Hijrah dengan Akidah untuk Meraih Jannah

"Meskipun kita tidak mampu menjangkau Zat Pencipta, akan tetapi akal kita yang terbatas mampu membuktikan bahwa Allah Swt. itu ada, kekal, tidak berawal dan tidak berakhir."


Oleh : Novida Sari, S.Kom.
(Majelis Taklim Islam Kaffah Mandailing Natal)

NarasiPost.Com-Islam hadir sebagai agama yang asing di tengah-tengah masyarakat kafir Jahiliah Makkah. Di tengah kebodohan dan kegelapan peradaban yang jauh dari fitrah manusia. Mengubur anak perempuan hidup-hidup karena dianggap tabu, menyembah sesuatu yang mereka sebut dengan ‘Tuhan’ yang mereka ciptakan sendiri, pelecehan sosok perempuan yang melahirkan mereka dengan menjadikannya hal yang bisa diwarisi, zina, riba, pertumpahan darah serta hal-hal buruk yang tidak diterima oleh akal manusia yang sehat.

Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk mengubah tatanan kehidupan yang buruk ini. Suatu tugas mulia lagi berat, karena kerak kejahiliahan ini begitu tebal menyelimuti masyarakat. Tak hanya di bidang moral yang rusak, termasuk ekonomi riba yang terlaknat, hubungan sosial yang zalim, dan yang paling penting mengubah penopang sistem peradaban yang tengah berjalan.

Sebelum diutus menjadi rasul, Muhammad dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya. Mulia akhlak dan nasabnya, mulia lisan dan perbuatannya, sehingga kaumnya menyematkan gelar Al-Amin. Sebuah pembuktian bahwa apa yang keluar dari pemikiran, lisan dan perbuatan manusia bernama Muhammad bin Abdullah adalah hal yang mampu dipertanggungjawabkan karena ia adalah Al-Amin ataupun yang dapat dipercaya.

Terbukti saat Rasulullah Saw. mengumpulkan kaumnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, telah diceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Salam, kepada Abu Mu’awiyah, kepada Al-A’masy, dari Amr bin Murrah, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. keluar menuju lembah Batha, lalu menaiki bukit yang ada padanya, Kemudian berseru, “Awas! Ada musuh pagi ini!”

Kemudian orang-orang Quraisy berkumpul, lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Bagaimana pendapatmu jika aku menyampaikan berita bahwa musuh akan menyerang pagi atau petang hari. Lantas apakah kalian percaya?”
Mereka menjawab, “Ya, kami percaya.”

Kemudian Rasulullah Saw. mengatakan bahwa ia adalah utusan Allah Swt. Oleh karenanya, orang kafir Quraisy Makkah harus beriman dengan lafaz tauhid.

Bangsa Arab memahami persis makna dari kalimat tauhid, bahwa لا اله الا الله memiliki makna tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah Swt. Tidak ada lagi berhala yang mereka sembah selain Allah Swt. dan mereka tahu Muhammad adalah orang yang akan mereka ikuti dalam penyembahan ini. Di satu sisi meninggalkan penyembahan dan kebiasan yang sudah dilakukan oleh orang-orang sebelum mereka. Sehingga, karena kesombongan kebanyakan mereka mengingkari kenabian Muhammad Saw. karena khawatir kepentingan dan kesenangan yang mereka dapatkan selama ini akan hilang. Tidak tergambarkan juga bagi mereka bagaimana Islam hadir untuk menghapus kebiasaan yang sudah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Sehingga mereka tetap berada pada kubangan kejahiliahan, kehinaan, dan gelimang dosa.

Meskipun demikian, Rasulullah Saw. tidak menyerah. Karena Rasulullah Saw. mengetahui persis peradaban yang dihasilkan pada saat itu berasal dari pemikiran yang rusak dan dangkal bahkan lebih rendah dari hewan. Oleh karenanya, Rasulullah Saw. senantiasa mengajak mereka untuk berislam secara kafah (menyeluruh). Tidak jarang Rasulullah Saw. mengajak mereka berpikir untuk meninjau ulang tindakan mereka. Seperti, mempertanyakan kekuatan dan daya upaya berhala mereka untuk melindungi umat manusia.

Kepercayaan mereka kepada Muhammad Saw. tidak pudar, namun pengaruh perasaan yang jauh mendominasi akal sehat mereka, mereka pun mengingkari di lisan dan di hadapan kaumnya. Terbukti ketika 3 tokoh Quraisy termasuk Abu Jahal dan Abu Sufyan diam-diam datang dan mendengarkan Rasulullah Saw. membaca Al-Qur'an. Ketiganya mendengarkan di titik yang berbeda. Namun, saat selesai mendengarkan bacaan Muhammad Saw. dan akan pulang, mereka pun bertemu dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Akan tetapi mereka melakukan hal yang sama di malam yang kedua, dan betul-betul berjanji untuk tidak mengulangi karena khawatir diketahui masyarakat dan membuat masyarakat beriman kepada agama Muhammad Saw.

Akan tetapi mereka ternyata mengulanginya di hari ketiga dan bertemu kembali. Lalu ketiganya bertukar pendapat terkait dengan apa yang mereka dengarkan. Lalu Abu Jahal pun berkata, “Wallahi, Muhammad itu benar. Akan tetapi dari dulu sukuku dan sukunya Muhammad bersaing. Kalau sukunya Muhammad memberi makan jemaah haji, sukuku juga demikian. Di setiap perbuatan yang dilakukan oleh sukunya Muhammad, maka sukuku juga berbuat hal yang sama. Pada hari ini di suku Muhammad keluar seorang nabi, jika aku mengakuinya, maka sukuku kalah.”
Lantaran ucapan ini akhirnya mereka pun berpendapat sama dan tidak beriman kepada Allah Swt. dan kenabian Muhammad Saw.

Berbeda dengan orang-orang yang beriman yang telah memeluk Islam, mereka yakin akan ada masanya Islam itu akan menjadi mulia dan tidak terasing sebagaimana keyakinan mereka kepada Allah Swt. dan syariat yang dibawa oleh Muhammad Saw. Kejahiliahan yang menyelimuti mereka selama ini akan berganti menuju kebangkitan tatkala mereka mau menggunakan akal sehat untuk merenungkan mengapa mereka diciptakan.

Pemikiran yang mustanir (cerdas) telah merasuki akal dan memengaruhi tingkah laku mereka. Dengan memahami bahwa Allah Swt. menciptakan mereka lengkap dengan aturan Islam yang dibawa oleh Muhammad Saw. telah menjadikan mereka mantap untuk senantiasa siap memberikan pertanggungjawaban perbuatan mereka kelak di hadapan Allah Swt. meskipun mereka berada di pusat peradaban yang rusak.

Meskipun mereka tidak mampu menjangkau Zat Pencipta, akan tetapi akal mereka yang terbatas mampu membuktikan bahwa Allah Swt. itu ada, kekal, tidak berawal dan tidak berakhir. Sehingga keimanan mereka mampu bertahan meski harus mengalami kesulitan, permusuhan, fitnah, pemboikotan dan penyiksaan bahkan pembunuhan.

Akan tetapi, akidah Islam yang lurus telah betul-betul tertancap di dalam jiwa mereka dan mereka siap dengan konsekuensi yang mereka pilih. Karena mereka betul-betul menyadari, bahwa perbuatan yang muncul dari pemikiran yang cemerlang akan mengantarkan pada perubahan sikap dan perbuatan yang Allah ridai. Wallahu a’lam.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Memerdekakan Diri dari Kemerdekaan Semu

"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Opini "


Oleh: Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Alumni Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam)

NarasiPost.Com-Angka 76 tampak di banyak tempat di penjuru negeri. Secarik kain berwarna merah dan putih pun sudah bertengger di pagar dan gerbang rumah-rumah warga. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir, tiga helikopter yang mengibarkan bendera merah putih melintas di langit ibukota sebagaimana kabar yang berkelindan di media sosial. Kemeriahan hari kemerdekaan negeri ini mulai digalakkan meski pandemi belum angkat kaki dari sini.
Bagi setiap negara bangsa hari ini, hari kemerdekaan adalah sebuah tanggal yang tidak bisa dibiarkan tanpa perayaan apa pun. Hal ini dikarenakan hari kemerdekaan adalah hari monumental bagi entitas negara tersebut sebagai pertanda kebebasannya dari belenggu keterjajahan, tak terkecuali Indonesia.

Merdeka dari bangsa di Barat dan Timur berpuluh bahkan ratusan tahun, tentu menjadi alasan yang rasional bagi elemen negeri untuk menempatkan hari kemerdekaan ini pada posisi yang spesial. Hanya saja, memaknai kemerdekaan hari ini tak cukup dengan seremoni yang gebyah uyah sedemikian rupa. Perlu selalu diingat dan dipahami bahwa kemerdekaan tak hanya terdiri dari satu bentuk. Indonesia hari ini memang merdeka secara fisik, dimana rakyat tak harus keluar rumah membawa bedil dan bambu runcing demi menghalau musuh yang berniat menindas hak. Namun, yang sering luput adalah bahwa kemerdekaan yang dirayakan selama ini hanya memindahkan kita pada keterjajahan yang lain.

Raga sudah tak terbelenggu, namun jiwa dan pemikiran elemen bangsa amat sangat pantas disebut terjajah oleh berbagai ide, agenda bahkan akidah yang disebarluaskan oleh pihak-pihak yang memang menghendaki keterpurukan atas anak negeri, baik penguasanya, pun rakyatnya di bawah. Penjajahan ini disadari atau tidak tingkat bahayanya tak jauh berbeda dengan penjajahan fisik. Pemikiran dan mental yang terjajah atau sering disebut dengan inlander mental, membuat empunya secara sukarela menjadi kacung bagi pihak yang lebih superior. Bila dahulu pemikiran merdeka dan fisik terbelenggu, namun kini fisik yang telah merdeka berganti dengan pemikiran yang terjajah.

Sekularisme yang menjalar, mungkin hingga ke urat nadi banyak orang hari ini telah membuat entitas yang berselimut kain merah putih terjajah, yang bahkan bisa menggiring pada kebinasaannya di suatu titik kelak. Amoralitas, kemiskinan, dan kriminalitas yang masih mewarnai tajuk berita di media cetak, daring dan televisi menjadi sedikit bukti betapa bahayanya keterjajahan pemikiran ini akan keberlangsungan eksistensi anak negeri. Bahaya yang tidak disadari oleh mayoritas ini dapat mengantarkan pada kerusakan yang mungkin tak terbayangkan oleh benak sebelumnya.

Bila sekularisme telah nyata menjadi penjajah baru era kini, maka bukan suatu hal yang berlebihan bila Islam dijadikan sebagai “obat” yang mampu menangkal bahaya yang disebabkan oleh sekularisme. Islam sejak kemunculannya 1443 tahun yang lalu secara tegas menantang dan menentang berbagai paham dan keyakinan yang membuat manusia menghamba pada sesuatu selain Allah, satu-satunya Ilah yang pantas disembah.

Demikianlah makna kehadiran Islam dahulu, memerdekakan penghambaan manusia dari penghambaan selain kepada Allah ar Rabb. Islam juga terbukti telah membawa kecemerlangan hidup manusia, tak hanya bagi kaum muslimin, namun pemeluk agama bahkan peradaban lain yang disinari kemuliaan Islam serta segenap penerapan peraturannya.

Jahiliah memang adalah ‘gelar’ yang lekat dengan peradaban sebelum kehadiran Islam, yang tersebab kebodohan penduduknya, batu yang tak bisa memberikan manfaat atau mudharat apa pun justru dijadikan sesembahan.

Kemerdekaan yang dibawa dan dikenalkan oleh Islam dahulu berbeda bak langit dan bumi dengan kemerdekaan yang diusung oleh ratusan negara yang eksis di dunia hari ini. Bukan merdeka dalam makna sempit yang sebatas tak terjajah secara fisik, tapi merdeka untuk menjadi insan kamil dalam menjalani hidup sesuai titah sang pencipta kehidupan itu. Kesempurnaan Islam dalam memerdekakan manusia dari segala bentuk keterjajahan tentu amatlah murah bila harus dibandingkan dengan kemerdekaan semu yang sejatinya tersekat oleh batas-batas nisbi buatan manusia. Wallahu a’lam bisshawwab.[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Bonus Demografi Melimpah: Berubah Jadi Beban Demografi dalam Sistem Payah

"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Opini "


Oleh: Qisti Pristiwani
(Mahasiswi UMN Al Washliyah Medan)

NarasiPost.Com-Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” -Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia-

Potensi berlimpah, semangat membara, kritis dalam berpikir, energik, penggerak perubahan, begitulah ungkapan yang tepat saat berbicara tentang generasi muda. Generasi muda adalah ujung tonggak sebuah peradaban. Di tangannyalah nasib suatu bangsa dipertaruhkan.

Kabar gembira bagi Indonesia. Indonesia disebut-sebut sedang mengalami bonus demografi, dimana penduduk usia produktif mengalami peningkatan. Dikutip dari hasil sensus penduduk 2020 pada Jum’at (22/01/2021), jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta atau setara dengan 27,94% dari total seluruh populasi di Indonesia. Sedangkan, generasi millenial mencapai 69,38 juta jiwa atau 25,87%.(Jakarta, Kompas.com 22/01/2021)

Fenomena ini sangat berpeluang menjadikan Indonesia tampil sebagai negara yang memiliki peradaban unggul bila mampu mengelola potensi anak muda secara maksimal. Namun, di tengah banyaknya permasalahan anak muda saat ini, apakah mungkin cita-cita mulia tersebut tercapai?

Liberalisme Sekuler Penghambat Terbentuknya Generasi Unggul

Sejak 2011 sampai 2019, jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum yang dilaporkan ke KPAI mencapai 11.492 kasus, jauh lebih tinggi dari pada laporan kasus anak terjerat masalah kesehatan dan narkotika (2.820 kasus), pornografi dan cyber crime (3.323 kasus), serta trafficking dan eksploitasi (2.156 kasus). (gresnews.com 18/01/2020)

Angka ini menunjukkan bahwa kondisi generasi muda hari ini sedang tidak baik-baik saja. Remaja atau pemuda banyak dirundung masalah yang menjadikan masa depannya kelam. Minat remaja untuk mengonsumsi barang-barang haram seperti narkotika masih terbilang tinggi. Demikian juga pornografi, cyber crime, trafficking dan eksploitasi. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Rentannya generasi muda terperosok dalam kenakalan remaja tak terlepas dari jauhnya remaja dari aturan agama. Para remaja, khususnya remaja muslim tak mengetahui jati diri yang sesungguhnya. Akibatnya, ia tak menjadikan aturan agama Islam sebagai sandaran menjalani kehidupan. Tak sadar kehidupan sekuler telah menjerat jiwa raganya hingga berkubang pada keburukan.
Adanya kebebasan individu yang dijamin negara ini pun menjadi pembenaran atas perbuatan mereka. Kebebasan berekspresi menjadi hak individu yang tak dapat diusik. Akibatnya, para remaja leluasa membuka auratnya, memamerkan kemolekkan tubuhnya, bebas bergaul dengan siapa pun, bebas berbuat apa pun selama tak mengganggu orang lain, katanya. Maka, tak heran angka kasus terhadap anak, khususnya remaja begitu meningkat.

Masyarakat yang seharusnya menjadi control society juga tak banyak mengaktifkan perannya sebagai pencegah kenakalan tersebut. Sebab, kapitalisme mendidik individu menjadi sosok pribadi yang individualisme. Sehingga, kepekaan terhadap hal tersebut menipis. Terlebih lagi, kuatnya arus kebebasan menjadikan masyarakat ‘takut berbuat banyak’, karena bisa berhadapan dengan hukum. Contohnya saja, seorang guru di sekolah tak lagi berani menegur anak didiknya bila berbuat salah karena khawatir muridnya tak terima dan mengadu pada orang tuanya, lalu melaporakan ke polisi. Inilah ironi negeri yang bertuan pada paham liberalisme.

Demikian juga negara sebagai pemegang kontrol tatanan kehidupan. Negara hari ini turut memfasilitasi adanya kebebasan berkespresi bagi masyarakatnya. Tontonan atau video porno masih mudah sekali diakses siapa pun. Barang-barang narkotika masih dapat ditemui edarannya. Ini membuktikan longgarnya pengawasan dan minimnya perhatian negara terhadap keamanan dan keselamatan masyarakat, khususnya generasi muda. Jika demikian, mungkinkah bonus demografi ini dapat dikelola semaksimal mungkin di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme ini? Rasanya akan sangat sulit sekali.

Islam Mencetak Generasi Muda yang Sehat, Aktif, dan Produktif

Lain halnya di dalam sistem pemerintahan Islam Kaffah, yakni Daulah Islamiyyah. Islam memiliki tuntunan yang jelas dalam mengarahkan seseorang menemukan jati dirinya. “Tidaklah Aku menciptakan jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (TQS. Adz-Zariyat : 56), ayat ini layak menjadi renungan bagi siapa pun untuk menentukan pondasi kehidupan, terlebih generasi muslim. Jika kita memahami ayat ini, maka pastilah aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan berorientasi pada ibadah semata demi menggapai rida Allah Swt. Dengan demikian, generasi muslim akan menjauhi kenakalan remaja karena yakin hal tersebut adalah hal yang dibenci oleh Allah dan mendatangkan murka-Nya. Terlebih lagi, semua perbuatan manusia kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Oleh karena itu, tak dikenal adanya kebebasan dalam Islam sebab semua perbuatan telah diatur di dalamnya. Inilah yang menjadi alarm bagi tiap-tiap individu ketika akan melakukan perbuatan.

Masyarakat Islam juga aktif menegakkan amar makruf nahi mungkar karena menjalankan kewajiban kepada Allah Swt, “Jika diantara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu, dan jika kamu tidak cukup kuat untuk melakukannya, maka gunakanlah lisan, namun jika kamu masih tidak cukup kuat, maka ingkarilah dengan hatimu karena itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Hadis ini menjadi motivasi yang kuat bagi masyarakat untuk senantiasa aktif menjadi control society. Dengan hadirnya peran ini, maka pelaku kemaksiatan pasti akan berpikir berkali-kali jika ingin bermaksiat.

Peran negara juga tak kalah pentingnya. Negara menjadi kunci lahirnya generasi yang sehat, aktif, dan produktif. Negara dalam sistem pemerintahan Islam kafah akan menerapkan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah dalam seluruh lini kehidupan. Tatanan kehidupan diatur menurut hukum Islam, mulai dari individu, keluarga, masyarakat dan tata pemerintahan seluruhnya. Negara benar-benar memberi perhatian kepada generasi dengan menggerakkan semua kalangan untuk mengawal tumbuh kembang generasi. Misalnya, memfasilitasi generasi mendapatkan pemahaman Islam melalui sekolah-sekolah berbasis akidah Islam dengan guru yang juga memiliki akidah yang lurus dan benar. Sehingga, generasi dapat memahami Islam secara integral.

Negara juga menerapkan aturan Islam yang mengikat dan menggerakkan masyarakat untuk taat. Misalnya, mewajibkan para perempuan memakai jilbab dan kerudung ketika berada di luar rumah, menutup tempat-tempat maksiat, mengontrol penyiaran media TV ataupun akses-akses internet lainnya, mengawasi keluar-masuknya barang-barang ke dalam negara, sehingga celah untuk mendapatkan barang-barang haram seperti narkotika sangat kecil.

Inilah yang dilakukan Daulah Islamiyyah untuk menjaga generasi. Dengan demikian, generasi muda terbebas dari segala kerusakan dan dapat produktif menyumbang prestasi gemilang bagi peradaban. Seperti Imam Syafi’i, Ibnu Firnas, Muhammad Al-Fatih, Shalahuddin al Ayyubi dan lainnya. Tidakkah kita ingin menyaksikan generasi unggul seperti mereka lahir membangun peradaban di negeri ini? Wallahua’lam bisshowab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Sang Inspirator Perubahan

Ya Rasulullah tercinta.
Sosok manusia mulia dan sempurna.
Walau hanya setetes keringatnya begitu berharga.
Tak akan mampu ditandingi oleh siapa saja.


Oleh: Messy Ikhsan
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tubuhnya tak lagi menapaki dunia
Ditelan habis bersama rangkaian masa
Terkubur dalam oleh tanah bata
Sehingga tak terindra oleh mata

Namun,
Namanya masih tetap bergema dan bercahaya
Menerangi setiap sudut penjuru semesta
Sehingga mengundang decak kagum semua manusia

Namanya selalu membahana di mana-mana
Kehebatannya juga diakui oleh para pembenci yang hina
Sehingga tak satu pun insan yang bernyawa
Tak mengenal pribadi beliau yang agung dan sempurna

Lihatlah,
Bagaimana kobaran perjuangannya tak pernah sirna
Dalam mengangkasakan kalimat tauhid yang mulia
Walau mengorbankan jiwa, harta, tahta, dan keluarga

Lihatlah,
Bagaimana tetesan darah berubah menjadi permata
Jeritan sakit tak lagi berharga
Demi membumikan risalah Sang Pencipta

Lihatlah,
Bagaimana kejamnya dunia yang fana
Dalam menentang perjuangannya menuju surga
Tapi, langkahnya tak pernah surut apalagi berjeda

Tetap melangkah meski jalan berliku siap berjaga
Begitu pula semangatnya tak pernah sirna
Malah semakin membara di dalam dada
Dan semakin menancap kokoh di jiwa

Sebab, hanya satu keinginan yang ia minta
Bagaimana umat tetap teguh menggenggam ayat cinta
Sampai kiamat tiba untuk menyapu dunia

Ya Rasulullah tercinta,
Sosok manusia mulia dan sempurna
Walau hanya setetes keringatnya begitu berharga
Tak akan mampu ditandingi oleh siapa saja

Sosok inspirator perubahan yang multitalenta
Sampai mampu menguasai dua pertiga dunia
Dalam naungan syariat Allah Taala
Sehingga Islam menjadi adidaya semesta

Namanya akan tetap bergema selamanya
Tak akan terlupa walau dalam sekejap mata.
Tak akan berubah walau nyawa telah tiada
Sebab, namanya sudah menyatu jiwa manusia[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Witing Tresno Jalaran Soko Kulino

Sesungguhnya Allah Azza wa jalla memberikan dunia kepada orang yang dicintai dan kepada yang tidak dicintai, namun tidak memberikan agama kecuali kepada orang yang dicintai-Nya. Maka, barangsiapa yang Allah berikan agama, berarti Allah mencintainya.” (HR. Ahmad)

Oleh: Deena Noor
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Witing tresno jalaran soko kulino” adalah ungkapan dalam bahasa Jawa yang memiliki arti “Cinta tumbuh karena terbiasa.”

Witing berarti permulaan, tresno artinya cinta, jalaran adalah karena atau sebab, soko berarti dari, dan kulino artinya terbiasa.

Ada juga yang memelesetkan menjadi “Witing tresno jalaran ora ono sing liyo,” yang berarti “Cinta tumbuh karena tidak ada yang lainnya.” Pertemuan yang menjadi lantaran cinta hanya dengan orang yang itu-itu saja. Mungkin bisa dibilang sebagai cinlok alias cinta lokasi.

Memang benar, cinta bisa muncul dikarenakan sering bertemu, bersama, berinteraksi, menjalani waktu demi waktu dalam ruang yang sama. Entah karena terpaksa, kewajiban, sukarela, atau sekadar mengisi hari tanpa tujuan tertentu di awalnya. Bermula dari iseng dan tak sengaja, tak menargetkan apa pun, muncullah rasa terbiasa dan akhirnya suka.

Bukan hanya pada manusia atau makhluk hidup lainnya, seperti hewan peliharaan, tetapi rasa cinta juga bisa tumbuh pada suatu aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan. Berawal dari paksaan karena ada kewajiban yang ditanggungkan, bila dijalani terus-menerus akan menjadikannya sebagai kebiasaan, kemudian akan merasa ada yang kurang bila sesuatu itu tiada. Tak lengkap hidup bila tanpa kehadirannya. Apalagi jika sesuatu itu akhirnya disadari sebagai hal yang penting dan amat dibutuhkan dalam kehidupannya.

Orang-orang di masa dulu banyak yang menikah melalui perjodohan dari orang tua. Mereka tidak saling mengenal satu sama lain. Jangankan kenal, berjumpa sebelumnya pun tidak pernah. Mereka baru bertemu pada saat lamaran atau bahkan saat pernikahan dilangsungkan. Meski begitu, pernikahan mereka bisa langgeng hingga maut memisahkan. Walau ada juga yang kemudian berpisah di jalan masing-masing.

Poinnya adalah dua insan berbeda yang tidak saling mengenal bisa merajut benang-benang kasih tanpa melalui prosesi berpacaran, sebagaimana dalih aktivis pacaran pra nikah. Asal punya komitmen bersama, setiap hari bisa dijalani dengan cinta. Meski canggung di awal, lama-lama rasa akan tumbuh dan berkembang karena disiram dengan curahan perhatian dan dipupuk kasih sayang.

Dengan tujuan yang satu, dua orang asing yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan suci akan belajar saling memberi dan menerima. Segala kekurangan pasangan diterima sepaket dengan kelebihan yang dimiliki. Melewati hari demi hari dengan berbagai rintangan, ujian dan cobaan kehidupan, cinta pada pasangan akan terus bertumbuh, disadari atau tidak.

Melihatnya berpeluh mencari nafkah demi keluarga di rumah, mampu menghadirkan rasa hormat dan penghargaan akan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Melihatnya kepayahan di masa kehamilan, melahirkan dan mengasuh anak-anak, hingga kehilangan waktu tidur dan kecantikan masa mudanya, akan menumbuhkembangkan rasa syukur atas cintanya yang tak menuntut. Dua manusia yang saling berkomitmen menjalin ikatan untuk meraih mimpi, visi dan misi bersama.

Dalam biduk yang sama, suami menjadi nahkoda yang memimpin lajunya kapal, mengarahkan ke jalur sesuai dengan tujuan yang telah disepakati bersama. Sedangkan sang istri memberi dukungan, semangat, tenaga, dan apa pun yang bisa membantu kapal yang dinahkodai suami bisa terus melaju. Keduanya sama-sama memiliki peranan penting. Saling mengisi dan melengkapi.

Mencintai pasangan dan menjadikannya sebagai belahan jiwa yang tanpanya, diri tak utuh. Pasangan yang senantiasa bersama bukan hanya fisik semata, tetapi benar-benar ‘ada’ di kala apa pun. Melewati suka dan duka bersama dengan tetap mengingat komitmen yang dibangun akan menempa cinta menjadi semakin tangguh. Terlebih lagi bila rasa itu dilandaskan cinta pada Sang Maha Kuasa, menjadikan kekasih halal kita sebagai partner dalam dakwah.

Dakwah adalah kewajiban muslim, suatu kewajiban yang dirasa banyak orang sebagai sesuatu yang berat. Wajar memang, dikarenakan dunia kapitalis telah merasuk ke seluruh persendian kehidupan. Urat nadi yang mengalir di dalam tubuh telah tercelup dalam kubangan nilai-nilai sekuleris. Itu semua menjadi tantangan dakwah yang mampu membuat seorang muslim memilih mundur dari jalan ini.

Meski berat, bukan berarti tak bisa. Semua bisa, asalkan mau melakukannya. Alah bisa karena terbiasa. Dengan terbiasa melakukan hal sulit, manusia akan belajar menemukan cara untuk menaklukannya. Bila gagal, maka ia akan belajar dengan menemukan cara yang lain. Bila salah, maka ia akan belajar agar kesalahan yang sama tak terulang lagi dan mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

Dakwah yang terasa berat, mungkin karena kita merasa sendiri. Bila demikian, maka carilah teman-teman yang mampu mengiringi dan memberi kekuatan. Bergabunglah dengan jama’ah dakwah yang akan saling memberi motivasi dan tolong-menolong.

Merasa tak mampu berdakwah, mungkin karena kita belum punya ilmunya. Bila demikian, maka jangan lantas mundur, teruslah belajar, raup ilmu dari para guru dan mereka yang berilmu. Asal mau, pasti ada jalan untukmu. Bekali diri dengan ilmu agar dimampukan untuk berkontribusi dalam dakwah tersebut.

Dakwah terasa seperti beban. Dakwah memang sebuah kewajiban. Paksakan saja, lama-lama akan terbiasa hingga menjadi sebuah kebutuhan. Bila sudah begitu, maka akan terasa nikmat menjalaninya. Beban atau tidak, sebenarnya bisa dikelola. Dengan mengingat bahwa ini kewajiban dari Allah, yang ganjarannya luar biasa, insyaallah semua beban akan terasa ringan. Dunia tak membebani, sebab akhirat adalah sebenarnya tujuan pasti.

Bila takut berdakwah karena mendapatkan ancaman, mintalah kepada-Nya agar diberi kekuatan dan pertolongan. Sebab, hanya Dia sebaik-baik pemberi pertolongan. Ketakutan sesungguhnya adalah bila Allah murka. Dengan menunaikan kewajiban dakwah ilallah, sesungguhnya kita tengah berupaya menghindari dari ketakutan yang maha dahsyat kelak di akhirat nanti, yakni azab neraka. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki adalah dari-Nya, mintalah agar ditempatkan semestinya, sehingga bisa membawa kebaikan pada dakwah.

Dakwah yang awalnya terasa asing, berat, sulit, membebani dan perasaan-perasaan negatif lainnya, seiring berjalannya waktu menjadi kebiasaan hingga kebutuhan dan kecintaan. Kuncinya adalah pada kemauan yang dilandasi kesadaran akan statusnya di dunia. Maukah membiasakan diri dalam aktivitas dakwah atau melewatkannya begitu saja? Maukah menumbuhkan rasa cinta pada dakwah yang memberikan kebaikan, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak?

Hidup memiliki banyak pilihan, mencintai atau dicintai, meninggalkan atau ditinggalkan. Jika mencintai kebaikan, maka Allah akan mudahkan jalan untuk menempuhnya. Jika hamba mencintai-Nya, maka Dia pun akan lebih mencintainya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Azza wa jalla memberikan dunia kepada orang yang dicintai dan kepada yang tidak dicintai, namun tidak memberikan agama kecuali kepada orang yang dicintai-Nya. Maka, barangsiapa yang Allah berikan agama, berarti Allah mencintainya.” (HR. Ahmad)
Wallahu a’lam bish-shawwab
[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Marak Baliho Politisi, Ironi Kepemimpinan dalam Demokrasi

Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum muslim dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Maja, Al-Hakim)


Oleh. Ismawati
(Penulis dan Aktivis Dakwah)

NarasiPost.Com-Pesta demokrasi untuk memilih presiden terhitung masih tiga tahun lagi. Hanya saja, kampanye dengan memasang baliho foto para politisi semakin marak terjadi. Mulai dari Menteri, Pimpinan DPR RI hingga pejabat daerah ramai memasang baliho besar atau billboard di jalanan utama kota. Dilansir dari suarasurakarta.id (9/8), pengamat UNS Agus Riewanto mengatakan jika pemasangan-pemasangan baliho tersebut merupakan salah satu persiapan menuju 2021 dan bagian memperkenalkan diri kepada masyarakat. Selain itu, Agus mengatakan bahwa ini bagian dari curi start untuk penguatan publik supaya ingatan publik panjang terhadap para politisi ini.

Sungguh ironis, di tengah kondisi masyarakat yang dilanda pandemi kini para politisi lebih berpikir bertarung memperebutkan kursi RI satu dibandingkan dengan aksi nyata melawan pandemi. Meskipun tak secara langsung di dalam baliho tersebut para politisi memperkenalkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden 2024. Namun, tandanya cukup jelas karena ada tanda tulisan 2024 yang terpampang di baliho tersebut.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair), Irfan Wahyudi, menilai bertebarannya papan reklame berisikan politikus yang berkampanye, telah mencederai perasaan masyarakat yang sedang berjuang dari pandemi Covid-19. Irfan menyebutkan, ada dua cara penyampaian pesan yang digunakan oleh para politikus dalam pemasangan iklan pada baliho, yaitu dengan promosi secara terang-terangan dan promosi melalui jargon. Dirinya menilai kedua cara itu sama-sama sebagai tindakan yang tidak berempati karena sekarang masih dalam kondisi pandemi. (republika.co.id 15/8/2021)

Pandemi (masih) Ada

Sebagaimana yang kita ketahui, Indonesia saat ini masih dilanda pandemi Covid-19. Jumlah kasus terkonfirmasi positif mencapai lebih dari 3,93 juta orang. Angka yang sangat fantastis bukan? Mengingat pandemi semakin menyusahkan rakyat. Banyak yang terancam kelaparan, gizi buruk, kehilangan pekerjaan, bahkan kehilangan nyawa karena tidak mampu bertahan hidup dalam kondisi pandemi.

Sayangnya, para politikus kehilangan sensitifitasnya kepada rakyat demi kursi politik. Mereka menghabiskan uang demi nafsunya menduduki jabatan pemerintahan. Wajar saja, pemerintahan dalam demokrasi merupakan jabatan yang menggiurkan. Namun, ongkos politik yang dikeluarkan pun tak kalah mahal. Seperti mahar untuk masuk ke dalam parpol, pendanaan kampanye seperti membuat baliho hingga melakukan survei.

Sebagaimana dilansir dari detiknews (6/8), baliho elite partai yang ada di kawasan Lingkar Selatan, Kota Bandung, harga untuk memasang baliho ukuran 4x8 meter satu tahun sekitar Rp180 juta hingga Rp200 juta itu lengkap dengan penerangan, izin, dan juga pajak selama satu tahun. Jika untuk satu bulan sekitar Rp15-20 juta. Sungguh, angka yang fantastis bukan?Jika dilihat dari kacamata rakyat yang saat ini sedang membutuhkan bantuan untuk dapat bertahan hidup dalam kondisi pandemi.

Kepemimpinan Islam

Sejatinya Islam memandang bahwa sebuah kepemimpinan adalah amanah yang berat. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemimpin dalam Islam adalah sosok pemimpin yang takut terhadap hukum Allah Swt. Pernah mendengar kah kisah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khathtab yang takut dimintai pertanggungjawaban akan seekor keledai yang terperosok di jalanan berlubang di kota Baghdad?

Seperti itulah sejatinya amanah besar kepemimpinan, harus disertai dengan rasa tanggung jawab. Terlebih, para pemimpin di dalam Islam membekali dengan keimanan dan ketakwaan. Sehingga, bekal ini yang akan membawa mereka takut akan azab Allah Swt apabila melalaikan tanggung jawabnya. Sebagaimana Sabda Nabi Saw, “Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum muslim dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Maja, Al-Hakim)

Maka, seorang pemimpin dalam Khilafah sangat berhati-hati dalam kepemimpinannya. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa menerapkan hukum Allah Swt. dari segala ini. Rasulullah Saw. bersabda : “Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan, dan pada akhirnya azab pada hari kiamat.” (HR. Ath-Thabrani)

Sejatinya sistem yang baik pasti akan melahirkan kepemimpinan yang baik. Pun sebaliknya sistem yang buruk akan melahirkan pemimpin yang buruk pula. Maka, hanya sistem Islam yang akan menghasilkan sosok pemimpin dambaan umat. Pemimpin yang akan mementingkan rakyatnya dan tidak haus kekuasaan untuk meraih materi semata. Sebab, ongkos memilih pemimpin dalam Islam tidak berbiaya mahal. Proses pengangkatan pemimpin dalam sistem Islam dilaksanakan secara efektif tanpa melalui proses panjang, melelahkan, dan tidak butuh modal miliaran.

Sebagaimana dahulu ketika Rasulullah Saw. mengangkat Muadz bin Jabal menjadi Wali (setingkat gubernur) di wilayah Janad, Ziyad bin Walid di Wilayah Hadharamaut, dan Abu Musa al-‘Asyari di wilayah Zabid dan ‘Adn.

Para pemimpin terpilih haruslah berdasarkan kemampuan mereka dalam mengurus rakyat. Sebab, rakyat harus dilindungi dari ancaman kelaparan, kemiskinan, termasuk bahaya adanya virus Covid-19 yang penularannya begitu cepat hari ini.

Sesungguhnya pandemi ini butuh solusi pasti, karena rakyat sudah lelah hidup dalam kesengsaraan. Saatnya umat menyadari bahwa kembalinya sebuah sistem Islam adalah sebuah keniscayaan. Sebuah janji Allah Swt. yang harus kita jemput dengan rasa keimanan dan ketakwaan.

Wallahu a’lam bishowab[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pare, si Pahit Berkhasiat Menakjubkan!

"Dari pare, kita juga belajar, bahwa sesuatu yang sekilas tampak 'buruk' di hadapan kita, belum tentu begitulah adanya. Maka, Islam mengajarkan kita untuk tidak langsung menjustifikasi dulu segala sesuatu sebelum kita mencari tahu kebenarannya."


Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
( RedPel NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Siapa pun pasti tahu bahwa mengonsumsi sayur-mayur merupakan suatu hal yang wajib demi kesehatan tubuh. Sebab, di dalam sayur-mayur terkandung aneka nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Di antara begitu banyak ragam sayuran di dunia ini, ada satu sayuran yang mungkin tidak banyak orang yang menyukainya, sebab rasanya yang pahit. Ya, dialah pare atau nama latinnya Momordica charantia. Pare merupakan jenis sayuran berkulit bergerigi, berbentuk memanjang, dan berwarna hijau. Jenis tanamannya merambat. Tanaman pare dapat tumbuh di semua jenis tanah dan tidak membutuhkan banyak sinar matahari untuk tumbuh, sehingga pare dapat tumbuh di tempat yang teduh. Di Indonesia ini, penyebutan pare beragam. Ada yang menyebutnya paria, papare, pepareh.

Rasa pahitnya pare yang cukup kuat, membuat tidak semua orang 'meliriknya'. Namun, siapa sangka di balik pahitnya pare, ada segudang manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Ya, karena pare mengandung sejumlah nutrisi dan zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Misalnya, bagi penderita diabetes tipe 2 yang notabenenya dikaitkan dengan kekurangan magnesium, maka mengonsumsi pare mampu membantu menambah magnesium dalam tubuh, sehingga dengannya kerja hormon insulin dapat berfungsi maksimal. Adapun hormon insulin dapat membantu mengatur kadar gula dalam darah.

Selain itu, pare juga mengandung banyak antioksidan, salah satunya vitamin C. Dengan antioksidan itulah, radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh dapat ditangkal. Kita bisa memperoleh sekitar 58 miligram vitamin C dalam 100 gram pare. Artinya, pare dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan vitamin C harian orang dewasa, yakni 90 miligram untuk laki-laki dan 75 gram untuk perempuan.

Dalam pengobatan tradisional India yang disebut Ayurweda, yakni pengobatan yang sudah dipraktikkan sejak ribuan tahun lalu, pare sering dijadikan sebagai salah satu bahan dalam pengobatannya. Selain itu, dalam pengobatan tradisional Tiongkok, pare juga sering dijadikan jus yang dipercaya mampu mengobati penyakit yang berkaitan dengan sistem pernapasan, seperti batuk, asma, bronkitis, dan lain-lain.

Selain itu, pare juga mengandung vitamin K, yakni berfungsi untuk mempertahankan kepadatan tulang, karena vitamin K tersebut berfungsi membantu pembentukan protein osteokalsin untuk proses pengerasan tulang. Bukan hanya itu, pare juga mengandung serat yang cukup tinggi, sehingga mampu melancarkan pencernaan dan kandungan antibakteri pada pare mampu mencegah masuknya bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) yang menyebabkan tukak lambung. Pare juga terbukti mampu menurunkan lemak. Berdasarkan studi yang dipublikasikan Nutrition Journal. Ditemukan bahwa ketika 42 partisipan diberi 4,8 gram ekstrak pare setiap hari, sejumlah besar lemak perut mereka berkurang.

Sungguh luar biasa manfaat pare, di balik rasa pahitnya ternyata menyimpan berjuta manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Dari pare kita bisa belajar tentang sebuah produk ciptaan Sang Maha Pencipta, yakni Allah Swt. Bahwa tiadalah sesuatu pun yang diciptakan oleh-Nya yang sia-sia. Semua ciptaan-Nya pasti ada kebaikan bagi manusia. Termasuk pare, rasa pahitnya membuat banyak orang tak menyukainya, namun jika kita menilik lebih dalam manfaatnya, mungkin banyak orang yang rela bertarung lidah dengan rasa pahitnya itu demi menuai manfaatnya.

Allah Swt mengabarkan di dalam ayat cinta-Nya:

"..tidaklah Allah menciptakan/menjadikan sesuatu itu sia-sia melainkan ada hikmahnya." (QS.Ali Imran: 191)

Dari pare, kita juga belajar, bahwa sesuatu yang sekilas tampak 'buruk' di hadapan kita, belum tentu begitulah adanya. Maka, Islam mengajarkan kita untuk tidak langsung menjustifikasi dulu segala sesuatu sebelum kita mencari tahu kebenarannya.

Membuat Jus Pare

Mengolah pare bisa beraneka cara, selain ditumis untuk pendamping makan nasi. Pare juga bisa dibuat jus. Berikut ini adalah cara membuat jus pare agar tidak terlalu pahit, sehingga jus pare dapat terasa nikmat.

Pertama, cuci bersih pare, lalu kupas kulit bagian terluarnya menggunakan alat pengupas atau pisau. Cara ini dinilai efektif untuk mengurangi rasa pahit dari pare.

Kedua, belah pare menjadi dua bagian, kemudian buang bijinya hingga bersih.

Ketiga, iris pare tipis-tipis lalu remas-remas menggunakan garam. Setelah itu, diamkan selama 20-30 menit. Perlu diketahui, garam dapat membantu mengeluarkan sari pahit dari pare. Setelah didiamkan, cuci kembali pare sebelum diolah.

Keempat, untuk mengurangi rasa pahit dari pare, rendam pare di dalam yoghurt selama kurang lebih 1 jam sebelum dibuat jus.

Kelima, tambahkan gula secukupnya saat membuat jus. Hal ini untuk menyeimbangkan rasa pahit dari pare.

Keenam, rebus pare dengan tambahan gula dan cuka secukupnya. Rebus sampai mendidih, kemudian rendam sampai air rebusan dingin. Campuran ini akan membuat pare tidak terlalu pahit ketika dibuat jus.

Demikianlah, beberapa cara yang bisa dilakukan demi mengurangi rasa pahit pare ketika dibuat jus. Semoga bermanfaat![]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Para Penjual Ayat Allah Swt

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang pedih.” (TQS Al Baqarah [2] : 174).


Oleh : Novida Sari, S.Kom.
(Ketua Majelis Taklim Islam Kaffah Mandailing Natal)

NarasiPost.Com-Kaum Yahudi memiliki tabiat untuk menyembunyikan kebenaran yang berasal dari Allah Swt. Tak terkecuali pada kenabian Muhammad Saw. yang sudah tertulis pada kitab-kitab mereka. Mereka mengenal sifat-sifat kenabian Muhammad dengan baik melebihi mereka mengenal anak mereka sendiri. Hal ini mereka lakukan karena kekhawatiran akan nikmat dunia yang didapat menghilang karena faktanya sang nabi terakhir bukan berasal dari bangsa mereka.

Sebelum Islam datang, bangsa Arab sangat menghormati kaum Yahudi. Yahudi telah biasa menjadi pemimpin manusia. Di sepanjang peradaban Yahudi, ada begitu banyak nabi dan rasul yang menjadi pemimpin mereka. Ibnu Abbas menyebutkan di antara 124.000 orang (nabi dan rasul) yang diutus oleh Allah Swt. kepada umat manusia, hanya 20.000 orang saja yang bukan berasal dari bani Israil. Sehingga mereka biasa dimuliakan, diberikan hadiah dan pemberian-pemberian dari orang Arab.

Akan tetapi, kaum Yahudi tidak ingin kehilangan pemberian-pemberian ini. Mereka takut jika nanti orang-orang Arab akan meninggalkan mereka dan mengikuti sang khatamul anbiya, Nabi Muhammad Saw. Pada akhirnya mereka mau menukar hidayah Allah Swt. dan menukar pemberian-pemberian yang bersifat duniawi dengan harga yang murah. Padahal yang mereka dapatkan hanyalah kerugian demi kerugian. Bagaimana tidak, perhiasan dunia yang mereka dapatkan dari penjualan ayat Allah Swt. dengan dunia yang tidak ada apa-apanya itu telah melenakan. Mereka merugi di dunia dan akhirat.

Di dunia, Allah Swt. telah menampakkan tanda-tanda kebenaran Rasulullah Muhammad Saw. melalui mukjizat dan dalil-dalil yang qath’i (pasti). Namun, karena kekhawatiran tidak akan bisa memimpin umat manusia seperti masa-masa sebelumnya, akhirnya kaum Yahudi pun menyembunyikan kebenaran itu sedemikian rupa serta memutarbalikkan fakta kebenaran melalui rahib-rahib mereka. Akan tetapi, pada akhirnya Allah Swt. menunjukkan hidayah kepada bangsa Arab, mengimani kerasulan Muhammad, mengikuti Islam, bahkan memerangi bangsa Yahudi. Ini adalah kerugian mereka di dunia.

Di akhirat, Allah Swt. mengatakan,
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang pedih.” (TQS Al Baqarah [2] : 174).

Meskipun ayat ini bercerita tentang orang Yahudi, akan tetapi ayat ini berlaku umum. Ayat ini juga berlaku pada kaum muslim. Sehingga kaum muslim harus berhati-hati dan mengambil pelajaran dari apa yang Allah Swt. beritakan agar tidak mendapat kerugian di dunia dan akhirat.

Pada ayat ini disebutkan bahwa orang yang menyembunyikan apa yang Allah Swt. turunkan dan menjualnya dengan harga yang murah yakni dengan kesenangan dunia, maka mereka tidak memakan ke dalam perutnya melainkan api. Ini merupakan majas mursal, karena tidak akan ada orang yang mau memakan api. Akan tetapi harta yang mereka peroleh dari membelokkan manusia dari dalil yang mereka sembunyikan kebenarannya, lalu mereka pun makan dan hidup dengannya. Kelak, apa yang mereka makan itu yang akan membuat mereka masuk ke neraka.

Terkadang manusia berpikir, tidak apa-apa jika melakukan dosa hari ini. Besok ataupun nanti bisa bertobat karena Allah Swt. Maha Penerima tobat. Lalu keluarlah fatwa demi kepentingan dunia sehingga menzalimi orang lain. Dalam hal ini, tobat yang melibatkan hak manusia yang terzalimi haknya bukanlah perkara yang mudah. Bisa saja orang yang dizalimi itu kehilangan nama baik dan kepercayaan dari masyarakat atau bahkan ia kehilangan nyawa karena fatwa yang dikeluarkan. Sehingga bisa saja tobat itu menjadi kemustahilan. Belum termasuk pada perkara apakah nanti ada waktu untuk bertobat, apakah nanti tobatnya akan diterima Allah Swt. dan bagaimana dengan investasi dosa dari orang-orang yang menerima fatwa yang dikeluarkan.

Hidup di dunia adalah ujian, oleh karenanya, manusia harus menyadari bahwa berharap pada rida Allah Swt. di atas segalanya. Alangkah meruginya orang-orang yang menjual ayat Allah Swt. dengan dunia yang tidak sebanding dengan akhirat. Ampunan dan hidayah Allah Swt. adalah kemewahan di atas kemewahan apa pun di dunia. Allah Swt. akan mencukupkan rezeki makhluk-Nya di dunia. Rezeki itu akan diberikan sesuai dengan kebutuhan, asal tetap yakin, berusaha dengan cara yang benar dan berdoa. Bukankah Allah Swt. telah menjaminnya bahkan sebelum manusia diciptakan? Wallahu a’lam.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Dari Hobi Tik Tokan Sampai Jadi Kaum Rebahan

"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Teenager "


Oleh : Tri Rejeki

NarasiPost.Com-Tik Tok, aplikasi yang sedang mendunia ini benar-benar telah berhasil menghipnotis hampir seluruh kaum remaja. Buktinya, hampir seluruh remaja di dunia menginstal aplikasi Tik Tok ini, walaupun hanya sekadar untuk scroll-scroll saja, atau bahkan sampai membuat video versi mereka sendiri.

Aplikasi ini telah menjadikan kaum remaja kecanduan bermain hand phone dan membuat mereka menjadi kaum rebahan yang kerjaannya cuma menunggu like and comment dari dunia maya. Apalagi di masa pandemi ini, para remaja semakin parah terjangkit virus Tik Tok. Mereka menjadi semakin sering rebahan.

Bagaimana tidak? Setiap bangun tidur, yang pertama kali dibuka dan dilihat adalah hand phone. Belum sempat cuci muka dan bersih-bersih diri, eh, langsung buka Tik Tok dan joget-joget di depan kamera, kemudian langsung di-upload. Kalau sudah capek, mereka tinggal rebahan lagi dan malas melakukan kegiatan lainnya.

Hai, Guys! kalian itu masih muda, loh. Usia remaja adalah usia yang produktif. Kalian seharusnya tidak menjadikan masa muda sia-sia, hanya karena waktu dihabiskan untuk Tik Tok-an dan rebahan.

Selain itu, kita sebagai muslimah juga dilarang untuk melenggak-lenggokkan tubuh, apalagi sampai direkam di depan kamera, diupload, disebarluaskan, dan dilihat oleh berjuta-juta mata laki-laki yang bukan mahram.

Wahai sahabat salehah, sadarlah bahwa hal itu  dapat menyebabkan dosa dan maksiat. Sebagai muslimah, seharusnya kita memiliki rasa malu karena rasa malu adalah salah satu yang harus kita jaga. Selain untuk menjaga kehormatan diri, kita juga membantu kaum laki-laki, agar dapat menundukkan dan menjaga pandangan dari yang bukan mahram.

Di dalam Islam, wanita muslimah sangatlah dijaga dan dihormati. Karena itu, sebagai muslimah, seharusnya kalian bisa menjaga kehormatan diri. Salah satu cara adalah tidak berjoget-joget di Tik Tok, tidak meng-upload video-video joget, apalagi dengan menggunakan pakaian yang tidak sesuai syariat Islam. Semua itu sangat berpotensi menimbulkan dosa dan  merupakan suatu kemaksiatan, na'uzubillaahiminzaliik.

Selain itu, janganlah kalian menghabiskan banyak waktu hanya untuk rebahan. Selain mengganggu kesehatan, kalian tidak akan dapat menggali potensi yang telah Allah Swt. berikan.

Sahabat muslimah, hidup ini bukan hanya untuk Tik Tok-an, apalagi sekadar rebahan. Allah Swt. menciptakan kita untuk beribadah kepada-Nya, serta memperbanyak amal kebaikan, dengan kemampuan  yang telah Allah Swt. berikan.

Apabila kalian mau melihat Tik Tok, lihatlah hal-hal yang bermanfaat, lihatlah kajian-kajian Islam yang akan menambah keimanan kepada Allah Swt. Buatlah konten-konten yang menyentuh hati manusia, yang bertujuan membuat mereka jadi semakin taat dan takwa kepada Allah Swt.

Di masa pandemi ini, gunakanlah waktu yang ada untuk melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah Swt., jadikan sebagai musahabah, merenungi diri, agar menjadi lebih baik, dan meningkatkan ketaatan serta ketakwaan kita kepada Allah Swt.

Selain itu, daripada hanya sekadar joget-joget di Tik Tok dan rebahan saja, lebih baik melakukan hal yang bermanfaat karena masa remaja adalah masa-masa emas. Lebih baik kalian mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu Islam yang bermanfaat.

Masa remaja adalah masa emas untuk menggali potensi agar dapat bermanfaat di dunia dan di akhirat. Jadi sebagai muslimah, marilah kita menjaga diri dan kehormatan di dunia yang penuh fitnah ini, dan janganlah mengikuti trend-trend yang hanya akan menjatuhkan kehormatan dan martabat kita sebagai muslimah. Karena kita adalah muslimah, yang diibaratkan seperti mutiara yang sangat berharga di dalam kerang, dan sangat terjaga kehormatannya.

Ukhty Solihah, jadilah remaja yang ideal di dalam Islam, yaitu dengan menyibukkan diri mempelajari ilmu-ilmu Islam, memahami dan menerapkan hukum-hukum Syara', serta sering-seringlah mengkaji Islam, untuk kemudian  mendakwahkannya, karena dengan begitu, kita akan mendapatkan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Taliban dan Arah Perubahan

"Melihat peta arah politk Taliban, maka isu mendasar bukanlah perubahan sistem pemerintahan dari rezim sebelumnya, melainkan sekadar rekontruksi pemerintahan yang masih tetap dalam kendali Amerika dan sekutunya, juga pion politiknya yang akan terus membungkam para pejuang mujahidin atau masyarakat yang menghendaki perubahan sistem."


Oleh. Maman El Hakiem

NarasiPost.Com-Sudah menjadi topik utama berita dunia. Taliban akhirnya mengambilalih kekuasaan di Afghanistan. Presiden resminya, Ashraf Ghani, kabur dari singgasananya di Kabul, Afghanistan. Terjadi ketakutan masyarakat saat Taliban kembali menguasai pemerintahan, setelah dua puluh tahun lamanya hidup dalam rezim boneka buatan Amerika pasca tragedi WTC (11/9/2001) Afghanistan menjadi sasaran serangan Amerika dengan isu Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Dalih perang melawan terorisme (war on terorism) menjadi alasan pembenaran tindakan brutal Amerika dan sekutunya menghabisi para pejuang mujahidin yang ada di Afghanistan.

Afghanistan adalah negeri kaum muslim yang terjajah, selain masih banyaknya pertikaian antarsuku, seperti Tajik dan Pashtun. Pasthun, suku mayoritas di Afghnistan yang mendapat dukungan Pakistan dari segi moril dan materil, tidak lain merupakan pion Amerika. Taliban dibentuk untuk menggantikan kekuasaan Gulbuddin Hekmatiyar karena kelemahannya dalam peseteruannya dengan kekuataan bersenjata pimpinan Ahmad Shah Masud dari suku Tajik pada tahun 1994. (Buku “Negeri-Negeri Kaum Muslim Yang Terjajah”, hal: 96)

Taliban berasal dari bahasa Pastho, artinya “murid”, kelompok milisi ini telah berhasil meraih tampuk kekuasaan, namun karena adanya pergeseran arah politik yang tidak dikehendaki tuannya dengan isu “Imarah Islamiyah” nya dan perlindungan terhadap Osama Bin Laden, menjadi alasan Amerika untuk menghabisinya. Namun, inilah perjalanan politik yang tidak lepas dari intrik dan kelicikan. Setelah dua puluh tahun Amerika melancarkan misi politik kerasnya, ternyata tidak membuahkan hasil, malah mengalami kerugian dengan banyak korban, setidaknya 2.400 prajurit AS tewas. (BBC News, 29/2/2020)

Amerika akhirnya meneken kesepakatan dengan Taliban di Doha (Qatar) untuk mengakhiri perang yang melelahkan tersebut, militer AS dipaksa untuk hengkang kaki dari Afgabistan. Namun, jika masyarakat cerdas membaca politik Amerika, tentu semua adalah siasat Amerika memenangkan pengaruh hegemoninya di tengah serangan ekonomi Cina. Amerika mengalihkan strategi perangnya menjadi negosiasi kepentingan ekonomi dan politik ideologis jangka panjang. Karena itu, kembalinya Taliban mengambil alih kekuasaan, tidak akan pernah lepas dari kebijakan politik Amerika, baik secara langsung maupun melaui pionnya di Kawasan Asia Tengah, seperti Pakistan yang sangat fleksibel.

Angin perubahan politik di Afghanistan masih harus diperjuangkan rakyatnya, terutama mereka yang benar-benar ikhlas ingin menerapkan aturan Islam secara kafah. Calon kuat presiden yang akan didaulat Taliban adalah Mullah Abdul Ghani Baradar, tahanan AS yang disimpan di Pakistan sejak tahun 2010 dan dibebaskan tahun 2018 sebagai bagian dari negosiasi antara Taliban dan AS.

Melihat peta arah politk Taliban, maka isu mendasar bukanlah perubahan sistem pemerintahan dari rezim sebelumnya, melainkan sekadar rekontruksi pemerintahan yang masih tetap dalam kendali Amerika dan sekutunya, juga pion politiknya yang akan terus membungkam para pejuang mujahidin atau masyarakat yang menghendaki perubahan sistem. Amerika akan memanfaatkan kepemimpinan Taliban dengan misi utamanya memenangakan persaingan ekonominya dengan Cina dan mengukuhkan ideologi kapitalismenya di negeri-negeri kaum muslim.

Ada catatan yang dilansir media, bahwa Taliban ketika memegang kekuasaan pada 1996-2001 menetapkan sistem yang ultrakonservatif. Di antaranya perempuan wajib mengenakan burkak, laki-laki harus berjenggot, tak boleh menonton televisi nonkeagamaan dan lainnya.

Menurut Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, di Qatar, Doha, mengatakan bahwa kali ini perempuan tak harus mengenakan burkak, tapi dia juga tak menyebut pakaian apa yang bisa diterima. Terpisah, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, turut buka suara soal pendudukan Taliban. "Jika Taliban mengatakan mereka akan menghormati hak-hak warganya, kami akan mengawasi mereka dalam melaksanakan pernyataan," kata Price. (CNN Indonesia,18/8/2021)

Kekuasaan itu milik umat, namun arah perubahannya sangat ditentukan bagaimana pemahaman umat akan sebuah sistem kekuasaan yang bukan saja amanah dan meri'ayah umat, melainkan harus diselaraskan dengan hukum Allah Swt. Jika arah perubahan kekuasaan Taliban di Afghanistan masih saja mengekor pada kepentingan sistem sekuler kapitalisme atau sosialisme, maka negeri para mujahidin tersebut sesungguhnya masih terjajah.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan” (TQS al-Anfal [8]: 24).

Wallahu’alam bish Shawwab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tuan, Oh Tuan!

Dalam sistem wakanda manusia yang berkuasa.
Harta dipuja bak Sang Pencipta.
Sementara Dia Sang Pemilik semesta.
Diabaikan dan dipandang sebelah mata.


By: Messy Ikhsan
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

Ada tuan yang meramu bahasa
Bahwa negeri wakanda pemuja aturan logika
Urusan agama hanya ritual semata
Sementara aturan Tuhan dicampakkan entah ke mana

Ada tuan yang merangkai kata
Bahwa malaikat yang suci dan mulia
Bisa berubah jadi setan yang hina
Tatkala terjun dalam sistem negeri wakanda

Semua itu teruntai dari mulut tuan
Yang duduk di singgasana tahta kekuasaan
Bukan berasal dari oposisi yang berseberangan
Bukan bersumber dari musuh kepemimpinan

Kalau tuan berkenan membuka mata
Mengedepankan akal dan logika secara saksama
Bukan perasaan dan hawa nafsu manusia
Pasti tuan temukan hal istimewa

Dalam sistem wakanda manusia yang berkuasa
Harta dipuja bak Sang Pencipta
Sementara Dia Sang Pemilik semesta
Diabaikan dan dipandang sebelah mata

Hanya saja, tuan segan membongkar fakta
Khawatir jadi sasaran empuk pengusung tahta
Yang sombong dan berbaju jumawa
Sehingga memiliih mendendam di rongga dada

Atau jangan-jangan mulut tuan tak berguna
Sebab, disumbat oleh fatamorgana dunia
Ups, aku lupa menyetir kata-kata
Sehingga terbongkar rahasia sang raja

Jika tuan mau serius dan bijaksana
Mengurusi setiap insan yang bernyawa
Pasti akan garuk-garuk kepala Melihat aturan manusia yang berkuasa

Pihak yang benar dipandang sebelah mata
Sementara pihak yang salah sangat dipuja
Pihak koalisi dihadiahi kursi tahta
Pihak oposisi didoakan segera sirna

Aku tahu tuan punya hati
Ingin simpati dan peduli pada masalah negeri
Namun, mulut lebih dulu terkunci
Karena tergadai oleh iming-iming duniawi

Aku tahu tuan punya perasaan
Tak ingin melihat kejahatan dan kemaksiatan
Namun, raga terlebih dulu menduduki jabatan
Karena terpikat ambisi dan kekuasaan
Walau mengabaikan perintah dan syariat Tuhan

Oh, tuan … sudahlah!
Berubah dan berhijrahlah
Sudah cukup mengkhianati Allah dan Rasulullah
Sebelum tuan binasa dan musnah

Oh, tuan … berhentilah!
Sudah cukup bermuka dua dan indah
Bertobat dan insaf segeralah
Sebelum nyawa enyah dan musnah[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com