Perang Uhud, Introspeksi Besar Kaum Muslim atas Ketaatan kepada Pemimpin

"Uhud merupakan kekalahan pertama dalam sejarah pertempuran Islam melawan kemusyrikan, yang akan selalu menjadi introspeksi bagi kaum muslim untuk senantiasa taat pada pemimpin. Tatkala amanah Rasul saw. diabaikan, Allah pun dengan mudah menangguhkan kemenangan kaum muslim."


Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kemenangan perang Badar membawa euforia tersendiri bagi kaum muslim. Mereka telah terbebas dari belenggu bayang-bayang penyiksaan dan penindasan Quraisy. Mereka pun telah membuktikan bahwa hijrah telah membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik. Namun atmosfer berbeda menyelimuti Quraisy di Makkah. Mereka tenggelam dalam kesedihan mendalam atas kekalahan dan kematian orang terdekat mereka.

Kebencian dan kedengkian yang telah lama tertanam, seolah terpupuk menjadi dendam kesumat kepada kaum muslimin. Mereka pun bersumpah akan membalas kekalahan Badar dengan kemenangan di peperangan yang akan datang. Dengan sumpah itu, mereka bergegas menyiapkan suasana perang, baik dari semangat maupun perbekalan.

Kaum muslim yang baru mendapat kabar persiapan Quraisy pun segera berunding, maju atau tetap di tempat dan menunggu. Keputusan diambil dalam waktu singkat, bahwa kaum muslimin akan maju menyongsong Quraisy dalam pertempuran. Pasukan yang berjumlah sekitar 1000 orang, mulai berangkat menuju Uhud. Namun, gembong munafikin Abdullah bin Ubay bin Salul, berhasil menghasut kaum muslim dan membawa sekitar tiga ratus pasukan kembali ke Madinah. Kepulangan mereka mengguncang jiwa-jiwa kaum muslim lainnya, Namun tujuh ratus yang tersisa tetap setia menemani Rasul hingga sampai di Uhud.

Rasul pun mengatur strategi dan posisi masing-masing prajurit, struktur gunung Uhud yang berliku dan bersemak sangat cocok digunakan untuk tempat bersembunyi. Terpilihlah lima puluh pemanah yang ditugaskan melindungi punggung kaum muslim. Tersebab pentingnya peran mereka sebagai pertahanan, Rasul berulang kali mengingatkan kepada para pemanah untuk tetap di posisi meski apa pun yang terjadi. Beliau mengulang-ulang peringatan tersebut kepada para pemanah.

Quraisy dengan persiapan matang dan pasukan berjumlah sekitar tiga ribu, telah datang dan menantang. Duel personal pun tak terelakkan. Kemenangan kaum muslim nyata di depan netra. Dalam duel ini, berturut-turut kaum muslim dapat mengalahkan sembilan prajurit yang membawa panji Quraisy. Kemudian panji tersebut tergeletak tak berdaya di atas tanah. Pertempuran yang sesungguhnya pun segera berkecamuk.

Tombak dan panah yang beterbangan mencari sasaran, pedang berkelibat bak cahaya menebas musuh tanpa ampun. Kaum muslim menunjukkan bahwa jumlah bukanlah faktor kemenangan, namun keimanan yang memuncaklah yang akhirnya menjadi penolong mereka dalam meraih kemenangan. Meski jumlah musuh hampir lima kali lipat, senjata dan persiapan yang matang, namun kaum muslim nyatanya berhasil memukul mundur barisan Quraisy.

Namun, hal ini bukanlah akhir peperangan, badai akan menyapu kemenangan semu kaum muslim ketika para pemanah lalai akan posisi dan amanahnya. Ya, melihat kekalahan Quraisy dan kemenangan kaum muslim, para pemanah lalai dan melupakan tugas pokok juga peringatan Rasul saw. kepada mereka.

Melihat ganimah yang jadi rebutan, para pemanah pun dengan gusar segera turun bersegera mengambil ganimah yang tercecer. Hingga menyisakan sepuluh pemanah yang masih setia dengan amanah Rasul saw. Khalid bin Walid yang mempunyai mata setajam elang pun telah lama mengamati. Ketika melihat pasukan pemanah yang berlarian meninggalkan pos mereka, ia segera memutari gunung menunjukkan serangan kejutan bagi kaum muslim. Pun dengan Ikrimah bin Abu Jahal, ia segera memacu kudanya memberi komando untuk menyerang para pemanah yang tersisa.

Sungguh inilah akhir dari kisah kemenangan Badar bagi kaum muslim. Akibat satu kelalaian, dampak yang ditinggalkan tidaklah bisa terbayar dengan penyesalan. Kaum muslim yang diserang secara mendadak lari kocar-kacir meninggalkan Nabinya dalam keadaan terbuka tanpa tameng. Hanya segelintir sahabat yang setia berada di sisi Nabi.

Ketika serangan semakin dahsyat, hingga sabetan pedang, tusukan tombak dan panah menembus kulit semakin tak terbendung, hanya keimanan dan keyakinan tinggilah yang menjadi penyemangat. Nyawa Rasulullah saw. lebih berharga daripada keselamatan diri mereka. Mereka bagaikan tameng berjalan menghalau segala senjata masuk menembus kulit sang baginda. Terluka, kecewa, marah, lelah berkumpul menjadi satu.

Rasul saw. pun dengan gigih memanah hingga anak panah telah melayang seluruhnya, busurnya pecah, bahkan tali busur dalam keadaan putus. Darah pun berceceran membasahi wajah Rasul. Kaum muslimin pun segera mundur dan menyelamatkan diri.

Demikianlah kekalahan pertama dalam sejarah pertempuran Islam melawan kemusyrikan, yang akan selalu menjadi introspeksi bagi kaum muslim untuk senantiasa taat pada pemimpin. Sungguh Uhud adalah isyarat Allah Swt. Untuk mengajarkan bahwa kemenangan datangnya dari Allah Swt. Ketika meninggalkan sebab-sebab kemenangan, maka kekalahan telak akan terjadi. Tatkala amanah Rasul saw. diabaikan, Allah pun dengan mudah menangguhkan kemenangan kaum muslim. Allahu a’lam bis-showwab.

Kitab : Muhammad Sang Yatim (Prof.Dr. Mohammed Sameh Said)[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Chicago Syndrome, Kala Pembangunan Hanya Bervisi Dunia

"Pembangunan yang kapitalistik dengan bertumpu pada prinsip kebebasan kepemilikan, riba dan investasi asing mendorong manusia hanya mengejar hasil. Aroma sekularisme jelas tercium, sehingga aturan Sang Khalik sama sekali tak dilirik."


Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dunia kini makin maju. Teknologi telah kian canggihnya. Alat komunikasi dan transportasi berkembang semakin pesat hingga bisa mempermudah dan mempersingkat waktu. Kota-kota di dunia saling berlomba menampilkan wajah modernnya. Berbagai fasilitas penunjang kehidupan dan gaya hidup manusia tersedia dalam beragam rupa.

Banyak pembangunan terjadi di mana-mana. Gedung-gedung tinggi menjulang mencakar langit. Pertokoan dengan interior mewah yang menyajikan berbagai macam kebutuhan. Jalan-jalan kota yang tertata rapi. Kendaraan canggih siap mengantarkan penumpangnya ke mana saja dalam waktu singkat. Manusia-manusia berlalu lalang dengan sibuknya seolah dikejar waktu.

Secara fisik, kemajuan itu tampak dari luarnya. Apa yang terlihat mata begitu luar biasa. Membuat mulut tak berhenti untuk berdecak kagum. Geliat perekonomian masyarakatnya juga hebat.

Namun, di balik kemegahan kota dan masyarakatnya tersebut terdapat kondisi sosial yang amat memprihatinkan. Kemajuan ekonomi nyatanya justru menghasilkan kemerosotan peradaban. Manusianya kaya, tapi tak bahagia. Kriminalitas merajalela, kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat, jumlah bunuh diri meninggi, angka pernikahan terus menurun, dan jumlah kelahiran rendah merupakan dampak dari kemajuan ekonomi semu ini.

Bila kita melihat fakta dan data yang ada, akan ditemukan bahwa ragam persoalan yang terjadi dalam hidup umat manusia kini makin meningkat dan kompleks. Teknologi boleh makin canggih, namun masalah yang muncul malah bertambah rumit. Kemajuan dalam berbagai bidang justru membuat manusianya semakin mundur moralitasnya

Terjadinya kondisi berkebalikan ini merupakan paradoks pembangunan ala kapitalisme. Kondisi inilah yang dinamakan Chicago Syndrome. Sindrom yang berakar pada persoalan krisis sosial, runtuhnya keluarga, dan masifnya pelibatan perempuan dalam lapangan kerja ini telah menyebabkan dekadensi moral yang parah.

Chicago sendiri merupakan kota terbesar ketiga yang ada di Amerika Serikat. Kota ini termasuk kota yang maju dan kaya. Namun, di balik gemerlapnya Chicago tersimpan kegelapan yang mencekam. Kota yang pernah dikuasai oleh gangster kelas dunia, Al-Capone, ini telah lama tercatat sebagai kota dengan pembunuhan paling banyak di AS. Chicago juga terkenal dengan tingkat kriminalitasnya yang tinggi di seluruh dunia. Angka bunuh diri dan penembakan pun juga terus meningkat. (tirto.id, 30/5/2016)

Visi Dunia yang Fana

Sindrom Chicago merupakan konsekuensi yang tak terelakkan dari pelaksanaan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem yang berbasis materi ini mengabaikan hal-hal yang bersifat nonmateri. Pembangunan yang kapitalistik dengan bertumpu pada prinsip kebebasan kepemilikan, riba dan investasi asing mendorong manusia hanya mengejar hasil. Aroma sekularisme jelas tecium, dan memang inilah akar permasalahannya.

Manusia hanya membangun fisiknya semata, tapi lupa ada jiwa yang harusnya dirawat. Manusia sibuk membangun infrastruktur, namun melupakan aspek moralitas dan agama. Pembangunan kapitalisme hanya berorientasi pada kehidupan dunia. Setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan diarahkan untuk mencapai keberhasilan dari sisi materi. Pembangunan ini mengabaikan dan meninggalkan aturan agama. Aturan Allah sama sekali tak dilirik.

Sebanyak apa pun pembangunan dilakukan, tak akan mampu menciptakan kesejahteraan yang hakiki bila aturan batil diterapkan. Sebaik apa pun pembangunan, tetap tak bisa menciptakan kehidupan manusia yang bahagia bila aturan Sang Pencipta ditinggalkan. Materi akan habis dan berganti, sementara keinginan manusia seolah tiada habisnya. Bila tak diatur oleh aturan yang benar, maka tak akan pernah didapatkan kepuasan dan ketenangan yang sejati. Hidup justru akan semakin jauh terjerembap dalam kubangan permasalahan. Firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 96 telah menegaskan bahwa: “Jika seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, maka niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Sehingga Kami menyiksa mereka dikarenakan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.”

Indonesia bisa juga berjalan ke arah sana, pada kondisi yang memperlihatkan paradoks pembangunan seperti di atas. Sebagai negara yang sekuler, Indonesia tak bisa mengelak dari segala konsekuensi penerapan sistem ini.

Kita bisa saja maju dalam berbagai bidang, namun problem makin pelik. Kriminalitas tak terbendung. Kita saksikan bahwa kaum perempuan kian banyak yang terjun ke dunia pekerjaan namun tak membuat mereka semakin sejahtera. Mereka tetap rentan terhadap bermacam tindak kekerasan. Anak-anak pun tak luput dari jerat kejahatan. Kemiskinan makin meningkat sebagaimana pengangguran. Kesenjangan kian melebar dari waktu ke waktu. Kemerosotan moral kian menjadi.

Bila tak segera dicari solusinya, maka Indonesia bisa benar-benar akan jatuh dalam buruknya kubangan kapitalisme. Berlama-lama di dalam sistem tak manusiawi ini akan membuat kebangkitan semakin sulit diraih.

Pembangunan Bervisi Akhirat

Pembangunan Islam berorientasi pada pembangunan manusianya menjadi hamba yang bertakwa. Bila pembangunan ala kapitalisme hanya berdimensi dunia, maka pembangunan menurut Islam memiliki visi jauh ke depan hingga akhirat. Sehingga, pembangunan yang dilakukan adalah untuk mewujudkan tugas manusia di dunia sebagai hamba Sang Pencipta yang hasilnya nanti sampai ke akhirat.

Syariat Islam menjadi satu-satunya panduan dalam melaksanakan pembangunan. Negara bertanggung jawab menjalankan pembangunan bervisi akhirat sesuai syariat Islam. Karena itulah, negara harus memastikan terjaganya 8 maslahah dhoruriyat, yang meliputi penjagaan agama, jiwa, akal, harta, kehormatan, keamanan, dan negara. Seluruh penjagaan tersebut adalah untuk setiap warga negaranya.

Dengan tanggung jawab penuh dalam mengelola seluruh sumber daya yang ada, negara akan mampu mendanai seluruh proyek pembangunan. Kekayaan alam yang merupakan milik rakyat tidak akan pernah diserahkan kepada asing atau swasta. Tidak ada celah dibiarkan, sehingga kapitalis bisa bermain.

Indikator keberhasilan pembangunan menurut Islam adalah dari tercapainya manusia yang bertakwa kepada Allah Swt., bukan dari megahnya bangunan yang dihasilkan. Keberhasilan pembangunan juga terwujud dalam penerapan aturan Allah secara lengkap. Tidak lagi masanya pembangunan menghasilkan manusia yang rusak karena jauh dari agama. Justru sebaliknya, agama mengatur manusia dalam menjalankan setiap langkah pembangunannya.

Dengan demikian, ada empat poin pembangunan ala Islam;

Pertama, konsep pembangunan adalah menjaga tauhid.
Kedua, tujuan dan fungsi pembangunan tidak boleh melenceng dari prinsip dasar, yakni syariat Islam.
Ketiga, negara adalah yang menjalankan pembangunan.
Keempat, sumber pendanaan adalah dari Baitul Mal.

Salah satu bukti kemajuan pembangunan ala Islam adalah kota Cordoba di Spanyol pada masa kekhilafahan dinasti Umayyah. Kota ini menjadi teladan bagi seluruh kota di Eropa. Cordoba merupakan kota yang indah, tenang, rapi, bersih, terang, dan enak dipandang mata. Sangat jauh dibandingkan dengan kota-kota di Eropa yang kebanyakan kotor, lembap, gelap, jalanan yang becek, dan banyak kejahatan mengintai.

Cordoba juga menjadi pusat ekonomi dan budaya. Kota ini memiliki 700 masjid, 60 ribu bangunan, dan 70 unit perpustakaan yang salah satunya memiliki lebih dari 400 ribu buku. Di kota ini juga terdapat Universitas Cordoba yang terkenal ke seluruh penjuru dunia. Tak heran bila ia menjadi pusat ilmu pengetahuan. Cordoba menjadi mercusuar dunia kala itu.

Semua kemajuan itu diraih dengan tetap bersandar pada syariat. Spirit untuk membangun demi membawa kemanfaatan untuk umat telah mewjud pada kemajuan dari sisi fisik dan manusianya. Pembangunan tak berfokus pada materi, namun pada bagaimana prinsip tauhid bisa terjaga. Tauhid inilah yang kemudian menjaga manusia tetap di jalan-Nya hingga berkah Allah pun terus tercurah.

Itulah pembangunan yang berorientasi akhirat. Membangun di dunia sebagai jembatan menuju surga. Tiada lagi kemajuan semu akibat sistem kufur. Tiada lagi penderitaan akibat pembangunan yang menghinakan manusia. Tiada lagi kesengsaraan akibat penerapan sistem yang dimurkai Allah.

Saatnya manusia kembali pada aturan yang diridai-Nya. Saatnya kita membangun dengan tetap mematuhi koridor syariat Allah. Saatnya pula kita memperjuangkan tegaknya kembali Daulah Khilafah yang akan menjadikan syariat kaffah mewujudkan pembangunan bervisi akhirat.
Wallahu a’lam bish-shawwab[]


Photo: Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Jaminan Keamanan yang Dirindukan

"Sebagai sistem yang sempurna Islam juga telah mengatur urusan keamanan. Departemen yang mengurusinya adalah departemen keamanan dalam negeri, dan satuan kepolisian sebagai pelaksana tugasnya."


Oleh. Dyah Rini
(Aktivis Muslimah Jawa Timur)

NarasiPost.Com-"Ngapain ibu punya ATM banyak-banyak? Kalau gini kan jadi repot. Percuma kalau dicari juga pelakunya. Memang ibu enggak tahu biaya adminnya itu mahal?" Ucap aparat kepolisian di sektor Pulogagung, Jakarta Timur.

Sungguh ucapan yang tidak pantas keluar dari seorang aparat keamanan yang seyogyanya mengayomi masyarakat. Ucapan tidak mengenakkan hati itu dialami Meta Kumala (32) saat melaporkan kejadian yang menimpa dirinya, yakni kasus pencurian saat perjalanan pulang menuju rumahnya selepas kerja.

Dilansir dari Kompas.com kejadian yang dialami Meta berawal saat ia melakukan transaksi melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di sebuah mini market di jalan Sunan Sedayu Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur pada Selasa (7/12/2021). Seusai menarik sejumlah uang lewat ATM, Meta memasuki mobilnya dan melaju menuju rumahnya. Rupanya sekawanan pencuri sudah mengawasi dan membuntutinya. Kawanan pencuri melakukan aksi dengan mengetuk kaca mobil agar sang pengendara berhenti.

"Itu membahayakan orang Mbak." Teriak mereka.

Karena penasaran Meta turun untuk mengecek mobilnya. Ternyata kesempatan tersebut digunakan kawanan pencuri untuk membuka pintu sebelah kiri dan menyabet tas yang berisi kartu ATM, KTP, kartu kredit, kunci mobil dan uang senilai Rp7 juta. Sudah jatuh, tertimpa tangga, pepatah yang tepat untuk Meta. Setelah mengalami kejadian tersebut korban melapor ke polsek sektor Pulogadung dengan harapan bisa mendapat pelayanan dan penyelesaian kasus. Namun sebaliknya, yang didapat perlakuan yang terkesan meremehkan disertai omelan. Padahal sejatinya aparat keamanan itu digaji negara dari uang rakyat untuk menjalankan amanah sebagai pengayom mereka.

Masih banyak sebenarnya yang senasib dengan Meta. Sebut saja kasus perundungan dan pelecehan seksual yang pernah menimpa salah satu pegawai di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat tahun 2019 lalu. Korban mengadukan kasusnya ke polsek Gambir, namun tidak ditanggapi dengan serius. Hingga setahun kemudian (2020) korban kembali menanyakan kelanjutan penanganan kasusnya. Namun, jawaban yang didapat adalah agar korban meminta penyelesaian pada internal kantor saja (atasannya). (CNN Indonesia)

Tampak sekali aparat telah abai menjalankan tugasnya. Padahal jika menilik arahan yang pernah disampaikan Kapolri Jendral, Listyo Sigit Prabowo, kepada jajarannya bahwa seluruh warga negara Indonesia berhak mendapat perlindungan hukum. Di samping itu juga, polri tunduk pada peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) PP No.2 tahun 2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkapolri no.14 tahun 2011. (Kompasiana)

Nyatanya implementasi peraturan tersebut tidak efektif memberi sanksi pada aparat. Terbukti selalu berulangnya kasus yang sama oleh oknum aparat yang mengabaikan amanahnya.

Fungsi dan Peran Aparat Keamanan dalam Islam

Sebagai sistem yang sempurna Islam juga telah mengatur urusan keamanan. Departemen yang mengurusinya adalah departemen keamanan dalam negeri, dan satuan kepolisian sebagai pelaksana tugasnya. Secara umum, tugas departemen ini adalah mengurusi segala bentuk gangguan dalam negeri. Di antara perbuatan yang dianggap mengganggu keamanan adalah perampokan (al hirabah), yakni pembegalan di jalanan, menyerang orang-orang untuk merampas harta milik mereka dan mengancam Nyawa mereka.

Sanksi yang ditetapkan atas mereka yakni sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 33 :

اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar."

Berdasarkan ayat Al-Qur'an tersebut, maka bagi pelaku perampokan/pembegalan di jalan diberlakukan hukum sesuai fakta di tempat kejadian. Siapa yang membunuh dan mengambil harta, maka ia dijatuhi sanksi bunuh dan salib. Siapa yang membunuh tapi tidak mengambil harta maka ia dijatuhi sanksi dengan dibunuh dan tidak disalib. Siapa yang mengambil harta dan tidak membunuh, maka ia dijatuhi sanksi dipotong tangan dan kaki secara bersilangan dan tidak dibunuh. Siapa yang menakut nakuti dengan menodongkan senjata maka ia tidak dibunuh, tidak disalib dan tidak dipotong tangan dan kaki secara bersilangan. Ia dijatuhi sanksi dibuang/diasingkan ke negara lain yang jauh. (Kitab Strukur Negara Khilafah)

Tugas polisi yang lain adalah melakukan patroli, yakni berkeliling pada malam hari dan mengejar pencuri, serta mencari orang yang berbuat kerusakan dan orang yang dikhawatirkan melakukan tindak kejahatan. Pada masa Khalifah Abu bakar, Abdullah bin Mas'ud bertindak sebagai komandan patroli. Pada masa Amirul mukminin, Umar bin Khattab biasa melakukan patroli sendiri.

Jadi, jelas betapa besar peran dan fungsi polisi dalam mengayomi umat. Jika dibandingkan dengan fakta saat ini tugas kepolisian yang tampak terbatas di jalan- jalan raya, sering dipahami sebagai pihak yang memberi surat tilang bagi pelanggaran yang berhubungan dengan lalu lintas. Berbeda dengan sistem Islam/Khilafah yang mempatkan polisi sebagai aparat keamananan yang selalu dirindukan masyarakat. Aktivitas patroli yang dilakukan sejatinya adalah tugas yang diberikan oleh negara untuk memastikan keamanan di tiap sudut kota. Sehingga tidak perlu lagi perumahan-perumahan atau toko-toko mengontrak jasa para satpam. Pun polisi berhak menerima gaji yang cukup sebagai pegawai negara yang diambil dari Baitul Mal. Maka, tidak ada celah para aparat keamanan untuk mengabaikan tugasnya dalam melayani dan melindungi masyarakat dari ancaman keamanan.

Wallahu'alam[]

Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kun 'Aaliman

Imam Syafi'i berkata dalam syairnya,
Hancur lebur, orang alim yang tidak tahu malu
Lebih hancur lagi, si bodoh yang tidak sudi diluruskan
Keduanya menjadi fitnah yang besar di dunia
Bagi yang mengikutinya sebagai dasar menjalankan agama


Oleh. Mariyah Zawawi

NarasiPost.Com-Saya mendengar hadis ini pertama kali ketika masih kuliah di Surabaya. Saat itu, seorang ustaz menyampaikan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dardak ini. Dari Humaid, dari Al-Hasan Al-Bashri, Rasulullah saw. bersabda,

كُنْ عَالِمًا أو مُتَلِّمًا أو مُسْتَمِعًا أو مُحِبًا ولا تكن الخامِسَةَ فَتَهْلَكُ قال فقلت للحسن مَنِ الْخَامِسَةُ؟ قال المُبْتَدِعُ

"Jadilah engkau orang yang berilmu, atau yang menuntut ilmu, atau yang mendengarkan ilmu, atau yang mencintai ilmu. Janganlah engkau menjadi yang kelima, maka engkau akan celaka. Dia (Humaid) berkata, aku bertanya kepada al-Hasan, 'Siapakah yang kelima?' Al-Hasan berkata, 'Orang yang membuat bid'ah."

Saya begitu terkesan dengan hadis ini. Begitu besar kedudukan ilmu dalam Islam, hingga Rasulullah saw. berpesan kepada kita agar kita tidak jauh-jauh dari ilmu. Pertama, menjadi orang yang berilmu, yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan demikian, akan semakin banyak orang yang mendapatkan ilmu.

Kedua, jika belum mampu mengajarkan ilmu, maka menjadi orang yang belajar. Yakni, orang yang menuntut ilmu. Mencatat apa pun yang dipelajarinya, memahaminya, kemudian mengamalkannya.

Jika tidak bisa menuntut ilmu, setidaknya menjadi kelompok ketiga, yaitu orang yang mendengarkan ilmu. Mendengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh para alim yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Kalau mendengarkan juga tidak mampu, maka kita diperintahkan untuk menjadi kelompok yang keempat, yaitu orang yang mencintai ilmu. Mencintai orang yang mengajarkan ilmu atau majelis-majelis ilmu. Mencintai orang-orang yang belajar dan mendengarkan ilmu.

Jika empat hal itu tidak bisa kita lakukan, kita akan menjadi kelompok yang kelima. Yaitu, orang yang membuat bid'ah, karena kita akan beramal tanpa ilmu. Hal ini tentu berbahaya. Berbahaya di dunia dan di akhirat. Jika amalan itu salah, bisa jadi, amalan itu akan menimbulkan kerusakan di bumi. Sebab, tidak sesuai dengan petunjuk Allah.

Berbahaya di akhirat, karena akan mendatangkan siksa bagi kita. Lebih berbahaya lagi, jika amalan tanpa ilmu itu diikuti oleh orang lain. Maka, kita akan mendapatkan dosa orang yang mengikuti kesalahan kita. Akibatnya, akan semakin banyaklah dosa kita. Bukannya mendapatkan pahala amal jariyah, kita malah mendapatkan dosa jariyah. Na'uudzu billaah min dzaalik.

Karena itu, merupakan satu hal yang aneh, jika ada yang melarang kita belajar agama terlalu dalam. Alasannya, kalau tahu hadis ini, hadis itu, nanti malah bingung. Memang, kalau belajar sendiri akan bingung. Sebab, kita tidak memiliki ilmunya. Itu sebabnya, kita membutuhkan guru, orang yang berilmu.

Melalui seorang guru, kita dapat belajar dan mengetahui dan memahami status hukum dari setiap perbuatan yang hendak kita lakukan. Sebab, sebagai seorang mukalaf, kita wajib mengetahui hal itu. Untuk itu, kita harus merujuk kepada Al-Qur'an, As-Sunah, Ijmak Sahabat, dan Qiyas Syar'iyyah. Namun, sudah menjadi sunnatullah bahwa tidak setiap orang mampu menggali hukum dari nas-nas syarak. Sebab, tidak setiap orang dibekali oleh Allah kemampuan untuk melakukan hal itu.

Karena itulah, Allah tidak mewajibkan setiap orang menjadi mujtahid. Namun, cukup ada sebagian di antara umat Islam pada satu masa. Jadi, hukum mujtahid adalah fardu kifayah. Jika ada sebagian di antara kaum muslimin yang telah mampu melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban yang lainnya.

Karena itu, harus ada di antara kaum muslimin yang belajar agama dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Dengan demikian, ia akan menguasai berbagai macam dalil dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam melakukan ijtihad. Sehingga, Islam akan mampu memberikan solusi bagi persoalan-persoalan baru yang terus bermunculan. Sebab, kehidupan manusia itu bersifat dinamis, tidak stagnan. Maka, melarang orang untuk memperdalam agama bukanlah hal yang tepat.

Rasulullah saw. bahkan diperintahkan oleh Allah untuk memanjatkan sebuah doa agar Allah menambahkan ilmu kepada Beliau. Doa yang sering kita baca saat hendak belajar. Dalam Al-Qur'an Surat Thaha [20] ayat 114, Allah Swt. berfirman,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا

"Katakanlah, 'Ya Tuhan, tambahkanlah ilmu kepadaku."

Tentang ayat ini, Ibnu 'Allan Al-Makki, seorang ahli fikih mazhab Syafi'i mengatakan dalam kitabnya, Daliilul Faalihiin,

هذا من أعظم أدلة شرف العلم وعظمه إذ لم يؤمر صلى الله عليه وسلم أن يسأل ربه الزيادة إلا منه

"(Ayat) ini termasuk dalil terbesar tentang keutamaan ilmu dan keagungannya. Sebab, Rasulullah saw. tidak pernah diperintahkan untuk meminta tambahan kepada Tuhannya, kecuali tambahan ilmu."

Menurut Ibnu 'Allan, yang dimaksudkan di sini adalah meminta tambahan ilmu agama. Seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, dan lainnya.

Karena itu, kita harus terus memperdalam ilmu agama. Agar kita tidak salah jalan. Agar kita tidak menyesal kemudian. Sebab, saat yaumul hisab kelak, kita harus mempertanggungjawabkan sendiri perbuatan kita. Jika kita tidak paham agama, orang yang melarang kita belajar agama secara mendalam pun tidak akan mampu menyelamatkan kita dari azab Allah.
Imam Syafi'i berkata dalam syairnya,

فَسَادٌ كَبِيْرٌ عَالِمٌ مُتَهَتِّكُ
وَأَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ
هُمَا فِتْنَةٌ فِي الْعَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ
لِمَنْ بِهِمَا فِي دِيْنِهِ يَتَمَسَّكُ

Hancur lebur, orang alim yang tidak tahu malu
Lebih hancur lagi, si bodoh yang tidak sudi diluruskan
Keduanya menjadi fitnah yang besar di dunia
Bagi yang mengikutinya sebagai dasar menjalankan agama

Semoga kita tidak termasuk bagian dari dua golongan ini. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk menjadi salah satu dari empat golongan, yakni orang yang berilmu, orang yang menuntut ilmu, orang yang mendengarkan ilmu, atau orang yang mencintai ilmu. Aamiin.

Wallaahu a'lam bishshawaab.[]


Photo :Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Agahan Resolusi

Helai demi helai penderitaan semakin kusut
Mewarnai negeri yang diliputi karut marut
Rasa jemawa mengalir deras tiada surut
Menampakkan kepongahan yang berlarut-larut


Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tempayan waktu kian menipis
Gulungan peristiwa sengit masih berbaris
Menyapa setiap penghuni negeri yang melankolis
Berpeluk lara dalam terali kebijakan bengis

Alap diharap tak mampir barang sejenak
Kezaliman regenerasi kian beranak-pinak
Berbagai ide busuk meracuni benak
Mengadang tiap perjuangan menjelma sandungan dan onak

Helai demi helai penderitaan semakin kusut
Mewarnai negeri yang diliputi karut marut
Rasa jemawa mengalir deras tiada surut
Menampakkan kepongahan yang berlarut-larut

Agahan resolusi selalu diumbar
Seluruh kebijakan dilegalkan dengan begitu barbar
Sekuel kehidupan menjadi kidung liar
Dalam gelak tawa, janji-janji terus diumbar

Telah remuk redam seluruh negeri
Slogan kerja hilangkan bahaduri
Menafikan sebuah harga diri
Ajaran Islam dipandang laksana kenduri

Lempar batu sembunyi tangan
Kebijakan keliru main lempar-lemparan
Tudung solusi alip-alipan
Hanya tersisa secuil harapan

Agahan resolusi lepas begitu saja
Janji terenda dari lisan punggawa
Menganggap diri seorang gahara
Pada pohon yang kokoh menyaksikan sayembara

Kendang agahan resolusi ditabuh
Namun, penduduk negeri telah enggan berlabuh
Jamak diketahui suasana sedang keruh
Penyimpangan sudah terlalu jauh

Inilah lembaran baru dalam alam demokrasi
Tercecer remah-remah agahan resolusi
Suara lantang pejuang Islam dipersekusi
Namun, tiada gentar walau raga diintimidasi[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Menyibak Sebuah Dosa

"Muhasabah diri adalah proses untuk meningkatkan kualitas amal dan takwa. Bagaimana seorang muslim akan beramal ditentukan oleh cara pikir dan pandangnya atas suatu kondisi yang dipenuhi kesadaran hubungannya dengan Allah, terlebih setelah muhasabah. Apa pun kondisinya, ia akan senantiasa khawatir dan takut tak memperoleh rida Allah ta'ala."


Oleh. Afiyah Rasyad

NarasIPost.Com-Muhasabah atau introspeksi diri tentu sangat baik dan penting untuk dilakukan setiap muslim. Di penghujung tahun 2021, memanglah tepat memuhasabahi diri, namun akan sangat tepat jika muhasabah dilakukan setiap hari, tanpa pernah cuti. Memuhasabahi diri tentulah bukan sebatas mencatat cacat cela yang tertera dalam tiap helaan napas, tapi lebih ke arah bagaimana memperbaiki amal sebelum pulang ke kampung akhirat. Di alam baka, setiap amalan akan dihisab dan dimuhasabahi oleh Allah Yang Mahaadil. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari Kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; tentang masa mudanya, untuk apa digunakan; tentang hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu.” (HR At-Tirmidzi)

Maka, menghisab diri sendiri terlebih dahulu bisa membawa diri pada arah perbaikan yang tertunjuki kebenaran Islam. Selain itu, muhasabah akan menuntun siapa saja, terutama seorang muslim untuk lebih hati-hati dalam mengarungi setiap lembar persoalan kehidupan. Sehingga, seorang muslim akan sangat berhati-hati sebelum melakukan aktivitas di seluruh aspek kehidupan. Muhasabah ini akan menyibak setiap dosa yang tertera dalam tiap pori-pori raga.

Muhasabah diri adalah proses untuk meningkatkan kualitas amal dan takwa. Bagaimana seorang muslim akan beramal ditentukan oleh cara pikir dan pandangnya atas suatu kondisi yang dipenuhi kesadaran hubungannya dengan Allah, terlebih setelah muhasabah. Apa pun kondisinya, ia akan senantiasa khawatir dan takut tak memperoleh rida Allah ta'ala.

Bila tiba saatnya, sungguh di hadapan Allah semua akan dihisab sesuai amalnya. Hanya umat Islam yang bertakwalah yang mulia di sisi Allah. Hanya kaum muslim yang hati-hati yang akan menghadap Allah dengan hujjah yang tak terbantahkan. Ketakwaan akan melindunginya dari beratnya hisab di akhirat.

Namun, sayang sejuta sayang. Ketakwaan saat ini jauh panggang dari api. Banyak umat Islam yang kehilangan arah dalam menjaga ketakwaannya. Misi penciptaan manusia di dunia yang telah Allah rancang sedemikian rupa terabaikan karena kungkungan atmosfer kehidupan yang tak sesuai. Ibadah yang menjadi misi hidup hanya terbingkai dalam ibadah mahdhoh saja, salat, zikir, puasa, zakat, haji, umroh, dan sedekah. Padahal ibadah mencakup tiga dimensi. Adapaun salat, zakat, dan ibadah ritual lainnya adalah dimensi pertama, yakni hubungan manusia dengan Allah.

Sementara dimensi kedua dan ketiga juga tka boleh ditinggal untuk tetap dimuhasabahi. Sebab, bila tiba waktunya, segala perbuatan di ranah tiga dimensi itu akan dihisab. Adapun dimensi kedua adalah hubungan manusia dengan sesama manusia, seperti muamalah, pergaulan, sanksi, pemerintahan, dan lainnya. Hal ini tak bisa tegak dalam landasan aturan Islam jika hanya diemban oleh individu atau komunitas/jemaah saja, namun dibutuhkan sebuah institusi negara yang bisa menerapkan Islam dalam serangkaian dimensi ink termasuk dimensi pertama dan ketiga (hubungan manusia dengan diri sendiri seperti akhlak, makan, minum, dan pakaian).

Jika tiga dimensi dijalankan penuh ketaatan kepada Allah Swt. secara totalitas; bukan semata-mata ritualitas shalat, shaum Ramadan, zakat, atau haji saja, maka hisabnya akan ringan kelak. Sebaliknya, jika tiga dimensi ini diabaikan atau hanya fokus pada dimensi vertikal (pertama), sungguh kaum muslim telah menorehkan dosa-dosa investasi.

Menyibak sebuah dosa investasi tak cukup hanya muhasabah diri dalam ranah ibadah ghoiru mahdhoh (dimensi kedua dan ketiga), peran negara dalam muhasabah sangatlah penting. Namun, saat ini negara menanggalkan jubah taqwa dan bersandar pada kapitalisme sekularisme, sehingga negara ugal-ugalan dalam menyemarakkan kemaksiatan tersebab asik memisahkan agama dari kehidupan. Segala aturan tak bersandar pada syariat Islam, namun digodok sendiri menyaingi Sang Pangatur. Bagaimana mungkin bisa menyibak sebuah dosa jika punggawa dan negaranya larut dalam lautan dosa-dosa.

Oleh karena itu, perubahan merupakan sebuah kebutuhan mendasar yang harus diupayakan dengan usaha yang badilan juhdi agar ummat Islam hidup diliputi kemuliaan dan mampu menyibak sebuah dosa dalam tiap lembar kehidupannya. Sadarnya kaum muslim akan sebuah perubahan dengan jalan memperjuangkan dan menolong agama Islam harus dilakukan secara terus menerus sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. tatkala beliau berdakwah di Makkah sebelum meraih kekuasaan di Madinah. Bahkan, bagaimana beliau saw. memimpin Madinah pun harus diteladani.

Agar perubahan yang diupayakan adalah sebuah perubahan hakiki, maka harus diperhatikan kesadaran tentang realita yang buruk. Ummat Islam saat ini jauh dari kata baik-baik saja. Kondisi negeri muslim berada di bawah bayang-bayang penjajahan, hidup menderita tanpa tatanan Islam. Semua malapetaka yang menimpa umat Islam ini sangat berkaitan dengan keruntuhan Khilafah Utsmaniyah pada Maret 1924 silam.

Perubahan hakiki juga akan diliputi kesadaran betapa gemilangnya kondisi di bawah naungan Islam. Sehingga, perubahan yang dilakukan adalah perubahan yang hendak melenyapkan kapitalisme dan mengganti dengan Islam yang pernah diterapkan lebih dari 13 abad di muka bumi ini. Perubahan yang diperjuangkan akan tetap berada pada thoriqoh perjuangan Rasulullah saw. yang shohih. Arah perjuangan Rasulullah dan para sahabat bukan semata dimensi pertama, yakni ibadah ritual saja, namun juga ada tatsqif atau pembinaan, interaksi dengan umat, dan menerapkan hukum Islam dalam bingkai Daulah Islam. Rasulullah melaukannya tidak sendiri, tapi dengan berjamaah dalam hizbullah (partainya Allah).

Sungguh menyibak sebuah dosa investasi adalah dengan muhasabah. Salah satu wujud resolusi dari sebuah muhasabah adalah dengan jalan perubahan hakiki. Perjuangan untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam harus dilakukan di sela-sela muhasabah yang juga terus dilakukan. Tujuannya agar kehidupan meraih keberkahan dan bila tiba waktunya dimuhasabahi Allah, maka hujjah perjuangan untuk mengubah kondisi telah dilakukan. Muhasabah diri harus bersifat siyasi atau politis agar mampu mengubah kondisi kapitalisme menjadi kondiai yang diliputi aturan Islam.

Wallahu a'lam bishawab[]


Photo :Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Dukung Moderasi, (Bukan) Jalan Resolusi

"Negara ini telah mengambil kebijakan moderasi dari hulu ke hilir. Sebab, agama dianggap tidak boleh berposisi di atas kebijakan nasional."

Oleh. Dia Dwi Arista

NarasIPost.com-Semakin mendekati akhir zaman, anehnya kaum muslim malah banyak yang beralih memilih Islam kaffah sebagai resolusi. Padahal, syahdan dikatakan jika umat akhir zaman adalah seburuk-buruk umat. Padahal, Islam kaffah sangat berbahaya bagi eksistensi kedigdayaan para bangsa kolonial. Maka liberalisasi haruslah digencarkan agar kaum muslim semakin jauh dari agamanya.

Sayangnya, kaum muslim tak terkecoh dengan istilah 'Islam liberal', mereka hanya butuh ganti istilah menjadi 'Islam moderat' untuk dengan senang hati menerima ide-ide yang sama dengan pendahulunya. Bukankah mudah untuk mengelabui kaum muslimin? Padahal, dulu kaum kafir mati-matian menciptakan segala uslub agar pikiran kaum muslim teracuni. Ternyata kuncinya hanya ada pada Khilafah.

Ya, Khilafah merupakan benteng kukuh yang melindungi kaum muslimin dari segala mara bahaya, baik fisik maupun nonfisik seperti pemikiran rusak. Sadar akan gembok yang harus dirusak, kaum kafir segera berunding untuk meruntuhkan Khilafah dari muka bumi. Perjuangan panjang kaum kafir akhirnya berbalas, hingga meruntuhkan Khilafah pada tahun 1924 M. Dan pada saat itu, benteng terakhir kaum muslim telah lenyap. Tak ada lagi institusi yang berjuang demi salihnya kaum muslim.

Saat ini baru kita sadar, ternyata tidak mempunyai negara seakidah bagai hidup memegang bara api, mati segan hidup tak mau. Sistem kapitalisme yang dipaksakan menjadi aturan, akhirnya menjadi malapetaka tak hanya dalam urusan agama, namun berbagai aspek kehidupan seperti tercampur racun. Ekonomi rusak, moral hancur, politik rusuh, korupsi marak, kejahatan apalagi!

Namun sayangnya, hati bagai telah membatu. Kerusakan di depan mata nyatanya yang dikambinghitamkan malah syariat Islam. Sebab, semua arah bidikan kejahatan seperti diarahkan pada kaum muslim yang taat syariat. Akhirnya syariat dibredel dengan dalih moderasi. Adakah mata dan hati kita salah melihat dan merasa?

Negara ini telah mengambil kebijakan moderasi dari hulu ke hilir. Sebab, agama dianggap tidak boleh berposisi di atas kebijakan nasional. Sayangnya, target moderasi seperti hanya diarahkan kepada Islam dan syariatnya. Pelajaran-pelajaran dirombak dan gaung moderasi dikeraskan. Bahkan, para influencer pun tak ketinggalan untuk menyuarakan moderasi dengan menyudutkan Islam pada saat yang sama. Seolah Islam dianggap agama yang paling intoleran.

Bahkan, akidah pun menjadi barang gadaian. Demi terlihat paling bertoleransi, gereja pun dijaga, outfit Natal tak lupa dipakai, sambil mengucapkan selamat Natal pada pemeluknya. Padahal toleransi bukanlah mencampur-adukkan ajaran, namun membiarkan.

Bangsa ini ingin sebuah resolusi. Resolusi menjadi negara yang lebih sekuler dan liberal. Maka jalan moderasi diperjuangkan. Rupanya peta jalan masa depan Indonesia sudah diproyeksikan dengan menjadikan moderasi sebagai jalan menuju Indonesia yang lebih liberal dan moderat.

Resolusi hendaknya menuju arah perbaikan. Pun seorang muslim harus meyakini bahwa Islamlah satu-satunya jalan menuju kebaikan. Namun agaknya mereka tidak paham. Hidup bebas dan bergelimang harta dianggap sebagai sandaran.

Andai mau sedikit berpikir, dari manakah istilah moderasi ini berakar, maka kaum muslim akan dapat menemukan bahwa dirinya dan agamanya sedang diadu domba. Menjadikan Al-Baqarah ayat 143 sebagai dalil moderasi, sungguh adalah pemikiran dangkal. Islam jelas telah memiliki segala perangkat dalam memaknai ayat Al-Qur'an, para ulama muktabar telah menjelaskan istilah ummatan washaton dengan gamblang.

Dalam riwayatnya Imam Ath-Thabari menggunakan jalan riwayat dalam memaknai sebuah ayat, wasath bermakna al-'adl (adil), sebab umat yang mempunyai keadilan dalam dirinyalah yang mampu menjadi umat pilihan. Begitu pula Syaikh Atha ibn Khalil, memaknai wasath sebagai umat pilihan. Sebab, Allah menjadikan umat Nabi Muhammad saw. sebagai saksi yang adil bagi umat manusia.

Jadi, istilah ummatan wasathan dimaknai dengan umat pilihan dan adil. Yaitu, umat yang adil dengan menjadikan syariat Islam sebagai jalan hidup. Bukan sebaliknya, dimaknai ala Barat yang tentu tak paham dengan syariat Islam. Mereka memaknai ummatan wasathan dengan arti umat yang moderat maka hal itu adalah pengaburan makna yang fatal.

Berhati-hatilah dalam memaknai dalil, mengikuti ulama muktabar bukan ulama moderat adalah langkah benar. Sebab, hari ini telah muncul umala' berbaju ulama. Pilihan kita menentukan posisi, di sisi hitam atau putihkah kita?
Allahu a'lam bis-showwab.[]


Photo : google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pembawa Ideologi Tidak Menangis

Tulisan ini tak hendak memuja-muja beliau, namun ingin menjadikan kisah kehidupan beliau sebagai pengingat dan motivasi untuk selalu istikamah dan fokus pada jalan perjuangan. Sebuah jalan dakwah ideologi Islam yang mulia. Perjuangan ideologis yang menuntut para pejuangnya memiliki mental sekuat baja.


Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Seseorang menceritakan sebuah kisah.
Kami mengalami tindakan kekejaman yang luar biasa. Suatu bentuk hukuman paling keras yang ada di Irak, dan kami terbiasa berteriak dan menangis karena penyiksaan tersebut.
Namun, kami heran melihat seorang syekh (laki-laki tua) yang sedang disiksa secara brutal. Dengan kaki yang diikat dan digantung, ia disiksa dengan sangat kejamnya yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Seolah ia disiksa oleh orang yang kesurupan.
Namun, pria tua tetap diam tanpa menumpahkan air mata. Padahal saat itu, ia sampai harus merangkak untuk minum karena beratnya hukuman yang ia terima.

Pada suatu hari, saya mendekatinya untuk menanyakan apa rahasia dari kesabarannya hingga mampu bertahan dari siksaan.
Saya berkata kepadanya: “Kami masih muda, tetapi kami menangis dan menjerit karena keparahan penyiksaan yang kami terima. Sungguh, apa rahasia yang Anda pegang yang membuat Anda mampu bertahan dari semua ini, sementara Anda adalah seorang pria tua?”
Dia menjawab: “Pembawa ide tidak menangis.”

Setelah dibebaskan dari penjara, kami pun mencari tahu siapa orang tua ini. Ternyata pria tua itu adalah Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama terkemuka dengan pemikiran melampaui zaman yang merupakan pendiri Hizbut Tahrir.

Syekh Taqiyuddin bukanlah ulama biasa, beliau memiliki pemikiran yang cemerlang dengan karya-karya yang cemerlang pula. Banyak kitab yang telah beliau tulis, di antaranya adalah: Nizhamul Islam, At Takattul Hizbi, Mafahim Hizbut Tahrir, An-Nizhamul Iqthishadi fil Islam, An-Nizhamul Ijtima’i fil Islam, Nizhamul Hukm fil Islam, Ad-Dustur, Muqaddimah Dustur, Ad-Daulatul Islamiyah, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Nida’ Haar, At-Tafkir, Sur’atul Badihah, dan masih banyak lagi lainnya. Kitab-kitab ini sangat menghujam di hati dan membekas di pemikiran. Kitab-kitab ini membuka cakrawala pemikiran menjadi semakin luas.

Tak mengherankan bila beliau bisa menghasilkan karya yang begitu mencerahkan umat manusia. Tersebab beliau adalah seorang pembawa ideologi Islam yang tangguh. Banyak kisah kehidupan beliau yang memberi inspirasi dalam perjuangan.

Tulisan ini tak hendak memuja-muja beliau, namun ingin menjadikan kisah kehidupan beliau sebagai pengingat dan motivasi untuk selalu istikamah dan fokus pada jalan perjuangan. Sebuah jalan dakwah ideologi Islam yang mulia. Perjuangan ideologis yang menuntut para pejuangnya memiliki mental sekuat baja.

Secuplik kisah di atas bisa menjadi pelecut semangat para pengemban dakwah Islam hingga kapan pun. Meski menemui banyak tantangan dan ujian, tetap teguh berpegang pada ideologi Islam yang dibawa adalah sebaik pilihan. Meski fisik di penjara dan disiksa begitu rupa, namun ideologi Islam tetap menyatu dalam jiwa. Raga boleh terpisah, namun Islam tetaplah di dalam dada.

Manusia boleh datang dan pergi, namun ideologi Islam tetaplah di hati. Satu pembawa ideologi yang gugur akan digantikan oleh seribu lainnya. Meski ada pengembannya yang mengundurkan diri, tak akan menjadikan ideologi ini kehilangan. Selalu akan ada penggantinya, bahkan lebih banyak lagi. Masih banyak pengemban Islam lainnya yang tegar walau apa pun menerjang. Ideologi Islam akan terus bersemayam dalam jantung umat, sembari menumbuhkan jiwa-jiwa ideologis lainnya.

Ideologi Islam yang memancarkan kejernihan pemikiran menuntun pembawanya untuk tetap berada pada jalur yang benar. Ideologi inilah yang menjadi keyakinan untuk menerapkannya secara sempurna dalam tataran kehidupan. Pembawa ideologi Islam tak akan mampu menahan diri untuk menyimpannya sendiri. Ia pasti akan berupaya untuk membuatnya bisa luas menyebar. Menularkan ‘panas’nya ideologi yang membangkitkan kepada sebanyak mungkin manusia.

Bukan demi jumlah yang banyak, melainkan agar ideologi Islam ini bisa melingkupi setiap sudut dunia. Menggantikan ideologi kufur yang mencengkeram dunia dengan kuku-kukunya yang mematikan. Dengan ideologi Islam yang hakiki, kegelapan yang membayangi bumi bisa disingkirkan. Tersebab ia adalah cahaya yang begitu terang. Kejernihannya tak mungkin bisa disamarkan dengan ideologi batil buatan manusia.

Islam bukan hanya agama ritual semata, melainkan juga sebuah mabda atau ideologi. Ideologi merupakan pemikiran mendasar yang memancarkan seperangkat aturan. Karena itulah, Islam menjadi pandangan hidup bagi pemeluknya.

Tidak seperti agama lainnya yang hanya mengurusi masalah ibadah semata, Islam juga mengurusi seluruh bidang kehidupan. Aturan Islam lengkap dan menyeluruh. Segala sisi kehidupan diatur oleh Islam dengan baik. Tidak ada satu pun urusan manusia yang tak diatur oleh Islam. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

Islam adalah satu-satunya ideologi yang sahih. Kapitalisme dan sosialisme merupakan ideologi yang batil dan rusak. Keduanya lahir dari pemikiran manusia yang dipenuhi hawa nafsu dan penuh keterbatasan. Sedangkan Islam, berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah yang bersumber langsung dari wahyu Allah Swt., Sang Pencipta. Jelas tak ada yang bisa menandinginya.

Karena itulah, sebagai pengemban ideologi Islam hendaknya senantiasa meneguhkan diri dalam perjuangan menegakkan aturan Allah. Ideologi sahih ini akan selalu mendapat pertentangan dari pengemban ideologi kufur yang ada. Mereka tak akan rela bila Islam berjaya, karena pasti akan membasmi kebatilan ideologi tersebut hingga ke akar-akarnya.

Para pengemban ideologi Islam pasti akan selalu dihadang oleh musuh-musuhnya. Mereka akan menimpakan berbagai ketakutan, ancaman, penderitaan, kesempitan, penyiksaan hingga penghilangan nyawa agar pejuang Islam surut langkahnya dan berhenti berjuang. Dari waktu ke waktu caranya akan semakin kejam dan bervariasi.

Namun, pembawa ideologi Islam sejati tak pantang menyerah. Baginya syahid di jalan Allah adalah kemuliaan yang diidamkan. Tiada air mata penyesalan dan ketakutan pada perjuangan yang diikrarkan untuk Rabb-nya. Yang ditakutkannya adalah bila ia futur dan mundur dari ketaatan pada Allah Swt.

Duhai para pembawa ideologi Islam yang mulia, sungguh tiadalah kekhawatiran apa pun di hatimu. Engkau telah serahkan semuanya pada Allah. Engkau telah menjual seluruh hidupmu untuk berjuang di jalan mulia dan meraih keridaan-Nya. Segala sakit dan penderitaan yang kau alami akan menjadi saksi di hadapan-Nya kelak. Balasan luar biasa telah menantimu di surga-Nya. Wallahu a’lam bish-shawwab.[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Istikamah Wujudkan Resolusi Tahun Baru? Why Not!

"Jika dicermati, ternyata pemicu kegagalan seseorang dalam mewujudkan resolusi adalah minimnya keistikamahan dalam diri mereka. Istikamah artinya berpegang teguh dalam melaksanakan kebaikan dan ketaatan. Tapi, kenapa generasi saat ini susah untuk istikamah?"


Oleh.Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hello, Guys. Lagi pada ngapain nih? Nggak terasa ya sekarang kita sudah berada di penghujung bulan di tahun 2021 ini. Hmm… biasanya nih kalau udah akhir tahun gini, orang-orang tuh ramai membahas tentang resolusi tahun baru. Ngomongin soal resolusi, gimana nih kalian udah punya resolusi belum? Kalo belum, coba deh mulai buat resolusi supaya kita punya target yang jelas dalam menjalani hari-hari kita di tahun yang baru. Hehee…

Resolusi untuk Kebaikan

Guys, seperti kita tahu nih, resolusi itu adalah janji yang dibuat pada diri sendiri untuk memulai sesuatu yang baik dan menghentikan kebiasaan buruk mulai dari hari pertama di tahun baru. Kedengarannya bagus banget ya, dengan adanya resolusi ini tentu bisa memacu kita untuk membuat target menjadi lebih baik, ya kan! Nah, pastinya banyak banget ya, Guys, orang yang pengen hidupnya jauh lebih baik dari sebelumnya. Nggak mau kan ya, hidupnya gini-gini aja, nggak ada perubahan alias jalan di tempat. Huft… Apalagi, kalau sampai menjadi pribadi yang lebih buruk. Naudzubillah.

Guys, biasanya nih target orang-orang di tahun baru tuh di antaranya, ingin menjadi pribadi yang lebih baik dalam hal ibadah, dalam penampilan, lebih rajin mengkaji Islam, ingin menambah hafalan Al-Qur’an, lebih bermanfaat untuk lingkungan sekitar dan lainnya. MasyaaAllah keren banget ya. Tentunya target kebaikan itu harus jadi impian kita dong? Setuju nggak? Nah, gimana nih dengan kalian? Apa resolusi yang kalian udah targetkan untuk tahun 2022? Jangan sampai nggak punya target apa pun di tahun yang baru. hehehe..

Kok Sering Gagal Terwujud, Why?

Eh, tapi sayangnya nih, semangat untuk berubah di tahun yang baru tuh biasanya hanya bertahan di awal saja. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak banget yang akhirnya kehilangan semangat dan motivasi untuk mewujudkan resolusinya. Bahkan, mereka akhirnya malah menjalani hari-harinya seperti air mengalir aja. Mereka seolah amnesia dengan semua target dan impian yang direncanakan sebelumnya. Hmm… ketika tahun telah berlalu, baru deh mereka menyesali kegagalan dalam merealisasikan target yang udah diagendakan. Lho, kok bisa gitu ya?

Jika dicermati, ternyata pemicu kegagalan seseorang dalam mewujudkan resolusi adalah minimnya keistikamahan dalam diri mereka, Guys. Istikamah itu artinya berpegang teguh dalam melaksanakan kebaikan dan ketaatan. Kenapa ya, generasi saat ini kok susah banget buat istikamah? Ternyata biang keladinya adalah sistem kapitalisme yang masih diemban oleh negeri ini, Guys. Kapitalisme, apaan tuh? Kapitalisme itu pandangan hidup yang memosisikan keuntungan materi di atas segalanya. Asasnya adalah sekularisme yang meminggirkan peran agama dari kehidupan. Paham inilah yang mencetuskan banyak rayuan yang menggoyang keistikamahan seseorang.

Dalam sistem saat ini, banyak pihak yang sengaja memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadinya. Walaupun hal tersebut bakalan menggerus kehidupan generasi serta menjerumuskan mereka ke dalam lembah kemaksiatan, namun tetap saja semua itu dilegalkan hanya karena bisa mendulang cuan, Guys. Misalnya aja nih, produksi drakor atau film-film romantis, game online, serta aplikasi-aplikasi yang jelas-jelas unfaedah dan melenakan generasi. Tontonan-tontonan begini nih yang akhirnya bikin generasi saat ini jadi doyan rebahan, hobi begadang cuma buat melototin aplikasi VIU atau NetFlix, joget-joget TikTok, scrolling medsos dan segudang aktivitas lain yang sama sekali nggak bermanfaat, Guys. Manusia yang tadinya pengen istikamah, akhirnya banting setir dan lebih memilih aktivitas yang sia-sia deh. Miris ya…

Selain itu, godaan lain yang nggak kalah berbahaya adalah merebaknya pemahaman rusak di tengah masyarakat nih, Guys. Apa sih? Itu lho pemikiran asing yang merupakan anak kandung dari sistem kapitalisme, seperti hedonisme dan liberalisme yang semakin hari semakin menggerogoti generasi. Pemahaman ini memproduksi manusia menjadi penikmat kesenangan saja, kerjaannya malas-malasan, tapi pengen hasil yang sempurna. Hmm… Mana bisa ya? Di mana-mana yang namanya mau berhasil itu ya harus usaha, ya kan Guys? Hehehe…

Istikamah Butuh Perjuangan

Catet ya Guys, kalau pengen bisa istikamah, kita tuh kudu memperhatikan kaidah sebab akibat. Apalagi, ketika kita memiliki sebuah target atau impian. Nggak ada tuh yang namanya mantra_ 'simsalabim'_ alias jalan instan. Jadi, jika kita ingin meraih sesuatu, butuh banget perjuangan dan keistikamahan untuk mewujudkannya. Jangan lupa juga untuk berdoa agar Allah Swt. senantiasa meluruskan niat kita.

Asal tau aja nih, Guys, yang namanya godaan-godaan duniawi tadi bakalan melempem, kalo kita menghiasi diri dengan kepribadian Islam serta memahami tujuan hidup yang hakiki, yaitu untuk meraih rida Allah saja. Ibarat mau ke suatu tempat nih, tentunya kita harus tahu dong perbekalan apa aja yang dibutuhkan, harus naik kendaraan apa, supaya bisa sampai tujuan. Jangan sampai kita justru nggak bawa perbekalan sama sekali, salah naik kendaraan atau bahkan transit di tempat yang salah dan malah menjauhkan dari tujuan kita. Yaa gak bakalan nyampe dong. Ckckck….

Makanya nih Guys, keistikamahan itu penting banget dan tentunya butuh perjuangan. Meskipun susah jangan khawatir ya, Guys. Sebab, Allah Swt. telah berfirman dalam Surah Fussilat ayat 30 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka. Maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”

Selain itu, kita juga butuh peran negara untuk meniadakan bujuk rayu tadi, Guys. Godaan serta rayuan dunia yang menggoyahkan keistikamahan itu nggak bakalan kita temukan, kalo negara menerapkan syariat Islam sebagai aturan kehidupan. Inilah negara Khilafah Islamiah yang akan mencetak individu-individu berkepribadian Islam melalui sistem pendidikan yang sahih. Khilafah akan menciptakan suasana ketaatan di tengah masyarakat dengan menjadikan media sebagai alat untuk mensyiarkan Islam serta menjaga ketaatan, bukan sebagai penghasil cuan seperti media dalam sistem kapitalis hari ini.

Hadirnya Khilafah terbukti bisa melahirkan individu istikamah yang senantiasa produktif dalam kehidupannya. Salah satu contohnya ialah Muhammad Al-Fatih, seorang sultan muda di masa Kekhilafahan Utsmani yang sudah menghafalkan Al-Qur'an sejak kecil, mempelajari ilmu fikih, hadis, matematika, ilmu falaq hingga strategi perang. Beliau terus menerus memaksimalkan potensinya hingga dewasa dan berhasil merealisasikan bisyarah Rasulullah saw. menaklukan Kota Konstantinopel. Sungguh perpaduan antara kecerdasan dan keimanan yang luar biasa ya, Guys.

So, supaya bisa istikamah, kita tuh butuh mengkaji Islam untuk menghalau segala rayuan tadi. Kita juga harus mendakwahkannya kepada orang lain, agar mereka tercerahkan dengan Islam. Ketika umat sudah memahami Islam dan urgensi hadirnya syariat Islam dalam mengatur kehidupan mereka, maka umat sendiri yang akan merindukan hidup di bawah naungan Islam, tentunya dalam institusi Khilafah Islamiah.
Wa’allahu A’lam Bish shawwab.[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Musibah dan Muhasabah

"Selagi masih diberikan kenikmatan hidup, maka istikamahlah mengkaji Islam kaffah. Dakwahkan ajaran Islam kepada saudara-saudara muslim kita agar banyak yang memahami dan menyadari bahwa kehadiran Daulah Khilafah akan mengurangi musibah yang terjadi akibat ulah tangan manusia jahil di dalam kehidupan kita."


Oleh. Nur Hayati
(Mahasiswa Muhammadiyah Surabaya, Aktivis Dakwah Remaja)

NarasIPost.Com-Guys, tak terasa ya kita sekarang sudah berada di penghujung tahun. Sebelum menginjak tahun baru nih, ada baiknya kita muhasabah diri, yuk! Khususnya di tahun 2021 ini.

Guys, masya Allah yah, ada banyak sekali kejadian-kejadian luar biasa yang menimpa bumi jelang akhir tahun ini. Mulai dari pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir dan banyaknya bencana alam terjadi silih bergantu. Sebut saja gempa bumi beberapa waktu lalu serta banjir bandang yang melanda kota Batu, Malang (kompas.com, 04/11/2021).

Yang terakhir adalah erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur. Semburan awan panas yang dikeluarkannya mengakibatkan warga sekitar panik dan berlarian menghindari awan panas tersebut. Sebanyak 46 korban dikabarkan meninggal dunia dan 9 orang hilang dari peristiwa tersebut (kompas.com, 11/12/2021).

Berbagai bencana tersebut membuat kita bersedih dan turut prihatin ya, Guys. Sudah banyak saudara-saudara kita yang kehilangan nyawanya sejak pandemi Covid-19 muncul di muka bumi ini. Sedih teramat dalam. Apalagi yang telah mendahului kita adalah orang-orang saleh. Seperti para asatiz yang mana kita masih membutuhkan keberadaan mereka untuk meraup ilmunya dan kehadirannya di garda depan dalam memperjuangkan Islam. Inna lillahi wa inna ilayhi roji'un kuucapkan bagi yang telah mendahului berjumpa dengan Sang Pencipta.

Sungguh, keadaan kita di akhir tahun ini menunjukkan bahwa kita ini bukan siapa-siapa, Guys! Betapa kecilnya kita di hadapan Allah Swt. Musibah tersebut dengan gampang memisahkan kita dari apa-apa yang sebenarnya bukan milik kita. Sudara-saudara kita, harta benda kita, keadaan itu seolah merenggut kebahagiaan kita dengan mereka. La hawla wa laa quwwata illaa billaah.

Guys, sebenarnya musibah itu terjadi bukan melulu karena faktor alam, namun nisa juga terjadi karena ulah tangan manusia yang jahil. Bagaimana tidak? Banjir bandang terjadi disebabkan orang-orang melakukan penebangan pohon secara liar, tapi tidak melakukan reboisasi, pun membuang sampah secara sembarangan.

Kerusakan yang dilakukan oleh tangan manusia tentu akan berdampak pada manusia itu sendiri. Selain itu, ulah tersebut membuat alam kehilangan keseimbangan. Tatkala alam merasa tidak seimbang, tentu alam akan mencari keseimbangannya. Entah dengan banjir, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya.

Pasti akan muncul pertanyaan di benak kita, apakah musibah yang menghampiri itu merupakan azab, teguran atau ujian kepada umat manusia?

Nah, ini yang perlu kita telisik bersama. Jika secara komunal, banyak yang tidak taat ataupun tidak menerapkan hukum Allah Swt. dalam kehidupan, maka itu merupakan azab. Dalam artian, azab adalah hukuman yang diberikan Allah atas kelalaian manusia dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya.

Beda halnya, jika masyarakatnya taat, patuh dan menerapkan hukum syariat Allah di muka bumi, maka musibah yang datang merupakan sebuah ujian. Dalam artian, menguji keistikamahan, ketaatan, dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Bagi orang beriman, musibah itu adalah sinyal, Guys yang mengingatkan kita untuk kembali kepada-Nya.

Dari sini kita diajak untuk merenungi betapa pentingnya kita bermuhasabah atas apa-apa yang telah terjadi di sekitar kita. Kalaupun musibah yang datang adalah teguran Allah kepada kita, maka kita tanyakan pada diri masing-masing. Sudahkah aturan-aturan Allah itu dilaksanakan dengan baik dan sempurna? Baik secara personal maupun komunal?

Banyaknya bencana yang melanda di negara kita, tidak menutup kemungkinan karena tidak diterapkannya aturan Allah dalam kehidupan manusia. Kerusakan bumi seirama dengan kerusakan pada diri manusia. Banyaknya maksiat yang dilakukan manusia, seperti riba, judi, perzinaan, aborsi, kecurangan, dan masih banyak lainnya yang dilakukan secara bebas tanpa batas. Ya, tanpa memperhatikan baik-buruknya terhadap dirinya, keluarganya, serta masyarakat yang ada di sekitarnya. Sehingga, inilah yang mengundang murka Allah sebab perbuatan maksit yang dilakukan manusia.

Guys, musibah dan bencana yang terjadi tidak hanya menimpa pada orang yang bermaksiat saja. Namun, berimbas kepada orang-orang saleh yang juga ada di wilayah tersebut. Tsumma na'udzubillah.

Akan tampak berbeda jika aturan Allah diterapkan di dalam kehidupan. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat yang menerapkan aturan Allah di bawah naungan Daulah Khilafah, yakni sistem kehidupan yang berasal dari Allah sebagai Sang Khalik, memberikan keamanan, perlindungan dan kesejahteraan. Rahmat Allah yang tentunya tidak hanya dirasakan oleh orang muslim saja, namun juga dirasakan oleh seluruh alam. Sehingga, potensi bencana akan berkurang seiring ketaatan manusia kepada Allah.

Kepahitan dan kesedihan yang kita rasakan, jangan membuat kita berputus asa dari rahmat Allah dan berpaling dari syariat-Nya. Saatnya kita bangkit dan memperjuangkan Islam di tengah-tengah umat! Selagi masih diberikan kenikmatan hidup, yuk istikamah mengkaji Islam kaffah, Guys! Dakwahkan ajaran Islam kepada saudara-saudara muslim kita. Agar banyak yang memahami dan menyadari bahwa pentingnya kehadiran Daulah Khilafah dalam kehidupan kita. Bismillah, takbir! Allahu Akbar!

Wallahu A’lam Bishshowab[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ketika Cinta Menyapa

"Penglihatan adalah bagaikan anak panah beracun yang dilepaskan dari busur panah iblis. Siapa pun yang meninggalkannya karena takut kepadaku, maka aku akan memberikan ketenangan yang kemanisannya itu dapat ia rasakan di dalam hatinya."
(HR. Ahmad dan Ath-Thabari)


Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Ketika cinta menyapa, dunia seolah dipenuhi bunga-bunga. Semua tampak indah di pandangan mata. Warna-warni pesona menghanyutkan logika. Cinta tak hanya menawan, tetapi ia bisa menjadi sumber kekuatan. Itulah cinta.

Anakku, cinta merupakan fitrah manusia. Rasa ini ada pada siapa saja. Setiap orang bisa merasakannya. Ia bisa hadir tanpa diduga, tanpa rencana dan tiba-tiba.

Setiap orang ingin dicintai dan mencintai. Begitu pula dirimu, Anakku. Di usiamu yang beranjak remaja, ibu yakin kau mulai merasakan getar-getar rasa yang tak biasa. Ada rasa aneh muncul di dalam hati kala memandang satu sosok lawan jenis. Dia yang semula biasa saja, kini menjadi tampak istimewa di mata. Sosoknya mulai membayangi lamunan dan pikiran.

Tak mengapa bila kau mulai jatuh cinta sebab kau pun punya rasa. Rasa itu melekat pada manusia seperti kita. Allah yang menciptakannya. Sebagaimana kita yang diciptakan oleh-Nya dengan cinta.

Tak mengapa bila kau ingin mencurahkan rasa cinta yang kau miliki. Bukankah selama ini kau telah mencintai ibu, ayah, adik-adik, kakek dan nenek, kerabat, sahabat dan yang lain-lainnya? Rasa condongmu pada keluargamu dan orang-orang yang dekat denganmu itu adalah perwujudan rasa cinta. Rasa sukamu pada hobi selama ini juga merupakan ekspresi cinta.

Tak ada yang salah dengan itu semua, mencintai dan mengungkapkannya. Asalkan dengan syarat tak menyimpang dari syariat. Anakku, engkau telah mengetahui bahwa sebagai muslim, setiap perbuatan kita terikat dengan syariat. Dari kita bangun hingga tidur kembali, semua tak lepas dari aturan-Nya. Dari penampilan luar hingga hati yang tersembunyi, semua dibalut indah sesuai panduan syariat kaffah.

Sungguh bahagianya kita umat Islam. Segala perkara ditata dengan baiknya. Coba cari, adakah urusan yang tak diatur dalam Islam? Beribadah, bekerja, belajar, masalah pakaian, makanan, mengurus keluarga hingga negara semua ada aturannya. Cinta pun dikelola dengan tepat agar tak menjadi bencana. Tak hanya sekadar menjalaninya semata. Urusan rasa hendaklah dituangkan sebagaimana yang Dia inginkan.

Nak, bila kau dulu hanya mencintai kami, keluargamu, kini kau mulai mencintai orang lain dengan dimensi rasa yang berbeda. Cinta pada jenis yang berkebalikan darimu memang suatu yang wajar. Seiring rasa itu, muncullah keinginan mengungkapkan dan memiliki. Begitulah cinta.

Namun, untuk cinta yang ini kau harus berhati-hati karena tak boleh sembarangan dinyatakan. Sebab bila salah, dosa menanti. Ada panduan yang harus ditaati. Kinilah saatnya bagimu mengimplementasikan ilmu yang pernah kau dapat. Pengetahuan tentang bagaimana Islam mengatur pergaulan manusia.

Cinta pada lawan jenis merupakan salah satu wujud naluri insan. Ia bisa muncul dari sebuah pandangan. Diawali dari pandangan berakhir dengan senyuman. Ya, tanpa sadar kau bisa tersenyum mengingat sosoknya. Hati-hati anakku, saat itulah setan tengah menggodamu agar terjerumus dalam maksiat. Bila kau lengah, maka ia akan menyelusup ke hati dan pikiranmu. Membuatmu membayangkan hal-hal indah tentang si dia. Iblis akan selalu memainkan tipu dayanya melalui perasaan manusia, namun Rasulullah telah memperingatkan dalam sabdanya: “Penglihatan adalah bagaikan anak panah beracun yang dilepaskan dari busur panah iblis. Siapa pun yang meninggalkannya karena takut kepadaku, maka aku akan memberikan ketenangan yang kemanisannya itu dapat ia rasakan di dalam hatinya.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabari)

Meski cinta kadang begitu menggebu, namun ia tak harus selalu dipenuhi. Tak mencintai atau dicintai, tak akan membuat manusia mati. Paling-paling hanya merana seorang diri. Tak seperti kebutuhan jasmani yang bila tak kau penuhi bisa menyebabkan kematian diri.

Bila ingin mencintai, maka wujudkan dengan komitmen yang serius dalam bingkai pernikahan suci. Bukan mencintai dalam rangka berpacaran tanpa ada kejelasan hubungan. Berduaan ke mana-mana, padahal tidak ada ikatan. Tunjukkan kesungguhan perasaan dengan menikahi, bukan memacari.

Agama kita melarang untuk mendekati zina. Pacaran adalah salah satunya. Kau tentu telah sering mendengar tentang itu. Jangan pernah sekali pun tergoda, Anakku sayang! Ingatlah ayah dan ibumu yang akan turut menanggung beban dosanya kelak. Sayangi kami dengan selalu menjaga perilakumu. Pilihlah cara yang halal agar kita semua selamat.

Menikah adalah cara agar rasa cinta bisa tersalurkan dengan benar. Namun, tak semudah dalam bayangan sebab ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Menikah itu untuk selamanya, maka benar-benar harus dipertimbangkan sebelum melakukan. Jangan sampai terburu nafsu hingga menabrak aturan. Bila yakin telah mampu, maka menikahlah. Namun bila kau belum mampu untuk menikah, maka berpuasalah sebagaimana yang disabdakan Nabi kita tercinta dalam hadisnya: “Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kamu sekalian yang sanggup untuk menikah, maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan siapa pun yang tidak mampu, maka hendaknya ia shaum (berpuasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya)

Rasa cinta bisa dialihkan kepada hal-hal positif lainnya. Beragam cara bisa dilakukan agar cinta tak membebani pikiran. Masih banyak hal penting lainnya yang butuh untuk dipikirkan, Anakku. Nasib umat ini salah satunya. Engkau melihat sendiri bagaimana kondisi umat kita sekarang ini, bukan? Bagaimana kemaksiatan dan kerusakan merajalela. Generasi muda yang terjangkiti berbagai virus pemikiran yang berbahaya dari asing hingga tak paham dengan agamanya sendiri.

Alihkan cintamu untuk berjuang demi membangkitkan umat yang terpuruk. Sekarang inilah yang terpenting karena nyata di depan mata. Belajarlah yang giat, reguklah ilmu sebanyak yang kau mampu. Tempalah kedewasaanmu dengan banyak pengalaman kehidupan. Gembleng dirimu di berbagai kancah perjuangan. Gunakanlah setiap potensimu untuk berjuang di jalan Allah. Nak, raihlah cinta-Nya dahulu sebelum kau mencintai makhluk-Nya.

Mungkin, sekarang belum waktunya bagi urusanmu dengan cinta untuk ditunaikan. Bila saatnya tiba, cinta sejati akan benar-benar kau miliki. Allah akan menganugerahkan cinta yang sebenarnya di saat yang tepat, tidak cepat, tidak juga lambat. Bersabarlah. Semua akan indah pada waktunya. Ketika cinta menyapa, tersenyumlah dan biarkan Dia yang menuntun jalanmu.[]


Photo : Canva
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Perjuangan Kaum Feminis, Benarkah Memuliakan Perempuan?

""Feminisme sesungguhnya pemikiran batil yang sedang coba dipaksakan ditanam pada benak-benak umat Islam. Seperti halnya moderasi beragama. Keduanya merupakan pemikiran-pemikiran batil yang senantiasa diarahkan untuk menyerang ajaran-ajaran Islam."


Oleh. Athiefa Dienillah

NarasiPost.Com-Menurut artikel di yayasanpulih.org tentang "Feminis dan Perjuangan Kesetaraan Gender", dinyatakan bahwa feminis bukanlah gerakan perempuan pembenci laki-laki, perempuan melawan suami ataupun perempuan yang terpengaruh pemikiran Barat yang anti pada agama. Anggapan yang dianggap negatif dan terlalu menghakimi perempuan. Padahal feminisme adalah gerakan yang dilandasi kesadaran untuk mengubah keadaan perempuan agar tidak lagi mengalami diskriminasi, kekerasan, eksploitasi, dan penindasan.

Ketidakadilan terhadap perempuan, tetap masih dirasakan hingga saat ini, terutama dalam beberapa hal;

  1. Stigma Negatif pada Perempuan.

Anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan emosional membuat perempuan dianggap tidak layak menduduki posisi strategis di sektor publik, baik dalam struktur pemerintahan ataupun swasta. Di tengah masyarakat seolah telah tercipta pembagian peran sosial yang tidak adil bagi perempuan.

  1. Pendidikan yang Terbatasi.

Anggapan di tengah masyarakat, bahwa perempuan setelah menikah hanya akan di rumah saja mengurusi anak dan suami, membuat para perempuan kurang termotivasi dalam meraih gelas S2 dan S3 dalam pendidikan. Akibatnya, tentu saja perempuan sulit menjadi pendidik di perguruan tinggi.

  1. Sulit Mandiri dalam Kehidupan Ekonomi.

Peran perempuan setelah menikah yang dibatasi sebagai ibu dan pengatur rumah tangga membuat perempuan menjadi sosok yang tidak berdaya, secara ekonomi tidak mandiri dan harus bergantung pada laki-laki.

Jikapun perempuan bekerja, ketidakadilan tampak dalam sistem pengupahan yang menunjukan posisi perempuan sebagai warga kelas dua di tengah masyarakat. Karena dianggap bekerjanya perempuan bukan untuk nafkah melainkan sekadar membantu keuangan keluarga saja

  1. Posisi Strategis yang Tidak Diberikan pada perempuan.

Dalam posisi-posisi strategis, baik dalam pemerintahan, badan dunia ataupun sektor swasta, masih didominasi oleh laki-laki. Dimana hal tersebut dinilai terjadi akibat masih mengakarnya nilai-nilai sosial yang tidak adil gender bagi perempuan.

Berangkat dari pemikiran dan anggapan tentang ketidakadilan gender seperti itulah, maka para pejuang feminis menyuarakan pemikiran-pemikiran yang pada akhirnya menyerang umat Islam dengan konsep-konsep yang dimiliki Islam tentang laki-laki dan perempuan.

feminisme seolah tak pernah lelah menyerang syariat Islam dengan tuduhan membelenggu kebebasan perempuan dan menciptakan berbagai macam penderitaan bagi perempuan.

Padahal kenyataan berbicara sebaliknya, berbagai problem yang menimpa perempuan hari ini sebenarnya terjadi karena perempuan terseret tipu daya feminisme. Mulai dari kegagalan dalam berumah tangga, kemiskinan perempuan, kekerasan yang tiada hentinya dan lain sebagainya.

Perjuangan Berujung Penderitaan

Dalam rangka ingin berusaha menghapus stigma negatif terhadap perempuan yang dituntut mengambil peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, yang mereka anggap sebagai bentuk ketidakberdayaan perempuan dalam menjalani kehidupan, karena harus bergantung pada para laki-laki yang menjadi suami mereka. Maka mereka menyeru untuk diberi kebebasan menjadi perempuan yang 'berdaya' dengan cara menuntut diberi kebebasan untuk bisa bekerja.

Tetapi realitanya, menentang fungsi dan peran perempuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, sebagai pencipta kehidupan memunculkan banyak persoalan dilematis yang harus mereka hadapi. Perempuan yang pada hakikatnya dalam Islam dimuliakan dengan memberi mereka posisi sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Namun hal yang sejatinya telah membuat wanita terjaga kehormatan dan kemuliaan mereka di dalam rumah, justru kaum feminis memandang hal itu sebagai konsep atau ajaran yang mengekang kebebasan.

Mereka berontak terhadap kekangan tersebut dan menuntut kebebasan yang akhirnya berujung pada penderitaan. Bagaimana tidak, saat perempuan terjun di sektor publik, ikut berebut kesempatan mencari nafkah dengan para laki-laki, maka sedikit demi sedikit kemuliaan dan kehormatan mereka terkikis.

Tuntutan dunia kerja pada akhirnya membuat mereka mengabaikan banyak larangan Allah dan meninggalkan banyak kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Di dalam kerasnya dunia kerja, perempuan dituntut melepaskan sifat keperempuannya, ia harus berjuang keras membuktikan kemampuan untuk bisa dianggap sama dan sejajar dengan para laki-laki.

Di sisi lain, campur baur dunia kerja memunculkan problem baru dalam pergaulan. Maka adanya selingkuhan di tempat kerja menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Pembangkangan terhadap suami karena merasa telah memiliki kemampuan ekonomi secara mandiri menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Belum lagi terbengkalainya pendidikan anak-anak di rumah karena kedua orang tua tak membersamai tumbuh kembang mereka. Keluarga porak-poranda, anak-anak menjadi produk broken home yang membuat mereka menjadi generasi bermasalah di tengah masyarakat.

Seperti inikah yang diinginkan oleh para pejuang feminisme? Kesalahan pandangan mereka tentang pendidikan pun perlu di luruskan. Dalam Islam, menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang termasuk perempuan.

Menjadi ibu dan pengatur rumah tangga adalah peran berat dan penuh tanggung jawab. Tak mungkin bisa terlaksana peran tersebut kecuali perempuan memiliki ilmu. Maka, tak ada pembatasan perempuan dalam menuntut ilmu. Justru membatasi ilmu hanya di jenjang pendidikan S2 dan S3 saja sesungguhnya telah menyempitkan hakikat ilmu yang oleh Allah digambarkan seperti tujuh lautan dijadikan tinta untuk menuliskan ilmu Allah, bahkan ditambah dengan tujuh lautan lagi, ilmu Allah tak akan tuntas dituliskan atau dipelajari (QS Luqman : 27).

Sempitnya cara berpikir, pada saat pendidikan diarahkan hanya sebatas mengajar di perguruan tinggi. Karena saat perempuan menjadi ibu dan pengatur rumah tangga, sesungguhnya perempuan sedang mengemban tugas yang lebih besar dan mulia, yaitu mendidik generasi tangguh yang akan membangun peradaban dunia. Generasi yang tidak kehilangan ibu-ibu mereka karena sibuk bersaing mencari kerja. Mengejar status dunia dengan meninggalkan status mulia mereka. Subhanallah.

Perang Pemikiran dalam Feminisme

Feminisme sesungguhnya pemikiran batil yang sedang coba dipaksakan ditanam pada benak-benak umat Islam. Seperti halnya moderasi beragama. Keduanya merupakan pemikiran-pemikiran batil yang senantiasa diarahkan untuk menyerang ajaran-ajaran Islam. Karenanya, umat membutuhkan pemikiran Islam yang mampu menyadarkan mereka terhadap kesempurnaan Islam. Kesempurnaannya akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Hanya saja, kesempurnaan ini memang tak mungkin tampak, kecuali syariat Islam diterapkan secara kaffah. Problem perempuan saat ini bermunculan sebenarnya tidak terlepas dari diterapkannya sistem sekuler kapitalis dalam kehidupan. Agama dijauhkan dari solusi problem kehidupan. Standar hidup mencari keridaan Allah dipinggirkan, tergantikan dengan standar uang dan kemanfaatan.

Maka, memahamkan umat dan membangkitkan kesadaran mereka terhadap kesempurnaan Islam memang bukan tugas yang ringan. Butuh keistikamahan dan keikhlasan yang tinggi untuk senantiasa menyampaikan ajaran Islam yang benar pada umat.

Kita harus bertahan menyuarakan kebenaran, dengan segala tantangan dan halangan yang akan mengadang. Butuh keyakinan kuat bahwa yang hak itu pasti menang. Hingga kemenangan benar-benar datang. Dan Islam kembali diterapkan secara kaffah.

Inilah perang yang sesungguhnya. Perang antara Al-Haq dan Al-batil yang pasti akan terus berlangsung Kebatilan bisa jadi akan menguasai manusia, sebagaimana yang terjadi saat ini. Tapi itu tak akan lama. Secara sunatullah, kebenaran (al-Haq) itulah yang akan menang.

Demikianlah janji Allah Swt dalam firman-Nya, “Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.” (QS Al Anbiya [21]: 18). Wallahu alam[]


Photo : google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Islam Menyelesaikan Persoalan Rezeki

"Maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu." (TQS. Nuh: 10)


Oleh. Rochma Ummu Arifah

NarasiPost.Com-Di era kapitalis ini, terlebih dengan serangan pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun, urusan mencari penghidupan menjadi hal yang semakin sulit dijalani dari hari ke hari. Dalam menyelesaikan hal ini, Islam punya tuntunannya.

Beristigfar

Dalam surah Nuh ayat 10 sampai 12 disebutkan, “Maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu."

Dari ayat ini dapat diambil ibrah bahwa sejatinya persoalan rezeki akan terselesaikan dengan satu amalan, yaitu beristigfar. Istigfar adalah memohon ampunan kepada Allah, sebagai Tuhan kita. Dengan melakukan amalan ini, masih disebutkan di dalam ayat ini, bahwa Allah akan menurunkan hujan yang lebat dari langit serta memperbanyak harta dan anak-anak dan juga mendatangkan kebun dan sungai untuk dapat kita manfaatkan.

Sudah kita jumpai aneka kisah mengenai keutamaan muslim yang selalu membasahi lisan dengan kalimat memohon ampunan kepada Allah. Satu kisah yang masyhur adalah kisah Imam Ahmad bin Hambal dengan seorang laki-laki pembuat roti. Amalan yang dijalankan si laki-laki ini sehingga Allah selalu mengabulkan permintaannya adalah selalu beristigfar.

Merujuk pada surah Nuh di atas pun dapat kita pelajari bahwa memang dengan istigfar inilah persoalan mengenai rezeki akan terselesaikan. Sebagai muslim tentu kita juga akan menyerahkan bagaimana skenario Allah dalam mengatasi persoalan yang sedang kita hadapi. Namun, dalil yang sudah disebutkan haruslah mampu diposisikan sebagai sebuah janji Allah di mana Allah bukanlah Zat yang pernah mengingkari janji-Nya.

Sehingga, tak perlu lagi kita ragu untuk melazimkan dan membasahi lisan kita dengan kalimat istigfar ini. Kalimat ini adalah bentuk pengakuan segala dosa dan kesalahan kita serta pengakuan kita kepada Allah, sebagai Pemilik Kehidupan yang mampu mengatur segala hal dalam kehidupan ini.

Sistem Kapitalisme Menghambat Rezeki

Bukan sebuah hal baru atau aneh ketika muncul banyak persoalan mengenai rezeki. Sebagai contoh, seorang laki-laki yang kesulitan mendapat pekerjaan atau laki-laki yang sudah bekerja namun ternyata penghasilan yang diperolehnya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keluarganya. Dua hal ini hanya sebagian kecil gambaran persoalan rezeki yang dihadapi keluarga di dalam masyarakat saat ini.

Sudah jadi rahasia umum bahwa sistem kapitalisme menjadi salah satu penyebab terhambatnya rezeki seseorang. Hal ini dikarenakan tabiat kapitalisme yang mengagungkan materi atau mementingkan para kapital. Siapa saja yang memiliki harta banyak, sebut saja golongan kaya, akan lebih mudah mendapatkan lapangan pekerjaan. Sebaliknya, mereka golongan miskin akan sulit bertahan hidup di dalam sistem kapitalisme sebab susahya mendapatkan pekerjaan yang layak. Tidaklah aneh bila muncul istilah "yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin". Hal ini sungguh nyata terjadi di dalam kehidupan yang menganut sistem kapitalisme.

Lebih parahnya lagi, negara seolah lepas tanggung jawab dalam menjamin kemaslahatan masyarakatnya. Persoalan rezeki yang dihadapi oleh masyarakat sebagian besar dipengaruhi oleh salah kelola sumber daya alam yang ada. Sehingga limpahan kekayaan SDA yang mampu menjadi sumber kemaslahatan masyarakat justru tidak bisa dinikmati oleh mereka. Hal ini karena pendistribusian harta kekayaan alam yang tidak merata di tengah masyarakat.

Tanggung Jawab Negara

Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin kemaslahatan masyarakat. Negara menjamin kemudahan memperoleh lapangan kerja bagi siapa pun, terutama para laki-laki yang memiliki kewajiban memberikan nafkah untuk keluarganya. Negara juga mengatur regulasi untuk golongan kaya agar harta yang mereka miliki tidak terhenti pada diri mereka saja. Sedemikian rincinya Islam mengatur persoalan harta, sehingga dikenal istilah zakat yang diambil dari golongan orang kaya untuk diberikan kepada golongan asnaf yang berhak menerima zakat.

Negara juga fokus patroli di tengah kehidupan masyarakatnya agar menemukan siapa saja yang masih memiliki ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, maka negara akan bertanggung jawab mengambil alih penafkahan terhadap mereka yang tidak mampu.

Inilah peran strategis negara dalam menjamin rezeki setiap rakyatnya. Memang benar masalah rezeki sudah diatur dan ditentukan oleh Allah, namun terhadap sumber daya alam dan aset-aset negara yang lain butuh diatur dan dikelola oleh manusia (khalifah fil ardh) agar mampu menopang kesejahteraan masyarakatnya. Salah satunya dengan mendistribusikan harta dan kekayaan alam secara adil dan merata agar tiap-tiap individu memperoleh jaminan rezeki yang halal dan berkah. Wallahu ‘alam bishowab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Fathu Makkah: Resolusi Kaum Muslim dan Introspeksi Quraisy

"Telah datang waktu pembalasan, namun jalan itu tak ditempuh Rasul dalam membalas setiap air mata dan darah yang tertumpah. Sebaliknya, Nabi membebaskan mereka hidup dalam ketenangan. Inilah puncak dari akhlak yang mulia, hingga kemuliaannya menusuk jiwa-jiwa yang sebenarnya telah lama merindu perjumpaan dengan yang haq."


Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Ingatkah jalan terjal yang dilewati oleh Rasulullah saw. dan kaum muslim ketika melakukan babat alas dalam menyiarkan Islam kepada suku Quraisy di Makkah? Kisah kesabaran luar biasa yang ditunjukkan oleh Nabi saw. dan para sahabat dalam menanggung segala penganiayaan demi tersebarnya dakwah Islam ke penjuru Makkah.

Muhammad bin Abdullah diutus menjadi nabi dan rasul ketika puncak kepercayaan masyarakat terukir pada dirinya. Hingga belau digelari 'Al-Amin' dengan makna 'yang terpercaya', tak ada satu pun manusia yang bernyawa di Makkah pada saat itu, kecuali meletakkan sepenuh hatinya kepada Muhammad.

Namun, semua sifat dan akhlak Muhammad seperti sirna di mata dan hati Quraisy tatkala suatu hari Muhammad berdiri di hadapan mereka, menyeru bahwa kini ia adalah seorang nabi dan rasul. Allah telah mengutusnya untuk mengembalikan manusia dari penyembahan selain-Nya, kepada penyembahan hanya kepada-Nya.

Mirisnya, sang Al-Amin ditolak kesaksiannya. Gelarnya kemudian beralih menjadi pembohong dan penyihir, hanya karena Muhammad menyeru mereka untuk meninggalkan berhala. Mulai saat itu, Muhammad dan beberapa pengikutnya telah diincar sebagai objek penganiayaan. Tiada hari tanpa siksaan verbal dan nonverbal.

Hingga, darah syahid dan syahidah pertama bercucuran di bumi Makkah. Penganiayaan telah berada di level tertinggi sampai tercabutnya nyawa dari raga. Sumayyah beserta suaminya menjadi saksi bisu kebiadaban Quraisy dalam menentang Tuhan. Namun, Sumayyah tak bersedih, ia bertahan tersebab Allah menyibak aroma dan gambaran surga didepan netranya.

Tak sampai di sana, pemboikotan pun menjadi nyata. Selama tiga tahun hidup dalam keterasingan di negeri sendiri, Rasulullah dan para sahabat telah menunjukkan betapa keimanan dan kesabaran menjadi kawan sejati. Di sisi lain, pemboikotan juga menyingkap betapa manusia ketika kesombongan menyapa dapat menjadi manusia tanpa rasa.

Namun, Allah Maha Pengasih bagi hamba-Nya, dengan wasilah dari suku ‘Aus dan Khazraj, Nabi saw. dan para sahabat berhijrah dan menetap di Madinah. Tempat penuh berkah yang disediakan Allah untuk pijakan dalam memerangi kejahiliyahan. Allah pun menganugerahi pengikut setia, dan kekuatan yang utuh. Berduyun-duyunlah penduduk Arab mengislamkan diri. Peperangan demi peperangan berlanjut, kemenangan dan kekalahan telah dilalui. Namun, semangat berjihad tak pernah sirna.

Hingga sampai pada suatu masa dimana Rasulullah saw. dan para sahabatnya kembali ke tanah asal mereka, Makkah. Kerinduan yang menggunung, beserta gairah menyambut keislaman para orang tercinta tercetak jelas di setiap pembuluh darah mereka. Umrah pertama dalam perjanjian Hudaibiyyah telah sedikit meluruhkan rasa. Namun keinginan itu tetap ada, membumikan tauhid di tanah suci Makkah.

Tak disangka, Allah Swt. membukakan pintu dengan perantara Quraisy yang lancang memerangi sekutu Rasulullah saw. di Makkah, yakni Bani Khuza'ah. Dengan kelancangan itu, maka Quraisy telah melanggar perjanjian gencatan senjata dengan kaum muslim. Dan inilah kesempatan yang diambil kaum muslim untuk kembali dan membumikan tauhid di Makkah.

Quraisy yang sadar akan kesalahannya, hanya bisa menunggu laskar Muhammad menyongsong mereka. Abu Sufyan sang pemimpin Makkah pun dibuat kelimpungan meminta perlindungan untuk suku Quraisy. Hingga ia rela mendatangi Rasul di Madinah. Namun, hanya punggung yang ia temui, tak ada yang mempunyai keinginan menjadi penjamin bagi suku yang pernah durhaka.

Ia kembali dengan tangan hampa. Hingga ketika dekat waktu penyerangan, dan telah terlihat ribuan obor kaum muslim menyuar langit Makkah, bergemuruhlah dada Quraisy. Mereka telah melihat kekuatan yang tak mungkin mereka lawan. Sekali lagi, Abu Sufyan mengorbankan ego demi keselamatan penduduk Makkah. Ia mendatangi perkemahan kaum muslim di Marr Azh-Zhahran dengan bantuan Abbas bin Abdul Muthallib menghadap Rasulullah saw. meminta perlindungan. Pada saat itu, di mana langit gelap Makkah diterangi nyala api dari sepuluh ribu obor kaum muslim, Abu Sufyan berikrar telah mengimani Allah Swt. dan Nabi-Nya.

Pemurahnya Nabi, ia bersabda, "Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan, dia aman. Barang siapa menutup pintunya, maka ia aman. Dan barang siapa memasuki Masjidil Haram, maka ia aman." Tak menunggu lama, Abu Sufyan segera kembali ke Makkah untuk meneruskan kabar gembira tersebut.

"Tempat ini menjadi saksi ketika diturunkan Al-Qur'an, dan sekarang engkau kembali lagi kepadanya" ucap Rasulullah saw. berulang-ulang dalam kekhusyukan. Nabi tidaklah memasuki Makkah dengan menegakkan kepala, akan tetapi kesyahduan, kerendah hatian, telah menyebabkan kepalanya tertunduk menyelami karunia dan nikmat Allah Swt., beliau tidak berbangga diri selayaknya seorang agresor yang menaklukkan wilayah, malah ketenangan dan penuh penghayatan yang tercipta.

Tepat ketika pasukan kaum muslim telah sampai di Makkah mereka mendapati Makkah dalam keadaan kosong, penduduknya telah berlindung dibalik bangunan-bangunan yang disebutkan Nabi. Masyaallah. Meski sempat terjadi perlawanan dari sisi pintu yang dimasuki Khalid bin Walid. Namun, kekhusyukan memasuki Makkah tetap terbentuk.

Tibalah Rasulullah saw. dan rombongannya di Ka'bah. Beliau pun bertawaf, kemudian berhenti sejenak di depan pintu Ka’bah yang telah dibuka, Beliau saw. berkhutbah di hadapan orang-orang yang mulai memasuki Masjidil Haram, hingga di penghujung khutbah Rasulullah saw. bertanya, "Wahai kaum Quraisy, menurut kalian apa yang akan kulakukan terhadap kalian?" Mereka menjawab, "Kebaikan sebagai saudara yang mulia dan anak dari saudara yang mulia." Beliau saw. bersabda, "Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana yang dikatakan saudaraku Yusuf, pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Semoga Allah mengampuni kalian sebab Dia Maha Penyayang. Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas."

Telah datang waktu pembalasan, namun jalan itu tak ditempuh Rasul dalam membalas setiap air mata dan darah yang tertumpah. Sebaliknya, Nabi saw. membebaskan mereka hidup dalam ketenangan. Inilah puncak dari akhlak yang mulia, hingga kemuliaannya menusuk jiwa-jiwa yang sebenarnya telah lama merindu perjumpaan dengan yang haq.

Nabi saw. dan kaum muslim pun mulai membersihkan Ka'bah dari segala aroma kemusyrikan. Sejak hari pertama dakwah beliau jalankan, keinginan terbesarnya adalah menaklukkan Makkah. Sepanjang dua puluh tahun perjuangannya, sepanjang itu pula kaum Quraisy memeranginya. Adanya pelanggaran perjanjian Hudaibiyyah, menjadi resolusi untuk memenangkan Makkah dari segala bentuk kesyirikan.

Kaum kafir Quraiys yang melihat betapa pemaafnya beliau, hari di mana seharusnya pembalasan menimpa mereka, dengan ringannya Rasulullah saw. menghapusnya, akhirnya mereka luluh dan berbondong-bondong menyatakan diri berserah pada keagungan Allah Swt. inilah wujud introspeksi kaum Quraisy dalam memandang Islam dan kaum muslimin.

"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah. Maka bertasbihlah dengan Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh Dialah Maha Penerima Tobat. (TQS. An-Nasr ayat 1-3)

Sumber : Muhammad Sang Yatim (Prof. Dr. Muhammad Sameh Said)[]


Photo
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Liberalisasi Merusak Tata Pergaulan Generasi

Sistem pergaulan bebas dengan gaya hidup bebas akhirnya menimbulkan kebebasan yang menjadi kebablasan. Hal ini dikarenakan penerapan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari sendi-sendi kehidupan. Peran agama dijauhkan dalam kehidupan dan berinteraksi sosial (pergaulan) sehingga makin menyuburkan liberalisasi dalam pergaulan (serba boleh) yang tidak mengenal halal-haram ataupun pahala-dosa di tengah generasi muda, bahkan menjauhkan generasi muslim dari keislamannya.


Oleh. Emil Apriani, S.Kom
(Pemerhati Sosial dan Generasi)

NarasiPost.Com-Betapa mengerikan kondisi pergaulan generasi muda saat ini, dan akhir-akhir ini dalam kondisi mengkhawatirkan. Permasalahan pergaulan bebas generasi muda setiap tahunnya semakin merajalela, bahkan kerap kali menjadi sorotan utama di tengah masyarakat.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, kasus yang cukup menyita perhatian publik. Seorang mahasiswi (NW) memilih mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun di samping makam ayahnya pada Kamis (2/12). Hal tersebut nekat dilakukan (NW) karena merasa depresi setelah kekasihnya memaksanya untuk aborsi.

Hal tersebut terungkap setelah pihak kepolisian melakukan pemeriksaan kepada mantan kekasihnya yang merupakan oknum polisi. Menurut Wakapolda Jawa Timur, Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo, keduanya kerap melakukan hubungan layaknya suami istri yang terjadi mulai 2020 hingga 2021. Dan selama pacaran, NW sudah dua kali melakukan tindakan aborsi. Hal itu dilakukan pada Maret 2020 dan Agustus 2021 (news.okezone.com, 05/12/2021). Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun.

Kasus tersebut mendapat tanggapan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga, beliau menyebut dalam keterangan pers tertulisnya bahwa kasus yang menimpa (NW) termasuk ke dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau dating violence dan setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM (5/12/2021).

Liberalisasi Pergaulan, Kebebasan Menjadi Kebablasan

Banyaknya kasus pergaulan bebas pada generasi muda akibat dari gaya hidup bebas (liberal) yang menjadi pilihan dalam pergaulan. Di mana mereka bebas melakukan hal-hal yang diinginkannya tanpa lagi memperhatikan nilai-nilai agama, norma maupun aturan kehidupan. Pergaulan bebas pada generasi muda cenderung mengarah pada berbagai aktivitas kemaksiatan, seperti perbuatan zina (seks bebas), aborsi, aksi pornografi, penggunaan narkoba dan minuman keras, bahkan sampai aksi nekat bunuh diri.

Dalam pergaulan generasi muda saat ini, menganggap aktivitas pacaran bukanlah sesuatu yang tabu. Bahkan ketika hubungan itu menggiring pada aktivitas perzinaan (hubungan layaknya suami istri) asal suka sama suka, tidak akan ada hukum yang menjeratnya. Atas nama Hak Asasi Manusia (HAM) mereka bisa dengan bebas melakukan seks bebas (perzinaan). Yang akhirnya ketika perzinaan menumbuhkan benih dalam rahim dan para pelaku tidak siap dengan kehadiran janin tersebut, maka tindakan aborsi menjadi alternatif.

Sistem pergaulan bebas dengan gaya hidup bebas akhirnya menimbulkan kebebasan yang menjadi kebablasan. Hal ini dikarenakan penerapan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari sendi-sendi kehidupan. Peran agama dijauhkan dalam kehidupan dan berinteraksi sosial (pergaulan) sehingga makin menyuburkan liberalisasi dalam pergaulan (serba boleh) yang tidak mengenal halal-haram ataupun pahala-dosa di tengah generasi muda, bahkan menjauhkan generasi muslim dari keislamannya.

Sangat disayangkan, padahal generasi muda ini adalah memiliki peran strategis sebagai agent of change dan generasi penerus bangsa, negara, serta agama. Peran penting inilah yang sangat dimuliakan oleh Islam.

Pergaulan dalam Islam

Islam sebagai sistem paripurna akan melindungi generasi dari kemaksiatan, termasuk dalam pergaulan bebas. Islam secara jelas dan sempurna mengatur bagaimana hubungan pria dan wanita dalam pergaulan (berinteraksi sosial), baik dalam kehidupan umum maupun kehidupan.

Generasi muslim sejak dini diajarkan untuk tidak berkhalwat (berdua-duaan) dan menghindari ikhtilat (campur baur, kecuali untuk hal yang diperbolehkan syarak). Wanita tidak diperkenankan bertabarruj dan berhias di hadapan laki-laki nonmahram.

Islam melarang baik pria maupun wanita memandang lawan jenisnya dengan pandangan birahi (nafsu), mengharamkan aktivitas pacaran karena termasuk mendekati zina. Allah Swt, berfirman :

“Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ : 32)

Islam juga membatasi hubungan seksual antara pria dan wanita dalam ikatan pernikahan. Dan dalam kehidupan umum, Islam membatasi hubungan antara pria dan wanita hanya untuk saling tolong-menolong (ta’awun).

Selain aturan preventif (pencegahan), aturan Islam juga berfungsi kuratif yakni sistem sanksi yang tegas bagi pelaku zina. Bagi pelaku zina yang sudah balig dan belum menikah, negara akan menerapkan sanksi berupa cambuk 100 kali dan pengasingan selama dua tahun ke tempat yang jauh. Sanksi tersebut sejatinya menjaga kemuliaan akhlak generasi agar tidak terulang pada yang lainnya.

Semua ini adalah bentuk penjagaan Islam yang paripurna terhadap generasi dari kemaksiatan pergaulan bebas. Dan akan terlaksana dengan baik jika diterapkan dalam satu naungan institusi yang melaksanakan syariat Islam secara kaffah, yaitu daulah islamiah.

Wallahu’alam bishowab[]


Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com