Prostitusi Anak Marak, Kota Layak Anak Sekadar Predikat

"Sungguh ironis, kejahatan seksual pada anak justru terjadi di provinsi yang telah mendapat penghargaan sebagai Pelopor Layak Anak. Penghargaan ini diraih oleh Provinsi Jakarta pada Juli 2022 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), karena dinilai telah memiliki komitmen yang tinggi dalam mewujudkan lingkungan yang ramah bagi tumbuh kembang, pemenuhan hak, dan perlindungan anak."

Oleh. Tatik
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Sosial, Malang)

NarasiPost.Com- Terungkapnya kasus eksploitasi seksual yang menimpa NAT (15 tahun) baru-baru ini menunjukkan bahwa anak masih belum terlindungi dari sasaran sindikat kejahatan seksual. Bersama dengan puluhan remaja lain, NAT disekap selama 1,5 tahun di sebuah apartemen di Jakarta dan dipaksa melayani pelanggan dengan target penghasilan minimal Rp1 juta per hari. Pihak kepolisian menjelaskan, NAT terseret dalam bisnis prostitusi karena ajakan pacar dan jeratan utang.

Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa kasus eksploitasi anak-anak masih sangat marak di Jakarta. Tercatat, ada 45 kasus eskploitasi seksual anak hingga Juni 2022. Sementara tahun 2021 ada 145 kasus. (Kompas.com, 21/9/2022)

Sungguh ironis, kejahatan seksual pada anak justru terjadi di provinsi yang telah mendapat penghargaan sebagai Pelopor Layak Anak. Penghargaan ini diraih oleh Provinsi Jakarta pada Juli 2022 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), karena dinilai telah memiliki komitmen yang tinggi dalam mewujudkan lingkungan yang ramah bagi tumbuh kembang, pemenuhan hak, dan perlindungan anak. Hal ini menjadi bukti, kota layak anak (KLA) sekalipun belum mampu menjamin keamanan bagi anak. Karena itulah, wajar jika ada keraguan dari berbagai pihak terhadap indikator predikat Kota Layak Anak (KLA).

Paradoks Kota Layak Anak

Secara teori, predikat Kota Layak Anak (KLA) diberikan kepada kota yang dapat memberikan jaminan pada anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini dilihat dari kemampuan kota tersebut merencanakan, menetapkan, serta menjalankan seluruh program pembangunan dengan orientasi hak dan kewajiban anak. Di antara indikator yang dinilai adalah penguatan kelembagaan yang ditunjukkan dengan adanya peraturan yang menunjang pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak. Selain itu, kota tersebut juga bisa menjamin hak sipil dan kebebasan, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan dan kegiatan seni budaya, serta hak perlindungan khusus.

Sebagai sebuah ajang penghargaan, predikat Kota Layak Anak banyak dikejar dengan memenuhi persyaratan di atas kertas saja, tanpa membandingkan dengan realita yang terjadi. Oleh kaena itu, tidak heran jika peraihan predikat Kota Layak Anak tidak sebanding dengan pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak.

Sebagaimana yang terjadi di Palangkaraya, terungkap kasus seorang ayah yang merudapaksa anaknya sendiri, sebulan sebelum kota tersebut dinobatkan menjadi Kota Layak Anak tingkat madya. (www. kompas.com, 31/07/2022)

Kasus penelantaran, pembuangan, kejahatan fisik, psikologis, dan jual beli anak juga masih sangat merajalela di Kota Surabaya, yang telah medapat predikat Kota Layak Anak kategori utama. Hal senada juga banyak terjadi di kota-kota yang telah berpredikat sebagai Kota Layak Anak.

Selain persoalan pada proses penilaian untuk memperoleh predikat tersebut, konsep Kota Layak Anak sendiri belum menyentuh akar penyebab permasalahan anak, yakni pandangan hidup sekuler-liberal. Bagaimana mungkin penindasan secara fisik, psikologis, seksual dan penelantaran pada anak bisa dihentikan, sementara gaya hidup bebas masih dibiarkan merajalela?

Sebagai contoh, fenonema Citayam Fashion Week yang tidak berfaedah dan membuka peluang kejahatan seksual, justru mendapat banyak dukungan, termasuk dari pejabat dan pemerintah. Penyebaran konten yang mengandung pornoaksi dan pornografi terjadi secara masif di berbagai media, terutama media sosial. Pada saat yang sama, pemerintah malah mengesahkan kebijakan yang menjamin kebebasan bertingkah laku, seperti UU TPKS (Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Padahal, undang-undang ini justru akan melegalkan seks bebas dan bisa menjadi pangkal kejahatan seksual dengan hanya menggantungkan pada kata “sexual consent”.

Anak Butuh Tempat Tinggal yang Aman, Bukan Sekadar Predikat

Anak merupakan aset penerus bangsa yang harus dilindungi. Anak adalah amanah bagi keluarga, sekolah, masyarakat maupun negara. Siapa saja yang mendapat amanah, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban atas amanahnya kelak di akhirat. Dengan demikian, amanah anak ini wajib dijaga dengan mengerahkan segala dan upaya.

Dalam Islam, penjagaan terhadap anak ini dapat berlaku efektif dengan kerja sama berbagai pihak. Pertama, keluarga sebagai tempat tinggal yang terdekat dengan anak, bertanggung jawab untuk memastikan kesehatan fisik, psikis, dan pemberian rasa aman dan nyaman. Tanggung jawab ini telah dijelaskan secara lengkap dalam aturan Islam, karena itulah keluarga pun hendaknya memiliki pemahaman terhadap syariat. Tanpa pemahaman yang baik terhadap syariat, keluarga akan banyak mengabaikan aturan penjaminan terhadap anak. Misalnya, orang tua yang seharusnya melindungi dan berkewajiban untuk memberikan pengasuhan terbaik, justru mengabaikan dan melakukan kekerasan pada anak. Kedua, sekolah dan lingkungan masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan pada anak dengan mengajarkan konsep hidup bersama yang penuh kasih sayang. Sekolah dapat secara formal mengajarkan syariat kepada anak sehingga mereka memahami kewajiban dan pertanggungjawaban atas setiap amal mereka. Sedangkan masyarakat bisa menjadi tempat belajar informal yang dapat menjadi teladan bagi anak untuk menerapkan ukhuwah dan amar makruf nahi munkar. Ketiga, negara menerapkan syariat Islam, memberlakukan sanksi bagi yang melanggar syariat serta mengontrol media agar tidak menyebarkan pemahaman yang memicu kekerasan seksual dan kejahatan lain pada anak. Bahkan, negara juga bertanggung jawab untuk menyejahterakan rakyat, sehingga mereka tidak perlu mengeksploitasi anak untuk kepentingan ekonomi.

Dengan sinergi ketiga pihak inilah, akan terwujud tempat yang aman dan nyaman untuk anak-anak kita, generasi harapan umat yang akan meneruskan estafet peradaban. Namun, kerja sama ini tak akan tercipta, jika keluarga, sekolah dan masyarakat, serta negara tidak bersatu padu menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, Karena itulah, mari berjuang bersama untuk menegakkan Islam kaffah, demi terwujudnya negara yang benar-benar layak anak. Wallahu a’lam.[]

Parpol Menolak Kenaikan BBM, demi Rakyat?

"Inilah fakta jika suatu negara menganut sistem demokrasi kapitalisme. Apa yang seharusnya menjadi hak publik dan dikelola negara justru diserahkan dan dijual pada asing. Demokrasi kapitalisme adalah penyebab hilangnya fungsi negara yang bertanggung jawab mengurusi rakyat. Dalam sistem ini pula rakyat dianggap beban bagi negara dan memilih mengutamakan para pemilik modal."

Oleh. Khatimah
(Kontributor NarasiPost.Com, Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah)

NarasiPost.Com- Di tengah impitan dan kesulitan yang terus mendera rakyat dalam menghadapi beban hidup, kini muncul kebijakan pemerintah yang benar-benar tega menaikkan harga BBM. Harga BBM jenis pertalite yang sebelumnya Rp7.650/liter menjadi Rp10.000/liter. Padahal jenis bahan bakar ini banyak dikonsumsi jutaan masyarakat menengah ke bawah. Sehingga memunculkan banyak reaksi penolakan elemen masyarakat seperti ormas, mahasiswa bahkan dari para petinggi partai politik.

Ketua Fraksi dari PKS DPRD Kabupaten Bandung, Tedi Surahman, menyatakan dengan tegas bahwa kenaikan harga BBM yang sudah diumumkan Presiden Jokowi 3 September akan menyengsarakan rakyat, maka parpolnya menolak kenaikan tersebut. (AyoBandung.com,09/09/2022).

Selain dari PKS, penolakan kenaikan BBM juga disampaikan ketua Dewan Pimpinan Cabang Demokrat, Saeful Bachri, menurutnya pemerintah membuat kebijakan tanpa memikirkan rakyat dan terkesan serampangan. Di saat bersamaan justru pemerintah menyalurkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang dinilai kurang relevan, terkesan untuk pencitraan. Hal ini terlihat jika pemerintah tidak melakukan penghematan yang akan membuat harga BBM stabil atau tetap. (JurnalSoreang.com, 6/9/2022)

Reaksi penolakan khususnya dari partai politik, harusnya bisa menjadi muhasabah lil hukam (kritik sebagai wakil rakyat kepada penguasa). Bukan hanya sekadar aksi yang memiliki tujuan tertentu menjelang pilpres. Namun harus benar-benar mewakili rakyat atas kebijakan zalim ini yang dilakukan penguasa. Sebab, mengingatkan penguasa merupakan kewajiban rakyat terutama partai politik.

Dari aksi-aksi tersebut ada hal yang lebih penting yaitu menawarkan solusi tuntas yang berdampak kepada perubahan yang revolusioner (menyeluruh), tidak sebatas solusi parsial (sebagian) dan pragmatis (instan). Karena sesungguhnya kebijakan yang diambil pemerintah dengan menaikkan harga BBM dapat dipastikan akan meningkatkan biaya hidup masyarakat. Seperti harga-harga akan ikut naik akibatnya beban operasional seluruh kegiatan ekonomi masyarakat juga bertambah, tak terkecuali armada transportasi.

Setidaknya negara punya empati terhadap rakyat untuk tidak terus-menerus menyengsarakan mereka. Terlebih dampak pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi rakyat belum stabil. Maka, naiknya BBM akan berdampak buruk pada geliat ekonomi, di samping keterpurukan di berbagai bidang.

Jelaslah, kebijakan yang dilakukan pemerintah tentang kenaikan BBM adalah tindakan zalim. Dengan dalih APBN terbebani dan karena minyak dunia naik, rakyat dipaksa menanggung beban yang tidak seharusnya. Lalu di mana tanggung jawab negara jika rakyat harus mencari jalan keluar sendiri untuk mengatasi masalahnya?

Inilah fakta jika suatu negara menganut sistem demokrasi kapitalisme. Apa yang seharusnya menjadi hak publik dan dikelola negara justru diserahkan dan dijual pada asing. Demokrasi kapitalisme adalah penyebab hilangnya fungsi negara yang bertanggung jawab mengurusi rakyat.

Dalam sistem ini pula rakyat dianggap beban bagi negara dan memilih mengutamakan para pemilik modal. Padahal perilaku pemimpin seperti ini bertentangan dalam aturan Islam karena menyia-nyiakan amanah yang telah dibebankan pada dirinya. Allah Swt. berfirman:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil". (QS. An-Nisa: 58)

Inilah yang seharusnya disampaikan oleh seluruh kaum muslim dan para petinggi partai politik pada penguasa. Sehingga, amanah bisa berwujud menjadi tanggung jawab sebagaimana arahan syariat. Penguasa yang mendapat amanah mengurus umat harusnya menjadikan setiap kebijakan sesuai ketentuan syariat, termasuk bahan bakar.

BBM dan sumber energi lainnya adalah hak publik karena termasuk kepemilikan umum. Negara hanya berwenang mengelolanya demi kepentingan rakyat. Hal ini didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah saw.
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal dan memiliki hak yang sama dalam 3 perkara: air, padang rumput, dan api. Maka haram hukumnya jika dihargai." (HR Ibn Majah dan Ath-Thabarani)

Untuk itu, penguasa harus memberikan akses atas kepemilikan umum ini kepada semua rakyat, baik miskin ataupun kaya. Karena mereka memiliki hak yang sama untuk menikmati semua kekayaan dari alam yang merupakan hajat hidup orang banyak. Negara yang menerapkan sistem Islam akan sebaik mungkin mengelola kepemilikan umum ini, untuk kepentingan publik. Pemimpin dalam Islam akan memberikan apa yang seharusnya menjadi hak rakyat secara gratis, atau jika pun harus membeli dengan harga yang sangat relatif murah sehingga bisa dijangkau oleh semua rakyat.

Oleh sebab itu, bertahan dalam sistem demokrasi kapitalisme akan membawa kesengsaraan yang tiada berkesudahan. Sebagai muslim sudah seharusnya harapan dan menjadi tujuan yaitu hanya sistem Islam yang akan menerapkan syariat secara kaffah. Dan harus berani mencampakkan sistem buatan manusia, yaitu demokrasi kapitalisme yang telah terbukti menyengsarakan rakyat. Sudah saatnya umat menerima syariat Islam kaffah dalam sistem yang sahih yang sudah jelas mendatangkan kemaslahatan dan keberkahan.

Wallahu a'lam bish shawwab.[]

Kenapa Ada Ibu yang Tidak Bahagia?

"Perasaan kesepian dapat merasuki perasaan ibu dari level mana pun tanpa terkecuali. Aspek kejiwaan ibu yang kompleks tidak bisa dianggap enteng dan diserahkan pada kecakapan masing-masing keluarga. Oleh karena itu, peran negara dan masyarakat turut menentukan kebahagiaan seorang ibu."

Oleh. Alga Biru
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Ibu adalah tempat pertama kita mengenal kenyamanan, kehangatan, dan kasih sayang. Sosok yang berjuang demi kehidupan kita sejak dari alam rahim, kelahiran hingga membesarkan anak yang dulu dikandungnya selama 9 bulan. Dalam pengorbanan seolah yang tiada habisnya, bagaimana bisa seorang ibu kemudian memilih menghabisi nyawa sang buah hati? Tidakkah ini bertolak belakang dengan cinta dan kasih sayang itu sendiri?

Patut diingat, selain sosoknya yang lembut, ibu merupakan figur yang rentan. Sistem sosial yang tidak mendukung aktivitas ibu yang paripurna akan menggoyahkan ibu hingga keluar dari fitrahnya. Ketika seorang ibu melahirkan bayi yang dikandungnya, ia langsung bekerja untuk menyusui sekehendak permintaan bayi. Sementara itu, aktivitas menyusui tidaklah semudah kelihatannya. Aktivitas pengasuhan bukanlah sesuatu yang nature, tetapi lebih dekat kepada nurture yang artinya perlu effort alias ada usaha untuk memahami, menganalisis, mempelajari, dan memilih pada akhirnya. Jika aktivitas maha berat yang tidak mengenal distraksi ini tidak disokong oleh sistem kehidupan yang mumpuni, beratnya menjadi ibu akan melahirkan respons berkebalikan dari ibu, yakni pengabaian, sumber penderitaan, kesepian bahkan kematian.

Seorang ibu gantung diri di Pinrang, Sulawesi Selatan. Sebelum gantung diri, wanita itu meracuni kedua putranya hingga tewas. Dalam olah TKP, ditemukan rekaman voice note yang dikirimkan kepada suaminya, yang mana sang ibu merasa malu karena tidak sanggup membayar utang. Sampai di sini kita mendapati bahwa ibu tidak hanya menanggung beban pengasuhan tetapi boleh jadi tanggung jawab finansial dan domestik rumah tangga lainnya. Ibu yang putus asa ini bahkan “mengajak” anaknya untuk meninggalkan dunia ini dan percaya dengan membunuh kedua anaknya artinya membebaskan anak-anak dari derita dunia menuju alam surga.

"Dia bilang dia sudah kirim ke surga anaknya (minum racun)," ungkap Kasat Reskrim Polres Pinrang AKP Muhalis menjelaskan isi rekaman tersebut. Kita merasa ngilu tatkala mendapati fakta senada tentang ibu yang tega menampar anak balita dan menggantung anaknya tersebut. Lantaran sang suami tidak menafkahi, ibu asal Lampung tersebut gelap mata dengan melampiaskan kemarahan kepada anak. Maka benarlah sebuah ungkapan yang menyebutkan bahwa titik kebahagiaan sebuah keluarga berasal dari sosok ibu. Kebahagiaan ibu adalah kebahagiaan seluruh keluarga dan seharusnya sistem masyarakat kita lebih peka dengan aspek yang melingkupi kehidupan para ibu.

Kenapa ada ibu yang tidak bahagia? Bagaimanakah pemicu stres menjauhkan ibu dari kebahagiaannya? Faktor ekonomi memberi porsi yang cukup besar memicu stres di kalangan ibu-ibu, baik ibu rumah tangga maupun ibu bekerja. Namun, bukan berarti ibu yang memiliki kecukupan finansial pasti terbebas dari risiko depresi atau stres. Rachel Gurevich, penulis buku "The Doula Advantage: Your Complete Guide to Having an Empowered and Positive Birth with Help of a Professional Childbirth Assistant" mengatakan bahwa kehadiran anak sering kali menjadikan seorang ibu terisolasi dan kerap merasa kesepian. Satu sisi, ibu merasa senang dengan hadirnya anggota keluarga baru dan di sisi lain hidupnya yang dulunya “bebas” seolah “terkekang” dalam rutinitas keseharian selama mendampingi anak-anak terutama sejak kelahiran bayi.

Perasaan kesepian ini dapat merasuki perasaan ibu dari level mana pun tanpa terkecuali. Aspek kejiwaan ibu yang kompleks ini tidak bisa dianggap enteng dan diserahkan pada kecakapan masing-masing keluarga. Peran negara dan masyarakat turut menentukan kebahagiaan ibu. Contoh saja, perasaan terisolasi ibu dapat berasal dari tuntutan masyarakat bahwa untuk menjadi ibu yang baik maka terus menerus di sisi anak sepanjang waktu, tetap berada di rumah, dan lainnya. Ini hanya salah satu contoh saja mengapa masyarakat juga punya peran. Faktor negara pun demikian.

Tidak henti-hentinya kita mendengar berbagai agenda pemberdayaan perempuan yang erat kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi. Singkatnya, bagaimana perempuan yakni ibu yang berdaya didefinisikan dengan ibu yang mampu menghasilkan uang. Sehingga, satu sisi ada tuntutan untuk jadi ibu yang baik (berada di rumah), ditambah lagi tuntutan finansial oleh negara untuk menggenjot ekonomi keluarga yakni dengan berdaya secara ekonomis.

Jika begini, akankah kebahagiaan ibu menjadi sebuah utopia? Selalu disebut-sebut tetapi sangat sulit untuk diwujudkan? Jangan sampai kita turut menjerumuskan para ibu dalam depresi dengan menciptakan stigma dan paradigma yang keliru memandang hidup ini. Biarlah kebahagiaan hidup itu hadir lewat perasaan cukup dan penuh syukur. Bahkan kita bisa bahagia tanpa harus menjadi siapa-siapa selain diri sendiri yakni hamba Allah yang apa adanya. Tulisan ini dibuat dengan keresahan untuk mencari jawaban dengan perenungan-perenungan selanjutnya. Wallahu a’lam bishawab.[]

Pemuda Muslim di Jebak, Islam Solusi Haq

"Pada akhirnya semua paham sesat seperti sekuler, demokrasi, moderasi beragama dan liberal terlahir dari rahim yang sama, yakni rahim kapitalisme. Di sistem kapitalisme, potensi pemuda dibajak, diarahkan pada kesenangan dunia semata. Pemuda dijauhkan dari agama, hidupnya hanya untuk berfoya-foya."

Oleh. Diana Septiani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Bila ingin melihat masa depan suatu bangsa, maka lihatlah pemudanya. Jika pemudanya memadati majelis ilmu, sibuk merancang masa depan negerinya, serta berpikir keras bagaimana melawan para penjajah, itu pertanda bangsanya akan maju. Sebaliknya, jika generasi mudanya sibuk berfoya-foya, tak peduli kondisi di sekitarnya, maka kacau bangsanya. Hal ini menunjukkan posisi pemuda sebagai sumber daya strategis bagi suatu bangsa.

Siapakah Pemuda Itu?

Allah Swt. berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 54, "Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban…”

Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini, “Kemudian ia keluar dari rahim ibunya, lemah, kurus, dan tak berdaya. Kemudian ia tumbuh sedikit demi sedikit sampai ia menjadi seorang anak, lalu ia mencapai usia baligh, dan setelahnya menjadi seorang pemuda, yang merupakan kekuatan setelah kelemahan. Kemudian ia mulai menjadi tua, mencapai usia paruh baya, lantas menjadi tua dan uzur, kelemahan setelah kekuatan …”

Dari penafsiran ini kita bisa menelaah, bahwa seorang muslim jika sudah balig maka sudah memasuki masa muda. Masa peralihan dari masa kanak-kanak yang terlepas dari pena amal perbuatan menjadi seorang mukalaf yang terbebani hukum.

Jika balig diukur dari segi usia, menurut ulama dari kalangan Syafi'i dan Hambali menyatakan usia balig adalah 15 tahun. Sementara ulama Hanafi menetapkan batas usia minimal balig bagi laki-laki 12 tahun dan perempuan 9 tahun. Sementara, menurut Undang-Undang Tahun 2009 Nomor 40 tentang kepemudaan, pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16-30 tahun.

Berjuta Potensi Pemuda

Sejatinya setiap manusia, Allah subhanahu wa taala mengaruniakan tiga potensi mendasar. Semua manusia memiliki potensi yang sama. Ciri khas manusia (khoshyatul insan). Memiliki kebutuhan jasmani (hajatul udhuwiyyah) yang tanpa belajar pun kita bisa melakukannya, misalnya bernapas, minum, tidur, dan sebagainya. Disertai kebutuhan naluri (gharizah) yang dirangsang dari luar tubuh. Naluri mempertahankan diri (gharizatul baqa’), naluri melestarikan jenis (gharizatun na’u), juga naluri beragama atau mensucikan sesuatu (gharizatut tadayyun). Setiap manusia Allah istimewakan dengan keberadaan akal yang membedakannya dengan hewan.

Di sisi lain, pemuda memiliki potensi dan kesempatan yang luar biasa di masa mudanya. Masa muda adalah masa terbaik. Masa kekuatan di antara dua kelemahan, seperti yang tercantum di dalam QS. Ar-Rum ayat 54 di atas.

Selain itu, dalam hadis sahih, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita untuk memanfaatkan lima perkara sebelum lima perkara. Salah satunya masa muda sebelum masa tua.
Masa muda juga adalah masa emas. Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata tentang masa muda, “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan pemuda. Dan seorang alim tidak diberi ilmu pengetahuan oleh Allah melainkan di waktu masa mudanya.”

Dr. Yusuf Qardhawi, ulama besar asal Mesir pun menegaskan betapa masa muda adalah masa paling berharga. Semangatnya membara, energinya paripurna dan kreativitasnya luar biasa dan daya berpikirnya kritis. Memahamkannya bagaikan mengukir di atas batu. Beliau mengatakan, “Ibarat matahari, maka pemuda bagaikan matahari yang bersinar tepat pukul 12 siang. Di mana matahari sedang dalam panas dan teriknya yang sangat.”

Potret Buram Pemuda Masa Kini

Namun, kondisi pemuda saat ini bagai indah kabar daripada rupa. Dengan sejuta potensi pemuda yang begitu luar biasa, pada kenyataannya pemuda hari ini rusak, bobrok lagi ironis. Tak punya arah tujuan. Tingkahnya bahkan melebihi binatang. Rasa penasarannya yang tinggi seringkali disalahgunakan.

Misalnya, demam Citayam Fashion Week yang sempat menyita banyak pasang mata. Sekelompok remaja dari kalangan ekonomi bawah asal pinggiran Jakarta menggebrak ibu kota. Peragaan busana unik dan nyetrik sukses mengundang perhatian publik. Kemudian terlahirlah sosok-sosok idola baru bagi remaja, seperti, Bonge, Jeje Slebew, Roy, Mami dan Kurma. Mulai dari kalangan artis, influencer, pejabat hingga politisi turut catwalk di trotoar dan zebra cross. Bahkan sampai diperebutkan hak intelektualnya, walau pada akhirnya dicabut pendaftarannya. Hingga muncul frasa, “Created by the poor, stolen by the rich” (diciptakan oleh orang miskin, dicuri oleh orang kaya).

Di sisi lain, viral kasus perundungan. Seorang bocah SD berinisial F (11 tahun) menjadi korban perundungan oleh teman-temannya. Puncaknya, F dipaksa untuk melakukan tindakan tak senonoh pada kucing. Tak cukup mengolok-olok dan menertawainya, hal ini direkam dan dengan tega disebarluaskan di media sosial. F bocah kelas 5 SD itu pun depresi berat hingga berujung merenggang nyawa.

Sebenarnya, kasus perundungan memakan korban bukan kali pertama. Pada tahun 2020, seorang siswi SMP melompat dari lantai empat sekolahnya lantaran sering dibully. Kasus perundungan atau bullying semakin hari angkanya semakin melonjak. Bahkan, menurut riset Programmer for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 menyebutkan murid yang mengaku pernah mengalami perundungan di Indonesia sebanyak 41,1%. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara peringkat kelima tertinggi di dunia dalam kasus perundungan.

Di sisi lain tak hanya menjadi korban, pemuda banyak yang menjadi pelaku pembunuhan. Pada akhir Juli 2022 lalu di Jambi, tiga orang remaja berusia 17 tahun membunuh temannya. Motifnya hanya karena kesal sering ditagih utang sebesar Rp150.000. Jika kita mundur ke belakang, bahkan ada yang jauh lebih miris. Pada tahun 2013, hanya karena utang seribu rupiah seorang bocah 8 tahun tega membunuh temannya. Korban yang masih berusia 6 tahun diceburkan ke galian dan dibenamkan berkali-kali hingga tewas.

Kasus perzinaan pun tak kalah membuat kita geleng-geleng kepala. Dinas Pendidikan Kota Bandung mengungkap data hasil survei tentang pergaulan bebas. Survei ini dilakukan kepada 60 remaja di bawah umur 14 tahun. Survei minor tersebut menemukan 56 persen dari 60 responden mengaku sudah pernah melakukan seks atau hubungan badan. (Republika.com, Juli 2022). Itu hanya baru Kota Bandung, bagaimana dengan kota-kota lainnya?

Di Jawa Tengah, mengutip dari Laporan Perkara di Wilayah Pengadilan Agama Jawa Tengah, kasus dispensasi nikah pada tahun 2021 mencapai 11.505 kasus. Dispensasi nikah ini diajukan orang tua dari calon pengantin wanita yang masih belum mencapai 19 tahun dan menurut undang-undang, yang boleh dikabulkan hanya karena alasan mendesak. Ya, hampir semua pengajuan itu mendesak karena wanitanya hamil di luar nikah.

Jebakan ‘Batman’ bagi Pemuda

Sungguh ironis, itu hanya yang terdata, terlapor dan tercatat. Bagaimana dengan fakta di lapangan? Jauh lebih mengenaskan. Bagaikan fenomena gunung es. Kecil di permukaan, tapi besar di bawah lautan. Bikin ngelus dada. Belum lagi beragam kasus lainnya, seperti; tawuran, klitih, pesta miras, pengguna narkoba, pelacur atau gigolo, pelaku LGBT, pemerkosa, pembegal dan banyak kasus lainnya.

Banyak pihak yang akhirnya kebingungan siapa yang harus disalahkan dan bagaimana solusi atas perilaku pemuda kini yang semakin agresif dan cenderung tak kendali? Tentu jika kita hanya melihat mereka (pemuda) sebagai pelaku, hanya akan menemukan jalan buntu. Tetapi, semestinya kita sadari bahwa pemuda saat ini juga korban. Mereka terjebak oleh jebakan-jebakan yang menjerat. Berbagai usaha dan sarana yang dilakukan si ‘dalang’ agar menjerumuskan pemuda ke jurang kehancuran.

Pertama, Jebakan Sekularisme

Menurut Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, sekularisme adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlud-din ‘anil-hayah). Juga bisa disebut dengan istilah memisahkan agama dari negara (fashlud-din ‘anid-dawlah). Sekularisme mengharuskan penganutnya agar ‘menceraikan’ agama dengan kehidupan sehari-harinya. Dengan pemikiran sekularisme inilah, para pemuda menjadi sosok yang ‘amnesia’ dengan agamanya. Pembahasan mengenai agama, ya, di forum agama saja. Jangan membawa-bawa agama untuk urusan dunia. Begitu argumen yang seringkali dilontarkan para penganutnya.

Alhasil, jika membahas tentang agama di ruang umum, dipandang sebagai sesuatu yang tabu. Dengan pemikiran sekuler ini, Islam hanya diambil esensinya. Syariat-syariatnya lebih banyak yang ditolak karena dianggap kaku, tidak sesuai zaman dan bertentangan dengan nilai-nilai universal seperti kesamaan, keadilan, kebebasan, toleransi dan kesetaraan gender.

Kedua, Jebakan Hak Asasi Manusia (HAM)

Dalam demokrasi, ada empat kebebasan (al-hurriyat, freedom) yang dijamin. Pertama, kebebasan beragama (hurriyah al-‘aqidah); kedua, kebebasan berpendapat (hurriyah ar-ra`yi); ketiga, kebebasan kepemilikan (hurriyah ar-tamalluk) ; keempat, kebebasan berperilaku (al-hurriyah asy-syakhshiyyah). Hak-hak inilah yang kemudian dikenal sebagai hak asasi manusia.

Al-‘Allamah Syaikh Abdul Qadim Zallum di dalam bukunya Demokrasi Sistem Kufur mengatakan: “ _Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia ialah ide kebebasan individu yang dibawa oleh demokrasi. Ide ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka secara universal serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negeri-negeri demokrasi sampai ke derajat yang lebih hina daripada derajat segerombolan binatang! Ide kebebasan beragama, yang didukung dengan sekularisasi kehidupan, menjadikan umat tidak lagi terikat dengan kuat terhadap agamanya.”

Kebebasan berperilaku, dimaknai dengan bebasnya melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan agama. Misalnya kasus LGBT, dianggap merupakan kebebasan untuk mengekspresikan kecenderungan seksual yang menyimpang. Pacaran dan zina bagi mereka adalah hak asasi. Selama tidak ada paksaan maka bukan pelanggaran. Tidak ada yang dirugikan, karena suka sama suka. Dalam demokrasi, negara membolehkan dan melegalisasi hak-hak individu. Ketika individu ingin melakukan apapun yang dia inginkan, asal tidak mengganggu dan merugikan individu lain, tidak masalah dan sah-sah saja.

Ketiga, Jebakan Moderasi Beragama

Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem. Dalam buku yang diterbitkan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang berjudul Moderasi Beragama (2019) menyebutkan, ada empat nilai utama yang menjadi inti gerakan moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, kerukunan, antikekerasan dan kearifan terhadap budaya lokal.

Pemuda harus waspada dengan moderasi beragama. Kelihatannya bagus, padahal menyesatkan. Bahkan, siswi SMAN 1 Jembara, Bali dinobatkan sebagai duta harmoni (baca : moderasi) oleh Direktorat KSKK Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kemenag. Moderasi beragama menggiring umat dan generasi muda untuk terbuka menerima berbagai pemikiran Barat; nasionalisme, demokrasi, HAM, liberalisme dan pluralisme untuk menggantikan aturan-aturan agama.

Alhasil, moderasi agama dimaksudkan agar pemahaman agama yang dianggap radikal (misalnya; jihad, khilafah, jilbab, dan sebagainya) bisa lebih lunak. Mencari jalan tengah dari paham yang dianggap ‘ekstrem’. Intinya kalau beragama ya biasa saja, jangan terlalu fanatik. Jangan terlalu eksklusif dalam memeluk agama, artinya, jangan merasa agamanya yang paling benar. Alhasil, banyak pemuda yang ‘melepas agama’ dari kehidupannya. Agama hanya sebatas pelengkap di kartu identitasnya saja. Pemuda saat ini makin berani berhubungan bahkan hingga menikah beda agama. Pindah agama bak hal yang lumrah, karena frasa, “semua agama sama saja, sama-sama mengajarkan kebaikan”.

Keempat, Jebakan Kapitalisme

Pada akhirnya semua paham sesat seperti sekuler, demokrasi, moderasi beragama dan liberal terlahir dari rahim yang sama, yakni rahim kapitalisme. Di sistem kapitalisme, potensi pemuda dibajak, diarahkan pada kesenangan dunia semata. Pemuda dijauhkan dari agama, hidupnya hanya untuk berfoya-foya. Kebahagiaannya tidak lagi pada keridaan Allah, melainkan bagaimana meraih sebanyak-banyaknya materi. Pemuda saat ini diserang bukan lagi dengan 3F melainkan dengan 6F; fashion, food, film, fun, free sex, dan faith atau keyakinan.

Sayyidina Ali ra menegaskan, “Al haq bila nizham, yaghlibuhul bathil binizham; kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Ya, kebatilan, kerusakan, kemaksiatan yang merajalela hari ini adalah buah diterapkannya sistem kapitalisme. Secara terorganisir penjajah kafir berpikir keras bagaimana menghancurkan generasi Muslim.

Kafir Barat begitu bersungguh-sungguh menyesatkan pemuda. Dalam skala internasional, misalnya mengenai kesetaran gender, mereka mengadakan konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Againts Women) yang disetujui Majelis Umum PBB pada 1979. Ditambah, begitu massif kafir penjajah menggempur pemuda dengan LBGT. Pada 2015 lalu, Ban Ki-Moon selaku Sekjen PBB terang-terangan memperjuangkan hak LGBT di meja PBB. United States Agency for International Development (USAID) juga turut mendukung hak LGBT. Bahkan, Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC) di Universitas Indonesia membuka konseling bagi mahasiswa LGBT. Jebakan-jebakan ini tidak terjadi begitu saja, tetapi by designed. Hal ini merupakan makar global guna memerangi Islam.

Selamatkan Pemuda

Fakta kerusakan pemuda sudah di depan mata. Jebakan-jebakan yang menjeratnya semakin nyata terindra. Lantas, bagaimana menyelematkan pemuda yang sudah berada di ujung tanduk ini? Siapa yang bertanggung jawab ‘mengulurkan tangan’ untuk selamatkan para pemuda muslim?

Pertama, keluarga. Sebagai wadah pertama pembentukan generasi berkualitas melalui ayah dan ibu. Sosok ayah di rumah ibarat kepala sekolah. Ia memimpin dan menentukan arah pendidikan bagi keluarganya. Tugasnya tak hanya mencari materi semata, tapi berkewajiban menjaga keluarganya dari api neraka. Ketiadaan peran dan figur ayah (father less), mengakibatkan anak-anaknya kehilangan arah. Begitu pula dengan sosok ibu sebagai guru pertama bagai anak-anaknya. Jika ibu juga disibukkan mencari nafkah, maka siapa lagi yang akan mendidik anak-anaknya di rumah? Walau tak dimungkiri, banyak para ibu yang sebenarnya ‘terpaksa keluar rumah’ karena tekanan hidup di sistem kapitalistik tak menjamin kebutuhan rumah tangganya.

Sosok kakek-nenek, om-tante, sepupu-keponakan dan saudara lainnya adalah bagian dari keluarga yang seharusnya turut menciptakan lingkungan kondusif bagi tumbuh kembang sang anak (pemuda). Jika lingkungan sekitar pemuda, terutama keluarganya terbiasa meninggalkan salat wajib, tak pernah mengkaji Islam, hobi melontarkan kalimat kotor, senang berbuat kasar, apakah mungkin terlahir pemuda saleh nan ideologis? Bagai pungguk merindukan bulan.

Kedua, sekolah, kampus atau pesantren. Di dalam sistem pendidikan Islam, tujuan utama pendidikan sekolah ialah membangun kepribadian Islam ( syakhsiyyah Islam). Mencetak generasi yang tak hanya pola pikirnya saja yang Islam, tetapi pola sikapnya juga Islam. Bagaimana cara mendidiknya? Tentu dengan pembinaan yang khas. Tsaqofah yang disampaikan pun hanya tsaqofah Islam.

Berbanding terbalik dengan pendidikan sekolah di sistem kapitalis sekuler. Guru hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tidak membina muridnya dengan tsaqofah Islam. Yang terjadi kini, justru pendidikan agama porsinya hanya dua jam dalam seminggu, itu pun ada wacana untuk dihapuskan. Bagaimana bisa memperbaiki moral serta melahirkan generasi yang kokoh imannya jika pelajaran agamanya saja dipinggirkan?

Belum lagi orientasi pendidikan kapitalistik yang sangat berambisi menjadikan sekolah sebagai pabrik penghasil tenaga kerja yang menguntungkan bagi para kapital. Akhirnya, pendidikan hari ini hanya sebatas angka belaka, formalitas untuk melamar kerja. Bukan lagi sebagai pencetak generasi gemilang yang ber- syakhsiyyah Islam.

Ketiga, masyarakat. Masyarakat merupakan lingkungan tempat generasi itu tumbuh dan hidup bersama anggota masyarakat lainnya. Ketika masyarakatnya rusak, maka bukan hal yang mustahil generasi pemuda yang tumbuh di dalamnya juga akan rusak, begitu pula sebaliknya. Jika masyarakatnya Islami, maka yang akan terpancar adalah cahaya Islam. Maka, wajar saat Islam berjaya, penduduk nonmuslim yang semula ‘rusak’ menjadi ‘sehat’. Semula tak mengimani Allah dan Rasul-Nya namun setelah masuk Islam, malah menjadi pembela agama-Nya.
Dalam pergaulannya di tengah masyarakat, pemuda juga sangat erat kaitannya dengan sahabat atau teman dekat. Jauh sebelumnya Nabi Muhammad saw. mengingatkan agar tak sembarang memilih sahabat. Beliau bersabda, “Seseorang itu bergantung pada agama sahabatnya, maka perhatikanlah salah seorang dari kamu kepada siapa dia bersahabat.” (HR. Abu Daud).

Maka, amat perlu memilah teman dekat terbaik bagi pemuda.
Masyarakat juga merupakan sekolah besar bagi generasi. Mereka melihat dan meniru. Dampak kecanggihan teknologi, budaya dan gaya hidup Barat dan Korea yang nun jauh di sana, kini ada di depan mata. Maka, tak cukup hanya menyiapkan masyarakatnya saja.

Keempat, negara. Bicara pemuda maka bicara aset bangsa. Seyogyanya negara dengan sungguh-sungguh menyiapkan generasi pemuda yang tangguh. Bukan seperti pemuda saat ini yang lemah dan rapuh. Terlebih, Indonesia sejak tahun 2020 sudah memasuki bonus demografi, hingga puncaknya yaitu 2030. Sewajarnya negara tidak lagi memandang sebelah mata permasalahan pemuda. Bukan malah sibuk mengaruskan pendidikan vokasi guna ‘menjual’ pemuda di era 4.0 dan pasar bebas. Tetapi, mengutip perkataan Prof. Dr. Ing Fahmi Amhar, “Bonus demografi hanya dapat diraih jika mereka yang saat ini masih usia anak-anak itu dapat diformat menjadi generasi emas, generasi bertakwa, sehat, cerdas, gemar bekerja keras dan dapat bersinergi”.

Namun, bagaimana bisa generasi khairu ummah itu terlahir, jika negeri ini masih saja mengadopsi sistem rusak dan cacat? Maka dari itu, perlu adanya negara yang menerapkan sistem aturan Islam secara keseluruhan. Tidak cukup hanya mengambil hukum-hukum dalam Islam terkait sistem uqubat -nya saja, seperti yang dilakukan beberapa negeri muslim. Tetapi sangat perlu diterapkan sistem lainnya, seperti sistem pendidikan, pergaulan serta ekonominya, harus dari Islam. Negara mana yang menerapkan sistem Islam secara sempurna? Tiada lain, hanyalah negara Daulah Khilafah.

Khatimah

Pemuda adalah tonggak peradaban. Di tangan merekalah tergenggam masa depan umat dipertaruhkan. Akankah mengantarkan pada kebangkitan atau justru pada kehancuran? Maka menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mempersiapkan pemuda dambaan.
“Para pemuda kita adalah yang kita harapkan mengendalikan masa depan. Karena itu menjadi tugas generasi kita untuk memprogram mereka, sehingga mereka mampu tampil sebagai generasi yang kokoh untuk memikul tanggung jawab masa depan,” ucap seorang ulama asal Lebanon.

Napolen Bonaparte pernah berkata, “Selama Al-Qur’an ini berkuasa di tengah-tengah kaum muslimin, dan mereka hidup di bawah naungan ajaran-ajarannya yang sangat istimewa, maka kaum muslimin tidak akan tunduk kepada kita, kecuali kita pisahkan mereka dari Al-Qur’an (syariat Islam).”

Maka dari itu, mari bersinergi menyelamatkan generasi muda muslim dari jebakan-jebakan yang kini tengah menjeratnya. Tidak bisa kita mungkiri bahwa kerusakan pemuda sangat jelas di depan mata kita. Mari mengambil peran dalam perjuangan. Berdakwah, menyampaikan kebenaran dan mencegah kemungkaran sesuai kemampuan. Saatnya kita kembali kepada Islam kaffah yang akan membawa umat pada keberkahan.

Allahu a'lam bish showab[]

MC Zaman Now

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (TQS. Lukman: 14)

Oleh. Putri Achmad
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-MC yang ini bukan seperti MC biasanya, bahkan MC jenis ini enggak perlu dibayar alias gratis! Momong cucu, ya itu kepanjangan MC yang penulis maksud. Bukan Master of Ceremony. Ok, lanjut. Ibu saya atau eyang utinya anak-anak saya beberapa waktu lalu bercerita tentang teman umrahnya. Ceritanya, mereka bertemu di suatu acara, mungkin semacam reunian jemaah umrah gitu. Biasalah emak-emak rempong kalau sudah ngobrol enggak ada habis-habisnya tema yang dibahas. Coba Sobat tebak tema pertama yang dibahas! Yup, kabar masing-masing. Tanya kesehatan, nyambung tanya kabar si ibu A, ibu B, dst., yang saat itu tidak bisa hadir. Ya, kali aja di antara mereka ada yang tahu. Lanjut ke tema berikutnya, tanya kabar paksu (pak suami) masing-masing, anak, cucu, cicit, kalau sudah ada yang punya mungkin ditanya juga. Hadeuh, ini reuni umrah atau silaturahmi keluarga besar, sih nggak jauh beda dengan lebaran, hehe.

Nah, sobat NP ceritanya ibu saya sampai pada tema ‘cucu’. Para emak saling tanya, "sudah berapa cucu, Ibu?"

Giliran ibu saya menjawab, “Empat belas, Bu.” Auto kaget ibu-ibu yang mendengar.

Ada nih salah satu ibu yang komen. “Itu cucu-cucu Ibu diurus ortunya?”

Nah, mulai dari sini sudah pada tahu, ya, akan ke mana arah tulisan ini berlayar, hehe.

Ibu saya dengan antusias menjawab, “Ya iyalah sama ortunya, Bu. Saya nggak mau kalau diminta momong cucu, dah nggak kuat, dah nggak muda lagi.”

Si ibu yang bertanya balik menanggapi sekaligus curhat, “Eh, Ibu enak, ya nggak ada cucu yang nggondeli, nggak kayak saya, dititipi cucu karena anak dan menantu saya dua-duanya kerja.”

Usut punya usut, dari cerita-cerita para emak yang lebih pas disebut para eyang atau para nenek tersebut, ternyata si ibu yang dititipi dua orang cucu tersebut sebenarnya ingin resign jadi MC alias momong cucu karena merasa kewalahan. Mending-mending cucu-cucunya nurut, lha disuapi makan saja kudu wira-wiri sambil main di luar. Ya kebayang pegalnya badan eyang yang sudah tidak muda lagi. Miris! Anak dan mantu sang nenek sibuk cari uang, anak-anaknya dititipkan pada sang nenek. Sudahlah ortu kita lelah mengurus kita sejak dalam kandungan, eh setelah kita punya anak, anak kita pun diurus oleh orang tua kita.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (TQS. Lukman: 14)

Bukan maksud pukul rata, ya, Sob! Bagi para nenek yang fine-fine saja dititipi cucu, enggak masalah. Apalagi, jika sang nenek memang masih sangat mampu dan senang membantu mengurus cucu-cucunya. So, tulisan ini anggaplah sebagai pengingat bagi kita para emak yang ingin menitipkan anak-anak yang masih kecil-kecil, masih doyan lari-lari, alias lagi aktif-aktifnya. Jika ingin menitipkan ke sang nenek, pastikan sang nenek mampu dan senang.

Jikalau boleh memberikan pendapat, menurut saya sebagai ortu ataupun calon ortu memang harus sudah paham tugas dan kewajiban terhadap anak sebelum si buah hati lahir. Jangan semua pakai ilmu learning by doing. Padahal, nggak semuanya, lho, Sob, bisa dipelajari sambil kita jalani sebagai ortu. Ada banyak hal penting dan pokok yang dituntunkan oleh agama kita (baca: Islam) agar bisa kita pelajari sebelum kita melakukan sesuatu. Pepatah kerennya, al ilmu qabla amal. Yup, harus cari tahu dulu biar mengerti apa yang harus dilakukan. Termasuk dalam hal yang sedang penulis bahas.

Sebenarnya, gimana hukumnya menitipkan anak pada sang nenek? Boleh-boleh saja, Sob. Asalkan tidak memberatkan sang nenek, kemudian harus dipastikan kewajiban orang tua kepada anak tidak terlalaikan. Kita tidak boleh menitipkan anak kita terus-menerus karena kita sebagai ibunya disibukkan mencari uang. Akhirnya, peran kita sebagai madrasah pertama bagi anak kita tergantikan oleh didikan nenek kepada cucu-cucunya. Apalagi, biasanya sang nenek hanya sanggup memastikan ‘yang penting cucunya enggak kenapa-kenapa’, 'tidak kelaparan', 'tidak celaka atau tidak sakit'.

Sedangkan, bagaimana asupan informasi yang masuk ke benak cucunya selama dititipkan? Apa saja yang harus dipelajari sang cucu di usianya saat itu, dll.? Tentu akan sulit dilakukan sang nenek. Sudah terlalu lelah jika harus melakukan proses edukasi serumit itu di usia yang tak lagi muda. Apalagi, jika ada pola asuh atau pola didikan yang berbeda antara sang nenek dengan kita sebagai orang tua, wah bisa bikin bingung anak.

Nah, sekadar saran alangkah baiknya jika kita (istri) terpaksa harus membantu mencari nafkah, ambillah pekerjaan yang tidak memakan banyak waktu kita. Bagaimanapun, seorang muslimah memiliki tugas dan kewajiban sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, sekaligus ia dituntut berperan aktif mengedukasi kaumnya dalam kegiatan dakwah. Kedua peran domestik dan publik ini tidak boleh dikalahkan oleh aktivitas bekerja.

Tak dimungkiri, dunia saat ini dilingkupi atmosfer kapitalisme yang menuntut manusia bahagia saat kepuasan jasadiyah terpenuhi dan bergelimang materi. Apalagi, kompetisi bebas berlaku pada semua orang tanpa pandang bulu, yang mampu dan tidak mampu akan disatukan dalam perlombaan memenangkan kesenangan duniawi. Siapa punya uang atau modal dia akan menang, jika tak punya modal harus rela tersingkirkan.

Kapitalisme telah membebankan semua kebutuhan hidup beserta problematika kehidupan pada individu. Jika seseorang sudah berkeluarga, maka beban itu berpindah pada keluarga. Perempuan yang tak diwajibkan menafkahi keluarga, akhirnya mau tidak mau harus ikut serta menopang kebutuhan nafkah bagi keluarganya. Bahkan, saat ini posisi perempuan bukan sekadar membantu perekonomian keluarga, tapi posisinya sebagaimana laki-laki, yaitu sebagai kepala keluarga. Mungkin kita pernah mendengar istilah 'Perempuan Kepala Keluarga'. Akhirnya, istri yang sudah lelah bekerja tidak mungkin bisa optimal mengurus rumah dan anak-anaknya. Jika mencari ART bagi sebagian keluarga masih belum ada budget, maka alternaif solusi teraman dan ternyaman adalah minta bantuan orang tua kita alias sang kakek atau nenek.

Kadang pertanyaan usil tebersit dalam benak saya, “sebenarnya menjadikan ortu sebagai MC karena alasan lebih aman daripada memperkerjakan orang lain atau karena lebih nyaman di kantong?” Jika nenek dan kakek yang jadi MC, biasanya enggak perlu keluar uang untuk menggaji. Udah gitu, kita sebagai anak kurang peka juga, jarang membalas kebaikan ortu dengan hal-hal menyenangkan. Misal, mengajak mereka berlibur ke tempat yang mereka sukai, healing setelah direpotkan cucu-cucunya atau sekadar membelikan kebutuhan-kebutuhan harian mereka. Meskipun hal tersebut tetap tidak akan mampu menandingi besarnya jasa-jasa mereka kepada kita, anak yang telah meraka rawat dan mereka didik sejak dalam kandungan.

Solusi jangka pendek saat istri terpaksa membantu mencari nafkah, carilah pekerjaan yang tidak mengganggu tugas utama kita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Misalnya, pekerjaan yang bisa dilakukan di sela-sela kesibukan utama kita dan pekerjaan tersebut tidak mengganggu kewajiban kita. Hmm, jadi penulis mungkin salah satu alternatif solusi yang baik untuk dipertimbangkan. Nah, kalau sobat tertarik, ditunggu banget karya-karya terbaik kita oleh Bu Andrea dan tim. Siapa tahu, lewat media NarasiPost.Com suatu saat kita bisa menjadi penulis ideologis yang mengguncang dunia! Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Pinterest

Aneksasi Bertopeng Referendum ala Rusia, Cara Khas Negara Penjajah

”Aneksasi (pencaplokan wilayah) yang dilakukan Rusia hakikatnya adalah penjajahan, meski dengan topeng referendum. Penjajahan merupakan thariqah (metode baku) negara kapitalis untuk menyebarkan ideologinya ke luar negeri.”

Oleh. Ragil Rahayu
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sudah tujuh bulan perang Rusia-Ukraina berlangsung dengan menewaskan lebih dari 5.000 penduduk sipil. Perang belum usai, bahkan kini memasuki babak baru. Empat wilayah yakni Zaporizhzhia Selatan, Kherson Selatan, Lugansk Timur, dan Donetsk telah melakukan referendum pada 23-27 September. Hasilnya, mereka memilih untuk bergabung dengan Rusia.

Sekitar 90% pemilih mendukung aneksasi Rusia atas wilayah mereka. Bahkan, pemimpin separatis Ukraina di Donetsk menyatakan bahwa mereka sudah lama ingin bergabung dengan Rusia. Dia juga menyebut Rusia sebagai tanah airnya (CNBC Indonesia, 28/9/2022). Putin diprediksi akan mengumumkan hasil referendum di hadapan parlemen Rusia pada 30 September ini.

Namun, pelaksanaan referendum tersebut mendapat kecaman keras dari Ukraina dan negara-negara Barat. Mereka menyebutnya sebagai akal-akalan Moskow. Menurut mereka, perang masih terus berkecamuk di empat wilayah yang membentuk 15% dari Ukraina ini. Tidak ada satu pun dari empat provinsi tersebut yang berada dalam kendali penuh Rusia.

Terhadap hasil referendum, Kyiv dan Barat menolaknya dengan tegas. Sedangkan PBB menyatakan, “Berkomitmen pada integritas teritorial Ukraina dalam perbatasan yang telah diakui.” (kompas.com, 28/9/2022)

Penjajahan

Aneksasi (pencaplokan wilayah) yang dilakukan Rusia hakikatnya adalah penjajahan, meski dengan topeng referendum. Penjajahan merupakan thariqah (metode baku) negara kapitalis untuk menyebarkan ideologinya ke luar negeri. Di dalam kitab Mafahim Siyasiyah dijelaskan, “Adapun thariqah yang dijalankan oleh (negara-negara) kapitalis untuk mengimplementasikan fikrahnya adalah dengan penjajahan, yaitu pemaksaan dominasi politik, militer, budaya, dan ekonomi atas bangsa yang dikuasai untuk dieksploitasi.”

Penjajahan bahkan dikatakan di dalam kitab ini merupakan bagian integral dari pandangan hidup kapitalisme. Sebagai catatan, pascaruntuhnya Uni Soviet, Rusia meninggalkan sosialisme-komunisme dan bertransformasi menjadi negara kapitalis. Gambaran visual transformasi Rusia menjadi negara kapitalis terekam dalam buku foto dan memoar berjudul “We Are Building Capitalism. Moscow in Transition 1992 – 1997”. Sebagai negara kapitalis, perilaku politik Rusia persis sama dengan negara kapitalis lainnya yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan lain-lain.

Untuk merealisasikan thariqah-nya, yaitu penjajahan, negara kapitalis akan menggunakan uslub politik, yaitu politik khusus mengenai salah satu bagian langkah yang mendukung perwujudan atau pengukuhan khithah (strategi) politik. Berbagai uslub (cara praktis) bisa ditempuh dalam penjajahan, yaitu soft power dan hard power.

Cara halus penjajahan (soft power) ditempuh tanpa perang, yakni melalui penyebaran ideologi, budaya, diplomasi, utang luar negeri, paket bantuan ekonomi, peran lembaga internasional, dan lain-lain. Sedangkan cara keras (hard power) adalah melalui intimidasi militer dan atau politik. Sering kali, dua uslub ini digunakan bersamaan dan saling mendukung. Misalnya ketika Amerika menginvasi Irak dan Afganistan. Pasca tumbangnya rezim, Amerika memaksakan ideologi, pemikiran, dan budayanya untuk diadopsi oleh rakyat dua negara muslim tersebut.

Dalam kasus Ukraina, Rusia dominan menggunakan pendekatan hard power yaitu dengan tekanan politik dan militer. Referendum dilakukan oleh Rusia pascaserangan militer terhadap Ukraina. Banyak warga pro-Ukraina yang melarikan diri dari wilayah yang dikuasai Rusia. Lantas, setelah digelar referendum di wilayah tersebut, hasilnya sudah bisa ditebak. Karena yang tersisa di wilayah itu adalah para loyalis Rusia.

Inilah realitas penjajahan yang dilakukan negara-negara besar hari ini. Tidak hanya Rusia, tetapi juga negara-negara Barat yaitu Amerika dan Eropa. Mereka menjajah negeri-negeri muslim di Asia dan Afrika dengan sadis. Baik dengan pendekatan lunak maupun keras. Sejatinya, setiap konflik yang terjadi di dunia Islam, aktor dan sutradaranya adalah Barat kapitalis dan loyalisnya. Akibat penjajahan adalah terbunuhnya jutaan jiwa penduduk negara yang dijajah, juga perampokan sumber daya alam dan kerusakan moral.

Islam Menghapuskan Penjajahan

Perilaku negara-negara kapitalis tersebut sungguh berbeda dengan negara Islam (Khilafah). Asas politik luar negeri Khilafah adalah akidah Islam. Sedangkan tujuannya adalah menyebarkan ideologi Islam sehingga bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam. Adapun thariqah Khilafah adalah dakwah dan jihad. Thariqah ini bersifat baku sehingga senantiasa tetap, tidak berubah, sejak masa Rasulullah hingga khalifah yang terakhir pada masa Utsmaniyah.

Khilafah menyebarkan ideologi Islam dengan cara mengirimkan para utusan untuk mendakwahkan Islam ke seantero dunia. Ketika sebuah wilayah menerima dakwah para utusan ini, maka selanjutnya wilayah tersebut masuk menjadi bagian dari Daulah Khilafah secara damai. Ini sebagaimana yang terjadi di Nusantara dengan pendakwahnya adalah Wali Songo.

Namun, jika sebuah wilayah menolak dakwah dan bahkan penguasa di wilayah tersebut menghalangi dakwah dengan kekuatan militer, Khilafah akan melakukan futuhat (penaklukan). Futuhat termasuk dalam syariat jihad, yaitu jihad ofensif. Allah Swt. berfirman,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهَِ

“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka.” (QS. Al-Baqarah: 193)

Imam Al-Mawardi di dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir menulis,

أن يغزو كل عام إما بنفسه أو بسراياه على الإمام ، ولا يعطل الجهاد إذا قدر عليه

“Wajib seorang imam (khalifah) untuk menyelenggarakan perang (jihad) setiap tahun, baik dengan melibatkan dirinya langsung maupun dengan mengirim pasukan, dan tidak boleh menelantarkan jihad apabila ada kemampuan untuk itu.”

Dalam futuhat, sebelum melancarkan serangan militer, Khilafah akan memberikan tiga pilihan bagi penduduk wilayah tersebut. Yaitu mereka memeluk Islam dan wilayahnya menjadi bagian Khilafah, atau mereka tetap kafir dan membayar jizyah di bawah naungan Khilafah, atau opsi terakhir adalah perang. Pemberian pilihan ini selalu dilakukan, jika tidak dilakukan, komandan pasukan itu berarti telah melanggar syariat.

Ini seperti yang terjadi di Samarkand pada masa Khilafah Umawiyah. Syekh Ali Thanthawi di dalam Qashah Min Al-Tarikh; Qisshah Qadhiyyah Samarkand, menceritakan tentang penaklukan Samarkand. Penduduk Samarkand mengadukan Komandan Perang Qutaibah bin Muslim pada Khalifah Umar bin Abdulaziz. Mereka menuduh Qutaibah telah bertindak zalim karena menaklukkan Samarkand dengan peperangan, tanpa memberikan pilihan bagi penduduknya untuk masuk Islam atau membayar jizyah.

Khalifah Umar bin Abdulaziz pun memerintahkan kadi Samarkand untuk mengadili Qutaibah. Sang komandan Perang pun dihadirkan di pengadilan, meski sedang dalam penaklukan wilayah Cina. Pengadilan pun digelar dan Qutaibah mengaku bersalah karena langsung menyerang Samarkand tanpa memberikan pilihan terlebih dahulu. Hakim pun memutuskan agar seluruh muslim keluar dari Samarkand lalu memberikan pilihan pada penduduk Samarkand antara masuk Islam, membayar jizyah, atau perang.

Keputusan hakim pun dijalankan, seluruh muslim berjalan keluar dari Samarkand dengan tunggangan mereka. Melihat hal ini, penduduk Samarkand takjub akan keadilan Islam dan menahan kepergian kaum muslimin. Akhirnya mereka mengucapkan dua kalimat syahadat secara sukarela. Inilah keadilan Islam, bahkan perang pun ada syariatnya.

Rindu Khilafah

Tidak hanya ketika futuhat, kebaikan Islam juga tampak pascapenaklukan. Khilafah akan memperlakukan wilayah yang ditaklukkan secara baik. Tidak ada diskriminasi. Wilayah tersebut akan diurus sesuai dengan syariat Islam. Hasilnya adalah peleburan antara pihak yang menaklukkan dengan yang ditaklukkan sehingga keduanya menyatu menjadi masyarakat Islam. Wilayah tersebut menjadi sejahtera, sebagaimana wilayah Islam yang lainnya.

Salah satu bukti kesejahteraan wilayah taklukan ini adalah Spanyol yang terbagi dua. Spanyol yang menjadi wilayah Islam hidup sejahtera, kotanya indah, dan terang-benderang. Sedangkan Spanyol yang tidak masuk wilayah Islam tidak sejahtera, kotanya kotor dan gelap.

Inilah syariat dan realitas futuhat. Futuhat yang dilakukan Khilafah adalah solusi untuk menghapuskan penjajahan Barat yang terjadi di seluruh dunia Islam saat ini.

Sungguh, demikian indah aturan Islam terkait politik luar negeri. Aturan yang membebaskan dari penjajahan, mewujudkan kesejahteraan, dan menegakkan keadilan. Tidakkah kita merindukannya?
Wallahualam bi ash-shawwab.[]

Dalam Perjalanan ke Bonjol

“Midun pun berpamitan pergi. Baru saja melangkah beberapa meter, ulama yang pernah berguru di surau Tuanku Nan Tuo itu memberi pesan kepada Midun, "Wahai, anak muda! Di depanmu ada sebuah kampuang yang dihuni oleh semua pelaku maksiat. Berhati-hatilah saat kau melewatinya! Bila kau selamat darinya, maka terujilah iman di dada."

Oleh. Rosmiati, S.Si.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- "Berhenti! Letakkan barang bawaan Saudara!!!"

"Siapa kalian?!" sahut Midun, lelaki muda yang saat itu sedang dalam perjalanan panjang.

"Dasar, bodoh! Serahkan saja barang bawaanmu bila kau masih ingin selamat!" bentak salah seorang dari gerombolan yang Midun temui.

Lelaki yang baru menginjak usia 25 tahun itu tersenyum, "Kau pikir semudah itu untuk menyerahkan barang berhargaku ini?"

"Ayolah, anak muda! Kami sedang kelaparan! Berikan kami apa yang kau miliki dan kau lantas pergi dari sini dengan selamat," goda pria dengan pakaian lusuh tak terurus, di tangan kanannya terhunus besi tajam. Pria itu mencoba menipu Midun.

"Cuih!!! Kau pikir aku percaya dengan bujuk rayumu? Sini, hadapi saja aku!" tantang Midun. Kaum lelaki memang pantang untuk menyerah.

"Hahahahahaha…."

Sahut-sahutan tawa terdengar cukup memekakkan telinga. Midun pun segera membalikkan badan. Lelaki itu kaget kala melihat ke sekelilingnya. Betapa tidak? Gerombolan itu berjumlah sangat banyak.

Penampilan mereka dekil. Mata yang hitam akibat jarang tidur, menghias wajah sangar mereka.

"Bagaimana … kau masih berkeras hati tak menyerahkan hartamu? Lihatlah kami! Rasanya kau tak akan mampu mempertahankan di— aaakhhhh," teriak sang pimpinan gerombolan. Sebuah anak panah menancap di lehernya. Ia roboh ke tanah.

"Berlindung!!!" teriak salah satu dari mereka.

Midun segera menepi dan berdiri di balik pepohonan.

Satu per satu anggota gerombolan itu jatuh telentang dengan jeritan kesakitan. Sementara yang lain melarikan diri masuk ke dalam hutan.

Midun dengan lihai memainkan sudut matanya. Pemuda itu mencari dari mana anak panah itu berasal.

Baru saja hendak melangkah, tepukan tangan hinggap di bahu kanannya. Silat Melayu yang sudah dikuasainya, membuat Midun sontak menoleh dengan menghunuskan belatinya.

"Husst! Tahan, wahai, anak muda! Saya bukan bagian dari kawanan rampok itu," sambut lelaki tua dengan pakaian serba putih.

Midun mengamati dalam-dalam wajah itu dalam pekatnya malam.

"Maafkan saya, Tuanku. Hampir saja saya gelap mato tak bisa lagi membedakan mana jo golongan putih dan hitam di nagari ini," tukas Midun dengan sedikit putus asa.

"Tak mengapa. Ikutlah bersama kami. Insyaallah, kamu akan sedikit aman dari kawanan rampok. Mereka kini berada di banyak tempat. Jalan ini kerap dijaga oleh mereka," jelasnya kepada Midun.

Tanpa berpikir panjang, Midun pun berjalan mengikuti jejak lelaki bersorban tersebut. Dalam benaknya, telah terpikir bahwa si pak tua ini adalah bagian dari kaum Paderi.

Kaum Paderi adalah mereka yang taat beragama. Umumnya mereka akan berpakaian serba putih dan tak luput memelihara jenggot di dagu. Di tangan mereka selalu tergantung tasbih. Mereka selalu membela kebenaran dan memerangi kemungkaran. Informasi itu Midun dapatkan dari Mamaknya (paman) di kampung halaman.


Anak muda yang sejak kecil berada dalam perawatan adik Ibundanya itu pun terus berjalan di belakang sang ulama yang diikutinya. Betapa tertegunnya ia kala tiba di dalam sebuah hutan. Di sana berdiri perkemahan. Mereka semuanya adalah para lelaki yang berpakaian serba putih.

"Ayo, duduklah di sini!" ajak lelaki yang sudah menyelamatkannya dari maut itu.

Midun pun menganggukkan kepala dan duduk di atas batang kayu.

"Katakan, hendak kamano dan dari nagari mana anak mudo berasal?" tanya sang ulama membuka pembicaraan.

"Perkenalkan, awak Midun dari Sibolga. Hendak menuntut ilmu ke Bonjol. Tersiar kabar di tanah kami … di sana ramai ulama hebat membuka surau, membumikan kalamullah dan kerap berjuang di jalan haq. Awak ingin menimbah ilmu sekaligus berjuang dalam barisannyo."

"Sungguh mulia niat anak mudo. Kalau boleh tahu … adokah anak atau istri yang sadang manunggu di rumah ?" selidik sang ulama. Ia penasaran akan asal-usul pria di sampingnya.

"Belum, Tuanku."
"Baiklah. Rupa-rupanya, perjalanan ini dilakukan oleh seorang anak bujang. Ikutlah bersama kami. Pagi-pagi sekali, selepas salat Subuh, kita akan berangkat ke Bonjol. Namun, ketahuilah, nagari yang akan kau lalui nanti penuh dengan uji dan tipu dunia. Kuatkanlah imanmu sebab ada kampung yang akan kau lewati dan di dalamnya penuh dengan berjuta maksiat."

Midun pun menganggukkan kepala. Informasi itu telah ia dengar dari para Mamaknya di kampung halaman.

Saat itu, hampir semua nagari di Minangkabau sedang hidup kacau balau. Perampokan, judi, zina, sabung ayam, dan aktivitas haram lain berseliweran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Semua penduduknya muslim, tetapi hanya sekadar nama. Perbuatan mereka sungguh sangat jauh dari nilai-nilai Islam sesungguhnya.

Kondisi ini semakin tak tertolong, kala para penghulu adat ikut mempraktikkan kemungkaran di tengah kehidupan mereka. Inilah yang membuat geram para ulama. Realisasi hukum agama kerap dicampur dengan tradisi non-Islam. Tak ayal, desa-desa ini kerap menjadi sasaran dakwah para ulama dan santrinya. Tak jarang pula, para ulama mengirim utusan ke sana guna menyampaikan ajaran Islam yang murni di tengah-tengah kehidupan mereka.


Sekian jam dihabiskan di hutan. Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Midun kembali melanjutkan perjalanannya bersama seorang ulama yang semalam telah menolongnya.

Setelah beberapa hari berjalan, rombongan itu telah mencapai pertigaan jalan. Di sini, mereka akan berpisah.

Lelaki tua yang mengajaknya untuk menempuh perjalanan bersama itu memanggil Midun ke depan. Lelaki yang terpanggil hatinya untuk mengubah nagarinya itu segera berlari ke hadapan ulama Paderi yang telah banyak membantunya.

"Midun, kau lihat benteng itu?" tunjuk sang ulama ke arah dataran tinggi yang cukup indah diapit oleh gunung dan bukit.

"Ya, awak melihatnya, Tuanku."
"Syukurlah. Di sanalah tempat yang akan kautuju itu. Tempat itu dihuni oleh ulama karismatik. Pengaruhnya di nagari ini cukuplah besar. Nama kecilnya Muhammad Sahab dan kini orang Minang mengenalnya sebagai Tuanko Mudo Imam dari Negeri Bonjol. Bukankah dia sosok yang kaucari?"

Midun terperanjat, raut bahagia terpancar dari wajahnya. "Iya, iya, betul, Tuanku. Sungguh dengan apa awak harus balas jasa Tuanku semua yang telah sudi menunjukan jalan pada musafir malang ini."

"Tak usah risau. Adalah budaya kito orang Islam, harus tolong menolong dalam kebaikan. Niat ananda sungguhlah mulia. Kami harus menunjukkan jalan," jelas lelaki dari Air Bangis itu.

"Tetapi, kami tak bisa mengantar Saudara ke sana," lanjutnya.

"Kenapa, Tuanku? Bukankah rombongan ini juga hendak ke sana?" tanya Midun penuh harap.

Lelaki tua yang merupakan penganut Thariqat Syattariyah itu telah memiliki misi yang berbeda. Itulah mengapa, Midun hanya diantar sampai ke pertengahan jalan.

"Pergilah! Bila ada umur yang panjang, Insyaallah kita ‘kan berjumpa lagi," ungkap sang ulama sembari menepuk pundak tangguh anak muda di depannya.

Midun pun berpamitan pergi. Baru saja melangkah beberapa meter, ulama yang pernah berguru di surau Tuanku Nan Tuo itu memberi pesan kepada Midun, "Wahai, anak muda! Di depanmu ada sebuah kampuang yang dihuni oleh semua pelaku maksiat. Berhati-hatilah saat kau melewatinya! Bila kau selamat darinya, maka terujilah iman di dada."

Langkah pemuda asal Sibolga itu pun terhenti. Baru saja ia hendak membalikkan badan, sang ulama kembali berkata, "Lanjutkan perjalananmu!"


Mentari bersinar terik. Awan biru menghias cakrawala. Midun berjalan dengan menyeka peluh di wajah. Sudah berhari-hari ia menempuh perjalanan. Kini, tibalah ia di sebuah kampung yang sunyi senyap siang itu.

"Coba tengok, ada orang asing memasuki kampung kita!" ucap seorang wanita muda di atas rumah.

Mendengar itu, Midun lekas menengadahkan kepala.

"Astagfirullahaladzim!" sontak Midun mempercepat langkahnya.

"Udo, handak kamano? Mampirlah ke rumah kami!" ajak seorang wanita yang menghentikan perjalanan Midun.

"Tidak, Uni. Saya sedang terburu-buru!" tolak Midun mencoba mengambil jalan lain.

Sayang, wanita itu kembali mengadangnya. Sadar bahwa Midun bukan lelaki seperti kebanyakan orang, wanita itu berkata dengan lebih manis lagi.

Midun yang tak tahan mendengarnya segera melepas tangan sang wanita dan berlari memasuki hutan. Sejurus kemudian, tubuh wanita penghibur itu tersungkur ke tanah. Tak terima diperlakukan demikian, ia lantas berteriak memanggil orang kampung untuk mengejar lelaki yang sudah membuatnya dimabuk cinta sejak pandangan pertama itu.

Karena tak menguasai medan, Midun dengan mudah ditemukan. Ia pun diseret ke jalan kampung dengan tuduhan hendak membakar kampung karena menganggap perbuatan penduduknya tak sejalan dengan syariat Islam.

Midun pun dilempari bebatuan dan kotoran kerbau. Sementara wanita penghibur tadi datang dengan baju terkoyak.

"Biarkan ia ikut bersamaku. Akan kukurung dia bersama kerbau-kerbau peliharaan," pinta Rukmini, wanita kaya yang sehari-harinya melayani lelaki hidung belang.

Midun berjalan sempoyongan. Badannya berlumuran darah dan tak mampu lagi membela diri.

Rukmini tersenyum puas kala menyaksikan anak muda itu mendekap di salah satu ruangan di rumahnya.

Ia pun mulai menyuruh beberapa pengawalnya untuk menjaga kamar di mana Midun berada. Sementara, dirinya bersolek secantik rupa guna menyambut malam tiba. Senyum semringah terpancar di wajahnya. Rukmini merasa telah menemukan tambatan hatinya.

Seorang pekerja lelaki yang telah sepuh masuk ke dalam bilik di mana Midun terbaring. Lelaki tua yang terpaksa bekerja sebagai penggembala kerbau milik Rukmini itu ditugaskan untuk mengobati luka di sekujur tubuh Midun.

"Kasihan sekali anak ini. Dia masih sangat muda. Semoga Allah Swt. melindungimu dari tipu daya wanita terkutuk macam Rukmini itu," ucapnya sembari memberi ramuan obat-obatan.


Malam hari pun tiba. Rumah Rukmini kembali ramai. Para lelaki duduk di kursi-kursi yang telah disiapkan. Tak lupa para wanita muda duduk membersamai mereka.

Midun yang sudah tersadar beberapa menit selepas kepergian lelaki sepuh yang mengobatinya, mengintip dari balik pintu.

"Astagfirullahaladzim. Di mana awak, Yaa Allah? Mengapa awak bisa berada di tempat sesat ini?" lirih Midun dari dalam kamar.

Tak lama, seorang wanita yang tadi siang mencegatnya, berjalan menuju bilik di mana ia berada. Midun pun bersembunyi di balik pintu. Sayang, sang tuan rumah tentu telah mengenali istananya. Midun dengan mudah ia temukan.

Rukmini mendekat dengan penuh rayuan manis. Namun, Midun mencari jalan untuk menjauhinya. Rukmini tak suka. Wanita itu pun berusaha menarik baju Midun dari belakang.

Pemuda yang pandai bersilat itu sekonyong-konyong menekan lengan Rukmini dengan kencang. Wanita itu kembali terperosok jatuh ke lantai. Midun membuka jendela dan hendak melompat dari sana.

Melihat hal itu, Rukmini segera bangkit dan sontak berusaha menarik kaki kiri Midun. Sayang, langkah wanita sebatang kara itu terhalang oleh meja kecil hingga membuat wajahnya terjebak ke dalam wadah lampu yang menerangi ruangan. Sontak Rukmini menjerit kesakitan. Orang-orang di ruang tengah pun panik bukan main. Mereka berlari ke seluruh penjuru rumah mencari di mana datangnya suara.

Seorang rekan dekat Rukmini yang tahu pasal kedatangan Midun segera berlari ke arah kamar belakang dekat dapur. Ia mendapati Rukmini yang sudah tak berdaya. Wajah cantiknya telah gosong dimakan api.

Midun terus berlari tanpa menolah ke belakang. Tiba-tiba, seorang lelaki tua mengadang jalannya. Midun pun kembali terhenti. Anak muda itu kini telah pasrah dengan apa yang akan kemudian terjadi. Dengan manahan rasa sakit di sekujur tubuh, ia coba bertanya kepada lelaki sepuh tersebut, "Apa Pak Tua adalah utusan wanita tadi untuk membawaku kembali ke tempat itu?"

"Tidak, Nak. Saya justru akan membantumu ke Bonjol. Selamat! Kau telah berhasil melewati ujian berat ini."

Mendengar hal itu, Midun merobohkan badannya ke tanah. Sungguh anak yatim piatu itu tak kuasa lagi menahan perih di sekujur tubuhnya.

Lelaki Tua yang mengantarnya ke pertigaan jalan kembali datang menjemput dan membawanya ke Bonjol. Sementara, lelaki sepuh yang mengadang Midun saat lepas dari rumah Rukmini adalah utusan yang dikirim oleh para ulama untuk berdakwah di kampung tersebut. Ia pula yang mengobati Midun sekaligus melonggarkan jendela sehingga anak muda asal Sibolga itu dapat menyelamatkan dirinya.

Selesai


Photo : Pinterest

LDR dalam Pernikahan, Bolehkah?

"Sesungguhnya pada dirimu ada hak yang wajib ditunaikan, dan sesungguhnya pada keluargamu ada hak yang wajib ditunaikan. (HR. Muslim)"

Oleh. Iwan Januar

NarasiPost.Com-Pernikahan itu menyatukan dua pasangan dalam satu kehidupan, juga satu atap. Tetapi kadangkala ada kondisi yang bisa membuat pasangan harus menjalin hubungan berpola LDR, Long Distance Relationship, alias hubungan jarak jauh.

Beragam kondisi yang membuat pasangan suami-istri harus menjalankan relasi pernikahan model LDR. Ada yang karena persoalan ikatan dinas yang melarang suami memboyong istri, bisa karena suami atau istri masih kuliah, atau bisa juga karena belum mendapatkan rumah yang cocok untuk memboyong keluarga ke tempat baru.

Kondisi LDR dalam pernikahan harus ditinjau dengan saksama dan hati-hati, tentu saja dengan kacamata syariat Islam. Setiap pasangan suami-istri sudah seharusnya mengikatkan diri pada hukum syarak dalam semua hal, termasuk dalam relasi pernikahan LDR ini.

Bukan karena banyak pasangan melakukan LDR, lantas dipandang biasa dan boleh. Ada pertimbangan yang harus dinilai dalam sudut pandang hukum syarak, karena bagi setiap muslim tindakan terpuji (hasan) atau tercela (qabih) adalah menurut Allah Swt., bukan semata kerelaan kita. Kaidah syarak mengatakan:

اَلْحَسَن مَا حَسَنَهُ الشَّرْعُ وَالْقَبِيْح مَا قَبَحَه الشَّرْعُ

"Terpuji itu adalah apa yang syarak telah memujinya, dan tercela itu adalah apa yang syarak telah mencelanya"

Karenanya mari kita tinjau hukum syarak relasi LDR bagi pasangan suami-istri Islami. LDR dalam rumah tangga hukumnya jaiz /boleh dengan catatan sebagai berikut:

Pertama, dilakukan tanpa tekanan dari pihak mana pun, melainkan karena kerelaan suami dan istri. Misalnya mereka berdua sepakat untuk melakukan LDR selama sekian waktu karena suami harus mengikuti program pendidikan atau kedinasan yang tidak mensyaratkan tinggal di asrama, atau tidak diperkenankan membawa istri. Bila ada pihak yang mengintimidasi pasangan suami-istri hingga terjadi LDR maka orang tersebut terkategori fasik karena menyebabkan hak dan kewajiban pasangan suami istri tidak tertunaikan sebagaimana mestinya.

Kedua, selama LDR nafkah lahir dan batin dari suami kepada istri tetap berjalan. Misalnya uang belanja tetap dikirim kepada istri dan anak, dan secara periodik mereka bisa bertemu sehingga nafkah batin pun tetap terpenuhi. Biasanya ada suami yang pulang setiap pekan atau mengikuti pola PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad), meski ada juga yang sebulan sekali, dst.

Ketiga, andaipun suami belum bisa memberikan nafkah lahir, akan tetapi istri rida dengan keadaan ini, maka LDR pun menjadi boleh. Misalnya dalam kasus keduanya masih kuliah dan suami belum bekerja sementara waktu, lalu kedua orang tua masih bersedia menanggung nafkah mereka, maka hukumnya adalah boleh. Tentu saja keadaan ini tidak boleh berlangsung permanen, suami harus tetap berikhtiar mencari nafkah karena memang hukum syarak mewajibkan ia menjadi tulang punggung keluarga.

Keempat, selama LDR, baik suami maupun istri harus menjaga diri dengan syariat Islam, terutama dalam pergaulan sosial. Suami harus menjaga iffah, kehormatan diri, dengan tidak bergaul bebas dengan lawan jenis. Istri pun sama. Jika ada persoalan rumah tangga maka selesaikanlah bersama, jangan diumbar kepada pihak yang tidak berkepentingan, apalagi disuarakan di media sosial.

Kelima, bila istri yang meminta LDR karena alasan kuliah atau pekerjaan, atau karena ingin bertahan tinggal di rumah orang tuanya, sedangkan suami tidak rida, maka sang istri berdosa. Dalam hal ini istri dianggap bermaksiat karena tidak taat kepada suaminya.

Ketaatan pada suami adalah wajib bagi seorang muslimah manakala telah menikah. Pembahasan ini dapat dikaji dalam hadis mengenai seorang muslimah yang taat kepada perintah suaminya sehingga ia tidak menjenguk orang tuanya yang sakit. Bahkan ketika orang tuanya meninggal pun ia tetap tidak menjenguk mereka, karena ia menjaga ketaatan pada suami. Ketika Rasulullah saw. dikabari tentang hal ini, Beliau memuji sikap muslimah tadi.

Maka seorang istri harus taat mengikuti ke mana pun suaminya pergi. Meski untuk itu ia harus memendam rasa kangen pada kedua orang tua, atau mungkin harus meninggalkan karir atau jenjang kependidikannya. Insyaallah, dengan ketaatan pada suami niscaya Allah buka berbagai keberkahan bagi mereka. Dan suami yang baik pun akan memberi kesempatan kepada sang istri untuk misalnya melanjutkan studi lagi di tempat mereka tinggal tanpa perlu melakukan LDR.

Namun begitu, meski kondisi-kondisi di atas terpenuhi bukan berarti LDR selamanya mubah. Bisa saja terjadi kondisi dimana LDR harus diakhiri. Munculnya kemudaratan dalam pernikahan salah satu alasan kuat untuk menyudahi LDR. Misalnya istri sudah kepayahan mengelola rumah tangga dan mengurus anak-anak, maka kehadiran suami menjadi wajib. Atau misalnya terlihat anak-anak mulai memperlihatkan kepribadian yang tidak Islami karena faktor fatherless, atau kurangnya peran ayah, maka LDR harus segera diakhiri.

Realita kekinian menunjukkan tidak sedikit pasangan suami-istri yang kemudian bubar karena tidak sanggup menjalani relasi LDR. Sebagian lagi masih menjalankan LDR tapi dengan tertatih-tatih karena merasa berat dengan berbagai problematika yang terjadi. Lebih tragis lagi ada suami/istri yang frustrasi karena mendapati pasangannya berselingkuh selama mereka menjalani relasi LDR.

Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan milik bersama, suami, istri juga anak-anak. Hukum syarak telah menetapkan bahwa masing-masing memiliki hak yang wajib ditunaikan.

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (TQS. Al-Baqarah [2]: 228).

Rasulullah saw. juga bersabda:

وَلِنَفْسِكَ حَقٌّ وَلأَهْلِكَ حَقٌّ

"Sesungguhnya pada dirimu ada hak yang wajib ditunaikan, dan sesungguhnya pada keluargamu ada hak yang wajib ditunaikan" (HR. Muslim)

Nah, para suami-istri yang dirahmati Allah, bila Anda menjalani rumah tangga dengan pola LDR, evaluasilah perjalanan rumah tangga selama ini. Para suami wajib menjaga nafkah dan seluruh hak istri dan anak-anak dengan sebaik-baiknya.

Sebaliknya, Anda para istri bersabarlah bila memang suami harus menjalani LDR karena pertimbangan yang sesuai syariat. Namun bila Anda yang memaksa LDR harus berjalan, maka sadarlah bahwa hal itu adalah merupakan pelanggaran atas perintah Allah, yakni wajibnya seorang muslimah taat kepada suami. Taatilah dan ikutlah suami di tempat baru. Nabi saw. bersabda:

«أَذَاتَ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ فَقَالَتْ : نَعَمْ ,قَالَ : فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَ نَارُكِ»

“Apakah engkau memiliki suami?” wanita itu menjawab, “Ya.” Rasulullah berkata, “Sesungguhnya ia adalah surgamu dan nerakamu.” (HR. Al-Hakim).

Semoga Allah senantiasa merahmati keluarga-keluarga muslim, mengikatkan hati mereka dengan keluarga mereka, dan menjaga hukum-hukum-Nya.

Sumber: iwanjanuar.com[]

Museum Rasulullah Tutup, Sejarah Islam Kian Telungkup

”Museum memegang peranan penting dalam proses pembelajaran sejarah. Keberadaan museum akan mampu mentransformasi proses pendidikan sejarah dari suatu proses kajian terhadap informasi menjadi bukti fisik berupa jejak peninggalannya.”

Oleh. Tsuwaibah Al-Aslamiyah
(Wakil RedPel NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Museum Rasulullah menjadi ikon wisata religi di Kota Angin. Kehadirannya disambut antusias oleh masyarakat dan tokoh bahkan pejabat. Namun nahas, usianya tak lama. Awal September 2022 menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. museum ini justru gulung tikar, tanpa ada uluran tangan dari pemerintah setempat.

Dilansir dari News.Detik.com (22/9/2022) bahwa Museum Rasulullah yang menjadi kebanggaan masyarakat Probolinggo ditutup sejak 8 September 2022. Pihak pengelola mengaku telah mengalami kerugian signifikan imbas pandemi Covid-19. Tak ada bantuan dari pihak lain.

Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin mengonfirmasinya melalui story WhatsApp (19/9/2022) bahwa Museum Rasulullah telah ia tutup sejak 4 September lalu. Di tempat berbeda, Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Probolinggo, Sardi mengaku kaget dengan pemberitaan itu. Pasalnya, tak ada pemberitahuan secara tertulis dari pihak pengelola museum.

Lantas, seperti apa gambaran unik dari Museum Rasulullah yang ikonik ini? Apa urgensi museum dan siapa sajakah pihak yang seharusnya ikut memeliharanya? Alangkah bijaksananya jika pemerintah pun ikut mengabadikan jejak Khilafah di Nusantara pada Museum Rasulullah.

Museum Rasulullah Probolinggo Ikonik

Museum Rasulullah merupakan destinasi wisata religi ikonik yang berlokasi di Jl. Suroyo No.17 Kel. Tisnonegaran Kec. Kanigaran, Probolinggo Jawa Timur. Gedung ini dibangun pada 1814 dengan gaya khas arsitektur ala Empire Style. Pada mulanya bangunan ini merupakan sebuah Gedung Societiet Gebow Harmony yang difungsikan sebagai Ballroom. Berbagai peninggalan sejarah seperti mata uang kertas Probolinggo, artefak, replikasi patung, benda-benda pusaka, juga dokumentasi Kota Probolinggo masa lampau dipamerkan di sini.

Pada masa kepemimpinan Wali Kota Hadi Zainal Abidin, tanggal 22 Oktober 2020 bertepatan dengan Hari Santri sekaligus menyambut Maulid Nabi Muhammad saw. museum ini diresmikan menjadi wisata sejarah religi umat Islam yaitu Museum Rasulullah saw. yang menampilkan aneka barang bersejarah asli milik Rasulullah saw. dan para sahabat. Adapun artefak yang dipamerkan seperti rambut, jenggot, sorban, darah bekam, dan sandal Nabi Muhammad saw. Sedangkan, artefak milik sahabat di antaranya baju perang Othmani yang dikenakan pasukan militer Sultan Al-Fateh dalam Perang Kurdi dan selama meletusnya perang saudara di Iran. Salah satu pedang milik Khalid bin Walid, sang panglima perang Islam yang pemberani dan selalu berhasil memenangkan banyak pertempuran.

Tak hanya itu, Museum Rasulullah ini juga turut menampilkan barang-barang bersejarah yang ada di Baitullah Makkah, di antaranya kiswah (penutup Kabah) bagian dalam dan pintu Kabah, kunci dan batu dinding Kabah serta karpet Taman Rauddah.

Puluhan artefak yang berada di Museum Rasulullah ini dimiliki oleh Prof. Dr. Abdul Manan Embong dari Universitas Malaya Malaysia yang telah teruji kebenarannya dan bersertifikat Commission for Tourism and National Haritage Saudi Arabia. Pria berusia 70 tahun ini telah mengoleksi barang-barang pusaka peninggalan Rasulullah dari Makkah, Madinah, Brunei, Syria, Bangalore hingga India.

Museum Bangkrut, Terpaksa Tutup

Sejak Museum Rasulullah diluncurkan pada Oktober 2020 pengunjung terus membanjiri tempat ini. Mereka berasal dari berbagai kalangan, dari pejabat, tokoh, ulama baik dalam maupun luar negeri, ibu-ibu majelis taklim, bapak-bapak pengajian, santri, pelajar, bahkan kalangan nonmuslim pun tak mau ketinggalan. Museum ini bagai magnet bagi wisata religi.

Banyak kalangan mengapresiasi museum ini, sebab keberadaannya mengalirkan manfaat untuk wisata religi dan edukasi bagi pelajar. Terlebih memompa kecintaan akan sosok mulia sepanjang masa, Habibana Muhammad saw.

Namun sayang, antusiasme publik meredup seiring PPKM yang diberlakukan pemerintah dalam merespons pandemi Covid-19. Jumlah pengunjung makin menurun dari waktu ke waktu, sementara perawatan barang pusaka dan kebersihan museum harus terus dijaga. Walhasil, pengelola Museum Rasulullah, Tjoe Yudhis Gatri mengaku kelabakan, karena terus alami kerugian. Tidak ada uluran tangan dari pihak lain, termasuk Pemkot Probolinggo. Dengan berat hati, akhirnya museum ikonik itu ditutup pada 8 September 2022. Barang-barang pusaka yang ada di Museum Rasulullah dipindahkan ke Jakarta, untuk dikembalikan pada pemilik asalnya.

Urgensi dan Konten Museum

”Sungguh pada kisah-kisah mereka (para nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki akal (sehat). Al-Qur’an adalah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang terpercaya.” (TQS. Yusuf: 111)

Sejarah itu mata rantai kehidupan yang tidak boleh diabaikan. Sebab, ada ibrah dan pelajaran berharga yang dapat dipetik untuk keberlangsungan hidup masa kini dan akan datang. Pun demikian dengan Sirah Nabawiyah berikut sejarah peradaban Islam, maklumat yang utuh dan benar harus terpatri dalam benak generasi muslim. Tujuannya agar mereka mengetahui keparipurnaan ajaran Islam dan kegemilangan peradabannya selama 13 abad. Apa saja faktor-faktor yang mampu menghantarkan pada kejayaan Islam berikut penyebab keruntuhannya? Bagaimana langkah masa kini dalam menghadirkan kembali kejayaan Islam itu di muka bumi.

Dari tujuan itu, museum memegang peranan penting dalam proses pembelajaran sejarah. Keberadaan museum akan mampu mentransformasi proses pendidikan sejarah dari suatu proses kajian terhadap informasi menjadi bukti fisik berupa jejak peninggalannya. Hanya saja, agar Museum Rasulullah memiliki daya tarik lebih, seharusnya ada gebrakan kreatif dan inovatif.

Selain pemanfaatan media audio visual berupa barang pusaka peninggalan sejarah, seperti artefak dan arsip. Pun dilengkapi dengan suguhan tayangan audio visual tentang peristiwa sejarah seperti film dokumenter. Kemudian, agar lebih beragam dan komplet, ditampilkan juga konten sejarah sebagai berikut:

Pertama, Sirah Rasulullah saw., Sebab posisi Beliau sangat istimewa. Rasulullah Muhammad saw. merupakan khatam an-nabiyyin yang menjadi qudwah (teladan bagi umat Islam seluruh dunia. Uswatun hasanah bagi penerapan ajaran Islam. Dengan menampilkan artefak sekaligus informasi yang menyertainya, akan tampak gamblang bahwa Islam merupakan sebuah ideologi, tidak sekadar agama semata. Inilah puncak perjuangan dakwah Rasulullah, bukan hanya menyebarkan Islam di Makkah, namun sebagai peletak dasar peradaban Islam, di mana Islam bisa terimplementasikan secara kaffah dalam sebuah institusi negara yakni Madinah Al-Munawwarah. Terbukti bahwa Rasulullah saw. bukan sekadar nabi, tapi juga kepala negara.

Kedua, peradaban Islam yang ditorehkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para Khalifah selanjutnya (Umayyah, Abbasiyah, Utsmaniyah) Merekalah para pemimpin Islam pengganti Muhammad, bukan menggantikan posisi Beliau saw. sebagai nabi dan rasul, namun pengganti dalam hal kepemimpinan negara Islam. Risalah Islam harus tetap diterapkan walaupun Rasulullah saw. telah wafat. Hal ini ditegaskan dalam sabdanya: “Dahulu Bani Israil dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, datang nabi lain untuk menggantikan. Sesungguhnya tidak ada nabi setelahku, yang ada hanyalah para khalifah yang banyak.” Para sahabat bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: “Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama itu saja. Berikanlah kepada mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Ketiga, mengabadikan jejak Khilafah di nusantara. Kaum muslim pada masa Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayyah gencar berdakwah dan berjihad ke berbagai wilayah, demi meluaskan dan menghimpun kekuatan politik Khilafah sebagai negara adidaya saat itu. Salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang masyhur saat itu yakni Khalifah Umar bin Abdul Aziz getol mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia, termasuk nusantara. Setali tiga uang, banyak negara yang meminta kepada sang khalifah untuk mengirimkan kepada mereka orang-orang yang dapat mengajarkan Islam. Hal yang sama juga dilakukan oleh penguasa Kerajaan Sriwijaya yang saat itu berpusat di Sumatera. Menurut Fatimi, Maharaja Sri Indravarman, sang penguasa Sriwijaya, menulis surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz di Damaskus. Inilah gerbang pertama hubungan politis dan dakwah yang dibangun Sriwijaya dengan Bani Umayyah.

Tak berhenti sampai sana, Khalifah Bani Abbasiyah pun menjalin relasi dengan kerajaan yang mula-mula berdiri di nusantara yakni Samudera Pasai, Kesultanan Aceh, Banten, Mataram, Ternate, Makassar. Sepanjang abad ke-17, para raja di nusantara yang mengirimkan utusan ke Makkah atau Istanbul untuk menyatakan ketundukannya pada Khilafah Utsmaniyah dan mendapatkan legitimasi sebagai ’wakil Khalifah' di masing-masing wilayahnya. Inilah bukti bahwa Khilafah pernah eksis di wilayah Indonesia.

Sejarah dalam Perspektif Islam

Sejarah (tarikh) terkategori tsaqafah. Sebab, isinya dipengaruhi oleh akidah dan sudut pandang tertentu. Di dalamnya terkandung informasi politik yang sangat penting, baik sejarah tentang umat Islam maupun umat lain. Oleh karena itu, mempelajarinya menjadi sesuatu yang urgen, sebab di dalamnya sarat dengan ibrah dan pelajaran.

Namun jangan lupa, sejarah merupakan realitas tangan ke dua (second-hand reality), keberpihakannya bergantung pada penulisnya, siapa dan apa kepentingannya? Oleh karena itu, sejarah berkelindan dengan dominasi politik saat sejarah itu diukir. Intinya, sebaik apa pun sebuah perumusan sejarah, posisinya tetap menjadi objek pemikiran (mawdhuut tafkir) dan bukan sumber hukum atau pemikiran (mashdarul hukm). Seorang muslim wajib menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai sumber pemikiran, sedangkan sejarah menjadi pendukung dari sumber pemikiran utama itu.

Sejarah sebagai untaian peristiwa masa lampau bisa dijadikan pelajaran sekaligus bahan kajian tentang penerapan syariat Islam oleh manusia. Apakah manusia pernah melaksanakannya ataukah hanya mitos belaka? Pun kita bisa mengetahui dampaknya jika syariat Islam diabaikan. Bagaimana pun, manusia sebagai pelaksana hukum Islam, memiliki peluang untuk melakukan kesalahan. Sebab, mereka tidaklah ma'shum, sebagaimana sosok Rasulullah saw.

Peranan Negara

Negara sebagai institusi penghimpun masyarakat mayoritas muslim memiliki peranan yang sangat penting dalam meluruskan sejarah Islam, menyosialisasikan keutuhan dan kebenaran sejarah Islam, membangun dan atau memelihara museum peradaban Islam sebagai pendukung sejarah sekaligus merawat situs sejarah Islam yang ada. Pemahaman yang benar akan membentuk sikap yang tepat, pun akan mendorong mereka ikut berperan aktif melanjutkan estafet perjuangan demi membela agamanya.

Setidaknya, ada beberapa hal penting yang harus dilakukan negara untuk memberikan pengajaran tentang sejarah Islam bagi generasi muslim yakni memastikan ruang lingkup pembahasan peradaban Islam tidak parsial, namun holistik menampilkan Islam sebagai ideologi di kancah dunia. Kemudian, memastikan negara merujuk pada sumber-sumber terpercaya dan diakui validitasnya. Selanjutnya, perumusan konten sejarah peradaban Islam paket komplet seperti yang sudah diulas sebelumnya. Selain itu, tanamkan pula informasi sejarah yang benar melalui metode pembelajaran yang efektif.

Semua upaya tadi tentu saja tidak gratis, namun ada dana yang harus digelontorkan. Tapi itu semua tidaklah dibebankan pada rakyat dalam hal pembiayaannya, tentu saja negaralah yang bertanggung jawab untuk menanggungnya. Negara tidak boleh berdiam diri ketika ada aspek yang tidak terpenuhi. Misalnya, ketika Museum Rasulullah tutup karena merugi terus, maka pemerintah melalui Pemkot harus peka dan sigap untuk mendukung pembiayaan demi mempertahankan eksistensinya.

Namun, sepertinya hal tersebut mustahil terwujud sebab rezim saat ini tampaknya tak peduli dengan kebutuhan rakyat. Alih-alih mempertahankan Museum Rasulullah yang mungkin pemerintah sendiri pun kurang memahami urgensi kehadirannya, memenuhi kebutuhan primer rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan pun tak ditunaikan. Padahal, siapa pun tahu bahwa mandat awal mereka diangkat jadi penguasa adalah untuk mengurusi rakyat.

Berkaitan dengan sejarah, kini kita saksikan terjadinya penyesatan dan distorsi di dalamnya, namun negara bergeming tak mengindahkannya. Terlebih berkaitan dengan Khilafah dan jejaknya di nusantara. Alih-alih mendukung, siaran YouTube-nya pun diblokir. Lebih dari itu, opini Khilafah terus dijegal karena dianggap membahayakan ideologi negara.

Wajar saja, negeri ini sudah lama mengadopsi sistem kapitalisme yang diusung Barat. Ideologi ini memang menjadikan Islam sebagai rivalnya. Alih-alih diberikan panggung untuk membuktikan konsep yang selama ini ditawarkan, Islam justru dipersempit ruang geraknya menjadi sekadar agama ritual belaka.

Oleh karena itu, dakwah perlu digencarkan agar pemerintah dan masyarakat menyadari kebobrokan sistem kapitalisme yang telah menghantarkan kita pada kehancuran seperti yang kita alami sekarang. Mari kita telaah fikih Islam yang berkaitan dengan pengaturan Islam terhadap pengurusan rakyat dan negara secara keseluruhan. Buktikan jejaknya dengan membaca sejarah yang benar tanpa manipulatif.

Jika pemerintah tersadarkan dan ikut meyakini kebenarannya. Kelak Islam akan diadopsi sebagai sebuah ideologi yang aturan-aturannya dijalankan secara kaffah. Inilah momen di mana apa yang kita bahas sebelumnya bisa benar-benar terealisasi dalam kehidupan. Semoga Allah beri kemudahan.

Khatimah

Sesungguhnya perwujudan nyata atas kecintaan kita pada manusia paling mulia sepanjang masa, yakni Rasulullah saw. dengan cara mengikuti setiap langkah perjuangannya hingga terealisasi penerapan Islam kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejarah telah membuktikannya. Lantas, masihkah kita ragu?
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Hungaria Bertransisi dari Demokrasi ke Autokrasi

"Hungaria menggapai kondisi terbaiknya yakni mampu menyejahterakan dan memberi kenyamanan kepada masyarakat ketika berada dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) di mana seorang khalifah diangkat melalui baiat yang berlandaskan Al-Qu’ran dan sunah untuk memerintah. Sifat seorang khalifah pun sebagai junnah (perisai) atau wiqayah (pelindung) bagi warga negaranya."

Oleh. Irma Ummu Niswah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

NarasiPost.com-Parlemen Uni Eropa (UE) dalam sebuah pernyataan mengabarkan bahwa "Hungaria tidak dapat lagi dianggap sebagai negara demokrasi penuh". Parlemen mengatakan situasi Hungaria telah memburuk sehingga bertransisi dari demokrasi menjadi autokrasi elektoral. Parlemen UE menambahkan, bahwa kurang tegasnya tindakan UE merupakan pengaruh dari kehancuran demokrasi, supremasi hukum, dan hak-hak dasar di Hungaria, dan mengubah salah satu negara anggotanya menjadi rezim hibrida autokrasi pemilu.

Secara umum, para anggota parlemen UE menyatakan keprihatinan tentang sistem konstitusional dan pemilihan Hungaria, independensi peradilan, risiko korupsi, serta adanya kebebasan media, akademik, dan agama. Para anggota parlemen juga mengatakan Hungaria telah meninggalkan banyak nilai-nilai demokrasi yang sejalan dengan UE. (CNN.com, 16/09/2022)

Sebuah resolusi turut disahkan untuk memperkuat pandangan tersebut. Resolusi ini disahkan lewat pemungutan suara dengan hasil sebanyak 433 anggota setuju dan 123 anggota tidak setuju, sedangkan ada 28 anggota yang lebih memilih abstain. Salah satu bagian dalam resolusi berisi kecaman atas upaya yang disengaja dan sistematis dari pemerintah Hungaria untuk merusak nilai-nilai pendiri Uni Eropa.

Banyak anggota parlemen UE yang menyalahkan 26 negara anggota Uni Eropa, karena menutup mata terhadap kemungkinan adanya pelanggaran selama Viktor Orban menjabat sebagai Perdana Menteri Hungaria. Selama 12 tahun menjabat, Viktor Orban menyebut negaranya bergerak dengan sistem demokrasi yang tidak liberal.

Pemungutan suara tersebut menjadi langkah terbaru yang dilakukan Uni Eropa dalam menindak pemerintah Orban. Badan eksekutif Uni Eropa, Komisi Eropa bahkan diperkirakan akan mengumumkan bahwa mereka siap menangguhkan pembayaran sejumlah uang Uni Eropa ke Hungaria atas dugaan pelanggarannya.

Sementara itu, Peter Szijjarto selaku Menteri Luar Negeri Hungaria mengatakan bahwa realitanya pada pemilihan di Hungaria secara sadar memberikan suaranya kepada Orban dalam empat pemilihan parlemen berturut-turut. Hungaria pun telah lama menunjukkan sikapnya yang bertentangan dengan mayoritas anggota Uni Eropa. Termasuk yang terbaru adalah menentang beberapa sanksi Uni Eropa terhadap Rusia, terutama pembekuan aset patriark Gereja Ortodoks Rusia, dan juga sanksi terkait energi terhadap Moskow (kontan.co.id, 16/09/2022).

Hungaria dalam Dekapan Islam (Turki Usmani)

Turki Usmani yang berpusat di Anatolia telah menjadi salah satu kekuatan terbesar, karena Turki Usmani telah memperluas wilayahnya dan terus merambah daratan bagian Eropa Tenggara. Pada akhirnya, di tahun 1500-an Turki Usmani pun mengancam Hungaria.

Hungaria kalah melawan Turki Usmani pada Pertempuran Mohacs yang kini lokasinya berada di sebelah selatan Hungaria modern. Pada tahun 1526, pasukan Turki Usmani yang dipimpin oleh Sultan Suleiman I berhasil menghancurkan pasukan Raja Louis II. Raja Louis II bahkan tewas dalam pertempuran tersebut karena tenggelam di sungai setelah dikejar pasukan Turki.

Pada tahun 1541, Turki Usmani yang telah berhasil menguasai banyak wilayah bagian tengah dan selatan bekas Kerajaan Hungaria pada abad pertengahan, yaitu hampir seluruh dari daerah dataran Hungaria Besar (kecuali bagian timur laut) dan Transdanubia Selatan. Turki Usmani pun memusatkan kekuasaannya di bagian Kota Buda dan membagi Hungaria menjadi distrik administratif.

Militer Turki Usmani juga membangun benteng-benteng besar Buda, Pest, Szekesfehervar dan Esztergom. Turki Usmani hanya menempatkan sekitar 20 ribu pasukan tentaranya di benteng-benteng tersebut. Selama pemerintahan Turki Usmani, rakyat Hungaria yang beragama Kristen tidak dipaksa memeluk agama Islam.

Turki Usmani mulai terusir dari Hungaria setelah kalah dalam pengepungan kota Wina pada tahun 1683. Disini kekuatan Eropa tergabung yang terdiri dari Kekaisaran Romawi Suci, Monarki Habsburg, Polandia-Lithuania dan Venesia. Secara bertahap, pasukan gabungan tersebut mengusir Turki dari tanah Hungaria sampai akhir tahun 1600-an. Dalam perjanjian Karlowitz pada tahun 1699 Turki Usmani secara resmi keluar dari Hungaria.

Hungaria dalam Dekapan Komunisme (Uni Soviet)

Saat Perang Dunia II, Hungaria berperang di pihak Nazi dan mereka kehilangan banyak prajurit ketika berperang melawan Rusia. Ketika Nazi kalah, Hungaria pun jatuh ke pelukan komunis Soviet. Selama berada di bawah pengaruh Soviet, Hungaria tidak selamanya dalam keadaan tenang ataupun damai. Pada tahun 1956, terjadi huru-hara besar karena rakyat menuntut sistem politiknya diganti menjadi sistem demokratis dan bebas dari penindasan para komunis, ini disebut revolusi Hungaria 1956.

Pemberontakan nasional Hungaria yang kian membesar membuat Soviet mengirim tank-tanknya ke Budapest untuk menghentikan pemberontakan tersebut, pertempuran di jalanan pun terjadi dengan brutal. Dalam pertempuran itu, diperkirakan 2.500 orang Hungaria tewas dan 200 ribu orang lainnya melarikan diri sebagai pengungsi. Perlawanan gerilya oleh rakyat Hungaria lebih lanjut menyebabkan gangguan ekonomi di wilayah tersebut.

Pada tahun 1989 ketika Soviet di ambang kehancuran, rezim di Hungaria mulai terasa longgar. Bahkan beberapa pagar di perbatasan yang beraliran listrik mulai dimatikan dan dirobohkan. Merosotnya komunisme ini juga memicu Hungaria menyetujui pemilihan multi-partai, hingga Hungaria memproklamasikan diri pada 23 Oktober 1989.

Hungaria dalam Dekapan Demokrasi-Kapitalisme

Runtuhnya Soviet telah membuat terjadinya transisi dari sistem komunis menjadi sistem demokrasi-kapitalisme di Hungaria dengan model multi-partai. Sepanjang tahun 1990-2000, Hungaria dipimpin oleh Presiden Arpad Goncz, salah satu tokoh yang berperan penting dalam revolusi Hungaria 1956.

Hungaria bergabung dengan NATO pada tahun 1999 dan menjadi anggota Uni Eropa pada tahun 2004. Selama transisi dari komunisme menjadi demokrasi-kapitalisme, sektor pariwisata, manufaktur, elektronik, dan juga bagian otomotif sangat kuat menggerakkan perekonomian negara ini.

Hungaria saat ini adalah salah satu anggota Uni Eropa (UE). Hungaria menjadi republik parlementer dengan presiden dan perdana menteri yang menguasai cabang eksekutif. Saat ini, Hungaria dipimpin oleh Presiden Janos Der dengan Perdana Menterinya Viktor Orban.

Cabang legislatif Hungaria adalah Majelis Nasional dengan 386 anggota, dipilih lewat kombinasi perwakilan dan pemilihan langsung. Sedangkan cabang yudikatif Hungaria adalah Mahkamah Konstitusi independen, berdiri ketika Uni Soviet hampir runtuh. Sistem peradilannya dibagi menjadi tiga wilayah yurisdiksi yaitu pidana, perdata, dan administrasi.

Hungaria Menggapai Kondisi Terbaiknya

Jika kita bandingkan dari ketiga sistem di atas, di mana Hungaria menggapai kondisi terbaiknya, mampu menyejahterakan, dan memberi kenyamanan masyarakat Hungaria, tentu jawabannya adalah sistem pemerintahan Islam. Kenapa? Karena sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Allah Swt. Tuhan semesta alam adalah sistem Khilafah. Yang mana dalam sistem Khilafah ini seorang khalifah diangkat melalui baiat yang berlandaskan dari Al-Qu’ran dan sunah untuk memerintah. Sifat seorang khalifah pun sebagai junnah (perisai) atau wiqayah (pelindung).

Sistem pemerintahan Islam atau Khilafah berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang ada dunia, baik dari segi asas yang mendasarinya, pemikiran, pemahaman, maqayis (standar), hukum-hukum dalam mengatur berbagai urusan, konstitusi dan undang-undangnya yang di legislasi untuk diimplementasikan dan diterapkan, ataupun dari segi bentuknya yang mencerminkan Daulah Islam.

Pertama, sistem pemerintahan Islam bukan sistem kerajaan.

Hal itu karena dalam sistem kerajaan seorang anak atau putra mahkota menjadi raja karena pewarisan. Di sini umat tidak memiliki andil dalam pengangkatan seorang raja. Sedangkan dalam sistem Islam yakni Khilafah tidak ada pewarisan, akan tetapi baiat dari umatlah yang menjadi metode pengangkatan seorang khalifah.

Dalam sistem kerajaan, seorang raja memerintah, mengatur negeri dan penduduknya sesuai dengan keinginan dan kehendak hawa nafsunya. Raja juga tidak tersentuh hukum meskipun ia berbuat buruk atau zalim kepada rakyat. Berbeda dalam sistem Islam, seorang khalifah tidak diberi hak-hak khusus yang mengistimewakannya di hadapan pengadilan, akan tetapi khalifah merupakan wakil umat dalam menjalankan pemerintahan.

Kedua, sistem pemerintahan Islam bukan sistem imperium atau kekaisaran.

Karena sesungguhnya sistem imperium sangat jauh dari Islam. Sistem imperium tidak menyamakan pemerintahan di antara suku-suku dalam wilayah imperium, akan tetapi sistem imperium memberikan keistimewaan kepada pemerintahan pusat imperium, baik dalam hal pemerintahan, harta, maupun perekonomian. Sedangkan Islam menjadikan semua wilayah kekuasaan negaranya sebagai satu kesatuan, meskipun jaraknya saling berjauhan dan penduduknya berbeda-beda suku. Islam memberikan segala bentuk hak pelayanan dan kewajiban-kewajiban kepada nonmuslim yang memiliki kewarganegaraan. Mereka semua memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum muslim secara adil.

Ketiga, sistem pemerintahan Islam bukan sistem federasi.

Bahwa wilayah-wilayah negara terpisah satu sama lain dan memiliki kemerdekaan sendiri, mereka dipersatukan dalam masalah pemerintahan atau hukum yang bersifat umum. Sedangkan sistem pemerintahan Islam adalah sistem kesatuan. Di mana keuangan seluruh wilayah atau provinsi dianggap sebagai satu kesatuan dan APBN-nya juga satu, dibelanjakan untuk kemaslahatan seluruh rakyat tanpa memandang provinsinya.

Keempat, pemerintahan dalam Islam bukan model kabinet.

Bahwa setiap departemen memiliki kekuasaan, wewenang, dan anggaran yang terpisah. Hal ini mengakibatkan banyaknya hambatan dalam mengatasi berbagai kemaslahatan rakyat, karena banyaknya intervensi dari beberapa departemen yang hanya mengurusi satu kemaslahatan rakyat saja. Padahal yang seharusnya, segala bentuk kemaslahatan rakyat itu dapat ditangani oleh satu struktur administrasi. Sedangkan dalam Islam, tidak terdapat departemen yang memiliki kekuasaan pemerintahan secara keseluruhan. Akan tetapi, khalifah dibaiat untuk memerintah mereka menurut sesuai aturan Allah Swt. dan sunah Rasul saw. Khalifah berhak menunjuk para mu'awin untuk membantunya mengembang tanggung jawab kekhalifahan.

Kelima, sistem pemerintahan Islam bukan sistem demokrasi.

Dalam demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat yang berwenang membuat hukum sesuai kehendak mereka berdasarkan suara terbanyak, menghalalkan dan mengharamkan, serta menetapkan status terpuji dan tercela. Individunya memiliki kebebasan dalam segala perilakunya, mereka bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, seperti bebas meminum khamar, berzina, murtad, serta mencela dan mencaci hal-hal yang disucikan dengan dalih demokrasi dan kebebasan individual.

Demokrasi juga menetapkan kebebasan kepemilikan, menjadikan pihak yang kuat mengeksploitasi pihak yang lemah dengan berbagai sarana, sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Demokrasi pun menetapkan kebebasan berpendapat bukan kebebasan dalam mengatakan yang hak, tetapi kebebasan dalam mengatakan hal-hal yang menentang berbagai kesucian yang berada di tengah-tengah umat.

Jadi dapat dikatakan bahwa semua sistem kecuali sistem Islam adalah sistem kufur, karena memberikan kewenangan membuat hukum berada di tangan manusia bukan pada Allah Swt. Tuhan semesta alam. Islam memberikan kewenangan untuk membuat hukum berada di tangan manusia merupakan suatu kejahatan besar. Wallahu a'lam bisshawab[]

Harga Minyak Dunia Turun, Akankah Harga BBM Ikut Turun?

”Turunnya harga minyak dunia tidak secara otomatis menurunkan harga BBM di Indonesia. Artinya pemerintah ingin menyampaikan bahwa penurunan harga minyak dunia saja belum cukup untuk menekan beban subsidi BBM.”

Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Mutiara Umat Institute)

NarasiPost.Com-Saat ini harga minyak mentah dunia terus menurun. Bahkan dalam beberapa pekan ini, minyak turun pada kisaran 5 persen. Penurunan ini dipicu oleh penguatan nilai dolar AS yang lebih dari dua dekade.

Menguatnya mata uang dolar, berdampak pada pengurangan permintaan minyak. Sementara bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain akan menjadi lebih mahal. Sehingga, permintaan terhadap minyak menurun, yang menyebabkan harga minyak dunia juga mengalami penurunan.

Dilansir dari CNNIndonesia.com, Brent berjangka turun 4,8 persen menjadi US$86,15 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), turun 5,7 persen, menjadi US$78,74 persen per barel (24/9).

Selain dipicu oleh menguatnya nilai dolar AS, hal ini juga disebabkan oleh kebijakan federal reserve AS yang menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin. Langkah ini diikuti oleh bank sentral lainnya, sehingga meningkatkan rasio perlambatan ekonomi.

Namun, turunnya harga minyak dunia, tidak serta merta membuat rakyat kita juga ikut menikmatinya. Hal ini tidak berlaku bagi negeri ini. Bahkan pada bulan September ini, pemerintah justru menaikkan harga BBM. Alasannya, meskipun harga minyak mentah dunia tercatat terus melandai sejak pertengahan Agustus lalu, namun pemerintah menilai, penurunan harga minyak saja belum cukup untuk menekan beban subsidi BBM.

Sebagaimana dikatakan oleh Menteri BUMN Erick Thohir bahwa, jika harga minyak dunia turun bisa memungkinkan harga BBM di tanah air turun. Namun, itu perlu proses dan tergantung pada nilai subsidi yang masih diberikan saat ini. Seandainya terjadi penurunan harga, kemungkinan besar adalah untuk BBM yang nonsubsidi (CNNIndonesia.com 24/9).

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa, turunnya harga minyak dunia tidak secara otomatis menurunkan harga BBM di Indonesia. Artinya pemerintah ingin menyampaikan bahwa penurunan harga minyak dunia saja belum cukup untuk menekan beban subsidi BBM. Jika BBM subsidi diturunkan lagi, hal ini akan berpotensi membengkaknya subsidi yang harus dibayar pemerintah. Hal ini seakan memperjelas bahwa keuangan dan anggaran pemerintah dalam keadaan tidak baik-baik saja. Terbukti subsidi yang seharusnya menjadi hak rakyat harus ditekan sedemikian rupa.

Akibat Sistem Ekonomi Kapitalis

Miris, ketika harga minyak dunia anjlok, publik harus terus merasakan kenaikan BBM di dalam negeri. Belum lagi efek domino yang mengiringinya. Sementara jika harga minyak dunia naik, pemerintah akan segera menaikkan harga BBM dengan alasan penyesuaian. Hal ini sangat jelas menunjukkan sikap pemerintah yang tidak melayani rakyat, sebaliknya penguasa terkesan memanfaatkan situasi yang ada untuk memperoleh keuntungan dari naiknya BBM.

Istilah subsidi yang membebani APBN yang terus menerus dijadikan alasan, menjadikan masyarakat semakin hilang kepercayaan. Sebenarnya istilah beratnya subsidi seharusnya tidak berlaku pada penguasa yang diberi tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya. Karena menyejahterakan rakyat adalah kewajiban penguasa.

Namun, inilah konsekuensi yang harus diterima dari produk sistem demokrasi kapitalis sekuler. Sistem yang memosisikan negara sebagai perusahaan atau regulator yang bekerja untuk kepentingan kapitalis dan elite politik. Bukan untuk rakyat, jargon yang diusung untuk kepentingan rakyat hanyalah sekadar omong kosong belaka. Buktinya rakyat hanya ingin BBM murah saja dianggap beban dan menjadi perkara yang mustahil.

Sejatinya, negeri ini kaya akan sumber energi yang melimpah. Bahkan menurut sebuah data yang terpercaya, negeri ini mampu memproduksi minyak mentah sebesar 611 ribu barel per hari, dengan tingkat harga minyak saat ini, pendapatan negara secara umum seharusnya bisa surplus. Namun, yang terjadi saat ini justru pemerintah sangat tergantung pada impor migas. Pasalnya, pengelolaan sumber daya alam tersebut telah diserahkan kepada swasta dan asing sebagai pengelolanya.

Sistem ekonomi kapitalisme liberal ini, telah membuat negeri yang makmur menjadi babak belur. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara, kini terlepas akibat kerakusan manusia yang berideologikan kapitalis liberal.

Islam Solusi Persoalan Energi

Hal ini akan berbeda jika Islam dijadikan sebuah aturan dalam menjalankan roda pemerintahan. Islam dengan seperangkat aturannya menjadikan penguasa atau pemerintah sebagai pelayan rakyatnya. Sebagaimana sebuah hadis yang artinya: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Berdasarkan ketentuan syariat Islam, BBM dan sumber daya alam termasuk energi, yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umat. Hal ini disandarkan pada sebuah hadis yang artinya: “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api. Harganya adalah haram.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabarani).

Hadis ini menjelaskan bahwa barang tambang yang depositnya melimpah dan dibutuhkan oleh masyarakat luas adalah milik umum. Tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta. Namun, semua berhak memperoleh dan menggunakan manfaatnya secara adil.

Kepemilikan umum ini harus dikelola oleh negara untuk kepentingan publik. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, negara mengelola secara mandiri dan hasilnya akan dikembalikan untuk kemaslahatan seluruh rakyatnya.

Mengenai BBM, negara akan memberlakukan beberapa kebijakan, di antaranya:

Pertama, negara bisa dengan langsung mendistribusikan energi kepada rakyatnya.

Kedua, negara mendistribusikan gas dan BBM dengan harga murah tanpa mengambil keuntungan sedikit pun. Negara bisa menjual BBM ke rakyat dengan harga yang sesuai biaya operasional, produksi, dan distribusi.

Ketiga, negara mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lain seperti, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kebutuhan asasi lainnya (MMC 26/9).

Dengan sistem Islam swasembada energi bisa diwujudkan. Sumber daya alam akan dikelola secara mandiri tanpa intervensi pihak asing. Negara akan menjadikan energinya sebagai kekuatan politik dan diplomasi. Negara akan memastikan energi dan BBM tidak keluar dari negaranya sebelum kebutuhan seluruh rakyatnya tercukupi, apalagi jatuh ke tangan asing penjajah. Negara akan memastikan BBM murah akan dinikmati oleh rakyat di seluruh negeri.
Wallahu’alam bi shawab.[]

Problematik Umat Kian Pelik: Probabilitas Islam Satu-satunya Problem Solver Dunia

"Jelas, dunia butuh solusi tuntas dan sahih dari semua permasalahan yang ada. Sistem kapitalisme saat ini nyatanya tak mampu menyelesaikan semua permasalahan. Bahkan, kapitalisme itu sendiri sumber masalah yang banyak menimbulkan kerusakan. Keserakahan kapitalisme yang diemban oleh negara adidaya hanya bisa dihadapi oleh negara lagi."

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis)

NarasiPost.Com- Sangat menyentuh apa yang disampaikan oleh Syaikh Dr. Abu Bakr Al ‘Awawidah, Wakil Ketua Rabithah ‘Ulama Palestina, "Maka sungguh aku berharap, yang dimaksud oleh Rasulullah dalam hadisnya adalah kalian, wahai bangsa muslim Nusantara. Hari ini, tugas kalian adalah menggenapi syarat-syarat agar layak ditunjuk Allah memimpin peradaban Islam. Namun, sepertinya kami para pejuang Palestina masih harus bersabar sejenak berjuang di garis depan, menanti kalian datang dan layak memimpin. Bersabar, hingga kita bersama salat di Masjidil Aqsha yang merdeka. Insyaallah.” (Salim A. Fillah)

Permasalahan umat di dunia seakan tak kunjung usai, setelah Islam tak lagi memimpin dunia di tahun 1924 M. Umat bagai anak kehilangan induk, setiap permasalahan menyapa tak tahu harus mengadu kepada siapa?

Problem Umat Kian Pelik

Permasalahan Palestina misalnya, masih terus bergejolak hingga saat ini. Lima juta pengungsi Palestina masih terkatung-katung, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan keprihatinan atas sikap dunia internasional yang seakan menganggap nasib pengungsi Palestina sebagai sesuatu yang normal. Padahal, mereka berhak menikmati hidup yang layak seperti kehidupan yang kita jalani. Beliau menegaskan Indonesia akan terus mendukung program Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan turut mengajak dunia internasional untuk membantu UNRWA. Hal itu disampaikan pada pertemuan tingkat menteri tentang UNRWA di New York, Kamis (22/9) (Republika.co.id, 23/9/2022).

Selain Palestina, muslim India selalu diperlakukan tidak adil. Seorang muslimah India diperkosa belasan warga Hindu di tahun 2002, namun di tahun 2022 pelaku pemerkosaan sudah dibebaskan oleh pemerintah. Penistaan terhadap Islam sering terjadi di India, pembakaran masjid dan pengusiran warga muslim minoritas.

Bahkan, seruan genosida umat muslim terjadi pada satu konferensi di India bulan Desember lalu. Ekstremis Hindu menyerukan untuk membunuh muslim dan 'melindungi' negaranya. Isi seruan yang sangat provokatif dan zalim, "Jika 100 dari kita menjadi tentara dan siap untuk membunuh 2 juta muslim, maka kita akan menang melindungi India dan menjadikan negara Hindu," kata Anggota Senior Sayap Kanan Hindu (Cnbnindonesia.com, 16/1/2022).

Pandemi mengakibatkan krisis di dunia. Kapitalisme yang diemban negara adidaya yaitu Amerika Serikat tak mampu menyelesaikan permasalahan ini. Inflasi meningkat dan situasi geopolitik saat ini (perang Rusia-Ukraina) membuat 25 negara terancam bangkrut. Dunia memiliki masalah serius dan diambang kehancuran.

Data-data yang menunjukkan indikator bangkrutnya negara diambil dari empat metrik penghitungan, yaitu imbal hasil obligasi pemerintah, credit default swap (CDS) 5 tahun, beban bunga sebagai persentase dari produk domestik bruto (PDB), serta utang pemerintah sebagai persentase dari PDB. Dua puluh lima negara tersebut di antaranya, El Salvador, Ghana, Tunisia, Pakistan, Mesir, Kenya, Argentina, Ukraina, Bahrain, Namibia, Brasil, Angola, Senegal, Rwanda, Afrika Selatan, Costa Rika, Gabon, Morocco, Ekuador, Turki, Republik Dominika, Ethiopia, Colombia, Nigeria, dan Meksiko (CNBCIndonesia.com, 29/7/2022).

Problem di Indonesia, tumbuh subur penistaan terhadap agama (Islam). Bahkan pelakunya terkadang muslim itu sendiri yang otaknya sudah rusak oleh virus liberalisme yang diembuskan dan disuntikkan musuh Islam ke tubuh umat. Masalah yang harus dihadapi seakan tak ada habisnya di berbagai bidang, misalnya korupsi yang mendera negeri ini. Mirisnya, pelaku korupsi adalah para pejabat negeri dan intelektual.

Sebut saja, korupsi bansos Covid-19 sebesar Rp15,1 miliar, korupsi salah satu rektor kampus Rp5 miliar, yang terbaru salah satu oknum Mahkamah Agung (Hakim Agung) dan gubernur Papua miliaran rupiah. Data ini hanya beberapa, masih banyak data lainnya. Orang yang seharusnya melayani rakyat, terlibat suap atau gratifikasi. Miris.

Sumber daya alam di Indonesia banyak dimiliki asing. Indonesia salah satu negara yang menjadi rebutan syahwat korporat kapitalis. Emas di Freeport membuat kaya negara yang mengeruk dan memiliki. Sementara warga di Papua banyak yang stunting dan miskin. Belum masalah di daerah yang lain. Lagi-lagi miris.

Dunia Butuh Solusi Islam Ideologi

Jelas, dunia butuh solusi tuntas dan sahih dari semua permasalahan yang ada. Sistem kapitalisme saat ini nyatanya tak mampu menyelesaikan semua permasalahan. Bahkan, kapitalisme itu sendiri sumber masalah yang banyak menimbulkan kerusakan. Keserakahan kapitalisme yang diemban oleh negara adidaya hanya bisa dihadapi oleh negara lagi. Ya, head to head dengan negara yang mengemban ideologi, yaitu Islam.

Riak-riak kebangkitan umat dalam upaya penerapan syariat sempat terlihat di bumi Nusantara. Negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia ini banyak diharapkan oleh umat Islam di negara lain. Wajar jika Syaikh Palestina pernah mengungkapkan, bahwa mereka menanti kaum muslim Indonesia untuk bangkit dan berjuang menegakkan peradaban besar yang mengemban ideologi Islam.

Teringat sebuah riwayat, dari Tsauban ra., dia berkata, telah bersabda Rasulullah saw., "Akan datang panji-panji hitam dari sebelah Timur, seolah-olah hati mereka kepingan-kepingan besi. Siapa mendengar tentang mereka, hendaklah datang kepada mereka dan berbaiatlah kepada mereka sekalipun merangkak di atas salju." (Dikeluarkan dari Al Hasan bin Sofyan dari Al hafiz Abu Nuaim) (dari kitab Al Hawi lil fatawa oleh Imam Sayuti)

Timur yang dimaksud dalam hadis tersebut hanya Allah dan Rasul yang lebih tahu. Namun, ada yang menelaah dan memperkirakan bisa jadi Timur yang dimaksud ialah Asia Tenggara, termasuk bumi Nusantara. Musuh tahu betul akan hal ini, maka dari itu bumi Nusantara menjadi rebutan dan sasaran anak panah kapitalisme dari berbagai sisi. Pemudanya dirusak dan potensinya dibajak, agar teralihkan potensi kebangkitan dari tangan pemuda. Dibuat hedonis, konsumtif, permisif, liberal dan sekuler sangat jauh dari nilai Islam.

Generasi muda demam K-Wave, terjebak seks bebas, arogan hingga sering tawuran dan pelaku kekerasan. Dibuat silau dengan dunia (hubbudunya). Benar yang Rasul sampaikan dalam hadisnya bahwa umat Islam banyak, tapi bagai buih di lautan karena dua penyakit; takut mati (wahn) dan cinta dunia (hubbudunya).

Islam Menyatukan Seluruh Potensi Memimpin Dunia

Bukan tak mungkin kebangkitan itu dari bumi Nusantara, maka umat Islam di negeri mayoritas muslim ini harus bekerja keras dan cerdas untuk bisa merealisasikan hadis baginda Nabi saw. Bahwa kebangkitan dimulai dari Timur serta bisyarah Baginda Nabi saw. akan ada Khilafah kedua di atas manhaj kenabian. Khilafah kedua yang akan menyatukan seluruh potensi kaum muslim sedunia. Seperti Muhamad Al Fatih yang berusaha keras mewujudkan hadis Baginda Nabi tentang penaklukan Konstantinopel.

Dari sisi demografi, menurut laporan Mastercard dan Crescent Rating, pada 2022 populasi umat Islam atau muslim sudah mencapai 2 miliar orang dan tersebar di sekitar 200 negara. Jumlah umat Islam tersebut kira-kira setara dengan 25% dari populasi global. Dari sisi SDA negeri-negeri kaum muslim memilki minyak bumi, Arab Saudi misalnya penghasil minyak bumi kedua di dunia. Barang tambang hampir dimiliki semua negara-negara ASEAN kecuali Singapura. Belum SDA lain yang tersebar di seluruh negeri-negeri kaum muslim dunia.

Sistem ekonomi Islam jika diterapkan akan mampu menangani krisis yang terjadi. Dengan konsep tanpa riba, dan pengelolaan kepemilikan yang dibagi tiga yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Bahan tambang masuk pada kepemilikan umum yang gratis digunakan oleh rakyat, negara yang mengelola untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Berbanding terbalik dengan kapitalisme, barang tambang diprivatisasi maka kesenjangan makin tinggi, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.

Jika seluruh sumber daya alam sedunia disatukan dan dikelola oleh negara, maka kesejahteraan dijamin oleh negara. Fakir dan miskin tertangani oleh konsep zakat, karena masuk dalam delapan ashnaf yang disebut di dalam Al-Qur'an. Itu baru dari sedikit konsep yang sudah ada dalam sistem ekonomi Islam. Khilafah akan menjaga kehormatan dan darah warga negaranya baik muslim atau pun nonmuslim.

Musuh Islam takut jika umat Islam dunia bersatu, tamatlah riwayat mereka. Janji Allah dan bisyarah Rasul tak dapat kita nafikan bahwa Islam akan kembali memimpin dunia. Tugas muslim bersegera menjemput janji Allah dan bisyarah Nabi saw. Jadi, bersatunya umat Islam seluruh dunia bukan hal yang tidak mungkin. Seperti dahulu Rasul menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin, lalu berkembang di masa khulafaurasyidin, Bani Umayah, Abbasiyah dan Utsmaniyah hingga menguasai dua per tiga belahan dunia.

Dalam buku yang ditulis oleh Will Durant, seorang sejarawan Barat bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, dinyatakan, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”

Allahu a'lam bishawab[]

Temaran Usia Senja

"Usia senja makin menghinggapi diri, menyelimuti kalbu. Tak terasa sisa waktu pun akan segera berlalu. Namun apa daya diri masih merasa tak mampu. Pun raga terseok mengejar impian kalbu. Kuatkan diri ini ya Rabb untuk bisa memahami aturan-Mu dan pilihkan orang-orang yang mampu membersamai menggapai surga-Mu."

Oleh. Dewi Kusuma
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Umat)

NarasiPost.com-Rasa itu masih teringat dalam benak ketika aku masih duduk di bangku TK. Ibu guru yang dengan sabar dan telaten menyapa anak muridnya ketika hendak masuk ke kelas. Sambutan yang hangat dengan senyum yang menghiasi wajah. Meski usia sudah sepuh, namun ia tetap semangat dalam mendidik anak-anak.

Dibimbingnya anak muridnya satu per satu menuju bangku di dalam kelas. Pun selalu memberikan pujian saat muridnya baru datang ke sekolah. Hal ini walau telah puluhan tahun berlalu, namun masih begitu lekat dalam ingatan.

Dua tahun berada di bangku TK lalu berlanjut memasuki sekolah dasar yang masih dalam satu yayasan. Tahun demi tahun dilewati. Terasa masih ada kenangan manis yang terukir di sana. Betapa saat yang mendebarkan kala pemimpin upacara mengumumkan para juara di akhir upacara. Satu demi satu disebutkan dari kelas satu hingga kelas 6 sekolah dasar. Tiba saat namaku disebut namun ada kecewa yang menyelinap. Kecewa karena namaku disebut bukan sebagai juara pertama. Meski begitu tetap kupandangi hadiah dari guru. Hadiah sederhana berupa buku dan alat tulis. Kubuka hadiah dan kurapikan lagi serta kupajang di sudut rak hias di ruang keluarga kecilku. Bertekad untuk menjadi pelecut diri agar mampu meraih juara pertama di kelasku.

Hari demi hari, tahun demi tahun terlewati dan masa sekolah pun telah lama aku tinggalkan. Masa di bangku SMP, SMA dan Perguruan Tinggi pun telah lama usai.

Tinggallah kini menikmati usia senja. Mengisi dengan berbagai kegiatan berharap mampu menjadi manfaat. Memotivasi diri dengan mengikuti berbagai kelas online dan mengikuti kajian. Serasa masuk lagi ke bangku sekolah. Aku ikuti kelas online bahasa Arab. Berharap untuk bisa membaca kitab gundul. Meski harus bersaing dengan yang muda belia. Senjang usia yang jauh puluhan tahun. Namun tekadku kuat untuk mengejar ketertinggalan.

Diriku yang sejak kecil tak kenal Al-Qur'an mulai belajar membaca kala usia telah senja. Berdalih untuk mengajari anak agar bisa mengaji Al-Qur'an dengan fasih. Kami panggil ustaz untuk mengajari mengaji anak-anak kami. Sejatinya aku pun ingin bisa membaca Al-Qur'an. Akhirnya sang ustaz kami undang ke rumah untuk mengajariku dan anak-anak.

Pasti heran, ya? Masak mengaku Islam tapi tak bisa baca Al-Qur'an? Ya, begitulah yang ada. Aku sejak TK hingga tamat SD sekolah di Yayasan Nasrani. Lingkungan juga biasa saja. Soal agama seperti terlupakan. Paling semarak saat puasa bulan Ramadan ikut puasa full sebulan penuh. Beramai-ramai pergi ke masjid untuk salat Isya dan tarawih. Bangun pagi selepas sahur, pergi bersama-sama kawan sebaya ke masjid untuk berjemaah salat subuh. Ketika di bangku sekolah menengah pertama, aku bersekolah di SMP negeri dekat rumah. Namun, tatkala memasuki sekolah menengah atas, tidak begitu lama aku duduk di bangku sekolah negeri dan kembali menyelesaikan sekolah di SMA Yayasan Nasrani.

Bersekolah yang tempatnya jauh dari rumah dan merantau ke kota lain membuatku ingin belajar mengerjakan salat 5 waktu. Aku benar-benar menekuni ibadah salat tanpa kutinggalkan. Seiring waktu berlalu, rasanya kurang jika hanya mengerjakan ibadah salat 5 waktu saja. Di usia yang mulai memasuki senja, akhirnya kumulai belajar dan mendalami ilmu agama (Islam) lagi dari awal, termasuk belajar baca Al- Qur'an. Aku kembali mengundang sang ustaz ke rumah dan mengajak tetangga untuk bergabung belajar baca Al-Qur'an.

Meski terlambat, aku tetap bersyukur masih diberikan kesempatan untuk belajar, hingga aku bisa membaca Al-Qur'an. Meski terkadang harus mengabaikan rasa malu. Sang ustaz kadang membawa putri kecilnya yang masih duduk di sekolah dasar. Dia begitu pandai membaca Al-Qur'an di hadapan kami yang sudah senja. Rasanya malu luar biasa, anak berusia 9 tahun sudah fasih membaca Al-Qur'an. Sementara aku masih terbata-bata. Aku ajak tetangga dekat rumah agar bersama-sama belajar dengan harapan sedikit membuang rasa malu. Walau aku harus sering mendatangi rumah mereka sekadar memintanya datang ke rumah untuk belajar bersama. Demi memacu semangat diri, mereka kujemput satu per satu. Meskipun mereka terkadang berat untuk melangkahkan kaki ke rumah. Namun, aku tetap semangat membujuk mereka agar mau belajar ilmu agama denganku di rumah.

Bukan hanya aku dan tetangga yang belajar mengaji, anak-anak juga ikut serta. Anak bungsuku begitu cuek jika mendapat giliran pertama untuk membaca Al-Qur'an. Sebanyak apa pun tetangga yang datang belajar mengaji, dia tak peduli. Yang penting dia telah duluan membaca Al-Qur'an. Berbeda dengan anakku yang pertama. Dia suka protes ketika sang ustaz menyuruhnya mengulangi terus bacaannya sedangkan aku ibunya diminta melanjutkan bacaan, "Kok Ibu disuruh lanjut terus? Sementara Robby ngulang lagi? Ah, sudahlah Ibu aja yang ngaji, aku malas," katanya. Melihatnya semangat belajar mengaji, akhirnya aku putuskan anakku mengikuti kelas privat membaca Al-Qur'an dengan ustaz.

Setelah anak bungsuku tamat SD, kami masukkan ia ke pesantren. Meski awalnya kami yang mendorongnya bersekolah di pesantren, namun saat tiba harus mondok aku sangat sedih seperti diterpa rasa kehilangan. Rasa sepi meliputi jiwa karena anak pertama juga bersekolah jauh dari rumah. Berpisah dengan anak-anak sungguh tidak mudah, namun ini semua kami lakukan demi kesuksesan anak-anak. Kami berada di Serang, Banten sementara anak-anak bersekolah di Purbalingga, Jawa Tengah dan lanjut kuliah di Yogyakarta.

Akhirnya kami rida melepas kedua anak merantau jauh dari rumah demi menggapai masa depan yang cemerlang. Walau hati merasa sedih, rindu, dan sering tak bisa tidur, semua harus dijalani demi masa depan anak-anak. Dengan harapan saat di rantau mereka punya bekal ilmu tentang Islam. Sehingga mempunyai patokan hidup sesuai dengan syariat Islam.

Hari-hari pun dijalani dengan sepi tanpa anak-anak di rumah. Senjang usia yang 10 tahun menjadikan keduanya serasa anak pertama. Alhamdulillah anak-anak menyelesaikan sekolah dan kuliah dengan tepat waktu.

Untuk mengusir rasa sepi setelah resign dari tempat kerja, aku kembali memperdalam bacaan Al-Qur'an. Tak lagi kuhiraukan rasa malu. Aku pun mendatangi beberapa ustazah agar lebih cepat dalam belajar. Kukejar untuk bisa khatam Al-Qur'an meski tertatih, lelah, dan harus disiplin. Dengan gonta-ganti ustaz dan ustazah yang mengajari baca Al-Qur'an agar dapat karamah dalam belajar.

Alhamdulillah akhirnya diajak bergabung untuk mengajari anak-anak madrasah dalam membaca iqra. Meski merasa tak layak karena saya pun dalam tahap belajar bersama ustaz dan istri beliau yang juga ustazah pemangku pondok, akhirnya memberanikan diri untuk bergabung mengajar di pondoknya. Tak terasa kurang lebih 3 hingga 4 tahun lamanya aku bergabung di Madrasah dan SMP IT yang dipimpinnya.

Pada akhirnya aku kembali resign saat anak pertamaku hendak menikah. Aku sibuk mempersiapkan acara pernikahan. Sementara anak bungsuku masih mondok di pesantren. Suami masih aktif bekerja. Praktis segala persiapan diurus sendiri. Alhamdulillah saat ini telah dikaruniai 2 cucu generasi saleh. "Ya Rabb kembali aku bermohon kepada-Mu jadikan cucu-cucu kami penyejuk hati dan menjadi generasi yang cemerlang."

Usia senja makin menghinggapi diri menyelimuti kalbu
Tak terasa sisa waktu pun akan segera berlalu Namun apa daya diri masih merasa tak mampu
Raga terseok mengejar impian kalbu

Bantu aku mengejar asa
Bantu aku menaati syariat-Nya
Kuatkan diri ya Rabb untuk bisa memahami aturan-Mu
Pilihkan orang-orang yang mampu menggapai surga-Mu

Hingga raga ini pantas dekat dengan-Mu
Walau luka dan lara terus mendera
Walau tubuh bergelimang dosa
Aku berharap Engkau limpahkan rahmat-Mu

Senja telah memasuki usia 60 tahun. Aku rela untuk belajar bersama mereka yang belia. Meski penat kadang menghampiri, kecanggihan teknologi pun tak kumengerti, namun alhamdulillah dikelilingi orang-orang yang ikhlas membantu. Ya, membantuku dalam belajar online. Meski aku banyak tanya karena ketidakpahaman dalam menggunakan gadget, mengerjakan soal via online, dan melaporkannya lewat website. Serasa membuat kepala ini pusing tujuh keliling. Aku pun pasrah dengan semua ini. Harus mengerjakan soal ujian dengan menjawab soal yang ada dalam kuis. Hafalan dan setoran jawaban secara online. Wow rasa tak sanggup karena usia yang tak muda lagi. Namun harus kulalui demi sebuah harapan. Untuk bisa mengerti membaca kitab gundul.

Di dunia maya pun tak kenal dengan orangnya. Namun, sungguh aku merasa takjub. Betapa ikhlas dan ridanya dia mengajariku. Ustazah Fitriyani, dialah yang membimbingku tak kenal lelah, siang hari hingga jam 10 malam hari. Terkadang rasa kantuk dan lelah menyerang mata. Namun ia tetap semangat hingga aku mampu mengerjakan soal sampai tuntas.

Tidak berhenti di situ. Aku mulai memberanikan diri melintasi dunia literasi. Aku mulai belajar menulis via online. Kuikuti beragam kelas menulis online agar tetap produktif meski usiaku telah senja. Aku bersyukur dikelilingi orang-orang yang mencintaiku dengan tulus. Tanpa mereka tak mungkin kelas online-ku akan berlanjut. Bersyukur bisa gabung di kelas desain AMK bersama Cikgu Neni Susilawati yang rela membimbing kami. Demi menunjang dakwah yang ada di pundak kami.

Bersyukur berada di Akademi Menulis Kreatif berkat arahan sohibku Rita Handayani, sehingga diperkenalkan dengan Founder AMK Mpu Apu Indragiry. Menjadi salah satu membernya yang jumlahnya ratusan orang hingga ribuan.

Akhirnya bisa berkarya lewat goresan pena mengisi usia senja. Mengirimkan naskah ke berbagai media online. Hingga karya tulis bisa terpajang dengan penuh perjuangan. Meski diawali dengan keputusasaan, merasa tak layak bersaing dengan yang muda. Entah dari mana asalnya hingga bisa berkawan akrab dengan Direktur Pendidikan AMK Bunda Hj. Nur Fitriyah Asri dan juga bendahara AMK Bunda Etti Budiati.

Hingga memberanikan diri mengirim naskahku ke media NarasiPost.Com. Sebuah media online yang super ketat dalam menyeleksi naskah yang layak publish. Pertama kali naskah kukirimkan ke Pemred media NarasiPost.Com yaitu Mbak Andrea Aussie, bolak-balik dikembalikan. Hal ini sempat membuatku down. Namun aku beranikan diri untuk terus mengedit dan akhirnya tayang. Aku sapa salah satu tim NP (Narasi Post) Mbak Dia dan alhamdulillah direspon dengan baik. Ketika Pemred dan tim NP membukukan karya yang telah publish, alhamdulilah karya sastra dan motivasiku lolos seleksi masuk buku antologi bersanding dengan para penulis hebat yang lain. Betapa bahagia hati ini, perjuangan yang sempat bikin down akhirnya berbuah bahagia.

Kali ini aku beranikan diri kembali untuk ikut challenge yang diadakan oleh media NP. Meski ragu dan sanksi biarlah semoga ini sebagai wasilah untuk tetap eksis dalam mencerahkan umat dengan cahaya Islam. Aku tak berharap banyak, yang aku inginkan mampu mengisi hal-hal bermanfaat di sisa usia yang senja ini, khususnya dalam karya tulis-menulis. Karya yang mencerdaskan umat dengan ketaatan terhadap syariat-Nya. Hingga raga ini mendapatkan rahmat-Nya dan dimudahkan Allah untuk berakhir hidup dengan husnul khatimah.

Tiada jalan yang benar kecuali dengan Islam
Tiada aturan yang wajib ditaati kecuali aturan Allah Swt.
Tiada janji yang diingkari kecuali janji Allah
Sang Maha Pencipta dan Penguasa alam semesta
Yang Maha Adil dan Maha Agung

Allah Swt. berfirman:
"Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu." (TQS. Al-Maidah: 3)

Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Pinterest

Buah Busuk Sistem Sekuler: Rakyat Melarat, Penguasa Abai

"Kasus yang terjadi belakangan ini tentu sangat menggambarkan betapa abainya pemerintah terhadap rakyatnya. Mereka, para penguasa tidak sungguh-sungguh mengurusi kebutuhan dan kesejahteraan hidup rakyat. Inilah bukti dari busuknya sistem kapitalisme sekuler."

Oleh. Asih Lestiani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Berbagai fakta mengenaskan menimpa masyarakat beberapa pekan ini, mulai dari rumah dibongkar karena terjerat rentenir, mati misterius karena penyakit tak tertangani, hingga data akademik yang menyatakan bahwa 50% penduduk alami kelaparan tersembunyi.

Dikutip dari Detik.com (17/9/2022) terkait rumah yang dibongkar karena terjerat rentenir hal tersebut terjadi pada salah satu warga Kampung Haur Seah, Cipicung, Banyuresmi, Garut bernama Undang. Hal tersebut terjadi pada Sabtu, 10 September 2022. Undang menyampaikan bahwa pembongkaran rumahnya berkaitan dengan utang istrinya yaitu Sutinah senilai Rp1,3 juta kepada rentenir yang menurutnya uang tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Saat kejadian itu, sejumlah pekerja bangunan mendatangi rumah Undang dan langsung membongkar rumahnya yang menurut pengakuan Undang bahwa rumah semipermanen itu dalam kondisi reyot dan sempat direnovasi tahun 2017 oleh anggota TNI dari Kodam III/Siliwangi.

Selain itu, kasus lain dikutip dari Kompas.com (15/9/2022) terkait kasus kematian yang terjadi pada enam warga Baduy di Kabupaten Lebak Banten yang dianggap misterius karena penyakit yang tak tertangani. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dr. Ati Pramudji Hastuti, keenam warga Baduy tersebut meninggal karena mengidap penyakit tuberkulosis. Hal tersebut terungkap setelah tiga hari tenaga kesehatan masuk ke wilayah Baduy dan dalam rentang waktu tersebut tenaga kesehatan menemukan penyakit lainnya seperti malaria, campak rubela, dan stunting di wilayah tersebut. Informasi yang didapatkan bahwa sebelum meninggal, enam warga Baduy tersebut mengalami gejala batuk, pilek, dan diare.

Kasus lain yang cukup mengenaskan dikutip dari Mediaindonesia.com (18/9/2022) yakni terkait ungkapan dari Guru Besar Ilmu Gizi FEM IPB University, Drajat Murtianto bahwa 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi dikarenakan kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, yodium, seng, vitamin A, serta zat gizi mikro lainnya. Lanjut menurut Guru Besar Ilmu Gizi FEM IPB University, Drajat Murtianto, bahwa dampak dari kelaparan tersembunyi rupanya tidak main-main. Secara nasional, Indonesia mengalami kerugian lebih dari Rp50 triliun dari rendahnya produktivitas kerja akibat Anemia Gizi Besi (AGB). Angka tersebut belum termasuk biaya layanan kesehatan akibat defisiensi gizi mikro yang parah serta masalah-masalah gizi lainnya.

Bukti Abainya Pemerintah dalam Sistem Kapitalis Sekuler

Kasus yang terjadi belakangan ini tentu sangat menggambarkan betapa abainya pemerintah terhadap rakyatnya. Mereka, para penguasa tidak sungguh-sungguh mengurusi kebutuhan dan kesejahteraan hidup rakyat. Inilah bukti dari busuknya sistem kapitalisme sekuler. Kapitalisme sekuler sebagai ideologi yang diterapkan dalam semua lini kehidupan faktanya jelas-jelas malah membuat jurang kesenjangan, di mana yang kaya makin kaya begitupun yang miskin makin miskin. Kondisi saat ini merupakan realita pahit yang mestinya kita sadari, sehingga kita perlu bertindak dan memahami bahwa kita perlu mengganti sistem kapitalisme sekuler kepada sistem baru yang tak lain dan tak bukan yakni sistem Islam.

Kisah Pemimpin Islam dalam Mengurusi Urusan Umat

Kisah yang menggambarkan bagaimana pemimpin dalam Islam sangat bertanggung jawab terhadap amanah yang diembannya dalam mengurusi urusan umat yakni pada masa Khilafah Dinasti Umayyah. Umar bin Abdul Aziz bin Marwan ketika menjabat sebagai seorang Khalifah, ia sering menangis karena ketakutannya terhadap pertanggungjawabannya kelak di akhirat kepada Allah karena ia memikul beban umat Rasulullah mulai dari orang-orang fakir dan kelaparan, orang yang sakit dan terlantar, orang yang tidak punya pakaian dan orang yang tersisihkan, yang teraniaya, terintimadasi, dan orang-orang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri.
Ketakutan Umar bin Abdul Aziz benar-benar terwujud dalam pemerintahannya. Sejak pertama diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz langsung menggebrak tradisi Bani Umayyah. Umar menunjukkan kepada dunia dengan tindakan nyata. Khalifah Umar senantiasa bersikap wara’ dalam mengemban amanah tersebut. Khalifah langsung menginfakkan hartanya ke Baitulmal, terutama yang ia peroleh dari pemerintahan sebelumnya. Sampai-sampai, perhiasan istrinya juga dimasukkan ke Baitulmal. Hal tersebut dilakukan Umar karena khawatir akan besarnya pertanggungjawaban kelak di akhirat dan ia ingin memimpin dengan ketakwaan.

Ia memberikan keteladanan agar rakyatnya berkomitmen kepada syariat Islam.
Sikap wara’ Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tampak saat ia ditawari kendaraan dinas mewah berupa kuda lengkap dengan tunggangan dan kusirnya. Lantas, Umar menolak dan menjual semua itu ke pasar. Termasuk semua permadani, tenda, alas kaki yang biasanya disediakan untuk Khalifah baru. Kemudian uang hasil penjualannya tersebut diserahkan ke Baitulmal untuk dibagikan kepada rakyat.

Demikianlah keberkahan ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi pemimpin. Keberkahan luar biasa membuat masyarakatnya sejahtera, hanya dalam rentang waktu 2,5 tahun masa kepemimpinannya. Rasa takut itulah yang membuat Khalifah berada di jalan yang benar. Setiap kebijakan tidak akan melenceng dari syariat, serta tidak akan menzalimi rakyat. Sayangnya, karakter kepemimpinan seperti Umar bin Abdul Aziz nyaris tak ada di sistem kapitalis sekuler saat ini. Pemerintahan tidak dibangun berdasarkan aturan Allah. Perasaan takut kepada Allah telah menipis bahkan hilang dari diri para pemimpin. Sistem kufur kapitalis melahirkan sosok pemimpin yang tirani, zalim, dan rakus akan kekuasaan. Kepemimpinan tak lagi berdimensi pada akhirat malah justru kental dengan wajah rakus dan kejemawaan. Akibatnya, rakyat tak lagi dipedulikan. Mereka telah kehilangan fungsinya sebagai pelayan umat. Justru para pemimpin malah tunduk pada kepentingan korporasi dan asing. Sementara itu, rakyatnya sengsara, kelaparan, tak memiliki rumah, dan akhirnya hanya bisa pasrah. Tak ada yang bisa diharapkan dari sistem kapitalis sekuler. Maka, sudah saatnya kita kembali pada penerapan syariat Islam secara kaffah. Karena hanya Islam yang akan melahirkan pemimpin ideal dambaan umat dan dapat mewujudkan negara yang tunduk pada aturan Allah. Waallahu a’lam bishshwab.[]

Teladan Abdullah bin Jubair Al-Anshari Al-Ausi dalam Ketaatan yang Totalitas

“Totalitas ketaatan Abdullah bin Jubair kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, serta sifat mawas dirinya akan menjadi teladan yang sangat mengagumkan bagi kaum muslim. Ketaatannya yang total terhadap perintah Rasulullah saw. patut ditiru oleh kaum muslim pada setiap zaman. Inilah keistimewaan yang dimiliki Abdullah bin Jubair. Sifat-sifatnya merupakan buah dari akidah yang terhunjam kuat dan keimanannya yang dalam.”

Oleh. Deena Noor
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Para sahabat adalah orang-orang yang memiliki keistimewaan. Membersamai dan mendapatkan pembinaan langsung dari Nabi saw. menjadikan mereka tertempa dengan tangguh. Kualitas ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya tidak diragukan lagi.

Abdullah bin Jubair termasuk salah satu sahabat Nabi yang istimewa. Abdullah termasuk angkatan pertama yang masuk Islam dari kalangan Anshar. Ia menjadi satu di antara 70 orang Anshar yang membaiat Nabi saw. pada Baiat Aqabah Kedua. Bersama juga dengan kelompok muslim dari Bani Aus dan Khazraj.

Dari sini sudah terlihat bagaimana keislaman Abdullah bin Jubair. Menjadi orang yang berada di barisan awal yang mengakui kenabian dan risalah Muhammad saw. merupakan pertanda kualitas Abdullah yang tidak main-main. Dan memang itu terbukti nyata hingga akhir hayatnya.

Nasabnya

Abdullah bin Jubair bin Nu’man bin Umayyah, berasal dari keturunan Bani Tsa’labah bin Amru bin Auf. Ibunya berasal dari Bani Abdillah bin Ghathfan. Abdullah bin Jubair memiliki saudara laki-laki bernama Khawwat bin Jubair. Pamannya adalah Harits bin Nu’man bin Umayyah yang syahid pada Perang Badar. Abdullah bin Jubair mendapat julukan Abu al-Mundzir.

Abdullah bin Jubair dipersaudarakan dengan Husain bin al-Harits ketika terjadi peristiwa hijrahnya Nabi saw. dari Makkah ke Madinah. Hijrah Nabi tersebut memang mempunyai banyak hikmah dan kebaikan. Tidak hanya berpindah tempat saja, tetapi juga terbentuknya jalinan persaudaraan antara orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar di Madinah. Demikian pula yang terjadi pada Abdullah bin Jubair.

Suatu hari, Abdullah bin Jubair bersama Suhail bin Hunain menghancurkan berhala orang musyrik di Madinah. Mereka kemudian membawa puing-puing patung itu ke hadapan kaum muslim agar dibakar. Ini menunjukkan keikhlasan Abdullah terhadap Islam dan kaum muslim, serta kebenciannya terhadap perbuatan syirik dan orang-orang musyrik. Ia mengingkari apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.

Keterlibatannya dalam Perang Badar

Abdullah bin Jubair turut serta dalam Perang Badar al-Kubra. Pada peristiwa itu, al-Ash bin Rabi’, suami Zainab binti Nabi saw., ditawan oleh pasukan muslim. Pada saat itu al-Ash bin Rabi’ masih dalam keadaan musyrik dan turut bergabung bersama dengan orang-orang musyrik untuk memerangi kaum muslim di Badar. Ketika penduduk Makkah datang untuk menebus para tawanan, mereka juga mengutus Zainab binti Rasulullah saw. untuk menebus suaminya, Abu al-Ash bin Rabi’.

Abu al-Ash adalah tawanannya Abdullah bin Jubair. Ia dibebaskan tanpa tebusan untuk memuliakan Rasulullah saw.

Jihad dan Syahid dalam Perang Uhud

Abdullah bin Jubair juga ikut dalam Perang Uhud yang terjadi pada bulan Syawal tahun ke-3 Hijriah. Nabi saw. mengangkatnya menjadi bagian dari pasukan pemanah yang berjumlah 50 anggota pasukan. Pasukan pemanah itu adalah orang-orang yang paling mahir memanah di antara kaum muslim. Mereka diperintahkan untuk menempati posisi di Bukit Ainain, yaitu salah satu anak bukit yang berada di Uhud. Dalam perang tersebut, Nabi saw. menempatkan pasukan pemanah di bagian belakang medan pertempuran untuk melindungi para mujahid muslim. Pasukan ini menghadap ke arah Madinah al-Munawwarah.

Ketika perang berlangsung, pasukan pemanah melepaskan bidikannya ke arah kaum musyrik yang datang dari bagian belakang kaum muslim. Panah-panah itu mengenai sasarannya. Abdullah bin Jubair dan pasukannya menyerang dengan gencarnya hingga pasukan musuh kewalahan.

Kaum musyrik yang semakin terdesak akhirnya banyak yang meninggalkan senjatanya begitu saja. Mereka mundur dari medan pertempuran.

Ini membuat sebagian pasukan muslim merasa di atas angin dan berkehendak mengambil ganimah. Mereka menjadi lengah. Mereka mengabaikan pesan Rasulullah yang memerintahkan untuk tetap berada di posisinya guna melindungi pasukan muslim lainnya.

Sebagian pasukan pemanah itu memperingatkan kawan-kawannya untuk menaati pesan Rasulullah. Abdullah bin Jubair pun ikut menyerukan agar selalu taat pada Allah dan Rasul-Nya. Ia mengingatkan mereka supaya jangan sampai melanggar perintah Rasulullah.

Sayangnya, peringatan itu tidak diindahkan. Sebagian besar pasukan pemanah lalai dan meninggalkan tempatnya. Mereka turun dari bukit Uhud sehingga hanya menyisakan kurang dari sepuluh orang pasukan pemanah, termasuk Abdullah bin Jubair.

Keadaan ini dimanfaatkan oleh kaum musyrik. Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal yang saat itu masih musyrik memimpin pasukannya menyerbu Abdullah bin Jubair dan pasukannya yang tersisa.

Dengan sekuat tenaga dan persenjataan yang ada, Abdullah bin Jubair terus melawan pasukan musyrik. Ia tak gentar sama sekali. Satu per satu senjatanya patah dan rusak hingga akhirnya ia pun gugur sebagai syahid.

Abdullah bin Jubair syahid dengan ketaatan yang mulia. Ia tak pernah lalai dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ia berjuang dengan gigih. Ia tak mundur sedikit pun meski musuh menghantamnya. Ia menjaga posisi pasukan pemanah sesuai pesan Rasulullah.

Abdullah bin Jubair gugur tanpa meninggalkan harta apa pun. Ia juga tidak meninggalkan anak. Namun, ia memiliki akidah yang kuat. Keimanannya inilah yang menjadikan ia syuhada dalam Perang Uhud. Sebuah posisi yang mulia di dunia maupun akhirat, yang kemudian Allah turunkan firman berkenaan dengannya dalam surah Ali Imran ayat 152: “Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia yang dilimpahkan untuk orang-orang yang beriman.”

Sifat yang Utama

Abdullah bin Jubair adalah seorang mukmin yang keimanannya sangat mengakar. Ia pribadi yang sangat wara’ (menjauhkan diri dari kemaksiatan) dengan ketakwaan yang amat kental. Ia juga sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Sosoknya bersemangat, cerdas, berakhlak mulia, dan ikhlas terhadap agamanya.

Sifat kepemimpinan yang dimiliki Abdullah bin Jubair menempatkannya sangat pantas diangkat sebagai komandan pasukan pemanah pada perang yang paling berbahaya dari berbagai peperangan yang dilalui bersama Rasulullah saw.. Ia mencurahkan kesungguhannya dan berhasil mengarahkan pasukannya hingga pertolongan Allah Swt. datang.

Dari berbagai peristiwa yang pernah dijalaninya, tergambar beberapa sifatnya yang menonjol:

  1. Kelihaiannya dalam memanah
  2. Keberanian dan tekadnya yang amat kuat
  3. Totalitas ketaatannya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
  4. Sangat mawas diri

Hal itu terbukti dengan keberanian dan tekadnya yang sangat kuat dalam mempertahankan posisinya di bukit Uhud bersama segelintir anggota pasukan pemanah. Ia tak takut menghadapi serangan pasukan berkuda kaum musyrik yang berjumlah 200 anggota.

Bayangkan, Abdullah bin Jubair bersama kurang dari sepuluh pasukannya berhadapan dengan 200 pasukan berkuda. Dari segi kuantitas, itu sangat tidak seimbang. Wajar saja jika hasil akhir pertarungan itu dapat diketahui. Pasukan pemanah yang berjumlah kurang dari sepuluh orang itu akhirnya gugur sebagai syahid, termasuk Abdullah bin Jubair.

Dengan tekadnya yang amat kuat, Abdullah bin Jubair memungkinkan pasukan muslim tetap bercokol di perbukitan strategis. Ia adalah pahlawan perang yang telah menunjukkan keberanian dalam mempertahankan akidahnya. Karena itu, ia sangat beruntung dengan sifatnya yang teguh dan bersedia mengorbankan dirinya. Ia tidak memperhitungkan kerugian dengan sesuatu apa pun, dibandingkan dengan keuntungan yang sangat besar.

Totalitas ketaatan Abdullah bin Jubair kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, serta sifat mawas dirinya akan menjadi teladan yang sangat mengagumkan bagi kaum muslim. Ketaatannya yang total terhadap perintah Rasulullah saw. patut ditiru oleh kaum muslim pada setiap zaman. Inilah keistimewaan yang dimiliki Abdullah bin Jubair. Sifat-sifatnya merupakan buah dari akidah yang terhunjam kuat dan keimanannya yang dalam.

Semoga Allah meridai sahabat yang mulia, panglima yang menemui syahidnya, serta pahlawan yang pemberani, yaitu Abdullah bin Jubair al-Anshari al-Ausi.

Semoga kita juga mampu mengambil pelajaran dari kisah Abdullah bin Jubair dan meneladani sifat-sifatnya yang istimewa. Keberanian dan ketaatan untuk istikamah di jalan Allah hendaknya bisa ditanamkan dalam diri kita masing-masing. Apalagi di tengah berbagai kemaksiatan yang merajalela akibat sistem yang rusak. Tetap patuh pada perintah Allah dan Rasul-Nya hingga kemenangan hakiki terwujud nyata.
Wallahu a’lam bishshawwab[]