Refleksi Setahun Wabah Corona, Urgensi Menegakkan Doa Dan Usaha

"Pandemi Covid-19 akan terus merebak selama tidak ada kerjasama antara penguasa dengan rakyat dalam penanganannya dan berpaling dari syariat Islam yang memberikan solusi penanganan wabah tsb."


Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Alumni Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam UI)

NarasiPost.Com-Seperti yang dapat dirasakan oleh seantero negeri, pandemi yang sudah melewati “haul” pertamanya kini masih istikamah di tengah masyarakat. Sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia, pandemi yang panjang dan melelahkan ini, per 14 Juli 2021 telah merenggut 68.219 nyawa, yang di antaranya termasuk 1.183 tenaga kesehatan serta 580 lebih alim ulama negeri. Data itu tentu bukan sekadar angka statistik, melainkan nyawa-nyawa manusia yang berkonsekuensi pada semakin banyaknya istri yang menjanda, suami yang menduda, anak yang yatim-piatu, hingga murid yang kehilangan guru tempat ilmunya disandarkan.

Masih eksisnya pandemi Covid-19 seharusnya menjadi perhatian serius bagi seluruh elemen negeri, dari hulu hingga ke hilir. Hal ini tentunya menjadi keharusan, mengingat masih banyaknya pihak yang menunjukkan ketidakpedulian untuk mengakhiri pandemi ini. Berbagai upaya sudah berusaha dilakukan untuk menghentikan laju penularan virus ini, salah satunya adalah dengan imbauan untuk melakukan doa bersama keluarga, mulai dari level RT hingga pemerintah pusat. Tentu ini adalah inisiasi yang baik, namun tetap perlu mendapatkan catatan, bila memang benar-benar mengharapkan agar pandemi segera usai.

Pemahaman yang tidak menyeluruh terkait doa akan bisa melahirkan fatalisme, yakni orang-orang yang berpasrah pada keadaan dan enggan menegakkan ikhtiar. Padahal dalam kondisi pandemi seperti hari ini, pemahaman utuh tentang penanganan wabah harus terkristalisasi di benak setiap orang, baik rakyat maupun penguasa. Pemahaman yang benar tentang penanganan wabah ini tentu datangnya dari para ahli dan pakar terkait, bukan serta-merta datang dari siapa pun yang memegang kendali kuasa.

Akan tetapi, setahun sudah pandemi ini berlangsung, fakta yang terjadi di lapangan amatlah tidak ideal. Warga masih banyak yang abai terhadap protokol kesehatan yang dianjurkan para ahli untuk menekan penyebaran virus, masih banyak juga yang termakan hoaks serta informasi keliru yang sarat akan konspirasi seputar pandemi, padahal para pakar yang memang kompeten membahas ini sudah menjelaskan sedemikian detil dan jelas, bahkan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam.

Adapun di pucuk kekuasaan, mulai dari sikap meremehkan pandemi yang dipertunjukkan saat awal virus ini muncul, pengambilan kebijakan dan peraturan yang terkesan plin-plan dalam penanganan pandemi, hingga komunikasi politik pandemi yang jauh dari sesuai tentu turut andil atas konsistennya pandemi ini di tengah masyarakat. Sikap penguasa yang demikian juga akhirnya memunculkan kekurangpercayaan bahkan distrust dari rakyat, karena menganggap pemerintah tidak tanggap dan tidak becus mengurus kepentingan rakyat di tengah pandemi ini.

Dalam sudut pandang seorang muslim, bila penguasa dan rakyatnya sama-sama menjadikan syariat Islam sebagai pegangan, agaknya bukan hal yang berlebihan bila dikatakan bahwa pandemi Covid-19 akan jauh lebih tertangani dibandingkan hari ini. Penguasanya akan mengesampingkan berbagai kepentingan duniawi demi memenuhi kepentingan umum dengan menjalankan syariat menghadapi wabah, dan rakyatnya pun dengan sukarela menaati dan menegakkan berbagai cara perlindungan dan pencegahan diri agar tidak terpapar wabah. Penguasanya akan menutup akses keluar dan masuk manusia dari dan ke tempat wabah, menutup berbagai akses informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, serta rakyat akan memaksimalkan ikhtiarnya untuk menyetop penyebaran wabah. Seluruhnya juga dilaksanakan atas dasar kesadaran bahwa baik penguasa maupun rakyat, kelak akan dihisab sesuai amal masing-masing sesuai kedudukannya di akhirat oleh Allah swt.

Lagi-lagi terdapat pelajaran yang dapat diambil dari setahun pandemi di Indonesia, bahwa negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini memiliki panduan dari agamanya terkait penanganan wabah. Panduan agung ini ditujukan bukan hanya kepada para pemangku kuasa sebagai pengambil kebijakan, namun juga kepada rakyat yang tentu mendapat pengaruh dari kebijakan yang ditetapkan.

Bila panduan syar’i ini diterapkan oleh mereka yang di atas dan yang di bawah dengan penuh keseriusan, kerjasama, serta kesadaran akan telitinya perhitungan Allah di Hari Perhitungan nanti, maka salah satu tujuan dari diterapkannya syariah, yakni untuk hifzhun nafs atau menjaga jiwa akan tercapai. Bukan hanya itu, pelaksanaan panduan syar’i yang merupakan manifestasi ketakwaan kepada asy Syari’ ini juga akan bisa menjadi wasilah diberkahinya penduduk bumi oleh Allah Swt., sebagaimana yang sudah termaktub di dalam Kalamullah,

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS. Al A’raf: 96)[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com