaimana lagi jika terpaksa ingin jajan?

Ditambah maraknya aktivitas digital, dunia bergerak sangat cepat. Ini-itu dipajang di media sosial. Muncul penyakit kekinian disebut FOMO (fear of missing out), takut ketinggalan tren. Parahnya, ketakutan itu juga muncul saat melihat pencapaian orang lain. Ketika teman satu per satu berhasil bekerja di tempat impian, semakin besar kita punya angan. Ketika teman berhasil memiliki harta bergerak, tiba-tiba hati kita merana dan tersentak. Kita menganggap semua pencapaian mereka adalah kesuksesan hakiki yang sama pula harus kita miliki.

Menggapai Sukses Sejati

Padahal, apa sih sukses itu? Beberapa paragraf di atas adalah gambaran ideologi kapitalisme yang telah menancap kuat di sanubari umat. Kapitalisme membentuk satu persepsi bahwa bahagia adalah perkara materi. Mandiri dan matang adalah perkara harta dan uang. Tidak kaya sama dengan tidak jaya. Itulah definisi sukses dalam kapitalisme. Maka tak aneh jika investasi singkat digadang-gadang jadi jalan ninja para mahasiswa. Inginnya, sedikit langkah, namun cepat berbuah. Bahkan ketika modal tak ada, pinjol adalah jawaban. Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah utang riba, dibawa kabur pula. Kasihan sekali anak Adam abad ini.

Berbeda dengan Islam. Definisi sukses seorang muslim adalah ketika dia berhasil mewujudkan rasa cinta pada Allah dalam semua aktivitas dalam hidupnya. Syariat Islam dipahami sebagai bentuk kasih sayang Allah pada hamba. Maka, ketaatan dilakukan atas dasar romantisme iman. Muslim sukses adalah ketika ia mampu menghadirkan Allah dalam setiap denyut nadi. Ia menjalani kehidupan dalam rel perintah dan larangan Ilahi.

Sayang sekali, yang tampak hari ini adalah sifat pragmatisme mahasiswa. Bukankah, mahasiswa itu idealismenya tinggi?Bukankah layaknya "maha-siswa" itu memiliki tingkat berpikir yang lebih tinggi (daripada "siswa")? Setiap hari manusia bertemu terik mentari pagi, tenggelam di kala senja, apakah tak membuatnya berpikir?

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang berakal." (QS.Ali Imran, 190)

Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab At-Tafkir, akal didefinisikan sebagai proses pencerapan fakta ke otak melalui alat indra kemudian dikaitkan dengan informasi yang dimiliki sebelumnya. Kealpaan mahasiswa hari ini dalam proses berpikir adalah kesalahpahamannya memahami jati diri dan kehidupan. Ada mispresepsi di informasi yang dimiliki. Ia memandang hidup ini sebatas pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani. Maka, semua yang dikehendaki diamini.

Padahal, hakikatnya manusia adalah hamba. Ia ciptaan Allah dalam rangka menyuguhkan taat dan menjauhi maksiat. Satu-satunya tujuan hidup di dunia adalah rida Tuhannya. Dalam pemenuhan potensi hidup manusia, baik gharizah maupun hajatul udowiyah, ada koridor cinta dari Sang Maha Cinta, Allah subhanahu wata'ala. Digariskan syariat agar manusia hidup selamat. Itulah persepsi yang benar terkait bagaimana anak Adam memandang kehidupan.

Khatimah

Sejatinya seorang hamba, ketika naluri di hati menggebu ingin dielu, harusnya sebelum mengamini ia bertanya pada Tuhannya dulu: apakah boleh diperjuangkan atau harus ditangguhkan. Sebab Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala apa yang ada di hidup manusia telah jelas term and condition-nya. Masalahnya, maukah kita peduli dan patuh pada itu semua? Wallahua’lam bishowab.[]


Photo : Canva
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kongres Ulama Perempuan Indonesia, Akankah Membawa Perubahan?

"Meski KUPI hadir untuk memberikan perubahan bangsa, sayangnya KUPI masih menjadikan nasionalisme sebagai sumber untuk memperkuat wawasan kebangsaan dan keberagaman di Indonesia. Padahal, nasionalisme merupakan ide dan ikatan yang lemah dan rusak bagi umat manusia."


Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang diselenggarakan di Ponpes Hasyim Asy'ari, Jepara, diisi dengan tiga halaqah kebangsaan dengan tema yang berbeda. Pertama, meneguhkan peran ulama perempuan dalam merawat dan mengokohkan persatuan bangsa. Kedua, temu tokoh agama dalam meneguhkan peran ulama perempuan untuk memperkuat kebangsaan. Ketiga, merumuskan strategi bersama untuk percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Dari ketiga halaqah yang disajikan, diharapkan keberadaan ulama perempuan Indonesia mampu menyelesaikan problem kebangsaan, kesetaraan, kekerasan terhadap anak dan perempuan, serta rusaknya akhlak (Tribunnews.com, 25/11/2022).

Jika dilihat sekilas, adanya KUPI dengan tujuan untuk menyelesaikan problem kebangsaan merupakan hal yang baik. Namun, akankah KUPI mampu membawa perubahan?

Sekularisme Sumber Masalah Bangsa

Meski KUPI hadir untuk memberikan perubahan bangsa, sayangnya KUPI masih menjadikan nasionalisme sebagai sumber untuk memperkuat wawasan kebangsaan dan keberagaman di Indonesia. Padahal, nasionalisme merupakan ide dan ikatan yang lemah dan rusak bagi umat manusia.

Setidaknya ada tiga kelemahan dalam ikatan nasionalisme. Pertama, bersifat emosional dan lahir dari naluri mempertahankan diri semata. Kedua, bersifat temporal. Ikatan nasionalisme hanya muncul saat bangsa terancam saja. Ketiga, ikatan ini lemah dan tidak dapat membawa kebangkitan. Ikatan ini tidak mampu mengikat manusia karena tidak memiliki seperangkat aturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

Sedangkan untuk permasalahan lain, maka KUPI menyerahkan kepada para pemangku kebijakan yang ada di dalam sistem pemerintahan saat ini. Hal ini jelas merupakan langkah yang kurang tepat. Faktanya, berbagai problem yang menimpa bangsa merupakan dampak dari penerapan sistem demokrasi yang berbasis pemisahan agama dalam kehidupan.

Sistem ekonomi kapitalistik, sistem sosial liberal, sistem hukum yang tebang pilih, sistem pemerintahan yang sarat money politic, dan lainnya merupakan bukti dari penerapan ideologi kapitalisme yang diterapkan negeri dengan akidah sekuler.

Sekularisme yang diterapkan juga telah membuat perempuan selalu menjadi korban atas kebijakan sistem. Seperti, tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan serta buruknya sikap yang diterima oleh pekerja rumah tangga. Semua ini terjadi tatkala negara menyerahkan segala aturannya kepada aturan buatan manusia yang bersifat lemah dan terbatas. Akibatnya, aturan yang ada justru membawa kesengsaraan hidup manusia. Oleh karena itu, untuk membawa perubahan yang hakiki umat Islam membutuhkan solusi yang berasal dari Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk semua makhluk-Nya. Yaitu, solusi yang berasal dari Islam.

Islam Pembawa Perubahan Hakiki

Islam hadir dengan seperangkat aturan yang mengatur segala aspek kehidupan. Islam merupakan solusi atas segala permasalahan hidup manusia. Termasuk dalam masalah yang menimpa bangsa, seperti kekerasan terhadap anak dan perempuan, rusaknya moral, dan buruknya perlakuan terhadap pekerja rumah tangga.

Islam memandang bahwa semua muslim wajib terikat oleh hukum syarak. Muslim harus senantiasa berpikir dan bersikap sesuai dengan syariat Islam. Islam tidak membenarkan tindakan kekerasan dan tindakan yang dapat merusak akhlak seorang muslim. Dalam sistem pemerintahan, Islam juga mewajibkan adanya negara Islam, yakni Khilafah yang menerapkan seluruh syariat Islam dalam segala aspek kehidupan.

Keberadaan Khilafah merupakan implementasi dari seruan Allah Swt. agar kaum muslimin masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 208.

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu sekalian ke dalam agama Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."

Khilafah juga wajib memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara di dalam memelihara akal, akidah, keturunan, jiwa, harta, kehormatan, keamanan, dan negara. Sehingga, tindak kekerasan, rusaknya moral, dan yang lainnya dapat teratasi. Tak hanya itu, perubahan di dalam kehidupan masyarakat juga akan terjadi.

Adapun terkait keberadaan ulama perempuan, Islam juga memiliki pandangan tersendiri terhadap hal ini. Dalam Islam, ulama memiliki peran penting, karena ulama merupakan pembatas antara jalan kebaikan dan keburukan. Termasuk, adanya ulama perempuan. Ia memiliki peran besar untuk memahamkan masyarakat akan syariat Islam.

Perempuan muslim atau muslimah pada dasarnya memiliki peran domestik dan publik yang turut mempengaruhi kondisi generasi dan bangsa. Dalam peran domestik, ia merupakan ibu sekaligus pendidik dan pengatur rumah tangganya. Dalam ranah publik, ia merupakan bagian dari masyarakat yang berperan mengontrol dan mengoreksi pemerintah. Berdakwah, menyampaikan amar makruf nahi mungkar, serta menyuarakan penerapan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, adanya KUPI hendaklah dijadikan sebagai ajang untuk menyuarakan dan mengajak masyarakat agar bersegera menerapkan Islam kaffah.

Penutup

Besarnya peran muslimah di dalam kehidupan bernegara sudah seharusnya di arahkan untuk mengembalikan kehidupan Islam yang pernah hadir pada masa Kekhilafahan Islam. Terlebih adanya ulama perempuan, seharusnya merekalah yang menjadi garda terdepan di dalam menyuarakan risalah Islam. Sebab, merekalah pewaris para nabi. Di tangan merekalah risalah Islam tetap terjaga. Bersama mereka pula akan terwujud sistem pemerintahan yang penuh keberkahan, yakni Khilafah Islamiah.

Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pamer

"Jika kita melihat realita yang terjadi hari ini, perilaku pamer memang tak hanya menjangkiti anak kecil, tetapi juga orang dewasa. Apalagi ada media sosial yang sangat efektif menjadi wadah untuk pamer. Makanya beberapa waktu lalu muncul istilah flexing yang cukup populer di kalangan pengguna medsos."


Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Suatu hari anakku yang nomor tiga, berusia 5 tahun, menyampaikan kepadaku tentang apa yang didengarnya dari teman sebayanya di komplek perumahan kami. “Bunda, si Melati (nama samaran) dia pamer banget tau, waktu aku ke luar, eh dia ngomong sama si Luna (nama samaran) punya mainan terbaru ada lima, disebutin warnanya dan harganya mahal-mahal katanya.”

Aku yang mendengar cerita anakku hanya tersenyum. Sepertinya memang seperti itulah kebiasaan anak kecil, suka ‘pamer’ apa yang dimiliki. “Yaudah nggak apa-apa, dengerin aja…” jawabku.

“Tapi kan pamer itu nggak boleh ya Bun, itu kan sombong!” kata anakku dengan wajah polosnya.

“Iya, mungkin si Melati belum ngerti. Jadi ya biarin aja, tapi kalau kamu berani boleh tuh dinasihatin supaya jangan begitu lagi.” jawabku kemudian. Aku mencoba mendudukan persoalan dengan sudut pandang benar-salah menurut timbangan syariat, bukan pemakluman atas anak kecil.

“Padahal kalau mau pamer, aku juga punya mainan banyak ya Bun, bagus dan mahal juga.” kata anakku sambil terkekeh.

“Hus! Nggak boleh gitu…kita harus tetap rendah hati, Nak.” ujarku. Anakku mengangguk.

Jika kita melihat realita yang terjadi hari ini, perilaku pamer memang tak hanya menjangkiti anak kecil, tetapi juga orang dewasa. Apalagi ada media sosial yang sangat efektif menjadi wadah untuk pamer. Makanya beberapa waktu lalu muncul istilah flexing yang cukup populer di kalangan pengguna medsos. Flexing artinya memamerkan harta benda lewat media sosial.
Bukan hal yang langka jika kita menemukan di media sosial orang-orang yang memposting gambar atau tulisan berupa benda atau kekayaan yang dimiliki. Misalnya, “Alhamdulillah, akhirnya bisa juga nih kebeli tas Hermes yang selama ini diimpikan.” Disertai gambar tas branded di tangan.

Atau ada juga caption berupa cerita yang menggambarkan aset kekayaannya. Pertanyaannya? Buat apa? Agar dipandang orang sebagai kaum borjuis? Big No! bukan karena iri aku menulis demikian, namun hanya sebagai renungan agar kita tidak terperosok ke dalam sesuatu yang Allah murkai. Karena sangat tipis batas antara riya dengan tahaddus binni'mah. Maka, niat pelakunya di sini sangat menentukan. Riya itu berarti ada keinginan di dalam hati untuk mendapatkan pujian dari manusia alias mengharap rasa takjub dari manusia. Ini dilarang oleh Allah karena akan menjerumuskan pelakunya ke dalam penyakit hati.

Sedangkan tahadus binni’mah adalah sesuatu yang dianjurkan Allah untuk dilakukan, yakni menyebutkan nikmat yang kita peroleh. Hal itu semata-mata dalam rangka bersyukur kepada Allah Swt. Sebagaimana Allah firmankan, "Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Ad-Duha [93]: 11)

Menurut Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin yang terkategori tahaddus binni’mah adalah bersedekah secara terang-terangan agar orang lain termotivasi melakukan hal serupa. Jadi, jelaslah bahwa motivasi pelaku flexing ini harus diluruskan, jangan sampai menjadi sesuatu yang Allah benci karena amalnya sekadar mengharap pujian dan penghormatan manusia, bukan dalam rangka menyempurnakan syukur atas nikmat. Allah Swt telah menegaskan dalam firman-Nya di surat An-Nisa ayat 38, “Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil seitan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.”

Aku pribadi lebih sepakat jika seorang muslim tidak banyak mengumbar harta kekayaan yang dimiliki, karena selain khawatir akan menjebloskan kita pada riya’, juga menghindari diri kita untuk senantiasa merasa perlu disanjung oleh manusia alias gila pujian. Sungguh, tipu daya setan amat nyata, dia senantiasa mengembuskan bisikan kepada hati kita agar bergeser dari ketaatan dengan cara yang mungkin tidak kita sadari.

Cukuplah Allah yang kita damba rida-Nya, bukan sanjung puji manusia. Tetapi memang tak dimungkiri bahwa di sistem kehidupan hari ini, sifat matrealistis sudah menjangkiti hampir semua benak kaum muslimin. Kaum ‘berada’ akan lebih dihargai eksistensinya ketimbang kaum papa. Mereka yang berpunya akan lebih dihormati, ketimbang yang jelata akan mudah diremehkan. Beginilah kejamnya sistem kapitalisme, membentuk mindset mulia-terhina berdasarkan timbangan materi semata.

Aku pernah mendapat cerita dari seorang teman, bahwa dirinya ditolak oleh seorang tokoh ketika berkunjung ke rumahnya untuk melakukan kontak dakwah dengannya. Ketika itu, temanku berboncengan motor berdua. Namun, di lain kesempatan, temanku datang sendiri-sendiri, yang satu naik motor dan yang satunya naik mobil pribadi. Tak disangka, si tokoh langsung menyambutnya dengan semringah dan penuh antusias. “Ibu bawa mobil sendiri?” tanyanya saat menyambut di halaman. Binar matanya kian menyala tatkala tahu tempat tinggal temanku yang membaw mobil pribadi berada di lingkungan elite. Ya Rabbi….sungguh miris aku mendengarnya. Tetapi memang demikianlah faktanya. Ah, dari percakapan seorang anak TK, aku jadi banyak mengambil hikmah tentang kehidupan. Dan membuatku kian bermuhasabah bahwa kehidupan ini layaknya fatamorgana, banyak menggoda kita dengan sanjung puji, namun kita lupa bahwa sesungguhnya apa yang kita punya adalah titipan dan amanah dari-Nya saja.Wallahu'alam bis shawab[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Sekularisme, Biang Tingginya Kriminalitas

"Selama sistem kapitalis masih bertengger di negeri ini maka kejahatan, kekerasan, dan pembunuhan akan terus berulang. Maka, selayaknya harus segera ditinggalkan. Hanya dalam sistem Islamlah bisa terwujud jaminan keamanan bagi rakyatnya. Khilafah sebagai institusi tertinggi mempunyai tanggung jawab penuh untuk melindungi rakyatnya."


Oleh. Sulaesih
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Berbicara tentang kriminalitas tentu akan terlintas di dalam benak kita hal-hal yang sangat mengkhawatirkan dan meresahkan bagi kita. Karena secara istilah, kriminalitas itu sendiri mempunyai makna suatu tindakan/perilaku yang dapat merugikan orang lain baik secara ekonomis maupun psikologis dan suatu tindakan yang melanggar hukum serta norma-norma sosial dan agama yang berlaku di suatu negara. Sebagai manusia tentu kita menginginkan kehidupan yang normal yaitu kehidupan yang aman damai dan sejahtera tanpa ada rasa takut dan was-was dalam menjalani kehidupan.

Apalagi akhir-akhir ini telah terjadi beberapa kasus tindakan kriminal seperti kejahatan, kekerasan bahkan pembunuhan di beberapa kota khususnya di wilayah Kabupaten Bandung. Media sosial pun diwarnai dengan berita kekerasan dan pembunuhan seperti kekerasan yang terjadi kepada ART (Asisten Rumah Tangga) yang dilakukan oleh pasutri (pasangan suami istri) yang merupakan majikan korban yang bernama Rokhimah di Cimahi.

Kemudian kasus penusukan seorang anak perempuan sepulang mengaji oleh pemuda yang bernama Ical di Cimahi. Ada juga kasus penyerangan geng motor di pintu tol Baros Cimahi. Selain itu, peristiwa pembegalan yang terjadi Kepada seorang pria bernama Edi Sugandi, warga Ranca-Emas sepulang kerja pukul 02.00 WIB dini hari.

Dari beberapa kejadian tersebut menunjukan bahwa negara telah gagal memberi jaminan keamanan bagi rakyatnya. Kita dipaksa untuk menjaga diri kita sendiri secara individu, padahal negara seharusnya berperan sebagai ra'in atau junnah bagi semua rakyatnya. Inilah yang akan terus terjadi ketika sistem kapitalisme masih dijadikan sebagai sistem kehidupan di negeri ini. Maka, jaminan keamanan dari negara sulit untuk kita dapatkan. Karena negara hanya berfungsi sebagai regulator saja.

Dalam sistem kapitalis sekuler penyebab terjadinya tindak kekerasan dan pembunuhan mempunyai dua faktor. Pertama, faktor individu pelakunya yaitu tidak terbangunnya keimanan yang kuat sehingga pelaku tidak takut dosa dan meremehkan nyawa manusia. Individulistis, minim empati, dan sekalipun menolong malah dituduh jadi tersangka. Rasa kemanusiaan sudah hilang atau memilih lebih baik tidak menolong karena takutnya jadi tertuduh atau berujung ke penjara. Kedua, faktor lemahnya penegakan hukum yang tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Hukum yang berlaku saat ini tumpul ke atas tajam ke bawah. Bagi para pejabat negeri yang melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara hukumannya tidak sebanding dengan rakyat jelata, misalnya dalam pencurian motor. Rakyat kecil masuk sel jeruji sedangkan si koruptor masih bisa tersenyum dan masih ada fasilitas yang berbeda di sel tahanan. Itu pun bisa tawar-menawar dan bisa bebas begitu saja.

Oleh karena itu, selama sistem kapitalis masih bertengger di negeri ini maka kejahatan, kekerasan, dan pembunuhan akan terus berulang. Maka, selayaknya harus segera ditinggalkan. Hanya dalam sistem Islamlah bisa terwujud jaminan keamanan bagi rakyatnya. Khilafah sebagai institusi tertinggi mempunyai tanggung jawab penuh untuk melindungi rakyatnya. Khilafah akan melindungi rakyatnya dari segala hal yang merusak atau mengganggu bahkan membahayakannya. Sebab abai dan lengahnya negara dalam melakukan kontrol terhadap rakyatnya akan menimbulkan keresahan di mana-mana.

Dengan penjagaan yang dilakukan oleh negara yang menerapkan syariat Islam, maka peluang terjadinya tindak kekerasan, pembunuhan, dan tindak brutal dapat dicegah dan diatasi. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah di bandingkan terbunuhnya seorang muslim" (HR. An-Nasai)

Hadis tersebut teraplikasikan dalam syariat Islam tentang sanksi dimana pelaku pembunuhan dalam Islam mendapat hukuman yang keras. Ada tiga jenis sanksi pidana syariat bagi pelaku pembunuhan, tergantung pilihan yang diambil oleh keluarga korban.

Pertama, hukuman mati atau qishas.

Kedua, membayar diyat atau tebusan /uang darah.

Ketiga, memaafkan. Sanksi yang tegas berfungsi sebagai jawabir (pencegah ) dan zawajir (penebus) dosa membuat efek jera bagi para pelaku pembuat kriminal dan sanksi ini akan meminimalisasi pelaku kejahatan, perampokan, dan pembegalan

Dengan begitu rakyat tidak akan mau melakukan kejahatan yang serupa di samping sanksi yang tegas Khilafah juga akan menjamin kesejahteraan juga membangun suasana ketakwaan di masyarakat yang didukung sistem pendidikan Islam yang diberlakukan Khilafah. Sehingga masyarakat akan terbentuk menjadi pribadi yang bertakwa dan takut dengan kemaksiatan. Masyarakat juga terbentuk menjadi masyarakat yang Islami yang senantiasa beramar makruf nahi mungkar.

Untuk itu, maka mari kita bersama-sama berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islam. Supaya hidup kita menjadi tenang tanpa diganggu rasa takut dan khawatir bila kita atau suami dan anak-anak keluar rumah. Hanya dengan menerapkan sistem Islam dan sanksi yang diberlakukan oleh negara, maka kasus kriminalitas bisa diatasi.

Wallahu a'lam bish-shawab.


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kesabaran yang Indah

"Sesungguhnya hanya mereka yang bersabarlah yang akan dicukupkan dengan pahala tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)


Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor Narasipost.Com)

Narasipost.Com-“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) dengan kesabaran yang indah.” (QS. Al-Ma'arij: 5)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa sabar yang indah adalah ketika kita tidak mengeluh, emosi, ataupun protes atas musibah yang sedang menimpa kita. Ulama yang lain mengatakan bahwa sabar yang indah adalah bahkan lingkungannya tidak mengetahui, bukan karena mereka tidak peka, melainkan karena kita yang sedang terkena musibah tidak mengumbar dan tidak cerita kepada siapa pun kecuali kepada Allah.

Hanya kepada Allah, ia mengadukan segalanya. Sabar adalah menahan diri untuk tidak mengeluh kepada manusia atas musibah yang sedang menimpa. Terkecuali jika memang ada hajat, bisa jadi karena penyakitnya ia sampaikan kepada dokter untuk mencari obat, atau ia sampaikan kepada gurunya, ahli ilmu, ataupun ulama demi mencari solusi. Mungkin berat, tetapi ketika itu bisa dilalui, maka hidup kita akan indah.

Sabar merupakan sebuah kewajiban jika kita telah mengetahui bahwa bersabar itu ibadah. Para ulama menjelaskan bahwa sabar ada tiga: "Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan atau kelalaian, sabar dalam mengerjakan ketaatan, khususnya amalan yang wajib, serta sabar dalam menghadapi musibah.”

Bagaimana menjadi orang yang sabar? Tentunya dengan melatih diri kita agar bisa bersabar. Karena hidup adalah ujian yang tak akan pernah habis hingga ajal menjemput, maka latihan sabar ini pun harus kita lakukan sepanjang hidup kita. Baik dalam melaksanakan ketaatan, meninggalkan kemaksiatan, maupun menerima takdir yang menimpa, kita senantiasa membutuhkan kesabaran. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam yang bersabda dalam hadis Imam Bukhari: “Dan siapa saja yang berupaya untuk sabar, niscaya Allah akan menganugerahkannya kesabaran.”

Tak bisa dimungkiri, sebagai manusia kita pasti mempunyai emosi. Terlebih ketika saat-saat pertama terkena musibah, maka tak jarang perasaan sedih, marah, tak terima, kaget, dan sebagainya muncul dalam diri kita. Namun, kapankah sabar itu harus kita lakukan? Maka yang harus kita ingat adalah petuah mulia dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dalam hadis Imam Bukhari berikut: "Sesungguhnya sabar itu pada entakan pertama ujian menimpa."

Sabar mempunyai kedudukan yang utama dan istimewa di hadapan Allah. Bahkan, kelak manusia yang masuk surga pun akan disambut pertama kali oleh para malaikat di depan gerbang pintu surga dengan ucapan "Selamat atas kesabaran kalian." Dan Allah dalam surah Az-Zumar ayat 10 menegaskan bahwa, "Sesungguhnya hanya mereka yang bersabarlah yang akan dicukupkan dengan pahala tanpa batas."

Harus kita pahami bahwa cara Allah menyayangi kita adalah bukan dengan meringankan masalah kita, tetapi dengan menguatkan jiwa kita sehingga sehebat apa pun masalah yang sedang kita hadapi, kita bisa tetap bertahan dan tak menyerah. Cara Allah menyayangi kita pun bukan dengan mengurangi beban yang kita pikul, tetapi dengan mengokohkan pundak kita, sehingga kita mampu memikul amanah yang Allah berikan. Cara Allah menyayangi kita mungkin juga tidak dengan memudahkan jalan kita menuju sukses, tetapi dengan kesulitan yang kelak baru akan kita sadari bahwa kesulitan itu yang membuat makin tangguh dan istimewa. Bukan pula dengan mudahnya mendapatkan cinta dari manusia, tetapi dengan tajamnya lisan mereka sehingga kita tahu mana teman yang saleh, mana yang hanya akan menyeret kita ke neraka.

Bukankah hidup itu butuh masalah supaya kita punya kekuatan? Butuh pengorbanan agar kita tahu cara bekerja keras? Butuh air mata hingga kita tahu cara merendahkan hati? Bahkan, butuh celaan agar kita tahu bagaimana cara menghargai? Bahkan juga butuh tertawa supaya kita mengerti makna bersyukur? Hidup kita pun butuh senyuman supaya tahu bahwa kita punya cinta? Butuh orang lain agar tahu kita tidak sendiri. Yang terpenting adalah bahwa kita butuh Allah. Dialah yang selalu ada dan akan selalu ada di segala keadaan kita.

Sahabat, harus kita pahami bahwa ada beberapa luka yang tidak diciptakan untuk sembuh dan tidak pula untuk tetap ada. Jika ia berakhir dengan keikhlasan, maka ia akan lahir menjadi cahaya yang itu adalah hadiah terindah dari Allah. Yang harus kita lakukan hanyalah berbahagia pada takdir yang Allah tetapkan untuk kita dengan penerimaan yang tulus. Sungguh, mengajari hati kita untuk berbaik sangka itu sangat indah. Mengajari lisan kita untuk menahan setiap keluhan terhadap makhluk akan membuat kita lebih dekat kepada Allah.

Jikapun kita berkeluh kesah, maka takdir Allah masih akan tetap berjalan atas diri kita, sedangkan kita hanya mendapatkan dosa pada akhirnya. Akan tetapi, jika kita bersabar, maka takdir Allah pun masih akan berjalan kepada kita. Namun, sebaliknya kita mendapatkan pahala atas kesabaran kita.

Imam Ath-Thabrani berkata bahwa barang siapa ditimpa ujian berupa kesulitan dan kesusahan, sedang ia menyembunyikannya dari manusia dan tidak suka mengeluh kepada mereka, maka Allah akan mengampuni dan merahmati orang tersebut.

Maka, bersabarlah wahai diri, untuk beribadah kepada Rabbmu, untuk melaksana kewajiban yang diwajibkan-Nya atasmu, untuk menahan segala keluh kesahmu dalam betapa berat ujianmu, dalam perihnya rasa dari mereka yang menzalimimu, dan juga untuk meraih segala keutamaan di baliknya yang dapat kaupetik di dunia maupun kelak di akhirat.

Tak perlu mengumbar masalahmu kepada manusia. Cukuplah Allah sebagai pendengar setia. Bukankah kita diajarkan untuk berbicara yang memberi manfaat atau lebih baik diam. Sabda Rasulullah yang mulia telah mengingatkan kita. Dalam riwayat Imam Bukhari, Rasul tercinta bersabda: "Dan siapa saja yang beriman kepada Allah juga hari akhir, hendaknya ia berkata dengan perkataan yang baik.”

Terkadang diam adalah pilihan tepat daripada menjelaskan apa yang kita rasakan. Akan lebih menyakitkan ketika mereka hanya bisa mendengar, tetapi tak bisa mengerti, bukan?

Akan lebih baik tersenyum dan diam. Anggap semuanya baik-baik saja daripada marah dan menangis. Cukuplah Allah sebagai saksi dan penguat. Bukankah manusia juga sama, mereka punya masalah, bukan?

Sabar itu diam. Diam itu termasuk kesabaran. Orang yang banyak berbicara tak lebih wara' daripada mereka yang diam, kecuali seorang alim yang berbicara dan diamnya mereka pada tempatnya. Mari mengingat nasihat Lukman Al-Hakim kepada anaknya: "Wahai anakku, jika mereka berbangga dengan bagusnya pembicaraan mereka, maka berbanggalah dirimu dengan hebatnya diammu."

Kesabaran adalah pedang yang tidak akan pernah tumpul. Ia laksana tunggangan yang tidak akan pernah terpeleset. Kesabaran merupakan cahaya yang tidak akan pernah padam. Memang benar, kesabaran tidaklah semudah pengucapannya. Dengan demikian, Allah akan memberikan pahala yang besar untuk mereka yang bersabar. Makin besarnya ujian, makin besar pula pahala yang didapat, bukan? Maka, senantiasa mintalah pertolongan kepada Allah agar kita dapat menjadi orang-orang yang bersabar.

بِسْمِ اللهِ عَلَى نَفْسِي وَمَالِي وَدِيْنِيْ. اَللَّهُمَّ رَضِّنِيْ بِقَضَائِكَ،
وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا قُدِّرَ لِيْ حَتَّى لَا أُحِبَّ تَعْجِيْلَ مَا أَخَّرْتَ وَلَا تَأْخِيْرَ مَا عَجَّلْ
تَ

“Dengan nama Allah yang menguasai diriku, hartaku, juga agamaku. Ya, Allah, ya, Tuhanku, kondisikan batinku agar rela menerima ketentuan-Mu. Berkatilah aku atas semua yang Engkau takdirkan untukku sehingga aku enggan menyegerakan apa yang telah Engkau tunda dan enggan menunda apa yang telah Engkau segerakan." (Doa ini di sebutkan dalam kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi).

Wallahu a'lam[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Menjadi Orang Tua Terbaik

"Banyak dari orang tua menginginkan anaknya saleh dan salihah, tetapi pendidikan agamanya tidak diperhatikan. Hanya sekadar sebuah harapan tanpa perjuangan adalah suatu hal yang mustahil."


Oleh. Rani Widiya Astuti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Orang tua adalah panutan bagi anak-anaknya, maka jadilah panutan terbaik dan jagalah amanah yang telah Allah titipkan (anak) dengan baik."

Pendidikan utama yang perlu diajarkan sejak dini kepada anak adalah tauhid, memperkenalkan kepada anak siapa Tuhannya, siapa nabinya, apa kitabnya, dan apa tujuan dari kehidupan di dunia ini, serta menanamkan iman di dalam hati mereka.

Banyak dari orang tua lalai akan hal itu, sehingga tumbuh generasi muslim yang tidak berlandaskan keimanan melainkan hanya ikut-ikutan saja, dan dalam beribadah pun seringnya karena terpaksa. Banyak anak zaman sekarang terpuruk perihal akhlak, karena kurangnya iman dan awamnya ilmu perihal agama, kurangnya pengawasan orang tua, dan bergaul dengan orang yang salah.

Sebagai orang tua yang harus dilakukan adalah pengawasan dengan siapa dia bergaul, dengan siapa ia bersahabat, dan orang tua harus memperhatikan lingkungan tumbuh kembang anak, karena pergaulan itu sangat berpengaruh kepada kepribadian anak, dan anak itu diwarnai oleh orang tua, mau anaknya seperti apa itu tergantung pada pendidikan orang tua.

Banyak dari orang tua menginginkan anaknya saleh dan salihah, tetapi pendidikan agamanya tidak diperhatikan. Hanya sekadar sebuah harapan tanpa perjuangan adalah suatu hal yang mustahil. Dalam mendidik anak yang perlu diperhatikan bukan sekadar pelajaran, pemahaman, tetapi juga makanan yang dikonsumsi harus halal karena makanan sangat memengaruhi kecerdasan anak. Makanan yang haram dapat membuat anak sulit diatur, sulit beribadah, sulit mendengar nasihat, dan sebagainya. Jika anak tidak baik, jangan terburu-buru menyalahkan anak, karena bisa jadi makanan haram yang kita beri menghalanginya untuk menjadi baik. Maka selain pendidikan, makanan juga harus diperhatikan oleh orang tua.

Ketika pendidikan tauhid tidak diajarkan orang tua, maka hal itu akan membuat anak menyekutukan Tuhannya tanpa di sadari, misalnya saja meminta kepada selain Allah, berharap kepada selain Allah, maka dari itu ajarkan kepada anak sejak dini tentang tauhid agar menjaga imannya dari kekufuran.

Sungguh amat disayangkan banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan urusan dunia, sampai melalaikan dirinya dalam mengawasi anaknya, mereka tidak mengetahui apa yang terjadi pada anaknya padahal anak adalah titipan dari Allah yang harus dijaga.

Banyak dari orang tua bingung ketika anaknya bertanya perihal Tuhannya, kenapa? karena orang tuanya pun tidak tau perihal agama dan terlalu sibuk dengan dunia.

"Apa yang harus dilakukan sebagai orang tua perihal pendidikan anaknya, agar anak menjadi anak yang saleh dan salihah?"

Pertama, Sebagai orang tua harus menanamkan tauhid kepada anak. Ajarkan kepada anak bahwa Allah itu Esa, Allah tidak mempunyai anak dan tidak diberanakkan, sesuai dalam Al-Qur'an surah Al-ikhlas, ketika anak bertanya siapa itu Allah? mengapa kita harus beribadah kepadanya? Allah berada di mana? Kenapa Allah itu tidak terlihat? maka kita perlu menjawab dengan bijak.

  1. Siapa itu Allah? Perkenalkan kepada anak bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan alam semesta, laut, batu, air, semua makhluk yang ada di langit dan bumi, semua itu adalah ciptaan Allah bahkan kamu, Abah, dan Ummah juga ciptaan Allah.
  2. Kenapa kita harus beribadah kepada-Nya? Karena Allah yang memerintahkan kita untuk selalu beribadah dan menyembah kepadanya. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Az-Zariyat ayat 56, yang artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaku."
  3. Allah berada di mana? Kita bisa menjawab dengan dua jawaban yaitu, Allah berada dekat dengan kita ataupun Allah berada di atas Arsyii, atau juga bisa kita menjawab Allah bersemayam di Arsyii dan berada didekat kita.
  4. Kenapa Allah itu tidak terlihat? Kalau kita dekatkan benda sedekat mungkin dengan mata, tidak terlihat 'kan? nah begitu dengan Allah, begitu dekatnya dengan kita sehingga kita tidak bisa melihatnya, tetapi kita bisa merasakan kebesaran Allah, kasih sayangnya, dan berbagai nikmat yang kita nikmati. Sehingga anak memiliki iman yang kuat dan tidak mudah dihancurkan. Keimanan mereka akan terjaga jika memiliki landasan yang kuat.

Kedua, mengajari anak dari hal-hal kecil. Ajari anak berdoa sebelum beraktivitas, misalnya mengucapkan basmalah sebelum memulai kegiatan, dan mengucap Alhamdulillah ketika sudah selesai, ajarkan anak adab, adab makan, adab minum, adab masuk ke dalam rumah, dan sebagainya. Mengajari anak dari hal-hal yang kecil dapat mempermudahnya hingga nantinya biasa melakukan hal yang luar biasa. Didik anak dengan kesabaran dan jangan membandingkan anak, karena hal itu paling tidak disukai anak.

Ketiga, awasi perkembangan anak. Jangan memaksakan anak untuk menjadi yang kita inginkan, setiap anak memiliki kelebihan masing-masing, mungkin ada yang daya ingatnya cepat maka isi dengan hal-hal bermanfaat misalnya biasakan dia untuk menghafal Al-Qur'an, hadis, dan sebagainya agar dia kelak menjadi anak yang bermanfaat untuk siapa pun. Jika pun lambat daya ingatnya tetap diterapkan menghafal Al-Qur'an. Awasi siapa teman dekatnya, karena temannya akan berpengaruh besar untuknya, awasi kegiatannya setiap hari, jika salah ingatkan jangan memarahi.

Keempat, jaga makanan anak dari yang haram. Mustahil jika menginginkan anak saleh salihah tetapi makanannya tidak pernah bersih dari yang haram. Makanan haram yang masuk ke dalam perut walaupun sedikit memiliki efek buruk dapat menyumbat di telinga sehingga ketika diingatkan membantah, suka lupa ataupun sebagainya.

Maka dari itu jadilah orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya, didik anak sesuai tuntunan nabi, dan perdalamlah ilmu agama karena sebagai orang tua kita adalah madrasah pertama bagi anak terutama ibu. Jadilah teladan yang baik untuk anak-anakmu karena anak itu mencontoh orang tuanya.

Wallahu a'lam bishshawab[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

What's Wrong with You, Young Men?

"Anak muda harus kembali pada jati diri mereka yang dipenuhi cahaya iman sehingga potensi dan peran strategis mereka ditujukan hanya untuk kebangkitan Islam. Merekalah seharusnya yang berada di garda depan sebagai tameng ketika proyek-proyek kapitalisme digalakkan lewat pembajakan potensi pemuda. Sebab, lewat jejak merekalah langkah awal tegaknya peradaban Islam yang kedua akan dimulai."


Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(RedPel NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Bercerita tentang dunia anak muda seolah gak ada habisnya, Guys. Begitu banyak masalah yang mengimpit kehidupan mereka. Baru-baru ini kabar mengejutkan datang dari Bogor, sebanyak 311 orang menjadi korban penipuan dengan modus pinjaman online (pinjol). Dari jumlah tersebut, 126 di antaranya adalah mahasiswa IPB. Ratusan mahasiswa tersebut adalah korban modus penipuan yang berkedok menawarkan kerja sama usaha penjualan daring di toko daring milik pelaku.

Jadi kronologinya gini, Guys. Saat mereka bernegosiasi, pelaku menawarkan komisi 10 persen per transaksi kepada para korban. Pelaku meminta para korban untuk membeli barang di toko daring pelaku. Dari sinilah awal mula pelaku bereaksi. Pelaku mengimingi mahasiswa untuk melakukan pinjol kalau mereka tak punya uang. Menurut rilis pers Satgas Waspada Investasi (SWI), uang hasil pinjaman tersebut masuk ke pelaku, tetapi barang tidak diserahkan ke pembeli alias terjadi transaksi fiktif.

Parahnya lagi, para korban tak juga mendapatkan komisi sesuai perjanjian meskipun telah mengajukan pinjol. Pihak berwajib mencatat, total ada lima aplikasi pinjol yang telah digunakan. Sungguh sangat disayangkan ya, Guys. Para mahasiswa ini seharusnya fokus pada tugas utama mereka untuk belajar, malah tertipu dengan iming-iming kaya instan. What's next? Bagaikan mimpi buruk! Mereka kini dikejar-kejar untuk melunasi utangnya dan bisa dipastikan mereka akan stres. Gimana enggak stres coba? Mereka ini rata-rata belum memiliki penghasilan sendiri, akhirnya pusing tujuh keliling membayar utang-utang itu dengan cara apa.

Racun Kapitalisme

Beginilah potret pemuda di era digital, Guys. Mahasiswa yang terjerat pinjol ini pada dasarnya telah teracuni pemikiran kapitalis. Seolah telah dibentuk dalam mindset mereka tentang kesuksesan hakiki yang sejatinya adalah semu. Sukses dalam pandangan kapitalisme adalah ketika seseorang berhasil mengumpulkan banyak uang. Hal ini didukung pula oleh revolusi teknologi digital bahwa apa pun bisa dijadikan sebagai ladang bisnis untuk meraup pundi. Alhasil, revolusi digital ini menjadikan bisnis pinjaman menjadi lebih mudah, cepat, dan bisa diakses siapa saja. Termasuk anak-anak muda seperti para mahasiswa ini.

Sebagai seorang pemuda, mempunyai penghasilan sendiri adalah ego yang tak terelakkan. Bisa saja para mahasiswa ini awalnya punya niatan baik untuk meringankan beban orang tua. Namun bisa juga termakan iming-iming sukses finansial di usia muda. So, ramai-ramailah mereka mengajukan pinjaman lewat aplikasi online, padahal ternyata mereka masuk ke dalam perangkap 'utang' yang ujung-ujungnya membuat mereka stres bukan kepalang.

Siapa sih yang tak ingin hidup bahagia di tengah sulitnya memenuhi setiap keinginan dan kebutuhan hidup hari ini? Tiada hari tanpa henti kita disuguhi tontonan kehidupan mewah para artis dan konglomerat yang seolah-olah tanpa beban dalam menjalani kehidupan. Ya, fenomena ini menjadi jalan bagi para kapitalis untuk menanamkan standar kebahagiaan hidup adalah terletak pada kemewahan dunia. Sadar atau tidak, standar ini telah menjadi patokan umum dalam masyarakat kapitalistik, Guys, termasuk di kalangan mahasiswa atau pemuda.

Maka tak heran, jika mereka hari ini berlomba-lomba menjadi kaya untuk mendapatkan pengakuan atas status sosial mereka melalui transaksi pinjol ini. Dalam kacamata kapitalisme, yang banyak duit akan lebih 'dipandang' ketimbang mereka yang tak berduit. Mahasiswa akhirnya terjerat pinjol hanya karena ingin mendapatkan 'pengakuan' di circle mereka.

Paradigma Sekuler Kapitalisme

Tak dimungkiri, paradigma sekuler kapitalisme telah menjauhkan anak muda dari posisi strategisnya sebagai penggerak perubahan. Potensi mereka seolah ditargetkan pada pemberdayaan peningkatan mutu pembangunan bangsa. Kapitalisme menilai bahwa anak muda memiliki potensi dan posisi strategis dalam mewujudkan sumber daya manusia yang maju, berkualitas, dan berdaya saing. Potensi inilah yang dinilai mampu menyelesaikan setiap persoalan bangsa yang timbul. Padahal, kapitalisme tengah membajak potensi pemuda.

Kapitalisme dan sekularisme telah nyata mengubah arah pandang anak muda. Energi mereka yang begitu besar hanya disibukkan dengan aktivitas yang sejalan dengan revolusi teknologi. Fenomena keterlibatan anak muda pada dunia digital yang tidak tepat sasaran semestinya menjadi tamparan keras bagi pembinaan generasi. Lihat saja konten-konten yang tidak bermutu, putus sekolah hanya karena ingin tenar dan viral di jagad maya. Revolusi teknologi seolah dianggap satu-satunya jalan pintas untuk meraih kesuksesan materi tanpa harus menempuh pendidikan berjenjang.

Alhasil, anak muda akan menjadi lebih senang mencari uang daripada harus belajar. Inilah paradigma sekuler kapitalisme yang berhasil menanamkan mindset bahwa tidak perlu sekolah tinggi yang penting bisa memperoleh pundi. Mereka lupa bahwa hidup tidak hanya melulu soal materi, bahwa hidup bukan hanya kesempatan untuk mencari uang. Sejatinya, hidup harus memiliki visi akhirat, dunia tak ubahnya ladang investasi akhirat sebab setelah kehidupan ini, akhiratlah yang menjadi tempat kembalinya manusia.

Pemuda Sejati

Merujuk pada pedoman hidup umat Islam, yakni kitab suci Al-Qur'an, sebenarnya Allah Swt. telah memerintahkan manusia untuk mengabdi hanya pada-Nya semata, bukan mengabdi pada akidah sekuler buah peradaban kapitalisme. Sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)

Mengabdi pada Allah Swt. adalah fitrah yang telah Allah tetapkan pada agama Islam ini. Seyogianya anak muda muslim tetap teguh di atas fitrah Islam. Sampai kiamat pun fitrah ini tak akan pernah berubah. Yang ada justru orang-orang akan berbondong-bondong masuk ke dalam fitrah yang lurus ini, yakni Islam.

Islam telah memiliki sosok-sosok pemuda sejati dan terbaik di setiap masanya. Idealnya, anak muda hari ini seharusnya mengikuti sosok mereka. Keberadaan mereka telah tercatat dalam sejarah peradaban Islam. Anak muda harus kembali pada jati diri mereka yang dipenuhi cahaya iman sehingga potensi dan peran strategis mereka ditujukan hanya untuk kebangkitan Islam. Merekalah seharusnya yang berada di garda depan sebagai tameng ketika proyek-proyek kapitalisme digalakkan lewat pembajakan potensi pemuda. Sebab, lewat jejak merekalah langkah awal tegaknya peradaban Islam yang kedua akan dimulai.

Guys, tahukah bencana besar saat ini? Bencana besar itu adalah ketika potensi anak muda hanya diarahkan untuk memperkaya diri di dunia, namun miskin akan visi akhirat. Oleh karena itu, jangan tanya adakah yang salah dengan anak muda hari ini? Jelas! Sebab, mereka melalaikan potensi besarnya sebagai kaum terdidik bervisi akhirat. Bagaimana dunia ini menuju perubahan besarnya jika anak mudanya tidak sadar akan potensinya sebagai penggerak perubahan?

Closing

Anak muda hari ini harus segera diselamatkan. Kekuatan dan potensi mereka harus diarahkan di garis yang benar, sebab melalui tangan merekalah peradaban cemerlang bisa kembali menaungi dunia. Saatnya memformat ulang mindset mereka tentang standar kesuksesan dan kebahagiaan. Sehingga yang tadinya sangat profan, materialistik, dan bervisi dunia, kini memiliki visi akhirat dan siap mengawal umat membawa perubahan besar dunia menuju tegaknya Khilafah.

Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Canva
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mahasiswa Terjerat Pinjol, Benteng Generasi Kian Jebol

"Tingginya tingkat pendidikan saat ini tidaklah menjamin bahwa, mahasiswa sudah mampu berpikir kritis terhadap segala sesuatu. Dan ini pun disebabkan karena pola pendidikan dalam sistem sekuler. Sistem kapitalis ini, tidak mendorong mahasiswa untuk berkepribadian Islam."


Oleh. Ira Rahmatia
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pendidikan tinggi nyatanya tak menjamin seseorang mampu terbebas dari penipuan dalam canggihnya teknologi saat ini. Dilansir dari KompasTv.com, terdapat 331 mahasiswa yang terjerat kasus pinjaman online. Diperkirakan, total kerugian mahasiswa tersebut mencapai 2,1 miliar. (18/11/2022)

Dari data wawancara pada perwakilan mahasiswa IPB, jumlah pinjaman setiap mahasiswa tersebut berbeda-beda. Ada mulai berkisar enam juta hingga puluhan juta rupiah. (TvOneNews)

Latar Belakang

Hal ini bermula ketika para mahasiswa akan mengadakan event di kampus. Dengan berbagai tekanan dan dorongan dari diri mereka untuk memeriahkan acara tersebut, hingga mereka mencari cara untuk mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya. Sebelumnya, ketika mahasiswa mencari dana, mereka selalu mengajukan proposal kepada instansi-instansi pemerintah ataupun swasta.

Namun dengan perkembangan teknologi saat ini, mereka melihat ada cara baru, yaitu dengan berinvestasi. SAN sebagai pelaku, mengarahkan mahasiswa untuk meminjam dana pada penyedia layanan pinjaman di beberapa platform. Pelaku mengiming-imingi para mahasiswa akan mendapat keuntungan sebesar 10 persen, ketika berinvestasi di online shop miliknya, dan berjanji akan membayarkan tagihan pinjaman mahasiswa setiap bulannya. Namun, setelah beberapa bulan berjalan, para mahasiswa mulai curiga dengan online shop tersebut. Karena tidak membayar tagihan pinjaman sebagaimana perjanjian awalnya.

Gaya Hidup Instan

Para kaum muda saat ini terdidik untuk hidup serba instan. Kecanggihan teknologi membuat orang merasa tak perlu bersusah payah untuk mencapai sesuatu, termasuk ketika sedang membutuhkan dana. Banyaknya platform penyedia pinjaman dengan cara yang mudah, memberikan peluang bagi oknum-oknum tertentu untuk mencari cara baru menipu di tengah-tengah masyarakat.

Begitu pun dengan sikap mahasiswa yang melihat peluang pinjaman online dengan bunga yang rendah dan sudah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, seolah tampak menjadi perantara solusi, jalan pintas untuk mendapatkan dana. Mereka pun yakin bahwa pinjaman online tersebut sudah legal dalam negara ini.

Jika ditarik benang merahnya, semua hal ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), yang mana mendorong setiap orang untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Baik penipu maupun mahasiswa tergiur melakukan kerjasama untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah, walaupun mereka sebenarnya tahu bahwa meminjam uang berbunga hukumnya haram dalam agama Islam.

Mereka menganggap utang adalah hal yang lumrah untuk dilakukan di zaman sekarang ini. Selain karena pelayanannya yang mudah dan cepat, emergency sering menjadi alasan bagi mereka untuk memilih pinjol atau utang ribawi sebagai solusi.

Tingginya tingkat pendidikan saat ini tidaklah menjamin bahwa, mahasiswa sudah mampu berpikir kritis terhadap segala sesuatu. Dan ini pun disebabkan karena pola pendidikan dalam sistem sekuler. Sistem kapitalis ini, tidak mendorong mahasiswa untuk berkepribadian Islam.

Pinjol Subur di Sistem Kapitalis

Promosi pinjaman online yang begitu menggiurkan tersebar ke berbagai media sosial, karena ditawarkan dengan bunga yang rendah, proses cepat, tanpa syarat, tanpa survei hanya dengan mengisi formulir saja. Begitu pun dengan aplikasi YouTube. Saat kita membuka platform YouTube, iklan pinjol selalu bermunculan tanpa henti, dengan menunjukkan bahwa aplikasi tersebut sudah berizin OJK. Sehingga, bagi masyarakat yang kurang tsaqafah Islamnya, akan mudah tergiur dengan promosi tersebut.

Sebelumnya, pemerintah telah mengimbau masyarakat agar tidak terjerat pinjol ilegal yang menghiasi iklan YouTube. Namun pinjol legal yang telah berizin OJKlah yang sering bermunculan. Sekali lagi, pemerintah hanya memberikan imbauan semata, namun tidak pernah serius untuk mengatasi hal ini hingga tuntas.

Buktinya, aplikasi-aplikasi pinjol ditampilkan seolah memiliki rating tinggi, sebagai standar bahwa aplikasi tersebut bagus. Namun saat dibuka, masyarakat kebanyakan memberikan rating bintang satu hingga tiga, dengan tambahan komentar yang menyesakkan dada.

Suburnya platform dan aplikasi pinjol saat ini tak lain karena sistem ekonomi liberal yang diterapkan. Sistem yang memberikan kebebasan kepada setiap individu maupun kelompok untuk memutar roda ekonomi di sektor nonriil, walau praktiknya bertentangan dengan Islam. Sistem ini berorientasi hanya pada manfaat yang mampu diberikan pada masyarakat, walaupun nyatanya tidak demikian. Mereka hanya berupaya mengumpulkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mencekik rakyat.

Islam Solusi Tuntas

Islam sangat tegas melarang segala transaksi berbasis riba, hingga di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 278-279 disebutkan bahwa, mengambil riba sama dengan mengajak Allah Swt. dan Rasul-Nya berperang.

Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak meninggalkan, maka umumkanlah perang kepada Allah dan Rasul-Nya……” (QS. Al-Baqarah: 278-279)

Khilafah dalam Islam ialah sistem pemerintahan berlandaskan Al-Qur’an dan hadis. Sehingga, penerapan hukumnya menyeluruh, termasuk mampu menghapus praktik riba yang ada di masyarakat. Negara Khilafah tidak akan membiarkan adanya bank-bank ataupun penyedia layanan peminjaman berbasis ribawi, seperti kredit dan leasing.

Sistem ekonomi Khilafah juga terbukti mampu menyejahterakan warganya. Sehingga tak perlu meminjam, sebab sumber daya alam akan dimiliki dan dikelola oleh negara. Hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat, atau diberikan subsidi pada kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Hal ini seperti yang terjadi pada saat pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dalam 2,5 tahun menjabat, masyarakatnya hidup sejahtera bahkan tak ada yang mau menerima zakat.

Sistem pendidikan Islam di bawah naungan Daulah Khilafah juga melahirkan manusia-manusia yang berkepribadian Islam. Pola pikir (aqliyah) dan pengambilan keputusannya (nafsiyah) didorong agar sesuai dengan aturan Islam. Dengan standar tersebut maka, para pelajar dan masyarakat Islam tidak akan mungkin terjerat pinjaman-pinjaman online yang berbasis ribawi. Jika pun mereka membutuhkan, masyarakatnya telah diarahkan untuk saling membantu tanpa mencari keuntungan. Begitu pun dengan negara yang menyediakan bantuan melalui baitulmal untuk memberi bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti terlilit utang.

Masyarakat Islam memiliki peraturan, perasaan, dan pemikiran yang sama. Karena, ditanamkan rasa takut dan selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. dalam setiap aktivitas dan keputusan yang diambilnya. Umat muslim meyakini bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Sehingga, mereka tidak mau bermudah-mudah dalam melakukan sesuatu yang jelas diharamkan oleh syariat. Dengan demikian, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah yang mampu menyejahterahkan warganya dan terbebas dari praktik riba yang diharamkan Allah Swt.

Wallahu a’lam bisshowab[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Merindukan Sosok Qawwam dalam Keluarga

"Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa pencetus KDRT bukan semata bersifat individual, tapi sudah sistemis. Karena bukan hanya sifat bawaan pelaku secara personal yang mendorongnya melakukan KDRT, tapi juga beragam aspek yang melingkupi kehidupannya, yang telah membentuk karakter kasar lagi kejam tanpa belas kasih dan sangat jauh dari bersifat qawwam (pemimpin) dalam keluarga."


Oleh. Rizki Ika Sahana
(Pegiat Media dan Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tragedi dalam lingkup keluarga terus saja terjadi. Kabarnya nyaris setiap hari. Bahkan beberapa waktu yang lalu, seorang suami di Depok nekat membantai istri dan anaknya hingga sang istri kritis dan nyawa anak kandungnya melayang. Subhanallah, sungguh mengerikan dan di luar nalar ya, Bund.

Peristiwa serupa belakangan ini semakin jamak. Pelakunya bukan orang tak dikenal, justru orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung terbaik, menjadi penjaga dan pembela dari berbagai bahaya dan kejahatan.

Yup benar, Bund. Seorang suami sekaligus ayah seharusnya menjadi qawwam a.k.a. pemimpin dalam keluarga. Artinya, suami (ayah) berkedudukan sebagai pengayom seluruh anggota keluarga. Suami (ayah) adalah penanggung jawab nafkah dalam memenuhi kebutuhan keluarga, pemberi rasa aman bagi istri dan anak, berperan mendidik dan membimbing anggota keluarga menuju kebaikan, juga menjaga keharmonisan hubungan dalam keluarga dengan berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil demi membawa seluruh anggota keluarga kepada kemaslahatan. Inilah yang diamanatkan oleh Islam kepada setiap laki-laki yang telah menikah.

Allah subhanahu wa taala berfirman,

اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

"Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 34)

Suami tidak boleh sewenang-wenang hanya sebab tampuk kepemimpinan diletakkan di tangannya. Justru kepemimpinan suami (ayah) yang baik adalah kepemimpinan yang me-riayah yakni mengatur, mengelola, memelihara, menanggung, mengontrol, membenahi, lagi menyelesaikan masalah. Kepemimpinan yang baik juga menenangkan, memberikan rasa aman, nyaman, sekaligus menenteramkan.

Kepemimpinan model seperti ini tidak lantas selalu identik dengan kehidupan serba berkecukupan bahkan mewah. Karena faktanya, KDRT tidak hanya terjadi dalam keluarga ekonomi pas-pasan, namun juga dalam keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Sehingga pemicu KDRT bukan hanya faktor ekonomi, meski faktor ekonomi menjadi pencetus paling sering. Pribadi yang rapuh, bersumbu pendek, meledak-ledak, dan sulit mengelola emosi, tak mampu menjadi pemimpin yang baik, adalah pencetus lain KDRT yang tak bisa disepelekan baik dalam keluarga serba berkecukupan maupun yang kekurangan. Faktor kompleks lainnya, yakni tuntutan gaya hidup, pergaulan, tekanan, dan persaingan di dunia kerja, juga perselingkuhan, turut menjadi penyulut KDRT di dua kategori keluarga sekaligus, keluarga mampu maupun keluarga yang mengalami kesulitan keuangan.

Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa pencetus KDRT bukan semata bersifat individual, tapi sudah sistemis. Karena bukan hanya sifat bawaan pelaku secara personal yang mendorongnya melakukan KDRT, tapi juga beragam aspek yang melingkupi kehidupannya, yang telah membentuk karakter kasar lagi kejam tanpa belas kasih dan sangat jauh dari bersifat qawwam (pemimpin) dalam keluarga. Aspek sistemis tersebut di antaranya adalah tekanan ekonomi, tuntutan gaya hidup, juga pergaulan bebas yang diberi ruang demikian luas.

Maka menyelesaikan kasus KDRT harus mengcover dua dimensi sekaligus: personal maupun sistemis. Karenanya membutuhkan peran negara secara mutlak.

Penyelenggaraan pendidikan berbasis akidah dengan visi membentuk sosok berkepribadian Islam yang kuat dan tangguh, sehingga mampu menjadi pemimpin bagi diri, keluarga, maupun masyarakat, adalah tanggung jawab negara yang tak boleh diabaikan. Demikian pula dengan penyelenggaraan sistem hukum yang tegas yang membuat jera pelaku KDRT serta adil tanpa diskriminasi, juga merupakan kewajiban negara. Menyelenggarakan sistem ekonomi yang menyejahterakan dan berorientasi pada kemaslahatan umat, yang bukan hanya menguntungkan para cukong dan kapitalis, adalah tanggung jawab negara. Pun menyelenggarakan sistem informasi melalui media, yang mengedukasi bukan menyebarluaskan gaya hidup liberal serta seks bebas, juga adalah peran negara yang vital.

Karenanya, negara wajib hadir dalam menuntaskan KDRT hingga akar masalah, yakni dengan membenahi berbagai kebijakan dan regulasi yang ada secara sistemis, mencakup berbagai dimensi (pendidikan, ekonomi, hukum, sosial, infokom). Sebab faktanya, regulasi yang sudah diterbitkan terkait KDRT, itu saja, tidak mampu meminimalissasi, lebih-lebih mengakhiri kasus KDRT. Wallahu a'lam.[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Surat Cinta Anak SD Viral, Generasi Muda dalam Dekapan Syahwat

"Tak dapat dimungkiri bahwa generasi saat ini berada dalam gempuran pornografi. Terlebih, adanya kemudahan akses pada setiap tayangan impulsif pornografi di sosial media, mulai dari konten yang berbau pornografi, goyangan erotis ataupun iklan dengan tampilan merangsang, semuanya dapat dengan mudah diakses di telepon seluler anak-anak kita saat ini."


Oleh. Ummu Arifah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Indonesia dengan bonus demografinya tentu mengharapkan lahir generasi muda penerus peradaban. Kelak mereka akan mampu untuk mengantarkan negeri ini pada kondisi yang jauh lebih baik. Namun sayangnya, tujuan dan cita-cita tinggi ini dihadapkan pada aneka ujian. Salah satunya adalah paparan pornografi yang bebas merusak mereka kapan saja dan lewat apa saja.

Surat Cinta Anak SD Viral

Publik Indonesia digemparkan oleh satu berita yang memperlihatkan satu surat cinta yang dikirim oleh seorang anak SD. Tak seperti surat cinta anak kecil yang masih polos dengan bahasa kekanak-kanakannya, surat cinta ini berhasil membuat warganet berkomentar pedas dan menyayangkan isinya yang terasa sangat vulgar bagi seorang anak kecil. Ditampakan dalam surat itu bahwa si pengirim surat menyatakan cinta pada sesama anak SD. Namun, tak hanya itu, isi surat juga menunjukan sejumlah kata sensitif dalam hubungan pria dan wanita dewasa dalam ranah pernikahan dan justru mengarah ke konten yang mengandung pornografi. Sebagian pihak memandang sangat miris apa yang ditampilkan dalam surat tersebut, karena apa yang ia sampaikan sangat tidak layak diucapkan bocah sekecil itu.

Sejumlah pihak kemudian menyoroti berbagai kemungkinan yang mengarahkan si anak berkelakuan seperti itu. Dipertanyakan mulai keberadaan orang tuanya sampai bagaimana lingkungan tempat ia tinggal dapat memengaruhi dirinya sehingga bisa menjadi seperti saat ini, yaitu apa yang tergambar melalui surat yang ia buat.

Generasi Muda dalam Dekapan Syahwat

Tak dapat dimungkiri bahwa generasi saat ini berada dalam gempuran pornografi. Terlebih, adanya kemudahan akses pada setiap tayangan impulsif pornografi di sosial media, mulai dari konten yang berbau pornografi, goyangan erotis ataupun iklan dengan tampilan merangsang, semuanya dapat dengan mudah diakses di telepon seluler anak-anak kita saat ini. Tentunya, hal ini akan sangat mudah mengarah pada tayangan pornografi yang sekali lagi juga akan sangat mudah diakses oleh anak.
Jika seorang anak sudah terpapar, bahkan menghadapi kecanduan pornografi ini, akan timbullah beberapa gejala seperti mudah stres, impulsif, gelisah dan juga murung. Ini karena pre frontal cortex anak sudah mulai mengecil karena kebanjiran dopamin akibat paparan terus-menerus dari tampilan berbau pornografi ini. Semua ini juga mengantarkan pada beberapa perilaku menyimpang di masyarakat, seperti pacaran, perilaku free sex yang saat ini juga menjadi hal yang mulai lumrah ditemukan, serta lebih parahnya juga mampu mengarah pada beberapa kemaksiatan lain seperti pemerkosaan, aborsi atau juga pembunuhan akibat hal-hal ini. Sungguh sangat mengerikan dahsyatnya ancaman syahwat ini bagi generasi.

Negara Tak Boleh Diam

Kecaman dan kutukan para netizen terhadap surat cinta ini pun juga seharusnya diikuti dengan hal yang sama yang dilakukan oleh negara. Sudah seharusnya, negara tak boleh tinggal diam melihat dan membiarkan penghancuran generasi seperti ini. Negara harus melakukan upaya nyata demi menyelamatkan generasi dari gempuran syahwat yang semakin masif ini dari hari ke hari.

Negara tentu memiliki kemampuan untuk memfilter konten sosial media yang diakses publik, sehingga tak akan ditemukan lagi konten berbau pornografi yang destruktif. Negara juga harus memberikan sanksi yang efektif bagi siapa saja yang terlibat dalam konten ini, baik itu penyebar dan juga pelakunya. Semuanya bertujuan untuk membersihkan paparan buruk ini dari lingkungan kehidupan masyarakat.

Edukasi yang masif dan efektif juga harus dilakukan oleh negara dalam ranah perlindungan pemahaman generasi. Dimulai dari dalam rumah, dengan memiliki orang tua yang peduli pada pendidikan dan masa depan anaknya, sekolah dengan penerapan kurikulum yang mendukung anak untuk menghindar dari paparan keburukan ini dengan kesadaran mereka sendiri, sampai menghadirkan lingkungan yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang generasi. Bukan malah sebaliknya, seakan ada pembiaran dari negara karena memang dunia pornografi ini merupakan jerat bisnis besar yang terdapat putaran materi yang tak sedikit. Kembali lagi rakyat dikorbankan atas nama keuntungan. Lebih parahnya lagi, nasib generasi penerus bangsa dihancurkan sejak dini atas nama materi.

Islam Menjaga Generasi

Tentu fakta yang ada akan jauh berbeda saat kehidupan manusia tunduk pada aturan Ilahi Rabbi, yaitu aturan Islam. Islam mencegah segala bentuk usaha yang akan menceburkan manusia pada perbuatan maksiat, yaitu zina, mulai dari penjagaan dalam pola interaksi hubungan manusia di masyarakat sampai pada akses media sosial yang nihil dari keburukan termasuk pornografi ini. Islam membangun akidah umat sebagai perhatian utama. Sampai hadir di dalam setiap individu muslim rasa takut jika melakukan kemaksiatan karena sadar benar bagaimana pengawasan Allah Swt dalam kehidupan ini. Selain itu juga menjadikan rida Allah sebagai tujuan kehidupan, tak semata kebahagiaan jasadiah dan materialistik yang selalu dikejar. Inilah Islam dengan aturannya yang menjaga generasi ini agar mampu tumbuh menjadi tumpuan dan harapan kehidupan masa depan yang lebih baik.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kesehatan Rapuh ala Kapitalisme

"Persoalannya adalah dikapitalisasikannya paradigma kesehatan legal. Sehingga Pandemic Fund bukan solusi fundamental, karena solusi ini hanya terikat dengan bantuan pendanaan dan bukan pada persoalan paradigmatik. Jadi, dalam menghadapi bencana kesehatan, sistem kesehatan kapitalisme tidak akan mampu untuk membangun arsitek kesehatan yang andal."


Oleh. Edah Purnawati
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Presidensi G-20 Indonesia 2022 telah meresmikan Pandemic Fund dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 pada Ahad, 13 November 2022 di Nusa Dua Bali. Tujuan dari dibentuknya Pandemic Fund oleh negara anggota G20 adalah sebagai antisipasi jika terjadi pandemi lagi di masa depan.

Program ini juga diklaim bisa menjadi arsitektur kesehatan global yang lebih andal dan antisipatif terhadap pandemi. Sehingga jika terjadi pandemi lagi tidak akan memakan banyak korban jiwa dan meruntuhkan sendi-sendi perekonomian global. (cnbcindonesia.com/13-11-2022)

Kemudian Presiden Joko Widodo yang dikutip dari REPUBLIKA.CO mengatakan, dunia saat ini tidak mempunyai arsitektur kesehatan yang andal untuk mengelola pandemi. Sebagai buktinya yaitu dengan adanya pandemi Covid-19, dan negara di dunia tidak siap menghadapi pandemi. "Sebab itu, kita harus memastikan ketahanan komunitas internasional dalam menghadapi pandemi," ujar Pak Jokowi saat meluncurkan Pandemic Fund atau Dana Pandemi secara virtual yang digelar di Nusa Dua, Bali, Ahad (13/11).

Sejak dibentuk pada 8 hingga 9 September 2022 lalu Pandemic Fund saat ini telah berhasil menghimpun dana sebesar US$1,4 miliar dari 24 donor. Dana yang terkumpul ini sebenarnya belum cukup, berdasarkan hasil studi yang dilakukan bank dunia dan organisasi kesehatan dunia WHO.

Awal tahun 2022 ini, kekayaan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi pandemi adalah sebesar US$31,1 miliar per tahun. Dana tersebut di masa yang akan datang digunakan untuk membiayai sistem pencegahan kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi.

Bencana pandemi yang menerjang dunia global, 3 tahun terakhir menjadi pukulan telak di semua negara tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Publik seharusnya menyadari kegagalan penanganan pandemi Covid-19 yang harus ditelan oleh dunia global ini. Bukan semata-mata karena faktor alamiah pandemi itu sendiri kegagalan tersebut, sebenarnya akibat penerapan sistem batil bernama kapitalisme, yaitu sebuah sistem yang memiliki ciri khas yakni menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dalam setiap kebijakannya, termasuk dalam sistem kesehatan.

Sistem kesehatan kapitalisme dibangun dari paradigma bisnis perjanjian General Agreement on Trade in Services atau GATS yang dibuat oleh World Trade Organization atau WTO di bulan Januari 1995, sebagai jalan keran investasi dan liberalisasi dari 12 sektor jasa. Dari daftar sektor tersebut, sektor kesehatan menjadi salah satunya.

Sehingga publik bisa melihat model-model kebijakan kapitalis dalam menangani pandemi. Karena lebih mengutamakan keuntungan materi daripada nyawa manusia. Pada mulanya karena masih mementingkan urusan ekonomi, dunia global gagap dalam menghadapi pandemi. Akhirnya semakin meluas penyebarannya lalu keluar kebijakan Lockdown Global yang mematikan ekonomi dunia kapitalisme. Setelah menyadari kebijakan tersebut sangat merugikan, maka muncul kebijakan new nnormal yang justru semakin menambah krisis kesehatan karena banyak menimbulkan korban jiwa. Alhasil, collaps-nya dua sektor penting kehidupan sekaligus, yakni kesehatan dan ekonomi memberi efek krisis domino yang sangat luar biasa di bidang lainnya.

Tak terhenti sampai di situ, tatkala umat manusia membutuhkan obat untuk menangani dan mencegah infeksi Covid-19, kapitalisme memandang ini sebagai sebuah kesempatan yang besar. Hal ini terbukti dengan pembuatan vaksin yang digunakan sebagai ladang bisnis industri-industri kesehatan. (cnbcindonesia.com)

Pada 18 Februari 2022 penjualan vaksin astrazeneca memberi keuntungan sebesar US$37,4 miliar atau sekitar Rp536 triliun pada perusahaan. Bahkan benar-benar belum teruji secara klinis vaksin-vaksin yang beredar saat ini. Begitu pula dengan kebijakan tes PCR sebagai syarat perjalanan, nyatanya tes ini dijadikan ladang bisnis oleh penguasa.

Kapitalisme inilah akar masalah kegagalan dunia menghadapi pandemi. Persoalannya adalah dikapitalisasikannya paradigma kesehatan legal. Sehingga Pandemic Fund bukan solusi fundamental, karena solusi ini hanya terikat dengan bantuan pendanaan dan bukan pada persoalan paradigmatik. Jadi, dalam menghadapi bencana kesehatan, sistem kesehatan kapitalisme tidak akan mampu untuk membangun arsitek kesehatan yang andal. Satu-satunya sistem yang berhasil melindungi dan menjaga nyawa manusia dalam kondisi apa pun, baik dalam normal ataupun pandemi adalah sistem kesehatan dalam Islam.

Sistem ini secara praktis diterapkan oleh Daulah Islam. Salah satu dalilnya adalah perbuatan Rasulullah ketika menjabat sebagai kepala negara di Madinah, yaitu pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay.

"Ketika Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqaukis. Dokter tersebut beliau jadikan sebagai dokter umum bagi masyarakat." (HR. Muslim)

Dari dalil ini maka secara mutlak dalam Islam, negara bertanggung jawab atas semua kebutuhan dasar publik termasuk kesehatan. Negara wajib membiayai semua fasilitas yang terkait dengan layanan kesehatan, mulai dari sarana kesehatan, tenaga medis, obat-obatan, rumah sakit, dan sebagainya. Kesehatan haram untuk di kapitalisasi oleh siapa pun, baik individu swasta maupun negara. Sebagai realisasi, jaminan kesehatan tersebut ditopang oleh sistem keuangan Islam yang sangat kokoh, yaitu Baitulmal, sebuah lembaga keuangan Daulah Islam.

Dari Baitulmal ini terbagi menjadi 3, yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara, dan pos zakat. Fungsinya yaitu untuk menjamin biaya kesehatan beserta kelengkapannya. Daulah bisa mengambil dari pos kepemilikan umum, yang pemasukan pos ini berasal dari hasil Sumber Daya Alam (SDA) yang kemudian dikelola secara syar'i oleh Daulah Islam.

Sementara di Daulah Islam untuk biaya nakes dan ketersediaannya, bisa mengambil dari pos kepemilikan negara. Pos ini berasal dari harta usyur, kharaj, jizyah, ghanimah, ghulul, dan sejenisnya. Dana inilah yang akan digunakan oleh Daulah untuk menanggung biaya kesehatan. Sehingga semua warga negara mendapatkan layanan jaminan kesehatan secara gratis dan berkualitas, baik kaya ataupun miskin. Mereka akan mendapat layanan yang sama sehingga adanya Daulah Islam, sebuah negara tidak perlu patungan untuk membiayai layanan kesehatan. Seperti halnya dalam Puandemic Fund yang dimana dana tersebut diperoleh dari patungan. Maka tak heran ketika masyarakat ingin mendapatkan jaminan kesehatan, lagi dan lagi masyarakat harus merogoh kocek mereka.

Wallahu a'lam bishshowwab[]


Photo : Canva
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Cinta yang Terluka

"Bayangan masa lalu saat Mas Firman meninggalkanku menjadi siluet tajam yang mengiris hati. Laki-laki muda yang kupanggil Mas Firman itu menatapku kembali. Tiba-tiba saja dia memegang tanganku, tetapi aku segera menepisnya."


Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Jam dinding menunjukkan pukul 16.30 saat terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumah. Itu pasti Mas Rendi, suamiku.

"Cin … Cintaaa …"

Tanpa mengetuk pintu, suamiku langsung berteriak-teriak memanggilku. Sambil merapikan jilbab dan kerudung, aku tergopoh-gopoh membukakan pintu.

"Iya, Mas, sebentar. Kalau masuk rumah, ucap salam dulu dong, Mas! Biar dapat berkah," ucapku sambil mencium tangannya.

"Iya, iya. Aku lupa. Lagian aku capek banget. Jadi isteri itu enggak usah bawel. Pusing kepalaku mendengar omelanmu," balas Mas Rendi cuek.

Begitulah sifat Mas Rendi, suamiku. Cuek, datar, dan dingin. Nama lengkapnya Rendi Prayoga. Umurnya 26 tahun. Aku sendiri bernama Cinta Aulia Rahma. Usiaku 23 tahun.

Aku hanya bisa mengelus dada mendengar jawaban Mas Rendi. Mas Rendi adalah pria pilihan orang tuaku. Ya, kami menikah karena dijodohkan. Pernikahan kami baru berjalan satu tahun. Itulah mengapa kami sering berbeda pendapat. Mungkin karena belum terbiasa dengan sifat dan karakter masing-masing. Makanya, aku berusaha untuk sabar dalam menjalani pernikahan ini.

"Cinta, buatin aku teh manis!" Suara Mas Rendi membuyarkan lamunanku.

"Ya, Mas," jawabku sambil membawa masuk tas kerjanya ke kamar.


Hari Minggu yang cerah. Begitu pekerjaan rumah selesai, aku segera mandi. Setelah itu, aku sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Kebetulan suamiku juga libur karena tidak ada tugas lembur. Oh, ya, suamiku bekerja di sebuah perusahaan konveksi. Aku juga pernah bekerja di tempat yang sama. Hanya saja kita beda divisi. Setelah menikah, aku memutuskan untuk berhenti agar bisa fokus mengurus suami.

Aku bergegas menyiapkan sarapan pagi untuk Mas Rendi.
"Mas, sarapan dulu, yuk! Aku sudah buatin nasi goreng kesukaan kamu lho," ajakku sambil menyiapkan piring untuknya.

"Kamu makan saja dulu! Aku belum lapar," jawab suamiku yang sedang duduk di kursi ruang tamu. Aku lalu menghampirinya.

"Nanti keburu dingin lho, Mas. Lagian kalau kamu telat makan, nanti bisa sakit. 'Kan kamu sendiri yang susah," ucapku mengingatkan.

"Udah enggak usah cerewet. Aku lagi malas sarapan dan enggak mau diganggu," balas Mas Rendi.

"Ya, sudah kalau kamu tidak mau, Mas," ucapku pasrah.

Untuk menghilangkan rasa bosan, aku memutuskan untuk belanja. Kebetulan stok makanan di kulkas juga sudah habis.

"Mas, aku izin keluar, ya. Ini mau beli kebutuhan dapur," ucapku hati-hati.

Mas Rendi yang sedang asyik main HP hanya menoleh sesaat.
"Hemm. Kalau mau pergi, pergi saja! Enggak usah minta izin segala."

"Ya, Allah, Mas. Kok kamu ngomongnya begitu? Kita 'kan suami isteri. Jadi, wajar dong kalau aku izin dulu kalau mau pergi," ucapku lirih.

Mataku sudah dipenuhi butiran-butiran embun bening yang siap tumpah saat itu juga.

Sambil meletakkan HP-nya, Mas Rendi menatapku tajam. Ada rasa tidak suka di matanya yang terlihat olehku.

"Dengar Cinta, aku nikahin kamu hanya untuk menyenangkan hati orang tuaku. Itu saja. Jadi, kamu enggak usah lebay dan jangan berharap lebih!" sambung Mas Rendi dengan nada ketus.

Lagi-lagi aku harus maklum dengan jawaban suamiku. Bersabarlah Cinta, batinku menguatkan.

"Mas, bagiku, pernikahan itu bukan hanya sebuah janji. Pernikahan juga bukan akad di atas kertas atau sekadar formalitas. Pernikahan itu ibadah. Pernikahan juga peristiwa yang sakral karena Allah menjadi saksinya. Di dalamnya ada ikrar dua insan untuk saling mencintai, menyayangi, dan menjaga satu sama lain. Semua itu akan kupegang sampai maut memisahkan kita," ucapku dengan suara parau.

Mas Rendi terkejut mendengar ucapanku. Namun, itu hanya sebentar. Tanpa berkata-kata lagi, dia beranjak meninggalkan aku.

Akhirnya aku tidak jadi pergi. Dengan wajah sedih, aku masuk kamar untuk membereskan baju-baju Mas Rendi yang belum sempat kumasukkan ke lemari pakaian.

Tiba-tiba, aku melihat sebuah catatan kecil terjatuh di antara tumpukan baju. Aku juga menemukan sebuah foto seorang wanita berusia sekitar 30 tahun. Sayang, warnanya sudah pudar. Sepertinya foto itu dicetak sudah cukup lama.

Apa ini? Aku bicara sendiri. Sepertinya lembaran-lembaran catatan buku harian yang tidak utuh lagi. Dengan hati berdebar aku membacanya.

Semarang, 1 Oktober 2021

Apa kabar, Ma? Semoga Mama baik-baik saja di mana pun engkau berada. Ma, sebentar lagi aku akan menikah dengan seorang gadis pilihan Papa. Namanya Cinta. Aku merasa nyaman dengannya sejak pertama kali kita ketemu.

Ya, Allah, ternyata wanita dalam foto itu adalah ibu kandungnya Mas Rendi. Aku juga baru tahu karena beliau tidak hadir dalam pernikahan kami. Dengan rasa penasaran, aku beralih ke lembar berikutnya.

Namun, aku bingung, Ma. Apakah aku akan bahagia dengan pernikahan ini. Aku takut, Ma. Aku takut setelah aku berikan cintaku padanya, dia akan meninggalkan aku. Sama seperti Mama yang meninggalkan aku dan Papa tanpa alasan yang jelas. Aku takut nantinya anakku akan mengalami hal yang sama denganku, Ma, kehilangan kasih sayang seorang ibu.

Aku terduduk lemas setelah membaca tulisan Mas Rendi. Jadi, ini yang menyebabkan suamiku bersikap tidak peduli kepadaku. Tak terasa air mataku jatuh menetesi lembaran kertas itu. Aku segera melipatnya beserta foto yang tadi kutemukan dan menaruhnya di tempat semula.

Ya, Allah. Ternyata Mas Rendi trauma dengan pernikahan ini. Dia takut aku akan bertindak seperti ibunya. Rasa takut itu muncul karena dia kehilangan kasih sayang seorang ibu di masa kecilnya. Andai saja Mas Rendi tahu, aku pun pernah terluka di masa lalu. Luka itu masih belum sembuh sampai sekarang. Ternyata kita sama-sama pernah terluka di masa lalu.


Aku sedang menunggu Mas Rendi pulang saat terdengar deru suara mobil di depan rumah. Mungkin itu tamu tetangga sebelah rumah, batinku.

Tok… tok … tok …
"Assalamu'alaikum …"

Terdengar suara laki-laki. Siapa dia? Aku jadi penasaran. Mungkin temannya Mas Rendi. Aku segera menuju ruang depan untuk membuka pintu.

"Wa'alaikumussalam. Maaf, Anda mencari sia-?" aku belum sempat melanjutkan pertanyaanku saat mataku bertatapan dengan seseorang.

Seorang laki-laki muda berpakaian rapi menatapku tanpa berkedip. Sosok itu tidak asing bagiku.

"Mas Firman, kamu …." aku tidak sanggup meneruskan kalimatku setelah aku berhasil mengingatnya.

"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Cinta," ucap Mas Firman.

Mas Firman adalah laki-laki yang pernah hadir dalam hidupku sebelum aku mengenal Mas Rendi.

"Dari mana kamu tahu rumahku, Mas? Untuk apa kau menemuiku? Apa belum cukup kamu menyakiti aku dan keluargaku?" tanyaku bertubi-tubi.

"Itu tidak penting, Cinta. Aku ke sini karena aku merindukanmu," jawab Mas Firman.

Bayangan masa lalu saat Mas Firman meninggalkanku menjadi siluet tajam yang mengiris hati.
Laki-laki muda yang kupanggil Mas Firman itu menatapku kembali. Tiba-tiba saja dia memegang tanganku, tetapi aku segera menepisnya.

"Maaf, Mas. Aku sudah bersuami. Jadi, tolong jangan ganggu aku!!" ucapku dengan suara tertahan.

"A- aku … aku minta maaf sebelumnya, Cinta. Aku datang tiba-tiba. Aku ingin kita kembali seperti dahulu. Aku ingin memperbaiki semuanya. Kita … kita mulai dari awal lagi, Cin …." ucap Mas Firman dengan terbata-bata.

"Aku tahu aku salah. Aku meninggalkanmu di hari pernikahan kita. Ada tugas mendadak yang harus segera aku selesaikan. Itu semua juga untuk masa depan kita berdua, Cin," lanjutnya.

Aku terdiam sesaat untuk mengumpulkan kekuatan dan ketegaranku. Dengan suara gemetar aku mematahkan alasan Mas Firman.

"Maaf, katamu, Mas. Mudah sekali kau umbar kata maaf setelah apa yang kau lakukan kepadaku dan keluarga besarku. Seenaknya saja kamu pergi meninggalkanku di hari pernikahan kita. Kamu anggap pernikahan kita seperti permainan. Kamu biarkan aku dan keluargaku menanggung rasa malu karena pengantin pria tidak kunjung datang. Aku jadi bahan gunjingan dan hinaan. Aku malu, Mas. Maluuu! Perlu kau tahu, Mas, rasa itu harus aku tanggung selama hidupku! Sekarang kamu datang tanpa rasa bersalah. Seolah-olah aku ini batu yang tidak punya perasaan. Kamu benar-benar tak punya hati. Teganya kamu lakukan itu, Mas!" ucapku histeris.

Aku benar-benar sudah tidak mampu menguasai diri. Aku bahkan tidak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikan aku dan Mas Firman dari kejauhan.

"Mas, lebih baik kamu pergi dari sini! Aku tidak ingin bertemu lagi. Biarkan aku tenang dengan kehidupanku yang sekarang. Aku sudah melupakan semua tentang kita."

Aku kira Mas Firman akan pergi setelah mendengar penjelasanku. Namun, ternyata dugaanku salah. Tiba-tiba dia memegang tanganku dengan kasar. Tentu saja aku kaget bukan main.

"Tidak, Cinta. Aku tidak akan pergi sebelum kau ikut denganku. Aku tidak ingin kehilangan kamu lagi!" ucapnya berapi-api.

Aku tidak menyangka Mas Firman akan berbuat nekat. Sekuat tenaga aku coba melepaskan cekalan tangannya. Namun, apa dayaku sebagai seorang wanita. Aku hanya bisa menangis. Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing di telingaku.

"Hai, kamu! Cepat lepaskan istriku!" ucapnya dengan suara keras.

Mas Firman yang terkejut, menoleh ke arah suara itu. Pegangan tangannya yang sedikit kendur tidak aku sia-siakan. Dengan sekali entakan, tanganku terlepas darinya. Aku langsung berlari menuju arah suara yang ternyata Mas Rendi, suamiku.

"Mas Rendi, tolong aku, Mas! Aku … aku takut," ucapku dengan wajah pucat pasi.

Mas Rendi segera memelukku. "Tenangkan dirimu, Cinta!" ucapnya lembut.

Aku hanya bisa mengangguk. Entah mengapa bibirku tidak bisa bersuara. Aku masih tidak percaya dengan semua yang terjadi.

Mas Firman yang terkejut dengan kedatangan Mas Rendi hanya diam membisu. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Mas Rendi untuk menggertaknya.

"Maaf, Saudara Firman. Tolong kamu pergi dari sini atau aku akan memanggil warga untuk menangkapmu," ancam Mas Rendi dengan serius.

Untuk beberapa saat Mas Firman masih diam sambil menatap kami berdua. Pandangan matanya aneh dan membuat aku bergidik saat melihatnya.

"Sudah kubilang, aku ingin membawa Cinta bersamaku. Aku masih sangat mencintainya. Tolong serahkan Cinta kepadaku!!" ucapnya dengan nada memaksa.

"Kamu sudah tidak waras, Firman. Terpaksa aku harus berbuat ini. Aku tidak main-main dengan ucapanku," kata Mas Rendi sambil memberi kode kepada warga yang sudah dihubungi.

"Tolong bawa dia, Pak! Orang ini sudah tidak waras. Dia bisa membahayakan isteri saya."

Dengan bantuan warga, Mas Firman akhirnya bisa diamankan. Aku merasa lega. Mas Rendi segera meminta beberapa orang untuk membawa Mas Firman ke kantor polisi. Sedangkan yang lain diminta untuk pulang ke rumah masing-masing.

Matahari telah kembali ke peraduannya saat Mas Rendi mengajakku masuk rumah. Kebisuan menyelimuti kami berdua setelah peristiwa tadi.


Selepas salat Isya, aku menyiapkan makan malam untuk Mas Rendi. Tanpa aku panggil, Mas Rendi menghampiriku. Dengan antusias, dia mengomentari menu yang aku sajikan. Kali ini aku masak sayur asem dan tempe goreng dengan sambal terasi.

"Wah, sepertinya masakannya enak nih!" ucapnya sambil tersenyum riang. Aku hanya menoleh dan tersenyum sekadarnya sambil mengambilkan piring untuknya.

"Cin, kamu kenapa? Aku perhatikan dari tadi kamu diam saja. Kamu sakit?" tanya Mas Rendi dengan nada khawatir.

"Aku … aku enggak apa-apa kok, Mas. Aku cuma syok saja dengan peristiwa sore tadi. Untung kamu cepat datang. Kalau tidak, mungkin kita tidak bisa bersa-" Belum selesai aku bicara, jari telunjuk Mas Rendi sudah ada di bibirku.

"Sstt. Kita akan selalu bersama-sama selamanya, Cinta. Sampai maut memisahkan kita. Aku benar-benar minta maaf. Aku sadar, selama kita menikah, aku tidak begitu peduli sama kamu. Sikapku datar dan dingin."

Aku tersenyum mendengar kata-kata Mas Rendi. Ucapannya yang tulus membuatku merasa nyaman.

"Aku sudah memaafkan semua sikapmu, Mas. Aku maklum kok. Itu karena kamu trauma dengan pernikahan orang tuamu," ucapku kalem.

Mas Rendi terkejut mendengar ucapanku. Dengan hati-hati, aku menceritakan tentang catatan dan foto yang kutemukan di lemari pakaiannya.

Wajah Mas Rendi memerah untuk beberapa saat. Namun, setelah itu wajahnya ceria kembali.

"Syukurlah kalau kamu sudah tahu, Cin. Aku harap tidak ada lagi rahasia di antara kita. Sekarang hatiku merasa lega. Kamu sudah membuktikan kesungguhan dan kesetiaanmu sebagai seorang istri. Aku juga yakin kalau kamu benar-benar mencintaiku. Untuk kali ini, aku harus berterima kasih kepada papaku. Aku bersyukur dengan perjodohan kita. Namun, aku tak menyangka, kamu menanggung beban berat selama bertahun-tahun karena perbuatan laki-laki itu. Kamu benar-benar perempuan yang luar biasa, Cin," ucapnya serius.

Aku terkejut mendengar ucapan Mas Rendi. Berarti dia tahu apa yang aku bicarakan dengan Mas Firman sore tadi. Aku baru saja mau menjelaskan, tetapi Mas Rendi kembali meletakkan jari telunjuknya di bibirku.

"Dengarkan aku, Cinta. Aku tidak peduli dengan masa lalumu. Sekarang yang paling penting adalah masa depan kita berdua," ucap Mas Rendi lembut.

Tiba-tiba Mas Rendi memegang tanganku dengan penuh kasih sayang.

"Aku akan memperbaiki semuanya, Cin. Selama ini aku hanya menorehkan luka di hatimu. Sikap dan kata-kataku selalu membuatmu bersedih. Namun, aku janji, mulai sekarang aku akan menghapus awan mendung di matamu. Akan kubuat hari-harimu cerah secerah sinar mentari pagi," ucap Mas Rendi dengan mata berkaca-kaca.

Aku terdiam dan tak mampu berkata-kata. Hatiku begitu bahagia dengan semua perubahan yang terjadi pada diri Mas Rendi. Terima kasih, ya, Allah. Semua ini terjadi atas izin-Mu.

Selesai[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Berharap Untung, Dapatnya Buntung

"Miris, mahasiswa sebagai kaum intelektual yang mestinya kritis, justru terjebak pada berpikir praktis. Mereka berpikiran sempit, instan (ingin cepat untung besar), tanpa berpikir panjang ke depan. Inilah buah dari sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan."


Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

NarasiPost.Com-Tergiur janji untung besar, ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terlilit utang pinjaman online (pinjol), sebagai modal usaha penjualan. Semua bermula dari ajakan kakak tingkat berinisial SAN, untuk masuk ke grup WhatsApp usaha penjualan online dan berinvestasi dengan iming-iming keuntungan 10 persen per bulan.

Alih-alih untung besar, ternyata keuntungan yang diberikan SAN lebih kecil dari nilai cicilan yang harus dibayarkan kepada pinjol. Lalu, mau berharap untung dari mana? Boro-boro untung, untuk membayar cicilan yang mulai ditagih debt collector saja mereka bingung.

Kasus tersebut mendapat perhatian dari Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing, yang menduga penipuan modus baru yang berkedok kerja sama penjualan online dengan barang fiktif sebagai penyebab terjeratnya mahasiswa dengan pinjol hingga miliaran rupiah (detikcom, 17/11/2022). Jadi, dalam kasus ini ada dua persoalan, yaitu investasi bodong yang ditawarkan SAN dan transaksi ribawi pinjaman online. Kenapa ini terjadi pada mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang harusnya berpikir pintar?

Gambaran Pemuda Sekarang

Perilaku mahasiswa yang mengambil keputusan utang pada pinjol untuk modal investasi, menjadi gambaran pemuda yang pragmatis. Parahnya lagi, untuk investasi bodong yang tidak jelas kebenaran usahanya. Miris, mahasiswa sebagai kaum intelektual yang mestinya kritis, justru terjebak pada berpikir praktis. Mereka berpikiran sempit, instan (ingin cepat untung besar), tanpa berpikir panjang ke depan. Inilah buah dari sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan.

Sebelumnya, kasus seperti ini terjadi pada pengusaha dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Biasanya, karena himpitan ekonomi hingga mengambil jalan cepat. Namun, kali ini telah menjerat kalangan mahasiswa yang seharusnya memiliki cara berpikir lebih baik dari masyarakat umum.

Ternyata, pola pikir pemuda khususnya mahasiswa sekarang telah terpengaruh dengan gaya hidup hedonis yang membuatnya konsumtif. Mereka yang mendapatkan uang saku dari orang tua merasa kurang, hingga butuh mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi gaya hidupnya. Selain itu, kesuksesan hanya dinilai dari keberhasilan dalam hal materi.

Di sisi lain, mereka tidak mau berpikir panjang, apalagi berusaha keras untuk mendapatkan materi. Itu sebabnya, mereka mudah menerima ajakan yang menjanjikan keuntungan besar, tanpa usaha maksimal.

Jebakan Sekuler Kapitalisme

Gaya hidup hedonis dan pola pikir sempit masyarakat, khususnya pemuda didukung oleh berbagai kemudahan yang sengaja dibuat penganut sistem sekuler kapitalisme. Legalitas praktik ribawi, bahkan kemudahan untuk mendapatkan pinjamannya makin merusak generasi. Hanya berbekal kartu tanda penduduk (KTP) dan ponsel android, para pemuda terjebak dalam jeratan utang riba. Ketika telah masuk jebakan, maka tunggu saja dampak yang diakibatkannya.

Memang, dampak utang riba bagi pelakunya berbeda-beda. Ada yang awalnya bisa sukses, hingga mengambil utang lagi untuk membuat usahanya semakin besar. Namun, ada yang justru langsung mengalami kegagalan total, tetapi masih mengambil utang lagi di tempat lain, untuk menutup kerugian dan tanggungan sebelumnya. Istilahnya, gali lubang tutup lubang, cari pinjaman untuk membayar utang.

Tak ubahnya pil candu yang membuat pelakunya ingin lagi dan lagi. Tanpa disadari, ia telah terjebak pada ide sekuler kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan materi. Tanpa memperhatikan halal atau haram dalam menentukan benar dan salah, yang penting menghasilkan.

Mereka yang pernah mengambil utang riba, tetapi masih bisa sukses hingga berani mengambil lagi, sejatinya sedang menggali lubang bencana yang lebih dalam dan mempersiapkan kemusnahan hartanya. Pasalnya, Allah telah mengingatkan akan memusnahkan riba sebagaimana dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah ayat 276.

Maka, jangan sekali-kali mencoba mengambil utang riba meski sedikit. Bagi yang sudah terlanjur, maka segera ambil pokoknya saja dan tinggalkan sisanya jika tidak mau diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini telah Allah sampaikan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 279.

Terjadinya kasus pinjol di kalangan mahasiswa juga dikarenakan adanya paradigma pendidikan di sistem sekuler kapitalisme, yang bertujuan mencetak pelaku-pelaku penghasil materi. Sistem ini tidak menjadikan generasi sebagai penggerak perubahan peradaban. Sekuler kapitalisme telah mengubah tujuan pendidikan dan arah pemikiran generasi cemerlang menjadi terbelakang.

Pendidikan Islam Meraih Kesuksesan Hakiki

Sistem pendidikan dalam Islam berasaskan akidah Islam. Sedangkan, tujuan dan metode pendidikannya adalah membekali akal dengan pemikiran yang sehat. Pendidikan dalam Islam menghasilkan sosok muslim sejati, yang menggunakan ilmu pengetahuannya di setiap aktivitas kehidupan.

Untuk menghasilkan generasi muslim sejati tersebut, perlu diberikan pengajaran tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan. Tsaqafah Islam diberikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dasar hingga perguruan tinggi. Tsaqafah Islam terdiri dari akhlak, ibadah, dan muamalah (ekonomi, politik, sosial-budaya, pemerintahan, dan lain-lain). Pendidikan di tingkat perguruan tinggi, dibolehkan mempelajari tsaqafah non-Islam sebagai perbandingan, dengan tujuan untuk makin menguatkan keyakinan dan kesempurnaan Islam.

Sedangkan ilmu pengetahuan (sains) akan diberikan sesuai dengan keperluan dan kemampuan pelajar. Untuk mendapatkan ilmu kedokteran misalnya, tidak perlu menunggu di perguruan tinggi. Jika memang telah mampu, bisa diajarkan saat siswa belajar di tingkat SMA bahkan SMP. Di dalam Islam, tidak ada kesan berbelit-belit dalam menuntut ilmu.

Dari sisi biaya, sistem pendidikan dalam Islam akan ditanggung negara. Ini karena menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu. Sedangkan negara bertanggung jawab terhadap rakyatnya, untuk dapat melaksanakan kewajiban tersebut. Sehingga pelajar tidak perlu mencari tambahan penghasilan untuk membayar biaya pendidikan, apalagi sampai terjerat utang terlebih riba pinjol.

Ketaatan pemimpin negara pada syariat Islam akan menutup pintu-pintu bisnis rusak ala kapitalisme, seperti pinjol, judi, valas, dan berbagai aktivitas ekonomi ribawi yang sering merugikan masyarakat. Sudah saatnya Indonesia dengan mayoritas penduduknya muslim menerapkan aturan yang berasal dari Yang Maha Pengatur, Allah Swt. Dengan menerapkan syariat Islam di seluruh lini kehidupan, masyarakat akan terbebas dari berbagai aktivitas ekonomi merugikan. Bahkan mendapatkan keberkahan dari Allah.

Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-A'raf: 96 yang menjelaskan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan limpahkan-Nya berkah dari langit dan bumi. Mari raih kesuksesan hakiki dengan menerapkan Islam di segala lini. Insyaallah, berkah dapat diraih semua masyarakat.

Allahu ‘alam bish showab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Rumah Tanpa Ayah

“Meskipun kehilangan dan kesedihan akan menghiasi hari-hari, tetapi itu hanya sesaat. Waktu yang akan membiasakannya hingga rasa itu bisa diterima dengan lapang dada. Wajar dan boleh saja kita merasa berduka dengan kepergian ayah. Namun, jangan sampai membuat diri terpuruk. Kesempatan hidup masih diberikan-Nya untuk kita. Isi buku perjalanan hidup yang tersisa dengan torehan amal yang diridai-Nya.”


Oleh. Deena Noor
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Mataku tertambat pada sebuah postingan di IG. Judulnya Rumah Tanpa Ayah. Ada sedih dan nelangsa yang tiba-tiba merayapi hati. Membawaku pada perenungan. Membayangkan seperti apa sebuah rumah tanpa ayah.

Tak ada sosok yang dinanti kepulangannya selepas senja sambil membawa segenggam oleh-oleh yang telah dingin karena lamanya perjalanan pulang. Tak ada sosok yang membangunkan di awal hari dan mengajak anak-anaknya salat subuh berjemaah. Tak ada sosok yang kita cium tangannya di depan gerbang sekolah sembari memintanya untuk menjemput kembali nanti. Tak ada sosok yang saling kita banggakan saat bercerita bersama teman-teman. Banyak hal akan sangat berbeda tanpa ayah dalam hidup kita.

Ayah adalah sang pemimpin yang mengayomi. Jika terjadi sesuatu, ayahlah yang pasang badan untuk keselamatan keluarga. Bila ada suatu permasalahan di dalam rumah, ayahlah yang menentukan solusi terbaiknya. Ketika ada yang sakit di rumah, ayah yang dengan sigap mengantarkan ke rumah sakit atau dokter. Ayah adalah tempat bernaung dari segala macam keadaan.

Ayah juga merupakan sang teladan. Sosoknya disegani dan dijadikan contoh bagi keluarganya. Sikapnya, perkataannya, dan pemikirannya sangat mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Anak-anak melihat dan mendengar setiap apa yang keluar dari sang ayah. Bagaimana ayah, begitulah anaknya. Like father, like son.

Bagaimana rasanya rumah tanpa ayah, sedangkan ia adalah tokoh utama? Ibarat dalam sebuah drama, ayah adalah tokoh sentral yang harus ada dan tidak bisa digantikan dengan yang lainnya. Lalu, bagaimana jalannya cerita jika sosok penting itu tiba-tiba tak ada? Tentu pemain lainnya akan kelabakan. Mereka akan kebingungan bagaimana melanjutkan cerita.

Ayah menjadi pengatur jalannya sebuah keluarga. Di tangannyalah, cerita keluarga ditata supaya bisa berjalan hingga akhir. Ayah yang mengarahkan hendak ke mana keluarga menuju. Dengan pengetahuan dan kebijaksanaannya, ayah menuntun keluarga agar mampu mencapai titik yang dicita-citakan. Sebuah keselamatan dan kebahagiaan hakiki yang diupayakan untuk keluarganya.

Ayah adalah kepala rumah tangga. Bagaimana jadinya jika kepala itu tak ada? Rumah dan penghuninya akan limbung dan kesusahan. Kehilangan arah dan tanpa perlindungan. Tak ada yang menunjukkan keluarga bagaimana seharusnya dalam bertindak. Tak ada yang mengarahkan supaya sesuatu hal bisa berjalan dengan baik. Tak ada yang menolong saat anak-anak membutuhkan. Tak ada yang membela jika ada ancaman datang.

Pembimbing keluarga. Itulah ayah. Dialah yang mengajarkan ilmu agama. Ayah menjadi guru yang menuntun pada perintah-Nya. Dialah yang senantiasa harus memastikan keluarganya tidak menyimpang dari syariat-Nya. Di pundak ayahlah keselamatan dunia dan akhirat keluarga berada, sebagaimana perintah Allah dalam surah At-Tahrim ayat 6: “Hai, orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Begitu pula, ayah mendidik anak-anaknya untuk menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan. Meskipun sibuk bekerja, ayah tetap memperhatikan pendidikan buah hatinya. Tanpa lelah, ayah mengingatkan anak-anaknya agar selalu menaati perintah Allah taala. Memberikan nasihat kepada mereka supaya senantiasa berada dalam jalan kebaikan, seperti yang disebutkan dalam surah Luqman ayat 17: “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu; sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah.”

Namun, manusia hanyalah makhluk yang lemah dan terbatas. Ada ranah yang tak bisa dijamah manusia. Bila takdir telah berbicara, maka tak ada satu pun yang bisa menghindarinya. Ketetapan-Nya adalah pasti. Jika Dia menetapkan bahwa ayah harus kembali saat ini atau nanti, maka tak ada yang bisa menolaknya. Dia yang menggenggam ajal setiap insan. Kapan, di mana, dan seperti apa ayah harus pulang ke haribaan-Nya, tidak ada seorang pun yang tahu. Tidak pula satu manusia yang bisa mengatur dan mencegahnya. Meskipun seluruh keluarga menangisi kepergiannya, ia tak akan pernah kembali ke semula.

Tak ada lagi ayah di rumah. Memang akan terasa pahit dan sakit di awal, tetapi tetap harus dijalani. Itulah kehidupan. Ada yang datang dan pergi. Yang masih hidup harus melanjutkan kehidupannya. Dunia tak berhenti selama ajal belum menghampiri. Kepergiannya, cepat atau lambat, hanya menurut perasaan kita sebagai manusia. Namun, Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi setiap insan. Ada hikmah dan kebaikan di balik setiap peristiwa.

Meskipun kehilangan dan kesedihan akan menghiasi hari-hari, tetapi itu hanya sesaat. Waktu yang akan membiasakannya hingga rasa itu bisa diterima dengan lapang dada. Wajar dan boleh saja kita merasa berduka dengan kepergian ayah. Namun, jangan sampai membuat diri terpuruk. Kesempatan hidup masih diberikan-Nya untuk kita. Isi buku perjalanan hidup yang tersisa dengan torehan amal yang diridai-Nya.

Banyak yang harus dikerjakan setelah ayah pergi. Di antaranya adalah meneruskan perjuangannya, tetap menjalin silaturahmi dengan saudara, kerabat, dan temannya, melaksanakan wasiatnya bila ada, menjaga nama baik dan kehormatannya, menunaikan kewajibannya yang tak sempat diselesaikan seperti utang dan janji, dan meneladani kebaikannya. Satu hal yang juga amat penting dan tak boleh dilupakan adalah selalu mendoakannya. Sebab, doa anak yang saleh adalah amal yang tidak terputus pahalanya bagi orang tua yang telah tiada, sebagaimana sabda Rasulullah: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.” (HR. Muslim)

Rumah tanpa ayah memang sebuah takdir dari Yang Maha Kuasa. Menerimanya dengan ikhlas dan sabar adalah yang terbaik meskipun tak mudah. Menjalaninya dengan tawakal dan iman di dada adalah sebaik-baik upaya. Berharap, berikhtiar, dan berdoa agar hidup kita selalu dalam petunjuk-Nya. Kesedihan di dunia sungguh hanya sementara. Kebahagiaan abadi adalah dalam rida-Nya. Cita-cita ayah sejati adalah bisa bersama-sama dengan keluarga menempati sebuah rumah indah di surga-Nya.
Wallahu a'lam bishshawwab[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com