Aspirasi Terulang Solusi Tak Kunjung Datang

"Semua permasalahan yang terjadi di negeri tidak akan pernah mendapatkan titik temu karena lahir dari solusi yang semu. Solusi tersebut datang dari sistem yang juga penuh tipu daya kebahagian dunia. Tipu daya sistem ini membuat manusia lupa diri dan kehilangan hati nurani. Semua itu terjadi karena sistem ini datang dari manusia yang hanya mengedepankan hawa nafsu dan rasa serakah kepada kekuasaan."


Oleh. Atien

NarasiPost.Com-"Seorang imam (kepala negara) adalah pengatur dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas kepengurusannya tersebut".
(HR. Bukhari dan Muslim)

Menjadi seorang pemimpin merupakan sebuah amanah yang berat. Dia memiliki tanggung jawab untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya. Maka, apabila hal tersebut tidak terpenuhi, akan muncul rasa tidak puas dari rakyat kepada pemimpinnya.

Ketidakpuasan tersebut menyebabkan para mahasiswa yang bernaung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (11/4/2022 Kompas.com).

Poin Penting

Dalam aksi tersebut para mahasiswa menyampaikan enam poin tuntutan.
Dari enam poin tuntutan itu ada dua poin yang berhubungan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Poin tersebut adalah meminta stabilnya harga dan tersedianya bahan-bahan pokok untuk memudahkan kebutuhan masyarakat. Poin berikutnya adalah diusutnya mafia minyak goreng yang menyebabkan langkanya minyak goreng di pasaran, sehingga harganya melambung tinggi.

Dua tuntutan tersebut memang sudah seharusnya disuarakan karena kebutuhan bahan pokok termasuk minyak goreng menjadi barang penting dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan minyak goreng juga berperan dalam roda perekonomian masyarakat.

Kelangkaan Minyak Goreng

Pasalnya banyak sekali usaha-usaha kecil maupun menengah yang menggunakan minyak goreng sebagai bahan utama yaitu untuk pabrik kerupuk, pedagang gorengan, dan warung makan. Langkanya minyak goreng membuat usaha-usaha tersebut terhenti. Para pelaku usaha akhirnya harus gulung tikar karena tidak bisa beroperasi. Tentu saja hal tersebut membuat para pemilik usaha terpaksa melakukan PHK terhadap para pekerjanya.

Imbasnya, para pekerja harus kehilangan mata pencaharian yang menjadi penopang nafkah keluarga. Padahal mereka masih dalam kondisi terpuruk sebagai dampak pandemi yang masih menghantui negeri ini.

Kelangkaan minyak goreng berikut tidak stabilnya harga ternyata membawa dampak buruk yang luar biasa di masyarakat. Lagi-lagi rakyat harus menelan sendiri pil pahit kebijakan pemerintah yang selalu saja menimbulkan masalah

Aspirasi Anak Negeri

Berbagai persoalan di atas akhirnya membangkitkan para mahasiswa untuk melakukan unjuk rasa. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mewakili suara hati rakyat yang hidup dalam situasi dan kondisi perekonomian yang semakin berat. Para mahasiswa juga merasakan beragam kesulitan hidup karena mereka menjadi bagian dari masyarakat.

Aksi demonstrasi yang diprakarsai oleh para mahasiswa tersebut patut mendapatkan apresiasi positif. Itu adalah bentuk kepedulian dan empati dari mahasiswa dalam menyalurkan aspirasinya dalam mengoreksi penguasa. Namun, aspirasi dari para mahasiswa tersebut seringkali hanya berujung kekecewaan bahkan meninggalkan rasa duka karena selalu saja memakan korban. Ditambah lagi aspirasi yang mereka sampaikan ternyata hanya mendapat tanggapan sekadarnya dan janji-janji palsu tanpa penyelesaian dari pemerintah. Aspirasi mahasiswa akhirnya seperti angin lalu yang datang, setelah itu menghilang.

Demontrasi yang dikerahkan oleh para mahasiswa jelas tidak memberikan pengaruh yang berarti. Apalagi mereka hanya meminta penyelesaian masalah secara parsial. Solusi yang diberikan tentu saja hanya sebagian dan tidak sampai kepada akar permasalahan. Maka, tidak heran jika aspirasi melalui aksi demonstrasi selalu terulang saat kebijakan pemerintah dikeluarkan.

Aksi demonstrasi memang diberi tempat oleh negara yang mengusung asas demokrasi. Sebab hal itu dilindungi oleh undang-undang di negeri ini. Demonstrasi merupakan kebebasan dalam menyalurkan aspirasi rakyat saat ada sesuatu yang tidak sesuai dengan amanah undang-undang.

Solusi Semu

Semua permasalahan yang terjadi di negeri tidak akan pernah mendapatkan titik temu karena lahir dari solusi yang semu. Solusi tersebut datang dari sistem yang juga penuh tipu daya kebahagian dunia.
Tipu daya sistem ini membuat manusia lupa diri dan kehilangan hati nurani. Semua itu terjadi karena sistem ini datang dari manusia yang hanya mengedepankan hawa nafsu dan rasa serakah kepada kekuasaan.

Dalam sistem ini keuntungan materi menjadi tujuan utama dalam kehidupan. Mereka dengan rakusnya mengambil keuntungan di atas kesulitan dan penderitaan rakyat banyak. Salah satu contohnya salah kelangkaan minyak goreng, padahal negeri ini kaya akan kelapa sawit. Begitu juga dengan harga minyak goreng yang begitu melambung dengan alasan tidak mampu mengatasi lingkaran setan mafia minyak goreng.

Begitulah wajah buruk sistem sistem kapitalisme liberal. Sistem ini yang membuat permasalahan kehidupan semakin ruwet. Dalam sistem ini, para pemangku jabatan boleh berbuat apa saja termasuk mengendalikan barang dan mempermainkan harga- harga kebutuhan pokok di tengah masyarakat.

Islam Solusi Hakiki

Kelangkaan barang dan melambungnya harga kebutuhan pokok tidak akan terjadi jika Islam diterapkan. Sebab Islam melarang menaikkan harga barang ataupun memahalkan harganya dengan berlipat ganda. Pelakunya juga akan mendapat siksaan yang pedih di neraka. Hal itu telah Rasul saw sampaikan dalam sabda yang artinya: "Barang siapa melakukan intervensi mengenai harga pasar umat muslim, kemudian dia memahalkan harga atas umat muslim maka pasti Allah melemparkan orang itu ke neraka jahanam dengan kepala di bawah. "

Negara dalam Islam juga akan membentuk karakter seorang pemimpin yang peka terhadap semua permasalahan dan kritik rakyatnya. Hal itu bisa diperoleh sikap Umar bin Khaththab r.a saat beliau diangkat sebagai seorang pemimpin.

Umar bin Khaththab r.a adalah seorang pemimpin yang rendah hati dan memiliki ketakwaan yang luar biasa. Umar juga menyampaikan bahwa jabatan itu merupakan ujian. Umar berkata: "Allah telah menguji kalian dengan saya dan menguji saya dengan kalian. Sepeninggal sahabatku (Abu Bakar Ash Shiddiq), sekarang saya yang berada di tengah-tengah kalian. Tak ada persoalan kalian yang harus saya hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain selain saya, dan tidak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau mereka berbuat baik akan saya balas dengan kebaikan, tetapi kalau melakukan kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka."

Umar juga meminta rakyatnya untuk tidak segan menegurnya apabila dia perbuatannya keliru. Umar bahkan meminta rakyatnya untuk tidak ragu menuntutnya jika rakyat tidak terhindar dari bencana, pasukan terperangkap oleh musuh. Umar berkata:"Bantulah saya dalam tugas menjalankan amar makruf nahi mungkar dan bekalilah saya dengan nasihat-nasihat saudara-saudara sehubungan dengan tugas yang dipercayakan Allah kepada saya demi kepentingan saudara- saudara sekalian."
(Sumber: Detik News)

Begitulah sosok pemimpin (imam) dalam sistem Islam. Dia akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah dari Allah Swt yang dipercayakan kepadanya. Ketaqwaan seorang pemimpin memang telah diatur oleh sistem Islam. Sistem yang datang dari Allah Swt ini memang berisi aturan kehidupan termasuk aturan menjadi seorang pemimpin negara.

Pemimpin dalam Islam juga terbuka terhadap masukan dan kritik dari rakyatnya dan berusaha untuk menyelesaikan masalah rakyatnya tanpa harus didemo lebih dahulu. Pemimpin seperti itulah yang dibutuhkan saat rakyat dalam kesulitan. Pemimpin yang mengambil Islam sebagai solusi dalam mengurusi dan memperhatikan rakyatnya hanya akan didapatkan apabila seluruh aturan Islam diterapkan.

Tanpa penerapan Islam secara keseluruhan, jangan harap ada kesejahteraan apalagi solusi. Sebab solusi sesungguhnya adalah Islam itu sendiri. Tanpa solusi dari Islam, harapan dan perjuangan para mahasiswa untuk negeri ini tidak akan terwujud. Sekali lagi hanya Islam solusi hakiki bagi kehidupan umat manusia untuk mendapatkan keberkahan dari Allah Swt.

Wallahu a'lam.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirm tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Solusi Islam Mujarab Atasi Kasus Klitih

"Khilafah menerapkan penegakan hukum penuh keadilan. Bagi pelaku kejahatan dan kriminalitas akan mendapat sanksi yang membuat jera bagi pelakunya."


Oleh. Wening Cahyani
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pelaku klitih kian gigih
Mereka tak pernah letih
Membuat orang-orang merintih
Di tengah kondisi yang melaju canggih

Pelaku klitih makin menggila
Tiada pandang bulu sasaran korbannya
Berbuat aniaya hingga melayang nyawa
Sanksi negara tiada buat jera

Kasus klitih masih saja ramai diberitakan bahkan semakin meluas ke wilayah-wilayah di luar Yogyakarta. Klitih menjadi momok yang mengkhawatirkan pengguna jalan terutama pada malam hari. Korban-korban pun telah berjatuhan dari yang mengalami luka-luka hingga meninggal dunia. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Bagaimana Islam mengatasinya?

Akhir-akhir ini terjadi aksi klitih yang menimpa seorang pelajar pada 3 April 2022 dini hari sekitar pukul 02.10 WIB di Yogyakarta. Akibat aksi ini pelajar tersebut mengalami luka di bagian kepala dan mengantarkan pada hilangnya nyawa. Pelaku menyabetkan senjata tajam berupa gir sepeda motor ke kepala korban (Kompas.id.,12/04/2022).

Menurut catatan dari Polda DIY, kasus kejahatan jalanan meningkat. Pada tahun 2020 mencapai 52 laporan tindak kriminal ini. Kemudian pada tahun 2021 meningkat menjadi 58 kasus. Ragam kejahatan jalanan berupa pencurian, perampasan, pencopetan, tawuran, pembegalan, sampai pembacokan yang
menelan korban jiwa.

Pembacokan ini merupakan aksi klitih. Dan sepanjang tahun 2022 Jogja Police Watch (JPW) telah mencatat ada 12 kejadian. Memang, kasus klitih bagian kecil dari kejahatan jalanan. Akan tetapi, aksi ini cukup meresahkan masyarakat (iNewsYogya.id., 06/04/2022).

Kondisi ini membuat warga tidak tenang jika melakukan perjalanan di malam hari, terutama seorang diri. Tingkat kekhawatiran warga terhadap tindak kejahatan jalanan makin meningkat. Bahkan aksi klitih ini memunculkan respons dari warganet dengan meningkatkan tagar YogyaTidakAman dan tagar SriSultanYogyakartaDaruratKlitih pada platform media sosial twitter (Kompas.id., 12/04/2022).

Akibat banyak kasus klitih ini, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Salah satunya dengan memberikan hukuman penjara kepada pelakunya. Namun, dengan penjara maksimal tiga tahun ini kadang-kadang tidak membuat jera pelakunya. Mereka melakukan tindak kejahatan yang sama setelah keluar dari penjara.

Namun demikian, hukuman bagi pelaku kadang terhambat karena mereka masih di bawah umur. Kebijakan ini sesuai sistem peradilan anak yang mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012. Jika pelaku klitih masih di bawah umur (12-18) tahun maka proses hukumnya ada diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak berhadapan dengan hukum).

Upaya yang lain dari pemerintah yaitu menambah lampu-lampu di titik gelap jalan dan memasang CCTV yang face recegnition. Selain itu, pemerintah memberi fasilitas pengembangan minat dan bakat remaja dan pendampingan kepada para korban klitih untuk menghilangkan trauma pasca kejadian.

Namun, mampukah upaya negara ini menyelesaikan kasus klitih? Ternyata aksi klitih masih terjadi. Hukum tidak mampu menyentuh pelaku klitih karena masih di bawah umur. Sistem perlindungan anak di Indonesia berkiblat pada Barat di mana definisi anak berdasar usia di bawah 18 tahun.

Andaipun anak-anak (sesuai definisi UU) bisa dijerat hukum, maka hukuman penjara maksimal tiga tahun. Padahal, kejahatan yang mereka lakukan seperti menganiaya, merampas bahkan membunuh. Tentu saja hukuman ini jauh dari keadilan. Apalagi mereka hanya dibina dan dikembalikan kepada orang tuanya. Padahal, orang tua mereka sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kadang-kadang sikap mereka kepada orang tuanya buruk dan tidak berakhlak.

Sehingga, tidak heran klitih masih terus bermunculan. Selain itu faktor pendidikan agama baik formal maupun non formal yang sangat minim. Sistem pendidikan sekarang jauh panggang dari api dalam menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia. Tidak ada tanggung jawab atas perbuatan mereka dan mengumbar hawa nafsu.

Pangkal Lemahnya Penegakan Sanksi Pelaku Klitih

Kasus klitih yang terus berulang menunjukkan bahwa masalah ini bukan kasuistik melainkan masalah sistemis. Kapitalisme dan liberalisme yang menjadi napas bangsa ini telah memengaruhi dalam membuat peraturan termasuk pemecahan masalah klitih.

Bersumber dari undang-undang buatan manusia mengenai sanksi bagi anak, tampak ada kelonggaran bagi pelaku klitih dan tindak kejahatan lainnya. Batas usia anak 18 tahun menjadi standar internasional. Hal ini menjadi alasan bagi anak yang sudah balig meski belum berusia 18 tahun tidak bisa dijerat hukum.

Anak-anak yang sudah balig tapi belum sampai usia 18 tahun akan semakin leluasa berbuat semaunya tanpa memikirkan imbas dari pebuatannya itu. Apakah perbuatannya merugikan orang lain atau tidak, melanggar hukum syarak atau tidak. Jelaslah pangkal kasus klitih yang terus terjadi karena penerapan sistem kapitalisme dan liberalisme. Jika ingin tuntas dalam menyelesaiannya, umat harus kembali kepada aturan Islam sebagai solusi mujarab bagi kerusakan di muka bumi ini.

Islam Mengatasi Klitih

Islam memberikan jaminan rasa aman kepada rakyatnya dengan menerapkan seluruh aturan syarak oleh sebuah institusi negara yang dinamakan Khilafah. Kejahatan jalanan (klitih) merupakan salah satu gangguan yang ada di dalam negeri. Oleh karena itu, Khilafah bertanggung jawab dengan memberi amanah kepada Departemen Dalam Negeri untuk mengamankannya.

Siapa pun pelaku klitih, akan ditindak. Ketika klitih dilakukan oleh anak yang sudah balig maka pelakunya sudah dianggap melanggar hukum syarak. Definisi anak tidak seperti yang ada dalam sistem sekuler kapitalis di mana bukan dibatasi oleh usia melainkan sudah balig atau belum.

Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya:"Dan apabila anak-anakmu telah sampai usia balig (al hulum=mimpi), maka hendaklah mereka meminta izin seperti orang-orang sebelum mereka meminta izin." (QS An-Nuur: 59) Pendapat jumhur ulama, anak laki-laki balig usia 12-15 tahun sedangkan anak perempuan usia 9-12 tahun. Dan tanda-tanda balig anak laki-laki adalah ihtilam(mimpi basah) sedangkan anak perempuan adalah menstruasi.

Anak yang sudah balig akan terkena pembebanan hukum. Pelanggaran terhadap hukum syarak maka baginya terkena dosa. Sedangkan, pahala akan ia terima manakala melaksanakan hukum syarak. Ia harus bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya.

Pendidikan anak memang menjadi kewajiban orang tuanya. Namun, Khilafah juga mendukung terlaksanya pendidikan bagi rakyatnya dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Akidah Islam menjadi landasan dalam membentuk generasi bertakwa. Mereka bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan menjadi anak berakal (akil) ketika balig.

Khilafah juga menerapkan sistem sosial masyarakat di mana sistem ini mendukung anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi bertakwa. Masyarakat menerapkan budaya amar makruf nahi mungkar bukan liberal. Generasi tumbuh dalam atmosfer keimanan yang positif dan penuh produktivitas.

Khilafah menerapkan penegakan hukum penuh keadilan. Bagi pelaku kejahatan dan kriminalitas akan mendapat sanksi yang membuat jera bagi pelakunya. Jika pelakunya anak-anak yang sudah balig akan ditetapkan sanksinya tidak bisa dilimpahkan ke orang lain. Jika belum balig maka orang tuanyalah yang mendapat sanksi dan anaknya akan dibina.

Demikianlah sistem Islam sebagai sistem paripurna dan sempurna mengatasi kejahatan jalanan (klitih). Penyelesaian aksi klitih harus dilakukan secara menyeluruh sesuai aturan-Nya. Hanya dengan penerapan sistem Islamlah semua akan terwujud hingga tercipta keamanan bagi masyarakat.

Allahu a'lam[]


Photo : unsplash
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirm tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Sufi Pejuang Khilafah

"Para imam mazhab yang empat dan beberapa imam lain seperti Ibnul Jauzi dan Imam Nawawi memberikan pujian atas praktik tasawuf yang tidak dinafikan melahirkan kesalehan di talam individu-individu kaum muslimin. Namun, tak dimungkiri juga bahwa ilmu tasawuf ada yang diwarnai oleh filsafat Yunani dan India, sehingga ulama seperti syekh Taqiyuddin An-Nabhani memberikan kritik terhadap tasawuf falsafi tersebut, agar umat tidak mengambil pemahamannya karena dapat membahayakan pemikiran hingga akidah seorang muslim."


Penulis: Muhammad Ayyubi
Penerbit: Penerbit Quwwah
Tahun: 2020 (cetakan pertama) Halaman: xii + 131 halaman
Peresensi: Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Kun rahiban fil layli wa fursaanan fin nahari”

Adagium itu mengawali lembar pertama dari buku Sufi Pejuang Khilafah ini. Kalimat dalam Bahasa Arab yang artinya “menjadi rahib di malam hari dan penunggang kuda di siang hari” tersebut sangat menggambarkan garis besar isi buku yang ditulis oleh ustaz Ayyubi yang notabene memiliki pengalaman cukup erat dengan dunia tasawuf.

Ilmu tasawuf yang akhir-akhir ini tidak dipahami secara komprehensif memang rentan menimbulkan mispersepsi. Terdapat pandangan bahwa para sufi atau orang-orang yang giat bertasawuf adalah mereka yang sama sekali tak memikirkan dunia dan senantiasa mengasingkan diri untuk beribadah saja. Padahal, jika benar mendudukkan tasawuf dalam kehidupan, adagium di atas akan bisa terwujud. Menjadi ahlul ibadah di gelapnya malam dan menjadi pejuang jihad fi sabilillah di terangnya siang.

Buku ini memang tak begitu tebal, namun melalui sebelas babnya telah berhasil secara padat dan jelas mengupas tasawuf, mulai dari sejarah, hakikat, karakter para sufi, pandangan ulama terhadap tasawuf, hingga pembahasan sufi yang seharusnya senantiasa berpolitik dan menjadi orang yang memperjuangkan khilafah.

Tasawuf sendiri didefinisikan sebagai proses penyucian jiwa dan melatih jiwa agar bisa sampai pada derajat istikamah di jalan kebenaran. Konsisten di atas kebenaran mutlak memerlukan ilmu dan implementasi, hingga mengantarkan seseorang pada kondisi selalu merasa diawasi oleh Allah di mana saja. Definisi tasawuf ini selaras dengan derajat ihsan, yang disabdakan baginda Rasulullah saw. sebagai melihat Allah saat beribadah dan yakin bahwa Allah Swt. senantiasa melihat dirinya.

Lalu buku ini juga menjabarkan beberapa pandangan, berupa pujian dan kritik dari para ulama terhadap keberadaan ajaran tasawuf dalam khazanah Islam yang pada faktanya terkategori menjadi dua, yakni tasawuf akhlaqi dan tasawuf falsafi. Para imam mazhab yang empat dan beberapa imam lain seperti Ibnul Jauzi dan Imam Nawawi memberikan pujian atas praktik tasawuf yang tidak dinafikan melahirkan kesalehan di talam individu-individu kaum muslimin. Namun, tak dimungkiri juga bahwa ilmu tasawuf ada yang diwarnai oleh filsafat Yunani dan India, sehingga ulama seperti syekh Taqiyuddin An-Nabhani memberikan kritik terhadap tasawuf falsafi tersebut, agar umat tidak mengambil pemahamannya karena dapat membahayakan pemikiran hingga akidah seorang muslim.

Sebelum membahas keharusan para sufi untuk berpolitik, penulis buku ini terlebih dulu memaparkan mengenai tiga tadrib (proses pembiasaan melakukan kebaikan hingga menjadikan kebaikan sebagai karakter diri) yang terus menerus dilatih oleh seorang mursyid –sebutan untuk guru di kalangan sufi- kepada murid-muridnya. Tadrib tersebut adalah tadrib ‘aqliyyah (latihan memaksimalkan akal untuk menghukumi sesuatu berdasarkan kaidah Islam); tadrib nafsiyah (latihan memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri berdasarkan akidah dan syariat Islam); dan tadrib jismiyyah (latihan fisik agar memiliki raga yang kuat unjuk beribadah kepada Allah). Ketika tiga tadrib tersebut telah matang dalam diri seseorang, maka akan muncullah tiga kekuatan dalam diri seorang muslim, yaitu quwwah ma’nawiyyah (kekuatan nonfisik); quwwah maddiyah (kekuatan fisik); serta quwwah ruhiyyah (kekuatan spiritual).

Dari sekian penjelasan mengenai tasawuf, sufi serta keterkaitannya dengan urgensi kaum muslimin untuk terlibat langsung dalam aktivitas politik Islam, bab-bab terakhir buku ini menegaskan bahwa tidak ada dikotomi antara menjadi sufi dan menjadi seorang politisi muslim, khususnya yang memperjuangkan Khilafah Islamiah. Para ahlul ibadah yang mengamalkan tasawuf seharusnya turut serta mengikhtiarkan kembalinya kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah. Dan mereka yang mengemban aktivitas dakwah Islam untuk menegakkan Khilafah pun seharusnya senantiasa menghidupkan malam-malam dengan ibadah dan membasahi lisan dengan untaian doa serta zikir.

Tersebab kurangnya pemahaman, saya pribadi pada mulanya dapat dikatakan skeptis terhadap ilmu tasawuf dan bahkan cenderung memiliki konotasi yang negatif terhadapnya. Namun setelah membaca halaman demi halaman dari buku Sufi Pejuang Khilafah ini, pemahaman saya mengenai tasawuf dan bagaimana menyelaraskannya dengan aktivitas dakwah melanjutkan kembali kehidupan Islam bisa berubah. Maka buku ini sangat saya rekomendasikan untuk menjadi salah satu referensi bagi umat dalam memahami serta mendudukkan tasawuf secara proporsional. Wallahu a’lam bisshawwab.[]


Photo : Koleksi pribadi
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirm tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

M2T2: Menjadi Muslim Tanpa Tapi

"Kepada siapa pun yang memiliki amanah ilmu dalam dirinya, agar jangan sampai ilmu Islamnya hanya bertengger dalam benaknya sendiri, namun orang lain tak mendapat manfaat dan pencerahan sama sekali dari ilmu tersebut. Para dai dan daiyah yang menyadari kebobrokan kondisi generasi saat ini haruslah berpikir tentang cara agar umat ini bisa berubah kondisinya, dari yang semula terpuruk menjadi terdepan dan dari yang semula inferior menjadi superior."


Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-“Aku ikut ke gereja bersama teman dekatku, tapi aku tetap muslim kok.”

“Tanpa harus berpenampilan syar'i, aku masih bisa beribadah dengan khusyuk”

“Aku muslim, mengucapkan selamat natal ke sahabat, tapi alhamdulillah imanku tidak berubah”

Salah satu masalah besar namun samar yang dihadapi oleh generasi muslim hari ini adalah ketidaksadaran akan terkikisnya akidah. Perkara akidah jelas merupakan perkara inti dari diri setiap muslim. Maka, saat diri tidak menyadari bahwa akidahnya kian keropos dengan berbagai alasan, tentu ini adalah hal yang sangat membahayakan, bukan lagi mengkhawatirkan.

Andai seluruh muslim, terlebih bagi mereka yang muslim dari sononya paham betul betapa Rasulullah saw. dan para sahabat beliau dahulu berjuang luar biasa teguh demi menyampaikan dan mengukuhkan akidah Islam. Namun tak dimungkiri, jauhnya jarak hidup kita dengan hidup ideal seorang muslim seperti di masa Rasulullah saw. juga memberikan andil terhadap jauhnya kita dari pemahaman-pemahaman seperti itu.

Tiga pernyataan di atas merupakan beberapa contoh kalimat yang sering terlontar dari lisan generasi muslim hari ini. Tidak sedikit yang dengan bangganya mempertontonkan kekeliruan yang dikerjakan, di waktu yang sama juga bergurau bahwa meski begitu, ia masih mengakui bahwa Islam adalah agamanya. Sikap seperti ini tidak boleh dibiarkan terus hinggap dalam diri seorang muslim, karena pada hakikatnya, kuatnya keislaman seseorang bisa menjauhkannya dari berbagai maksiat.

Memberikan alasan, dalih pembenar, dan sejuta “tapi” atas praktik-praktik keliru dalam bingkai identitas sebagai seorang muslim juga tak patut untuk dilakukan. Landasannya jelas, Rasulullah saw. dan para pendahulu umat tak pernah mencontohkan sikap yang demikian. Beliau-beliau tak pernah mengatakan, “meminum khamar itu memang haram, tapi kalau sekadar mencicip dan tidak sampai memabukkan sepertinya tak masalah”, atau “syariat jelas melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atas kaum muslimin, tapi jika pemimpin tersebut bisa membawa keadilan dan kesejahteraan, tentu tidak mengapa”.

Andai beliau-beliau melakukannya dahulu, entah seperti apa kemaksiatan yang terjadi hari ini, karena tanpa contoh dari beliau pun, generasi muslim di akhir zaman ini sudah “inisiatif” untuk melakukan hal tersebut. Nastaghfirullah.

Patutlah kita mencontoh sikap dari para sahabat Rasulullah saw. yang begitu bergegas melakukan perintah dari baginda nabi, tanpa mendebat, tanpa tapi, tanpa berdalih, just do it. Sikap ini pun ternyata ditunjukkan oleh para sahabat perempuan Rasulullah saw. di tengah kultur Arab jahiliah yang tak mengindahkan perkara aurat wanita, perintah hijab turun untuk mengubah kondisi tersebut 180 derajat. Mereka bahkan tak segan untuk menarik gorden dan kain apa pun yang bisa mereka raih demi menutup aurat mereka, saat mendapati perintah tersebut telah diwajibkan atas mereka. Masyaallah!

Ketaatan tanpa tapi tersebut tidak lahir dari proses semalam atau dua malam saja, melainkan dari proses pembinaan akidah yang dilakukan oleh Rasulullah dalam kurun waktu tahunan. Akidah yang sahih dan menghunjam kuat dalam diri seseorang telah berhasil membawanya menjadi seorang manusia yang bukan hanya dekat dengan penciptanya, namun juga jauh lebih bermartabat dari sebelumnya.

Ditambah lagi Rasulullah saw. membekali para sahabat dan umat beliau dengan “pendidikan malu”, sebagaimana hadis yang beliau sabdakan, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu” (HR. Bukhari). Imam An-Nawawi memberikan syarah atas hadis ini dengan mendefinisikan malu sebagai akhlak yang membangkitkan sikap untuk menjauhi hal buruk dan mencegah berbuat mengurangi hak Allah dan hamba Allah. Yang kalau diambil ibrahnya, setiap perbuatan buruk yang dilakukan seorang muslim, itu berarti rasa malunya telah hilang dari dirinya.

Apalagi di zaman ini, yang berbagai propaganda dan agenda-agenda untuk menjauhkan muslim dari agamanya semakin deras, tak sedikit malah yang secara tidak langsung bangga memberikan predikat pada dirinya sebagai “muslim tapi feminis”, “muslim tapi sekularis”, hingga “muslim tapi liberalis”. Sekali lagi, menjadi muslim tak seharusnya membuat kita lekat dengan hal-hal yang malah bertentangan dengan Islam itu sendiri. Muslim ya muslim, sekuler ya sekuler. Tidak bisa dan tidak mungkin seorang muslim menjadi sekuler di waktu yang bersamaan.

Beberapa fakta tersebut memberikan pelajaran berharga kepada siapa pun yang memiliki amanah ilmu dalam dirinya, agar jangan sampai ilmu Islamnya hanya bertengger dalam benaknya sendiri, namun orang lain tak mendapat manfaat dan pencerahan sama sekali dari ilmu tersebut. Para dai dan daiyah yang menyadari kebobrokan kondisi generasi saat ini haruslah berpikir tentang cara agar umat ini bisa berubah kondisinya, dari yang semula terpuruk menjadi terdepan dan dari yang semula inferior menjadi superior.

Demikian juga bagi umat Muhammad secara keseluruhan. Keinginan untuk senantiasa memperbaiki diri dengan menggali ilmu syar’i harus menjadi karakter yang melekat pada diri. Tidak berpuas dengan pemahaman yang saat ini dimiliki dan terus merasa haus ilmu juga akan menjadi krusial bagi setiap muslim di tengah zaman yang kian rusak ini. Oleh karena itu, pelurusan akidah, pembinaan tsaqafah, dan pemantapan akhlak yang terus dijadikan agenda utama para dai dan daiyah, yang disambut dengan antusiasme dan semangat dari umat secara umum untuk meningkatkan kualitas keislaman diri, atas izin Allah Swt. mampu menjadi wasilah bangkitnya umat dan agama ini. Insyaallah bi idznillah.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirm tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ekologi Ditopang Ideologi

"Sekiranya negeri ini mengelola alam ala Islam, bukan ala kapitalis, maka lingkungan hidup akan terjaga kelestariannya. Ideologi ternyata mampu menjaga dan melindungi eksistensi ekologi."


Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dunia saat ini berada di persimpangan jalan dalam hal kerusakan dan bencana lingkungan yang melanda. Diperlukan pendekatan Islam dalam menjaga dan melestarikan planet ini, termasuk pengelolaan sumber daya dengan cara yang selaras dengan alam.

Tidak akan sengsara, umat manusia yang mengadopsi Islam sebagai ideologi dan keyakinan hidupnya, termasuk menjadikan Islam sebagai solusi atas problematik yang dihadapi manusia di dunia. Sebab, Allah Swt. Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta, manusia dan kehidupan telah menjadikannya sebuah agama yang dibawa Nabi saw. Sebagai risalah bagi alam semesta dan seisinya. Dan ini adalah kalam Allah yang tidak akan pernah lekang oleh waktu.

Di dalam sistem Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Di mana hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya memberikan hak pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Salah satu pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain melalui hadis riwayat Ibnu Majah, sabda Rasulullah saw. yang artinya: “Kaum muslim berserikat (mempunyai hak yang sama) atas tiga hal: air, padang rumput, dan api.” Kemudian, Rasul saw. juga bersabda yang artinya: “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli ialah air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).

Berdasarkan dalil di atas dengan jelas, bahwa sumber daya alam hendaknya tidak dikuasai individu. Menghindari keserakahan manusia, yang gila akan keuntungan yang berlipat-lipat. Fitrah keserakahan manusia sering kali melupakan dampak buruk terhadap lingkungan.

Islam secara tegas melarang perbuatan eksploitasi yang merusak lingkungan. Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 56 yang artinya, “Dan jangan kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya…”

Allah Swt. telah mempersilakan manusia memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan umat. Dalam Al-Quran, hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat, antara lain dalam Al-Qur’an Surah Ar Ra’d ayat 17, yang artinya: ”Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air pada lembah-lembah sesuai ukurannya, maka arus tersebut membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka leburkan dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (juga) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat yang semisal (bagi) yang hak dan yang batil. Adapun buih itu, akan menghilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberikan manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”.

Selain itu, dalam ayat yang lain, firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an Surah Al-Hadid ayat 25, yang artinya: “Dan Kami menciptakan besi yang terdapat kekuatan padanya yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (agar mereka menggunakan besi itu) dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa”.

Pengelolaan sumber daya alam harus tetap menjaga stabilitas dan kelestariannya. Karena kerusakan sumber daya alam oleh tangan-tangan manusia harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Prinsip ini didasarkan pada Qur’an Surah Ar-Rum ayat 41, yang artinya: “Telah terlihat kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari pada (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang hanif)”.

Setidaknya ada tiga solusi terhadap kerusakan dan bencana lingkungan hidup. Pertama, perspektif teknis adalah mekanisme atau cara sains memandang akar masalah dari bencana. Kedua, perspektif politis atau problem policy (kebijakan). Ketiga, pandangan filosofis ideologis, yaitu kebijakan yang diambil ini dipengaruhi oleh pola berpikir kapitalis atau bisa dikatakan kebijakan yang disetir oleh kepentingan-kepentingan material, digerakkan oleh kepentingan para pemegang akses kuat dan pemilik modal.

Sekiranya negeri ini mengelola alam ala Islam, bukan ala kapitalis, maka lingkungan hidup akan terjaga kelestariannya. Ideologi ternyata mampu menjaga dan melindungi eksistensi ekologi. Dan Islam mampu menjamin akan hal itu.

Allah Swt. Mahaadil dan Mahabijaksana telah berfirman dalam Qur’an Surah Al-A’raf ayat 96,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya: “Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan mencurahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka dikarenakan perbuatannya.”
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirm tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Menyulam Rindu

Kenangan indah menyembul dalam serangkaian memori.
Canda dan tawa selalu menerangi diri.
Mimpi besar pada buah hati terus terpatri.
Menyulam rindu dalam panggung yang penuh onak dan duri.
Kelak peradaban mulia akan tergenggam dalam tautan jari jemari


Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)

Narasipost.Com-Setitik harap menjulang menyibak langit
Rintikan air mata menyelimuti hari yang terus berderit
Untuk buah hati asa ini selalu terkait
Bait-bait doa bersenandung dalam suasana sengit
Bermohon kemudahan senantiasa hadir mengurai rasa sulit

Khilaf dan alpa milik umat manusia
Kehadirannya selalu membawa rasa duka
Namun, maaf terus melebar dalam dekapan penuh cinta
Berkilau asa di setiap helaan napas yang ada
Kepolosan bertabur dalam tangisan sang Mutiara

Kala tangan berbicara dengan kasar
Membawa sesal dalam jiwa yang terus bergetar
Namun, jutaan ampunan langsung terhampar
Walau sedikit sesak berkali-kali menampar
Altar kebaikan hatinya jauh lebih besar

Kenangan indah menyembul dalam serangkaian memori
Canda dan tawa selalu menerangi diri
Mimpi besar pada buah hati terus terpatri
Menyulam rindu dalam panggung yang penuh onak dan duri
Kelak peradaban mulia akan tergenggam dalam tautan jari jemari

Merekah pinta pada Sang Maha Mengabulkan doa
Proposal kehidupan turut dilangitkan dalam asa
Masa depan bukan sekadar prediksi belaka
Akhir kehidupan ataukah berlanjutnya usia
Derap langkah pejuang bersyahsiah Islam terbayang di pelupuk mata

Tak akan berhenti menyulam rindu
Meski cacat dan cela kadang datang bertamu
Setangkup asa menguat dalam simfoni syahdu
Mencoba mengikis berbagai rasa pilu
Agar mekar bunga-bunga kehidupan dalam lautan ilmu

Luluh hati ini dalam tatapan kepolosan
Walau indra pendengaran masih menangkap suara tangisan
Lautan kasih sayang terhampar tanpa batasan
Gerbang maaf terpampang jelas dalam gurat kebahagiaan
Melenyapkan rasa sedih dan jengkel dalam waktu bersamaan

Saat hati selalu bersandar pada Sang Mahahebat
Dorongan memaafkan jauh lebih kuat
Walau tak akan cukup dengan pelukan hangat
Sebuah kesadaran harus selalu ditambat
Bahwa buah hati adalah masa depan umat

Menyulam rindu dalam seluruh waktu
Bukan hanya sekarang atau tanggal tertentu
Segudang harap dalam dada terus menggebu
Asa dan doa berkolaborasi menjadi satu
Calon pemimpin peradaban gemilang tumbuh dalam dekapan ibu[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirm tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com