Pejabat Terjerat Narkoba, Marak di Sistem Rusak

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan untuk mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah ia agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)


Oleh: Rita Handayani
(Opinon Maker dan Pemerhati Publik)

NarasiPost.Com-"Realize that the drug is the destroyer of self-dab carrier disaster." yang artinya “Sadarlah bahwa narkoba adalah perusak diri dan pembawa bencana.“ Salah satu adagium pada hari anti narkoba ini, menemui realitasnya saat ini.

Diberitakan bahwa, ASN sekaligus Sekda (Sekretaris Daerah) kabupaten Nias Utara, berinisial YN (57 tahun) terjaring razia narkoba di tempat hiburan malam. Sekarang berada di tahanan Mapolrestabes Medan dan terancam diberhentikan dari jabatannya secara tidak hormat. (kompas.com, 14/6/2021).

Sekda Kabupaten Nias berinisial YN itu bukan yang pertama tersandung kasus narkoba, sejumlah pejabat dan politisi lain juga tercatat pernah terjerat kasus yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Dari catatan Kompas.com, berikut nama-nama pejabat pemerintahan dan politisi yang pernah di penjara karena kepemilikan obat-obatan terlarang.

Indra J Piliang - Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, ditangkap di Diskotek Diamond, Tamansari, Jakarta Barat pada 13 September 2017. Andi Arief, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat pada 3/3/2019 digerebek oleh anggota kepolisian di Hotel Peninsula, Slipi, Jakarta Barat. La Usman - Kepala DPRD Buton Selatan, asal Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), ditangkap pada 23 November 2018 di Hotel Red Planet, Jakarta Pusat pukul 23.00. Baharuddin Mamasta - Kabiro Agama Sekretariat Negara, ditangkap pada 23 Desember 2005 dini hari. Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi - Bupati Ogan Ilir, ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) di kediamannya pada 13 Maret 2016 malam bersama lima orang lainnya, termasuk sang wakil bupati. F - Kadin Perindustrian dan Perdagangan Aceh Utara, ditangkap oleh kepolisian Lhokseumawe di rumah salah satu rekannya yang juga seorang pegawai negeri, tepatnya bertugas di Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Lhokseumawe, April 2018. Ibrahim Hasan - DPRD Langkat dari Partai Nasdem, ditangkap karena terbukti atas kepemilikan sabu lebih dari 100 kilogram. Ibrahim dan 10 orang lainnya ditangkap dengan barang bukti 105 kilogram sabu dalam 3 karung goni dan 30.000 pil ekstasi. Dia dan 10 tersangka lain diindikasikan masuk dalam jaringan perdagangan narkoba internasional. Barang bukti tersebut ditemukan pada 19 dan 20 Agustus 2018 di tiga wilayah berbeda, yakni di Perairan Aceh Timur, Pangkalan Susu, dan Pangkalan Brandan. Atas perbuatannya, Ibrahim Hasan terancam pidana hukuman mati, karena pelanggaran yang dilakukakannya termasuk berat. (kompas, 5/3/2021)

Padahal kampanye untuk menyerang narkoba terus berkibar. Demikian juga, pemerintah mempunyai program dalam pemberantasan narkoba, yang tertuang dalam inpres nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba. Seluruh elemen negara pun diperintahkan untuk menjalankan instruksi tersebut. Seperti, anggota kabinet, kepala BIN, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, lembaga pemerintah nonkementerian hingga para kepala daerah diperintahkan untuk menjalankan instruksi program pemberantasan narkoba tersebut. Bahkan 13 pimpinan kementerian atau lembaga negara juga telah menandatangani SKB (Surat Keputusan Bersama) tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba oleh Aparatur Negara pada Instansi Pemerintah.

Namun, sayang segala upaya tersebut seolah menemui jalan buntu. Setiap selesai satu kasus, bermunculan kasus-kasus lainnya yang baru. Kasus-kasus narkoba yang terus bermunculan ini, bukan hanya dipicu karena sifat dari narkoba yang bisa memicu ketagihan dan ketergantungan bagi para penggunanya. Lebih dari itu, hukum yang tidak tegas dan tidak mampu membuat jera, membuat sindikat narkoba leluasa menyelundupkan barang haram ini. Ditambah dengan adanya kongkalikong antara aparat negara dengan bandar narkoba, yang terindikasi dari banyaknya aparat yang terlibat kasus narkoba. Mengakibatkan, mekanisme pemutusan rantai peredaran narkoba tak pernah usai. Alhasil, penyalahgunaan narkoba tetap sulit untuk ditumpas. Malah, menjadikan Indonesia disebut sebagai surga bagi pengedaran narkoba.

Inilah risiko besar dari diterapkannya sistem kapitalisme, sistem rusak yang tidak mampu memberantas kemaksiatan salah satunya narkoba. Bahkan pejabat sendiri terlibat dalam penggunaannya. Di mana, negeri yang menerapkan kapitalisme tidak akan mampu meninggalkan segala sesuatu yang berbau uang. Diakui bahwa bisnis narkoba menghasilkan keuntungan yang sangat menggiurkan. Sehingga keberadaannya seolah dipertahankan, sayang untuk dimusnahkan. Inilah yang menyebabkan para gembong narkoba sulit untuk diungkap.

Bobroknya sistem kapitalisme semakin hancur dengan gaya hidup liberal yang hedonis dan permisif, sehingga tidak ada patokan halal haram. Menghasilkan pejabat bejat yang tidak bisa dijadikan panutan. Masalah tersebut diperparah dari watak sekuler, tidak mau diatur oleh Tuhan semesta alam-. Sekularisme ini merupakan akidah dari sistem kapitalisme yang meniscayakan terciptanya pribadi yang tidak punya rasa takut terhadap siksa pencipta, karena melanggar syariatnya. Hingga ke tataran pejabat, yang seharusnya memberikan teladan.

Tentu bertolak belakang dengan Islam sebagai sistem hidup yang diturunkan oleh Sang Pencipta. Keberadaannya meniscayakan hancurnya kemaksiatan dan kezaliman termasuk di dalamnya menghilangkan peredaran narkoba di tengah masyarakat. Islam memiliki solusi solutif yang sangat efektif, dalam pemberantasan narkoba hingga ke akarnya. Islam memiliki sinergi tiga komponen kehidupan. Ia adalah individu yang bertakwa, kontrol masyarakat yang sangat aktif, dan negara yang memiliki aturan yang tegas, serta sanksi hukum yang membuat jera. Hal tersebut sangat ampuh untuk meminimalisir kembalinya kasus-kasus serupa.

Pertama, peran individu. Individu yang bertakwa, akan menyandarkan segala sesuatu yang diperbuatnya berdasarkan aturan halal haram yang ditetapkan Allah Swt. Dan kesadaran akan kepengawasan Allah Swt, bahwa Allah Swt Maha melihat, menjadi kontrol utama dalam mengarungi kehidupan pribadinya. Terlebih sebagai seorang pejabat negara yang memiliki tanggung jawab lebih, untuk memberikan teladan terbaik bagi rakyat yang dipimpinnya. Keharaman narkoba yang telah ditetapkan para ulama sebagaimana haramnya khamar. Akan dipatuhi oleh setiap individu yang bertakwa baik pejabat maupun masyarakat biasa, atas dasar ketaatannya kepada Allah Swt.

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan untuk mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah ia agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

Selain itu, diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram” (HR Muslim).

Dijauhkannya syariat Allah Swt, dalam kehidupan di sistem sekuler, seperti saat ini. Menjadikan manusia terbebas dari aturan Allah Swt. Aturan Allah Swt hanya ada di dalam ranah ibadah sedangkan dalam kehidupan umum dibuatnya aturan sesuai dengan kehendaknya sendiri. Sehingga ayat-ayat Allah dan sabda Rasulullah, seperti terkait narkoba ini, tidak memiliki pengaruh.

Kedua, peran masyarakat. Amar makruf nahi mungkar adalah bentuk kontrol masyarakat Islam yang didasari dari perasaan, pemikiran dan terikat pada aturan yang sama, yakni aturan Islam. Sangat kontras dengan kehidupan masyarakat sekuler yang individualis, tidak peduli lingkungan sekitar, dan merasa aneh dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Sikap inilah yang menjadikan kemaksiatan seperti kasus narkoba tumbuh subur.

Ketiga, peran negara. Negara yang menjalankan aturan sesuai dengan syariat Islam, akan berpedoman pada akhirat. Menjadikan negara tidak akan pandang bulu dalam memberi hukuman, bersikap tegas dan tidak mengenal kompromi. Kasus narkoba akan dihukumi dengan hukum ta'zir sesuai keputusan qhodi yang telah dipilih karena integritasnya terhadap syariat dan hukum Islam.

Peran dari tiga komponen kehidupan tersebut tidak akan mungkin bisa diwujudkan dalam sistem hidup sekuler seperti sekarang ini. Karena ia merupakan satu kesatuan dengan sistem hidup Islam. Sehingga, hanya bisa dimaksimalkan sinerginya ketika Islam dijadikan sebagai sistem dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu ini akan mampu memutus mata rantai peredaran narkoba dalam berbagai bentuk.
Wallahu a'lam bishshawab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Uninstal Kemalasan

Kemalasan bisa saja menyelimuti diri dikarenakan rasa bosan, jenuh, suka menunda pekerjaan, terlalu banyak makan, terlalu sering beselancar di sosial media, kehilangan motivasi diri, sedang memiliki problem berat, maupun faktor lainnya. Namun, apapun penyebabnya maka seorang muslim harus bersegera meng- uninstal (menghapus) kemalasannya.



Oleh: Armina Ahza (Penggerak Perubahan dan CEO Umma Institute)

NarasiPost.Com-Berada di rumah, jarang bertemu orang memang bisa membuat kemalasan menyerang. Pandemi yang tak segera kunjung bukan menjadi alasan untuk berada di rumah dengan bermalas-malasan. Walaupun bisa jadi banyak kaum rebahan yang merasa aman dengan aktivitas minimalis, namun hal ini harus segera dihempaskan. Sebab bagi kaum muslim waktu dan kesempatan adalah hal yang berharga. Waktu tak bisa diputar ulang dan tak akan bisa kembali. Itu sebabnya mengapa para Ulama shalafussalih benar-benar memanfaatkan waktu yang mereka miliki. Bagi mereka waktu sangat berharga dan bernilai, sehingga terdapat kitab yang membahas mengenai betapa bernilainya waktu disisi para ulama yang berjudul “Qymatul Zaman Inda Ulama” (Bernilainya waktu Di sisi Para Ulama).

Dalam buku Manajemen Waktu Para Ulama Dikisahkan berbagai kisah teladan para Ulama yang sangat menghargai waktu, hingga mereka berusaha keras untuk mengusir kemalasan. Jangan sampai rasa malas menyelimuti kehidupan sebab bagi para Ulama umur mereka adalah hari dimanfaatkan untuk kebaikan dan amal saleh.

Tidak dipungkiri rasa malas bisa menyerang siapa saja. Namun jika kita tidak mampu mengidentifikasinya maka kita akan terlena hingga waktu kita habis terbuang tanpa bertambahnya amalan kebaikan. Tentu ini sangat rugi bagi seorang muslim yang mendambakan surga, balasan terbaik di sisi Allah. Sebab jangan sampai menyesal di akhirat dikarenakan minimnya amal kebaikan. Padahal Allah sudah sering mengingatkan tentang pentingnya waktu sebagaimana Allah sering menggunakan waktu untuk menegaskan firman-Nya seperti “wa al-‘Asr”, demi waktu (masa), “Wa ad-Duha”, Demi waktu dhuha, “Wa al-Laili idzaa yaghsya”, Demi waktu malam apabila menutupi (cahaya siang), dan masih banyak lainnya.

Kemalasan bisa saja menyelimuti diri dikarenakan rasa bosan, jenuh, suka menunda pekerjaan, terlalu banyak makan, terlalu sering beselancar di sosial media, kehilangan motivasi diri, sedang memiliki problem berat, maupun faktor lainnya. Namun, apapun penyebabnya maka seorang muslim harus bersegera meng- uninstal (menghapus) kemalasannya, sebab setiap detik dan setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana firman Allah Subhannallahu Wa Ta’ala:


“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan”. (QS. Al- Anbiya:47).

Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan agar diri bisa segera meng- Uninstal Kemalasan.

Pertama, jika disebabkan rasa jenuh dan bosan maka kita bisa mengganti aktivitas kita dengan yang lainnya seperti berjalan, makan, melihat pemandangan atau yang lainnya.

Kedua, dengan mendatangi majelis ilmu atau mendengarkan tausyiah, karena dengan memperbanyak ilmu maka diri akan menemukan semangat kembali dalam beraktivitas.

Ketiga, berbincang dengan orang lain, meski sebatas video call dengan teman misalnya. Karena berinteraksi dengan orang terkadang membuat kita bisa menemukan semangat kembali dan bisa segera menghempaskan rasa malas.

Keempat, membaca kisah para sahabat atau para ulama dalam memanfaatkan waktu mereka. Akan dengan mudah kita seolah tertampar berkali-kali sebab begitu lemahnya diri ini dalam memanfaatkan waktu dan terlalu menuruti kemalasan diri.

Kelima, mendengarkan motivasi dan inspirasi orang-orang hebat. Di Indonesia misalnya ada influencer muda seperti Sherly Annavita, Annalisa Widyaningrum seorang Psikolog, atau Motivator seperti Mario Teguh. Bisa juga motivator-motivator lainnya yang bisa menggerakkan diri untuk meng-uninstal kemalasan.

Keenam, mengingat cita-cita. Apa yang menjadi cita-cita di dunia? Apa yang menjadi cita-cita di akhirat? Akankah bisa teraih dengan bermalas-malasan? Tentu tidak, bukan? Setiap keberhasilan dan kesuksesan dikarenakan usaha yang keras, ikhtiar yang maksimal dan doa yang senantiasa terpanjat.

Ketujuh, berdoa kepada Allah memohon kepada Sang Maha Pemberi Kekuatan supaya kita diberi kekuatan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari terutama untuk beribadah. Ada doa yang bisa kita panjatkan setiap pagi agar dijauhkan dari rasa malas,

“Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji hanya milik Allah. Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali Allah Yang Maha Esa, Yang Tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala seusatu. Wahai Rabbku, Aku mohon kepada-Mu kebaikan pada hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabbku, sungguh aku berilndung kepada-Mu dari kemalasan dan keburukan di hari tua. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu siksa di Neraka dan siksa kubur.” (HR. Muslim)

Itulah tujuh hal yang bisa dicoba demi keberhasilan untuk menghapus kemalasan dan membangkitkan diri supaya lebih produktif. Selamat mencoba, yuk segera uninstal kemalasan.
Walllahu’alam

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kasus Pinangki, Ketimpangan Hukum antara Konglomerat dan Rakyat

"Ketimpangan hukum bagi konglomerat dan rakyat begitu terasa di negeri ini. Kapitalisme tidak hanya mengebiri hukum itu sendiri, para penegaknya pun telah memiliki track record yang tak kalah culas terhadap hukum yang mereka tegakkan."


Oleh. Ummu Syaakir

NarasiPost.Com-Kasus mantan jaksa Pinangki yang terbukti menjadi makelar khusus kasus Djoko Tjandra telah membelalakan mata masyarakat akan bobroknya hukum di negeri ini. Bagaimana tidak? Pinangki yang telah terbukti menguasai suap sebesar USD 450 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung, serta terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan mudahnya mendapatkan sunat vonis hukuman yang semula 10 tahun masa tahanan menjadi 4 tahun.

Terlebih alasan yang diberikan oleh hakim penyunat hukuman tersebut terasa sangat tidak adil bagi masyarakat. Alasan pemotongan vonis karena Pinangki memiliki anak balita berusia 4 tahun yang masih membutuhkan kasih sayang ibunya. Terdakwa juga seorang perempuan yang harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.

Padahal, berapa banyak kasus di negeri ini yang pelakunya juga perempuan, yang statusnya juga seorang ibu namun tidak ada keringanan bagi jelata hanya dengan alasan tersebut. Sebagai pembanding, kasus empat orang ibu di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaporkan karena melempari atap sebuah pabrik tembakau pada 26 Desember 2020 lalu. (Kompas.com, 22/2/21)

Keempat ibu tersebut masih memiliki balita sehingga membawa balitanya ke dalam tahanan. Padahal, pelanggaran yang mereka lakukan karena selama ini suara mereka tentang gangguan pernapasan yang disebabkan oleh asap pabrik tidak digubris.

Ketimpangan hukum bagi konglomerat dan rakyat begitu terasa di negeri ini. Kapitalisme tidak hanya mengebiri hukum itu sendiri, para penegaknya pun telah memiliki track record yang tak kalah culas terhadap hukum yang mereka tegakkan. Berdasarkan catatan detikcom, Minggu (20/6/2021), nama-nama hakim tinggi dalam kasus Pinangki tercatat kerap menyunat hukuman para terdakwa korupsi. Mulai dari kasus jiwasraya Joko Hartono Tirto, kasus mantan direktur keuangan Hary Prasetyo, kasus korupsi bansos Ramlan Comel dan Djodjo Kohari.

Inilah potret gelap hukum buatan manusia. Hukum dengan mudahnya diputuskan sesuai permintaan pelanggar hukum, asalkan ada uang ataupun gratifikasi sebagai jaminannya. Sedangkan bagi rakyat jelata hukum bagai tajamnya mata pisau yang tidak memberi ampun ataupun sekadar keringanan bagi mereka. Korupsi yang menjadi biang kerusakan justru mendapat perlindungan paripurna dalam sistem saat ini. Padahal, yang paling merasakan derita korupsi adalah rakyat. Namun, para penjahat korupsi justru mendapatkan posisi apik dan terjamin oleh sistem yang rusak ini. Tiada lagi harapan penegakan hukum yang adil dalam sistem kapitalisme. Justru kapitalismelah biang kerok yang menjadi penyebab rusaknya hukum, serta para penegaknya. Maka, solusi mendasar yang harus diambil adalah dengan mengambil sistem kehidupan yang dapat menjamin penegakan hukum secara adil tanpa pandang bulu.

Islam adalah sebuah sistem yang mengatur seluruh lini kehidupan sesuai aturan Allah. Sistem Islam yang berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah telah terbukti mampu menghadirkan sistem hukum yang adil tanpa memandang siapa pelaku pelanggaran hukum. Bahkan Rasulullah Saw pun akan memotong sendiri tangan putrinya jika putri beliau Saw mencuri.

"Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya".
(HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688)

Selain tegas dan tidak pandang bulu, Islam akan menerapkan sistem hukum yang mampu memberikan efek jera dan berfungsi sebagai penebus dosa bagi para pelaku kejahatan. Hukuman yang memberikan efek jera berfungsi untuk mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama. Sedangkan hukuman dalam Islam berfungsi sebagai penebus dosa bagi para pelakunya disertai taubatan nasuha.

Islam juga akan menyaring secara ketat siapa saja yang layak menjadi hakim bagi peradilan Islam. Bagi siapa saja yang berbuat kecurangan, maka ia mendapatkan ancaman langsung dari Allah ta'ala.

Rasulullah Saw bersabda, “Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke syurga. Hendaknya seseorang itu selalu berkata benar dan berusaha agar selalu tetap benar, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang shiddiq (amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta akan menuntun kita berbuat curang, dan kecurangan itu menuntun ke neraka. Seseorang yang selalu berlaku curang akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Bukhari Muslim)

Keimanan menjadi pondasi utama sebelum seseorang memegang amanah. Seorang hakim haruslah memiliki keimanan kepada Allah yang akan memberikan rasa takut dalam dirinya, jika ia melanggar aturan Allah. Karena dalam kehidupan Islam, melanggar aturan hukum berarti melanggar syariat Allah. Dengan demikian, akan tercipta para penegak hukum yang amanah, diiringi sistem hukum yang tegas, serta kehidupan yang berjalan sesuai syariat Allah. Maka, hanya sistem Islamlah yang menjadi harapan bagi umat agar tercipta penegakan hukum yang adil.

Wallaahu a'lam[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Perceraian

Altar jiwa tak lagi tersakiti.
Dalam kidung pengabaian tanpa budi pekerti.
Tak ciptakan cinta sejati.
Menoreh luka di sunyinya hati.


Oleh : Afiyah Rasyad
(Kontributor Narasi Post)

NarasiPost.Com-Terlepas satu ikatan
Mitsaqan ghalizan yang difirmankan
Saat kapal tenggelam ke dasar lautan
Menumpahruahkan perasaan

Kepiluan berserakan
Bukan cinta Kunti yang melahirkan baiknya keturunan
Syariat Islam tetaplah jadi timbangan
Saat jiwa tetapkan perceraian

Jalan setapak tidaklah sama
Ruas cinta dan benci bersahutan dalam satu irama
Berharap penyesalan tak akan bergema
Di setiap hela nafas yang menindih satu nama

Bukan soal busuknya aroma
Saat bersatu dalam belasan purnama
Derap pilihan digenggam bersama
Talak tiga sesuai tuntunan agama

Mengharu biru
Tentang nafkah, awal dari seteru
Rasa tak suka terus memburu
Hingga kidung perceraian lantang menderu

Saat terbuka lembaran baru
Asa tertancap tak harap keliru
Hati-hati dipasang di berbagai juru
Pengalaman dijadikan sebagai guru

Altar jiwa tak lagi tersakiti
Dalam kidung pengabaian tanpa budi pekerti
Tak ciptakan cinta sejati
Menoreh luka di sunyinya hati[]


Photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

PPN, Instrumen Lonceng Kematian Nurani Penguasa

Kewajiban membayar pajak akan menjadi bagian dari kehidupan yang berlangsung terus menerus, dimana masyarakatlah yang membiayai negara. Dan produsen alias para pemilik modal tetap akan diuntungkan.


Oleh. Irma Ismail
(Aktivis Muslimah dan Penulis Balikpapan)

NarasiPost.Com-Polemik PPN sembako hingga sekolah terus bergulir, argumen pro kontra dapat jelas disaksikan masyarakat. Dilansir dari (kompas.com, 11/6/2021), Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan bahwa tarif PPN untuk sembako, sekolah hingga jasa kesehatan adalah bagian dari reformasi pajak, sebagaimana tertuang dalam draf Revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Semua ini dengan harapan bisa menciptakan sistem yang lebih adil, bukan tak mungkn PPN hanya untuk sembako dan sekolah tertentu . Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa rencana ini tidak dilakukan dalam waktu dekat, karena pemerintah saat ini belum membahas revisi RUU KUP dan juga memang belum dibicarakan dalam rapat paripurna.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani merasa heran kenapa draf RUU KUP bisa bocor di tengah masyarakat, padahal ini adalah dokumen public yang disampaikan ke DPR melalui surat presiden. Dalam Rapat Paripurna Komisi XI DPR terkait Pembahasan Pagu Indikatif Kementrian Keuangan dalam RAPBN 2022 pada Kamis 10 Juni 2021, Menkeu banyak dicecar oleh anggota DPR terkait rencana PPN sembako dan lainnya. Sejumlah anggota sangat menyayangkan akan rencana ini dan meminta untuk ditinjau kembali atau di hapuskan saja, karena jelas akan menyusahkan masyarakat. (cnbcindonesia.com, 11/6/2021)

Besarnya penolakan dari berbagai lapisan masyarakat, membuat Menkeu akhirnya menjelaskan bahwa tidak semua sembako akan dikenakan PPN, hanya yang premium saja yang akan dikenakan PPN. Termasuk sekolah, hanya sekolah-sekolah terpilih atau sekolah orang-orang kaya. Ini dapat dilihat dari besaran SPP yang harus dibayar orang tua yang melewati ambang batas yang diatur pemerintah. Dan masyarakat diminta untuk tidak membenturkannya dengan PPN barang mewah, mobil misalnya. Alasannya apabila PPNnya 0% diharapkan orang-orang kaya akan membelanjakan uangnya sehingga berdampak pada produsen mobil maupun industry otomotif lainnya. (kompas.com, 15/6/2021)

Direktur Center of Ekonomi and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa rencana kenaikan PPN untuk jasa pendidikan atau sekolah bertentangan dengan tujuan pemerintah, yaitu memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan ini mengakibatkan biaya pendidikan akan semakin mahal dan sulit dijangkau masyarakat kelas bawah. Sementara itu, Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSPI) menyatakan bahwa PPN bagi sembako adalah cara-cara kolonialisme yang dilakukan Menteri Keuangan, orang kaya akan diberi relaksasi pajak untuk sejumlah pembelian barang mewah sedangkan orang miskin untuk makan saja dikenai pajak. (liputan6.com, 10/6/2021)

Sembako adalah sembilan bahan pokok yang terdiri atas berbagai bahan-bahan makanan dan minuman yang secara umum sangat dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat dan keberadaannya memang dibutuhkan. Berjalannya waktu dan kemajuan teknologi, muncul produk premium atau berkualitas baik dengan harga lebih di atas rata-rata umumnya, meskipun namanya sama. Dan produk ini biasanya berasal dari impor, oleh karena itu harganya lebih mahal karena ada bea masuk, selain itu pangsa pasarnya juga berbeda. Dari perbedaan kelas inilah, yang premium digadang-gadang oleh sang menteri akan dikenakan PPN dengan mengatasnamakan demi keadilan.

Penjelasan Menkeu ini tidak serta merta akan meredakan permasalahan yang ada, seolah hanya karena untuk orang-orang kaya, maka masyarakat bawah tenang saja atau tidak panik. Keadilan adalah dalih yang di sampaikan Menkeu, sehingga tidak dikatakan adil apabila sembako premium bebas PPN, sama dengan yang nonpremium. Padahal sembako premium dikomsumsi oleh orang yang mampu/kaya saja. Bukanlah dikatakan adil, jika orang kaya mampu membeli yang mahal sedangkan orang yang miskin tidak mampu membeli, kemudian perlakuannya sama saja. Maka untuk membuat adil, dikenakan pajak bagi orang kaya dalam pembelian produk tertentu.

Sebenarnya skema kebijakan pajak dalam sistem kapitalisme adalah untuk meningkatkan pendapatan negara semaksimal mungkin serta untuk menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam meningkatkan investasi, daya saing, dan kemakmuran rakyat, serta mengambil setiap keuntungan dari semua lapisan masyarakat (kaya ataupun miskin) dalam sektor apa pun. Pajak menjadi instrumen yang sangat vital bagi pemasukan dalam negeri di semua negara penganut sistem kapitalisme. Besaran pajak dari pemerintah kepada produsen pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen, melalui harga barang, pada akhirnya masyarakat yang akan menanggung. Begitu pun dengan pajak barang mewah. Pada akhirnya kewajiban membayar pajak akan menjadi bagian dari kehidupan yang berlangsung terus menerus, dimana masyarakatlah yang membiayai negara. Dan produsen alias para pemilik modal tetap akan diuntungkan.

Hal yang berbeda dalam sistem Islam. Islam tidak melarang seseorang untuk memiliki barang mewah sepanjang memang mampu untuk membelinya, tidak juga ada kompensasi bagi barang yang dimilikinya. Tetapi syara mempunyai ketentuan-ketentuan terkait harta kekayaannya, jika sudah sampai satu nishob maka wajib dikeluarkan zakatnya. Terkait dengan barang yang merupakan kebutuhan pokok, maka memang sudah menjadi tugas negara untuk memenuhinya, menyediakannya serta memberikan produk yang terbaik bagi masyarakat. Kalaupun di pasaran berkembang kualitas yang berbeda-beda, maka negara hanya memastikan bahwa yang dipasarkan itu adalah produk yang halal dan thoyib. Kembali kepada masyarakat lagi, tergantung kesanggupan dan kebutuhannya.

Dalam sistem Islam, keadilan itu tidaklah lantas menyamakan yang miskin dan kaya. Yang kaya ikut merasakan miskin juga, tetapi keadilan dalam Islam itu adalah ketika apa yang menjadi hak seluruh warga negara, yaitu kebutuhan mendasar sama didapatkan, yaitu kebutuhan akan pangan, sandang, papan, keamanan, kesehatan dan pendidikan. Dan apa yang diwajibkan juga ditunaikan. Yang kaya ada kewajiban untuk membayar zakat, karena di dalam harta mereka ada hak fakir miskin. Negara memastikan ini terlaksana karena merupakan perintah Allah, melanggarnya adalah perbuatan dosa.

Dalam hal pengelolaan keuangan, maka sistem Islam mempunyai sumber pemasukan sendiri, bersifat tetap, ada atau tidak ada kebutuhan negara, yaitu dari fa’i, ghanimah, jizyah, kharaj, ‘usyur, harta milik umum yang dilindungi atau dikuasai negara, harta haram pejabat dan pegawai negeri, rikaz dan barang tambang, harta orang yang tidak punya ahli waris dan harta orang murtad. Dan ketika kas Baitul Mal kosong, sedangkan ada kebutuhan negara yang harus ditunaikan, seperti gaji para pegawai negeri, tentara, santunan penguasa, memenuhi kebutuhan fakir dan miskin, keperluan dan fasilitas umum, kondisi darurat bencana, melunasi utang negara disebabkan pemenuhan kewajiban negara terhadap rakyatnya, maka negara akan mengambil dharibah (pajak) yang akan dikenakan kepada orang-orang yang mempunyai kelebihan harta serta dipastikan apa yang menjadi kewajibannya sudah terpenuhi dan statusnya muslim. Tetapi ini tidaklah terus menerus, sifatnya sementara saja.

Oleh karena itu, semakin jelas bahwa pajak dalam Islam itu bukan untuk menaikan pertumbuhan ekonomi, bukan juga untuk menghalangi orang kaya dari memiliki barang mewah, tetapi semata-mata karena adanya kebutuhan mendesak dari negara yang harus ditunaikan. Bahkan negara dengan pos pemasukan di Baitul Mal akan memberikan pelayanan publik yang terbaik, semisal sekolah, rumah sakit dan keamanan, meskipun tidak melarang jika ada warga negara yang mau membuka sekolah ataupun rumah sakit.

Sudah saatnya kaum muslim mau berpikir jernih, bahwa permasalahan yang berlarut dan semakin kacau ini, serta penguasa yang tak melayani bahkan dilayani disebabkan oleh sistem yang bersumber dari akal manusia, bukan dari Rabb Pencipta alam semesta. Maka marilah kita kembali menjadikan syariat Islam sebagai sandaran dalam setiap sisi kehidupan kita, kembali ke fitrah, kembali ke Islam kafah. Wallahu’alam bishawab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com