Data Pribadi Warga Bocor, Siapa yang Teledor?


Oleh. Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)

NarasiPost.Com-Mendapatkan jaminan keamanan di negeri ini menjadi salah satu hal yang cukup sulit diharapkan. Pasalnya, aktivitas kriminal tak lagi hanya di dunia nyata, kini aktivitas tersebut telah merambah ke dunia maya. Ya, kejahatan digital namanya. Kejahatan yang tak kasat mata namun terlihat nyata dampak buruknya di hadapan.

Kejahatan digital ini sangat berbahaya karena berdampak fatal dalam kehidupan. Salah satu yang dilakukan oleh para penjahat digital biasanya dengan meretas situs yang dikehendaki dan membagikan data pribadi penggunanya. Dampak nyata yang mudah diindera misalnya jebolnya tagihan kartu kredit tanpa digunakan oleh pemiliknya. Atau juga banyaknya kasus penipuan yang kerap mampir ke nomor ponsel kita. Jika pengguna lepas kewaspadaannya, maka dengan mudah terjerat dengan bujuk rayu penipu.

Sebagaimana dilansir dari kompas.com (21-05-2021) bahwa terdapat 279 juta data penduduk yang dibobol dari laman BPJS Kesehatan. Melalui sebuah twit viral pada Kamis (20/5/2021), disebutkan data penduduk yang bocor ini dijual ke forum online 'Raid Forums' oleh seorang member dengan nama samaran Kotz.

Isu kebocoran data pribadi warga ini bukanlah yang pertama kali terjadi, melainkan sudah ke sekian kali. Tentu masih belum hilang dari ingatan kasus yang menimpa situs e-commerce Bukalapak pada 2019 lalu, di mana 13 juta data pengguna beredar di internet. Kemudian kasus yang lebih heboh lagi yakni bocornya data 91 juta pengguna Tokopedia pada Mei 2020. Pun parahnya, data pasien Covid-19 juga berhasil dicuri peretas.

Semestinya kasus ini segera ditangani secara serius supaya tak kembali berulang. Sebab kebocoran data pribadi ini bukanlah hal yang tampak main-main. Terlebih kejahatan cyber senantiasa mengalami perkembangan yang cukup signifikan.

Siapakah yang Teledor?

Terdapat beberapa dugaan penyebab terjadinya kebocoran data pribadi ini. Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menyebut ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan data digital, yakni teknologi, Sumber Daya Manusia (SDM), dan prosesnya.

Dari sisi teknologi, Ismail menerangkan harus dilihat apakah alat-alat dan software yang digunakan selalu di-update atau tidak. Kemudian, sumber daya manusia yang mengelola ini harus mumpuni dalam pengelolaan keamanan data. Ketiga, proses dalam pengelolaan ini harus rigid dan selalu ada pengecekan berkala, entah setiap hari atau mingguan. (sindonews.com, 27/5/2021)

Hal ini jelas perlu dilakukan penelitian secara mendalam sehingga penyebab pasti adanya kebocoran data pribadi penduduk ini dapat segera diketahui. Data pribadi penduduk ini memang menjadi incaran bagi para pelaku kejahatan digital. Sebab jika data ini jatuh pada orang yang tidak tepat akan digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, semisal pemalsuan identitas KTP atau kejahatan dalam bidang perbankan salah satunya menjebol rekening korban.

Mengingat betapa fatalnya dampak dari adanya kebocoran data ini, maka penanganan serius harus segera dilakukan. Jika terlambat dalam penanganannya, maka bisa dipastikan masyarakatlah yang menjadi pihak paling terdampak menderita kerugian secara materiil.

Tak perlu saling lempar tanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan ini. Bukannya menyelesaikan, sebaliknya akan semakin menambah runyam persoalan. Semestinya antarlembaga negara terjadi kerja sama saling berkesinambungan, sehingga masalah kebocoran data ini jikalau sudah terlanjur terjadi bisa segera diselesaikan. Pun bisa segera melakukan perbaikan sistem sehingga kejadian serupa tak terulang kembali.

Usulan untuk segera disahkannya Undang-undang Perlindungan Data Pribadi kiranya bukan satu-satunya solusi yang tepat. Sebab selama negara ini masih menggunakan sistem kapitalisme demokrasi dalam mengatur negaranya, maka undang-undang yang ada hanya akan menjadi pajangan. Undang-undang tersebut tak akan menjadi instrumen hukum yang akan menjerat pelakunya dengan tegas. Sudah menjadi rahasia umum yang tak bisa ditutupi lagi bahwa instrumen hukum di negeri ini bak pisau yang senantiasa tajam ke bawah.

Islam Menjamin Keamanan

Islam sebagai sistem mulia menyelesaikan setiap persoalan secara tuntas, termasuk dalam hal keamanan masyarakat. Sebagaimana sudah diketahui bahwa Islam dalam institusi Khilafah memberikan jaminan keamanan bagi masyarakatnya, baik muslim maupun nonmuslim.

Jaminan keamanan yang diberikan oleh Khalifah salah satunya adalah dengan memberikan perlindungan atas keamanan data pribadi masyarakat tanpa memandang status masyarakat tersebut. Sehingga negara memaksimalkan perannya untuk melakukan perlindungan keamanan data tersebut.

Pada era serba digital seperti ini, jelas peluang terjadinya kejahatan di dunia maya selalu ada. Untuk itu, dibutuhkan instrumen teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni agar keamanan data pribadi masyarakat dapat terjamin dengan baik. Sumber daya manusia yang mumpuni ini bisa diambil dari para ahli di bidang teknologi informasi.

Antarlembaga negara yang berkaitan juga bekerja sama saling bersinergi, sehingga tak terjadi tumpang tindih wewenang. Pun dibutuhkan juga instrumen hukum yang terealisasi dalam aturan yang jelas, sehingga tak terjadi tarik ulur kebijakan yang berpeluang semakin melemahkan jaminan keamanan.

Hal ini benar-benar bisa dilakukan jika negara berdaulat penuh secara mandiri, yakni dalam institusi Khilafah. Khilafah pun tak mudah menampakkan kelemahan negara dengan meminta bantuan asing. Khilafah dengan sekuat tenaga memberikan perlindungan data pribadi masyarakat. Sehingga jaminan keamanan dan kenyamanan masyarakat bukanlah hal yang mustahil diperoleh dalam naungan Khilafah.

Wallahu a'lam bish showab.[]


Photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tes Wawasan Kebangsaan: Formalitas Mengusir Pejabat?

Jihad yang palig afdhal adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa yang zalim." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Dailami)


Oleh: Uqie Nai
(Anggota Menulis Kreatif4)

NarasiPost.Com-Penanganan tindak korupsi memang selalu hangat diperbincangkan, di samping pelakunya dikecam tak terpuji karena menggelapkan serta merugikan uang rakyat, tindakan ini pun mau tidak mau mengharuskan adanya lembaga independen, cakap, tangkas, dan berani mengusut tuntas hingga ke akarnya. Pasalnya, para koruptor bukanlah orang-orang biasa dengan penyimpangan dana ecek-ecek, melainkan orang dengan level high class dari tingkat pejabat hingga konglomerat yang berkecimpung dengan hak publik. Maka, demikian pula dengan lembaga berwenang yang menindaknya, haruslah memiliki pribadi taat, bersih dan lurus tanpa intervensi siapapun dan dari manapun. Berangkat dari kriteria inilah disinyalir tes wawasan kebangsaan pada 75 pegawai senior KPK berujung terjadinya polemik beberapa waktu lalu.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menyampaikan kesangsiannya terhadap hasil tes wawasan kebangsaan atas 75 pegawai senior KPK. Menurutnya, tes tersebut adalah upaya untuk menyingkirkan 75 pegawai senior agar tidak lulus TWK hingga tidak bisa lagi berdinas di KPK alias dipecat. Samad juga menyebutkan bahwa 75 pegawai KPK tersebut adalah orang-orang lurus dan tetap menjaga marwah KPK. Maka ia tidak bisa membayangkan jika mereka disingkirkan, akankah ada OTT sekelas menteri? Ujarnya di forum diskusi Polemik Trijaya "Dramaturgi KPK." (tribunnews.com, 8/5/2021)

Di pihak lain, sejumlah pegawai KPK mengungkapkan keanehan dalam TWK, salah satunya adalah pertanyaan yang tidak sesuai dengan kepentingan kebangsaan, misalnya pertanyaan tentang doa qunut, sikap terhadap LGBT dan soal yang mengarah pada pelecehan pada pegawai perempuan.

Namun, pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) membantahnya dengan mengatakan soal-soal tersebut dibuat berbeda dengan tes CPNS. Soal TWK menggunakan multimethode dan multi-asesor yang melibatkan Dinas Psikologi TNI AD, BNPT, BAIS dan Pusat Intelijen TNI AD.

Menanggapi polemik di atas, akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Oce Madril mengatakan bahwa tidak terlihat adanya relevansi antara soal TWK dengan kompetensi jabatan yang diemban oleh staf KPK. Oce mempertanyakan, "Apa motivasi soal-soal itu digunakan? Kenapa tes kebangsaan soalnya seperti itu?" (kompas.com, 7/5/2021)

Kapitalisme Sumber Lahirnya Praktik Korupsi

Sejatinya, keberadaan pejabat lurus dan independen mengusut tuntas koruptor semestinya menjadi angin segar bagi negara untuk memerintah secara aman dan nyaman, bebas dari perilaku tak amanah yang tak pernah ada habisnya. Tapi sayang, harapan itu tak sejalan dengan amanat yang terkandung dari paham demokrasi kapitalisme di negeri ini dan negara lainnya di luar sana. Paham ini menafikan pentingnya memiliki perilaku bersih dan lurus demi eksis berlimpah materi. Kesenangan duniawi dengan segudang kemewahannya bisa menyimpangkan sifat baik kepada sifat jahat, sehingga wajar kiranya jika kapitalisme membidani lahirnya para koruptor. Bahkan wajar pula muncul ketakutan dari pemangku kebijakan jika dirinya akan menjadi OTT kemudian berusaha mengeliminasi keberadaan pejabat independen dan lembaganya dengan segala cara, termasuk dengan tes wawasan kebangsaan (TWK).

Kapitalisme dengan derivatnya (demokrasi, sekuler, liberal) sudah banyak memperlihatkan ketimpangan dan penyimpangan. Bukan saja di ranah pemerintahan tapi juga ranah ekonomi yang berbasis ribawi, sosial yang bernuansa egoistik, politik dengan korporatokrasi, sementara budaya, bersifat hedonis, bebas, tanpa batasan syara'. Maka, bagaimana mungkin kehidupan berbangsa dan bernegara akan bersih dari kecurangan?

Kembali pada Islam Kafah, Koruptor Jera

Apa yang terjadi pada kasus di atas adalah sebagai dampak dari aturan yang berasal dari nafsu manusia, yakni kapitalisme. Ketenangan serta kesejahteraan masyarakat akan sulit terpenuhi karena keserakahan atas jabatan, mahar demokrasi yang teramat mahal, dan simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha.

Tidak aneh kiranya negara dalam sistem ini selalu gagal meri'ayah rakyatnya meski ribuan kali undang-undang dibuat, kabinet direshuffle.
Lain halnya jika suatu negara menerapkan ideologi Islam dalam sistem pemerintahannya. Aturannya sempurna, kompatibel, dan bersifat komprehensif. Negara yang melandaskan kebijakannya pada syariat Islam akan menutup celah masuknya paham sekuler. Masyarakat dalam negara Islam dibentuk agar memiliki akliyah dan nafsiyah islamiyyah, sehingga terwujud pribadi-pribadi Islam (syakhsiyah Islam) dalam aktivitas berbangsa dan bernegara.

Institusi Islam tidak membutuhkan banyak lembaga untuk menangani masalah kecurangan apalagi jika antarlembaga tersebut saling kontradiktif seperti saat ini. Masyarakat dalam naungan institusi Islam, memahami betul pentingnya amar makruf nahyi munkar dan wajibnya mengoreksi penguasa (muhasabah lil hukkam) sebagai bagian dari aktivitas jihad.

Rasulullah pernah bersabda :
"Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Maka jika ia tak mampu dengan tangannya, ubahnya dengan lisannya. Jika dengan lisan tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

Dalam hadis lain yang diriwayatkan Abu Said al-Khudri, Rasulullah Saw. bersabda:
Jihad yang palig afdhal adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa yang zalim." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Dailami)

Dalam aturan Islam terdapat larangan keras menerima harta ghulul, yaitu harta yang diperoleh para wali (gubernur), para amil (kepala daerah setingkat wali kota/bupati) dan para pegawai negara dengan cara yang tidak syar’i, baik diperoleh dari harta milik negara maupun harta milik masyarakat. Pejabat akan memeroleh gaji/tunjangan. Selain itu harta-harta yang diperoleh karena memanfaatkan jabatan dan kekuasaanya seperti suap, korupsi maka termasuk harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang.
Ketika terjadi praktik kecurangan, maka negara akan memberikan sanksi tegas sesuai tingkat kecurangan dan dampaknya. Diawali dengan cara 'pembuktian terbalik'. Pejabat yang diangkat oleh kepala negara akan diaudit harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat. Jika kekayaannya bertambah pasca memegang jabatan, maka sanksi diberikan sesuai ijtihad kepala negara (al-imam/khalifah). Bisa berupa penyitaan aset kekayaannya, diekspos (tasyhir), penjara, atau hukuman mati.

Jika pemimpin dalam institusi Islam begitu tegas memberi sanksi kepada pelaku kecurangan, tentu tidak diperlukan adanya TWK, tidak akan ada lagi para koruptor yang bebas melenggang atau kabur tiada rimbanya. Negara cukup memberi arahan kepada masyarakat dan pejabat agar berpegang teguh pada kitabullah dan sunnah Nabi-Nya. Wallahu a'lam bi ash Shawwab.[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Islam Wujudkan Kebangkitan Hakiki

"Kebangkitan atau kemajuan bangsa bukan ditentukan oleh faktor teknologi semata, namun oleh pemikiran. Dengan ketinggian taraf berpikir menjadikan seseorang atau bangsa akan berubah menjadi lebih baik. Ia akan mengubah kondisinya."


Oleh. Nina Marlina, A.Md
(Muslimah Peduli Umat)

NarasiPost.Com-Dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) tahun 2021, Wakil Bupati Bandung, Sahrul Gunawan meminta para pemuda di Kabupaten Bandung untuk tidak menjadi generasi rebahan atau pemalas di era pesatnya teknologi informasi. Mereka harus memanfaatkan teknologi informasi secara kreatif. Menurutnya, teknologi informasi harus dimanfaatkan pemuda untuk membangun bangsa. Salah satunya dengan memberikan kritik dan saran yang membangun secara santun terhadap program-program pemerintah. (iNewsJabar.id, 20/05/2021)

Faktanya memang Indonesia merupakan negara berkembang yang sudah 75 tahun merdeka. Negeri yang subur, kaya raya dengan sumber daya alam yang melimpah ruah. Negeri dengan sumber daya manusia yang banyak, meski dengan kualitas yang masih kalah jauh dengan negara maju.

Dalam peringatan Harkitnas yang setiap tahun dilakukan, mengingatkan apakah Indonesia sudah benar-benar bangkit? Karena faktanya negara ini banyak tertinggal dalam berbagai bidang dibandingkan dengan negara lain, seperti ekonomi, pendidikan dan sosial. Dalam bidang ekonomi, banyak SDA yang dikelola atau dikuasai oleh asing dan swasta, utang negara menembus angka Rp6000 triliun, dan terus meningkatnya angka kemiskinan. Di bidang pendidikan, masih banyaknya anak yang putus sekolah, minimnya fasilitas dan sarana belajar, serta rendahnya kualitas output anak didik. Sementara di bidang sosial, tindak kriminal atau kejahatan semakin menggila. Kasus kekerasan, pencurian, perampokan, pembunuhan dan perkosaan selalu mengisi berita di layar kaca.

Dengan ini, Indonesia belum bangkit. Indonesia belum menjadi negara yang unggul, mandiri dan berdaulat. Penyebabnya Indonesia masih mengekor pada negara asing. Bahkan dikuasai ekonomi dan politiknya. Sistem ekonomi kapitalisme dan politik demokrasinya telah menciptakan persekutuan jahat antara pengusaha dan politikus. Dengannya lahirlah berbagai aturan atau undang-undang yang menguntungkan para pemilik modal. Kepentingan rakyat pun diabaikan.

Lantas bagaimana caranya agar negeri ini bisa bangkit? Dalam Islam, bangkitnya seseorang adalah bergantung pada pemikirannya. Dalam kitab Nidzhamul Islam (Peraturan Hidup dalam Islam) karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani disebutkan bahwa bangkitnya manusia bergantung pada pemikirannya tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada setelahnya. Agar manusia mampu bangkit harus ada perubahan mendasar dan menyeluruh terhadap pemikiran manusia untuk kemudian diganti dengan pemikiran lain. Pemikiran inilah yang akan mengubah pemahaman. Selanjutnya pemahaman akan mengubah tingkah laku manusia.

Jadi kebangkitan atau kemajuan bangsa bukan ditentukan oleh faktor teknologi semata, namun oleh pemikiran. Dengan ketinggian taraf berpikir menjadikan seseorang atau bangsa akan berubah menjadi lebih baik. Ia akan mengubah kondisinya.

Seorang muslim akan bangkit ketika ia mengemban mabda atau ideologi Islam. Begitu pun dengan sebuah negara ketika ia mengemban ideologi maka akan bangkit sesuai dengan ideologinya. Namun jangan sampai salah dalam mengambil ideologi. Karena kebangkitan yang sahih adalah ketika mengambil ideologi Islam sebagai ideologi negara.

Hal ini pula yang telah terjadi pada masa Kekhilafahan. Negara menjadi berperadaban mulia dengan mengemban mabda Islam. Maju dalam berbagai bidang dan menjadi pelopor kebangkitan, serta membawa pada cahaya terang benderang ketika belahan bumi lain, yakni Eropa berada dalam kegelapan.

Kondisi di atas akan terjadi kembali jika negara ini mau mengemban ideologi Islam dan menerapkan syariat-Nya. Dengan besarnya potensi SDA dan SDM semestinya umat Islam dapat bangkit kembali menyongsong kehidupan yang lebih baik. Kebangkitan ini pun akan terwujud jika negeri-negeri kaum muslim bersatu dalam sebuah institusi pemersatu umat, yakni Khilafah Islam. Saatnya kita bersama berjuang untuk mewujudkannya.

Wallahu a'lam bishshawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Masihkah Berharap pada Demokrasi?

"Kemerdekaan yang dibanggakan oleh bangsa ini adalah kemerdekaan bagai cangkang tanpa isi, rapuh! Bagaimana tidak, negeri yang sudah 75 tahun merdeka ini masih harus menundukkan wajah ketika bertemu dengan negera kampium demokrasi."


Oleh. Dia Dwi Arista

NarasiPost.Com-Perhelatan akbar demokrasi setiap lima tahun sekali akan digelar pada tahun 2024. Namun, berbagai survei sudah tampak bermunculan, membandingkan elektabilitas, popularitas, dan akseptabilitas pada setiap calon yang digadang sebagai calon presiden 2024. Sementara, dari kubu PDI-P, nama Ganjar dan Puan terus dibandingkan.

Menurut survei dari Puspoll terungkap bahwa sebesar 63,9 persen mengenal Ganjar dan 56,2 persen menyukai Ganjar. Sementara, 59,5 persen mengenal Puan dan 41,4 persen menyukai Puan. Dari survei tersebut juga menyebutkan jika Ganjar lebih pantas menjadi calon presiden 2024, yakni sebanyak 43,4 persen, dibandingkan dengan kepantasan Puan yakni sebesar 17,3 persen.

Selain itu, lembaga survei KedaiKOPI juga mengunggulkan Ganjar dengan peringkat ketiga sebesar 16 persen, sedangkan Puan hanya memperoleh 0,2 persen. Dan berbagai lembaga survei lainnya pun diperoleh hasil survei yang sama, yakni, Elektabilitas Ganjar berada diatas Puan. (cnnindonesia.com, 24/05/2021)

Cover Beda, Isi Tetap Sama

Pesta demokrasi yang akan datang menjadikan dunia politik, baik dari pengamat sampai pelaku politik sibuk dengan kerja masing-masing. Ya, pelaku politik sibuk membangun citra. Entah dengan meningkatkan kinerja dengan baik, maupun dengan mengundang media di setiap acara. Meski tak dipungkiri, ada juga politikus yang memang berhati mulia, bkerja demi rakyat.

Para pengamat, mulai dari lembaga survei sampai komentator politik dengan cermat mengamati sepak terjang para politikus, sehingga tidak heran ketika muncul angka-angka seberapa besar pengaruh dan kekuatan para politikus dalam ajang pesta demokrasi yang akan datang, lembaga survei ini serentak menampilkan hasil surveinya, yang paling menonjol adalah survei dari partai yang berkuasa saat ini.

PDI-P yang dua kali berturut-turut memenangkan kursi presiden, tentu menjadi sorotan. Bisa jadi kesempatan partai ini dalam pemilihan yang akan datang masih besar. Apalagi banyak dari anggota partainya sudah menduduki jabatan-jabatan tinggi di berbagai daerah. Maka sorot kamera tentu lebih banyak mengarah pada mereka.

Berbicara tentang Demokrasi dan pestanya, negeri ini telah dipimpin oleh enam presiden, mulai dari Soekarno hingga Joko Widodo. Tak kalah panjang dari daftar presiden, wakil presiden Indonesia pun telah diisi oleh tiga belas orang. Daftar panjang pemimpin Indonesia dari masa kemerdekaan hingga kini menunjukkan jika bangsa ini sudah lama dipimpin oleh anak negeri, tanpa penjajahan fisik oleh imperialis. Namun, adakah perbedaan dipimpin oleh anak negeri dan imperialis di sistem demokrasi?

Nyatanya, kemerdekaan yang dibanggakan oleh bangsa ini adalah kemerdekaan bagai cangkang tanpa isi, rapuh! Bagaimana tidak, negeri yang sudah 75 tahun merdeka ini masih harus menundukkan wajah ketika bertemu dengan negera kampium demokrasi. Pun dengan segala kebijakan harus sesuai dengan arahan dari negara adidaya.

Adalah demokrasi, kelahirannya sempat menjadi perdebatan, akankah ia menjadi sistem terbaik? Banyak ahli ragu dengan kredibilitas demokrasi. Hingga para filsuf Yunani, negara asal Demokrasi, banyak yang mengungkapkan kritiknya, seperti Socrates dan Plato. Mereka mengganggap bahwa demokrasi terlalu membebaskan rakyat yang bisa membawa bencana bagi negara dan rakyat itu sendiri.

Belum lagi ketika demokrasi dikuasai oleh segelintir elit politik, membuat hukum menjadi tidak jelas, dan cenderung sesuai kepentingan mereka. Demokrasi yang awalnya pemerintahan rakyat menjadi oligarki yang dipimpin elit politik. Demokrasi di negeri ini pun semakin jauh dari kata musyawarah. Pemerintah banyak mengeluarkan aturan yang mengikat kebebasan rakyat dan media, namun menguntungkan kaum elit dan koruptor.

Jangan lupa dengan biaya mahal pesta demokrasi. Pemilu diisi dengan praktik politik uang. Ed Aspinall dan Ward Berenchot (2019) mencatat bahwa dari masa ke masa, pemilu di era reformasi semakin mahal dari level lokal sampai nasional. Adapun pemilu 2019 dikatakan sebagai pemilu termahal. Maka, bisa dipastikan yang bisa maju menjadi pemimpin adalah pengusaha atau orang yang didukung oleh pengusaha.

Dilansir majalah.tempo.co (2-10-2019), kalangan pengusaha menempati porsi cukup besar dalam komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024 yang dilantik kemarin. Tempo dan Auriga Nusantara menemukan 262 orang atau 45,5 persen dari 575 anggota DPR menduduki posisi penting atau terafiliasi dengan perusahaan.

Kenyataan jika penguasa adalah pengusaha, bukan menjadikan rakyat semakin sejahtera, namun malah semakin terperas tenaga dan kesabarannya. Bukan sejahtera yang didapat malah kesengsaraan. Demikianlah wajah demokrasi. Ia tidak mempunyai pondasi baku, hingga mudah dimanfaatkan oleh orang yang berkepentingan. Maka, sebanyak apapun, dengan wajah bagaimana pun calon pemimpin dalam demokrasi akan tetap sama. Kesejahteraan akan tetap sulit diraih.

Ganti Sistem adalah Jawaban

Kebobrokan demokrasi tidak hanya dirasakan pada masa kini. Di Yunani Kuno, negara asal demokrasi juga mengalami hal yang sama. Maka, sistem ini harus dicopot secara permanen. Karena sistem buatan manusia yang serba terbatas menghasilkan sistem yang terbatas dan lemah pula. Membandingkan sistem buatan manusia, jelas tidak ada yang pantas jika disandingkan dengan sistem buatan Pencipta. Islam telah datang dengan seperangkat sistem buatan Pencipta. Mengatur seluk-beluk kehidupan dengan sempurna. Aturan yang dipakai bersumber dari wahyu dan hadis Nabi. sistem ini tidak membiarkan penguasa condong kepada kepentingannya. Karena dalam sistem ini, penguasa mempunyai pengawas, yakni Allah. Sementara itu, dari sisi struktur, penguasa diawasi oleh Majelis Umat dan rakyat.

Adapun ketakwaan individu menjadi hal fundamental yang dibutuhkan dan hal tersebut diprioritaskan dalam bentuk pendidikan. Hingga rasa selalu diawasi oleh Allah akan selalu ada. Selain dari segala aturan sudah tersedia dalam syariat Islam, memilih pemimpin dalam sistem Islam menjauhkan dari praktik politik uang. Khalifah hanya fokus dalam meri'ayah rakyat.

Sistem ini dikenal dengan Khilafah, yaitu sistem Islam yang diimplementasikan pada sebuah negara. Dengan kepala negara disebut dengan Khalifah. Khilafah telah ada sejak sepeninggal Rasulullah. Khalifah pertama adalah Abu Bakar ra, dan yang terakhir di Turki Utsmani, yakni Khalifah Abdul Hamid II. Pemerintahan Islam dibawah Khilafah berlangsung hingga 13 abad. Dan telah mencetak peradaban gemilang yang hasilnya bisa dirasakan bahkan pada saat ini.

Belum ada sebuah sistem pemerintahan di dunia ini yang bisa menyamai kegemilangan Khilafah dalam mengukir peradaban. Pun dengan ri'ayahnya kepada penduduknya. Maka saat ini, sangat dibutuhkan perubahan sistem dari sistem bobrok buatan manusia, beralih pada sistem buatan Pencipta, yakni Khilafah. Allahu alam bis-showwab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Cerita Palestina

Tentang raga yang tak lagi utuh
Tentang diri yang tak lagi bisa mengeluh
Tentang hidup yang tak pasti
Tentang nafas yang kini mulai pergi


Oleh: Hafida N.

NarasiPost.Com-Jiwa sendu merayapi kalbu
Menebas bahagia menghilangkan suka
Menoreh tinta luka menambah perihnya lara
Melukis sayatan panjang yang menggoreskan cerita

Tentang raga yang tak lagi utuh
Tentang diri yang tak lagi bisa mengeluh
Tentang hidup yang tak pasti
Tentang nafas yang kini mulai pergi

Kalian yang sedang berjuang
Tak pernah merasa pantang
Menantang apa saja yang ada di depan
Yang telah merebut Palestina, tanah kelahiran

Bertahun-tahun lamanya kalian berjuang sendirian
Masih menanti uluran bantuan
Bukan hanya sekadar obat dan makanan
Namun, juga sebuah pasukan

Sayangnya, kami, saudara kalian hanya bisa diam
Hanya sedikit yang ikut menyuarakan
Bahwa kalian membutuhkan ketenangan
Membutuhkan suatu pembelaan

Maafkan saudara kalian ini yang tak bisa berbuat apa-apa
Hanya bisa mengecam zionis itu sembari berdoa
Semoga kalian diteguhkan hatinya
Sampai nanti daulah idaman itu kan tiba
Memberikan rasa aman yang kalian rindukan sepanjang masa[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Deforestasi Ilegal Kian Marak, Banjir pun Tak Terelak

"Penyebab banjir dan longsor bukanlah mutlak karena anomali cuaca seperti yang diklaim pemerintah. Tapi, karena hutan mulai mengalami penurunan fungsi akibat ulah tangan manusia."


Oleh. Qisti Pristiwani
(Mahasiswi UMN AW Medan)

NarasiPost.Com-“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar Rum: 41)

Ayat tersebut mengingatkan kita pada bencana banjir beberapa hari lalu yang menghantam daerah pariwisata Danau Toba, pada Lebaran Idulfitri, Kamis (13/5/2021), tepatnya di Hutan Sualan, Nagori Sibaganding, Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Masyarakat mulai menyadari, penyebab banjir dan longsor bukanlah mutlak karena anomali cuaca seperti yang diklaim pemerintah. Tapi, karena hutan mulai mengalami penurunan fungsi akibat ulah tangan manusia.

Hal tersebut bukanlah asumsi belaka tanpa data. Hasil investigasi Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) mendapati kondisi hutan di kawasan tersebut sudah gundul, ada aktivitas pembalakan liar hingga pertambangan ilegal. Konsesi lahan oleh PT. Toba Pulp Lestari (PT TPL) yang membuka praktik penebangan hutan ilegal dan tanaman baru Hutan Tanaman Industri (HTI) diklaim menjadi biang kerok datangnya bencana banjir. Sayangnya, masyarakat setempatlah yang pertama kali harus menanggung derita bencana akibat alih fungsi hutan di kawasan tersebut. Bukan para pelaku pembalakan.

Aneh! Mustahil pemerintah setempat tak mengkaji aktivitas PT. TPL sebelum memberi hak konsesinya dengan kajian-kajian mendalam tentang aspek kehutanan, hidrologi, tata ruang wilayah yang merujuk pada prinsip kelestarian hutan dan lahan serta keseimbangan alam dan lingkungan. Padahal, prinsip-prinsip inilah yang patut dipegang erat untuk mencegah kerusakan hutan dan lahan.

Namun tampaknya, prinsip-prinsip tersebut minim realisasi di sistem kapitalis-sekuler hari ini. Pengabaian terhadap hak-hak lingkungan adalah hal yang lumrah terjadi. Sistem ini cenderung lebih memprioritaskan profit oriented dari para pengusaha ketimbang kemashlahatan masyarakat. Sehingga, kebijakan yang dibuat adalah berdasarkan pesanan nafsu para kapitalis atas nama bisnis dan investasi, bukan kepentingan masyarakat. Laju deforestasi pun tak lagi terbendung karena memang sudah ada kongkalikong antara penguasa dan pengusaha.

Praktik privatisasi lahan dan hutan pun kerap terjadi. Wilayah hutan Sibaganding sebagai hulu Kota Parapat, salah satu contohnya. Hutan tersebut menjadi korban euforia destinasi wisata Danau Toba. Hutan tersebut dijadikan lokasi resort, tempat pemukiman dan lainnya. Padahal, hutan tersebut memiliki aspek hidrologi yang bermanfaat bagi jutaan orang bila dikembalikan pada fungsi awalnya. Akibat kerakusan para kapitalis dalam mengeksploitasi hutan ini, maka hasilnya bencana terus berdatangan dan tak berkesudahan.

Sudah saatnya menyudahi bencana banjir dengan mengembalikan pengaturan tata kelola lingkungan hanya kepada aturan Allah Swt. Sang Pemilik langit dan bumi beserta isinya. Aturan Allah yang Maha Sempurna dan paripurna telah rinci mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah lingkungan. Islam adalah agama yang indah serta menebar rahmat bagi semesta. Oleh karena itu, Islam memerintahkan manusia untuk menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai salah satu amanah menjadi khalifah fil ard (pemimpin di bumi).

Dalam Islam, hutan merupakan salah satu harta kepemilikkan umum yang pengelolaannya tak boleh diserahkan kepada pihak swasta (individu). Pengelolaan hutan menjadi kewajiban negara bila penduduk tak dapat mengambil manfaat dari hutan tersebut secara langsung karena keterbatasan sarana dan prasarana. Tapi, aktivitas tersebut tetaplah dibatasi. Negara tak boleh mengeksploitasi hutan secara berlebihan. Islam tegas melarang adanya eksplorasi dan eksploitasi yang serampangan. Terlebih lagi, wilayah tersebut diketahui berpotensi menimbulkan kemudaratan bagi penduduk bila dideforestasi. Kemudian, hasil pengelolaan hutan dikembalikan lagi kepada pemilik sahnya, yakni dengan mendistribusikan hasilnya kembali kepada masyarakat, seperti disalurkan pada bidang pendidikan, kesehatan, fasilitas umum dan seterusnya.

Dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, Islam memiliki tuntunan yang jelas. Merujuk pada sabda Rasulullah Saw, dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi Saw bersabda “Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” sahabat bertanya, “Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?” Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia.” (HR Muslim)

Redaksi hadis tersebut jelas melarang manusia untuk melakukan aktivitas yang akan menimbulkan kemudaratan. Untuk itu, Islam memiliki penjagaan terhadap lingkungan yang terintegrasi dari negara hingga menyentuh lapisan masyarakat, yakni dengan (1) adanya pemimpin yang bertakwa dan amanah. Pemimpin di dalam sistem Islam menyadari bahwa amanah yang sedang diembannya bukan hanya menyangkut urusan dunia. Tapi, dibawa sampai ke akhirat, sehingga, muncul rasa takut terhadap Allah Swt; (2) regulasi yang ramah lingkungan. Tidak serampangan memberi izin mengeksploitasi harta kepemilikan umum tanpa melewati kajian-kajian mendalam; (3) masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungan dengan berbekal pendidikan akidah yang kokoh; (4) penduduk yang terbiasa dengan lingkungan yang bersih; dan (5) sistem sanksi yang tegas dan menjerakan bagi perusak lingkungan.

Semua hal tersebut akan terwujud bila syariat Islam diterapkan secara kafah (menyeluruh) dalam bingkai negara khilafah Islamiyyah. Dengan demikian, rahmat Islam akan mampu dirasakan seluruh makhluk di muka bumi ini. wallahua’lam bishhowab.[]


Photo :

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com