Cari Aku di Surga Nanti

Aku tak sanggup jika terjatuh raga
Kedalam siksa dan murka
Tak kuasa diriku tuk sekadar membayangkan saja
Betapa panasnya leleh api neraka


Oleh: Isty Da'iyah

NarasiPost.Com-Izinkan diriku berharap padamu, Sobat
Kepada dirimu yang bergelar sahabat
Yang mengingatkan aku 'tuk selalu taat
Agar diri ini tak jauh tersesat.

Sahabat, satu petuah berharga yang kuingat
Salah satu yang akan bisa memberi syafaat
Ketika kita sudah di alam akhirat
Adalah adanya sahabat yang taat

Sahabat, aku ingin bersamamu
Dalam ketaatan yang diperintahkan oleh Rabmu
Agar nanti kita bisa bertemu
Melepas rindu di surga impian kalbu

Sahabatku, yang berada di jalan taat
Gandeng tanganku dalam erat
Agar diriku tidak jauh tersesat
Dalam kubangan hitam maksiat

Aku tak sanggup jika terjatuh raga
Kedalam siksa dan murka
Tak kuasa diriku tuk sekadar membayangkan saja
Betapa panasnya leleh api neraka

Sahabat, cari aku di surga
Ketika jiwa raga tak lagi bersama
Dan dirimu tak menemukanku di jannah-Nya
Tanyakan di mana saat itu aku berada

Cari aku di surga
Ketika kakimu sudah menapak di sana
Tanyakan kepada Allah Aza wazala
Agar aku segera menyusulmu ke sana
Dalam sejuknya hembusan nirwana

Cari aku di surga
Karena aku menyadarinya
Amalku banyak yang tak sempurna
Namun, aku sungguh mengharap surga-Nya

Sahabat, cari aku di surga nanti
Ingat namaku agar terpatri dalam hati
Ketika amal kita yang bersaksi
Di hari penentuan nanti.

Surabaya 23 juni '21[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Bersama Hingga Jannah-Nya

dan di antara tanda-tanda kebesarannya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dia menjadikan diantara kamu rasa kasih dan sayang.
( Quran surat Ar-Rum ayat 21 )


Oleh : Hesty Noviastuty

NarasiPost.Com-Suami istri itu pasangan sahabat, tetapi lengkap. Ada cinta, kebutuhan, kasih sayang, dan juga perselisihan. Kadang kehadirannya cukup membuat tenang, tidak perlu banyak bicara. Apa benar seperti itu?
Ternyata kadang kala semua harus diungkapkan. Meskipun nyaman berdiam, tapi tak selamanya mencapai ketenangan.

Pernikahan memang tidak selamanya seindah dongeng Cinderella yang langsung bahagia setelah akad nikah.
Kebahagiaan dalam pernikahan ternyata harus diperjuangkan. Terlebih lagi, pasangan yang bersama tanpa mengenal istilah pacaran. Di mulai ta'aruf yang hanya mengenal latar belakang secara singkat, setelah menikah mulailah semua penyesuaian. Sekali pun pasangan suami istri yang dianggap mengerti agama, pemahaman agama tidak menjamin mereka otomatis punya kemampuan menjalankan biduk rumah tangga.

Kehidupan Rumah Tangga

Kadangkala, seorang suami juga masih belajar menjadi suami. Istri pun merangkak memahami perannya sebagai pendamping hidup suami. Awal menikah menjadi masa manis antara suami dan istri, terlebih bagi pasangan yang baru saling mengenal. Bagi manusia yang memiliki naluri ketertarikan dengan lawan jenis, sebuah pernikahan menjadi pemenuhan perasaan kasih sayang

Namun, seiring berjalannya waktu, masa-masa manis dapat memudar dengan cepat. Lahirnya sang buah hati, menandai masa repot yang harus dipersiapkan dengan mental kuat. Suami dan istri harus bisa bersinergi menghadapi fase baru kehidupan mereka sebagai orang tua. Perhatian istri pun jadi terbagi. Tidak hanya untuk suami semata, melainkan juga untuk sang buah hati. Hanya saja, masih banyak suami yang tidak memahami. Mereka selalu menuntut istri untuk bisa melayani dan mengurus rumah tangga tanpa bantuan suami atau pun orang lain.

Anak bukanlah tanggung jawab sang ibu semata. Ayah juga memiliki andil dalam pengurusan dan pendidikan anak-anaknya. Karena itu, kerepotan mengurus buah hati harusnya tidak hanya dirasakan oleh ibunya. Tidak ada istilah repot jika suami istri bekerja sama dengan bahagia karena dapat melestarikan keturunan. Sebagaimana tujuan sebuah pernikahan, hadirnya seorang anak dapat menguatkan dan membuat pernikahan semakin bermakna.

Namun, semakin banyak dan besar anak-anak, permasalahan terkadang bertambah dalam rumah tangga. Masalah ekonomi seringkali hadir dalam masa kritis pernikahan. Terlebih lagi hidup dalam sistem yang memandang materi menjadi segalanya. Masalah ekonomi bahkan dapat memicu hancurnya sebuah pernikahan. Pada fase inilah, kesabaran suami dan istri diuji. Manis pernikahan bahkan mulai terlupakan.
Tuntutan kehidupan kapitalis dapat menggeser perhatian pada keluarga.

Seorang suami yang bekerja tanpa memahami keluarga yang butuh perhatiannya, seorang istri yang hanya fokus pada masalah anak dan rumah tangga, tanpa disadari sedikit demi sedikit dapat mengikis perasaan cinta dan saling membutuhkan antara suami dan istri. Mereka seharusnya dapat menyadari dan memahami agar kondisi tersebut tidak terus berlanjut.

Belum lagi jeratan fitnah dunia yang lainnya. Kehidupan serba bebas, menghantui keharmonisan antara suami dan istri. Godaan-godaan tentang hadirnya orang ketiga dalam kehidupan suami istri, kerap menjadi pemicu hancurnya rumah tangga sehingga butuh kekuatan iman dan keyakinan terhadap tujuan awal dibangunnya pernikahan, agar biduk rumah tangga dapat terus berlayar ke tujuannya.

Suami Istri dalam Islam

Hubungan suami istri digambarkan sangat indah dalam Al-Qur'an. Allah menunjukkan kebesaran-Nya dengan menciptakan laki-laki dan perempuan agar mereka bisa bersenang-senang dan merasa tentram satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Ar-Rum ayat 21 sebagai berikut

وَ مِنْ اٰیٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَیْهَا وَ جَعَلَ بَیْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّ رَحْمَةًؕ-اِنَّ فِیْ ذٰلِكَ لَاٰیٰتٍ لِّقَوْمٍ یَّتَفَكَّرُوْنَ.

Artinya: “dan di antara tanda-tanda kebesarannya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dia menjadikan diantara kamu rasa kasih dan sayang.

Islam pun telah menjelaskan hak dan kewajiban bagi suami istri. Secara materi, suami wajib memberikan mahar, nafkah, pakaian dan tempat tinggal. Tidak hanya itu, suami juga wajib menggauli istrinya dengan baik, menjaganya dari dosa dan memberikan kasih sayang. Sedangkan kewajiban istri kepada suaminya adalah dengan berlaku taat, mengikuti tempat tinggal suami dan menjaga diri saat jauh dari suaminya. Sungguh hak dan kewajiban yang sangat melengkapi.

Namun, pemahaman terhadap hak dan kewajiban tidaklah cukup jika tidak disertai dengan keterampilan dalam berumah tangga. Rasa cinta dan kasih sayang pun dapat menguap tanpa saling menerima dan memahami karakter pasangan hidup yang dipilihnya.

Saling mencintai harusnya didasarkan pada Allah sebagaimana dalam surat Ali Imron ayat 14 yang artinya sebagai berikut;

“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”

Rasa cinta antara suami dan istri adalah kesenangan dunia. Apabila pasangan suami istri tidak hanya ingin merasakan kesenangan dunia saja, tetapi kesenangan hingga di akhirat, maka rasa cinta itu harus didasarkan pada cinta kepada Allah Swt. Suami dan istri harus selalu berjuang untuk selalu dapat memahami pasangannya.

Konsep syukur, rida, positif thinking selayaknya menjadi sikap yang mesti dimiliki suami dan istri. Memandang kelemahan pasangan untuk dilengkapai. Suami istri hendaknya menerima keberadaan pasangannya sebagai sesuatu yang perlu disyukuri dan selalu berbaik sangka pada apa yang telah dan akan dilakukan oleh masing-masing untuk menjaga bahtera rumah tangga. Insyaallah, pemahaman syariat yang dijalankan akan membuat pasangan suami istri dapat selalu bersama hingga Jannah-Nya.[]


Photo : pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Marital Rape, Konsep Batil Penghancur Ketahanan Keluarga

Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik perempuan yaitu seorang perempuan yang jika engkau memandangnya, engkau merasa gembira. Jika engkau memerintahnya, dia akan mentaatimu. Dan apabila engkau tidak ada di sisinya, dia akan menjaga hartamu dan dirinya”.
( HR Ahmad, Hakim, Nasa'i, dan Thabrani )


Oleh. Miliani Ahmad
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah Dia menciptakan bagimu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sungguh, yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mau berpikir.” (Q.S ar-Rum : 21)

Begitu agungnya Allah Swt menurunkan syariat tentang pernikahan. Syariat yang ditujukan agar tercipta ketenangan, kasih sayang, harmoni dan saling kasih di antara dua individu yang mengikat janji suci dalam sebuah biduk perkawinan. Namun, apa jadinya jika realitanya banyak rumah tangga yang tak mampu menggapai itu semua?

Saat ini, ketahanan keluarga banyak terkikis oleh beragam faktor. Bisa dari faktor internal ataupun eksternal. Pada faktor internal, bisa jadi disebabkan karena minimnya pemahaman tentang konsep berkeluarga yang benar. Namun pada faktor eksternal, faktor ini justru bisa lebih berbahaya. Di antaranya muncul konsep-konsep beracun yang mencoba menggerogoti tujuan berkeluarga. Salah satunya adalah anggapan syariat 'melayani' suami dianggap sebagai sebuah bentuk pengekangan. Jika dilakukan dengan paksaan maka suami dapat dikatakan melakukan pemerkosaan dan bisa diancam dengan pidana kurungan penjara 12 tahun lamanya.

Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sekarang ramai menjadi perbincangan. Istilah pemerkosaan dalam rumah tangga (marital rape) tersebut mencuat serta tak bisa diterima dengan logika. Akan tetapi, Theresia Iswarini selaku Komisioner Komnas Perempuan menyebutkan bahwa memang ada aduan yang dilakukan oleh para istri yang mengungkapkan bahwa mereka diperkosa suaminya.
Sebelumnya, aturan terkait perkosaan suami ini (marital rape) sudah pernah diatur dalam UU PKDRT, yakni pasal 53 UU 23/2004 yang ditambahkan dalam pasal 479. Pasal 53 UU 23/2004 tersebut berbunyi :

Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 yang dilakukan oleh suamo terhadap istri atau sebaliknya merupakan delik aduan.

Sedangkan pasal 46 sendiri menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Sementara itu, dari fakta lapangan, Komnas Perempuan telah melaporkan dalam Catatan Tahunan 2021 setidaknya di tahun 2019 data pemerkosaan suami terhadap istri mencapai 192 kasus yang dilaporkan dan terjadi lagi di tahun 2020 dengan angka 100 kasus. Menurut Komnas Perempuan, data tersebut semakin menunjukkan secara fakta bahwa kasus pemerkosaan suami terhadap istri memang ada.

Kasus yang pernah terungkap dan dilaporkan di antaranya adalah kasus marital rape yang terjadi di Denpasar. Siti, seorang istri dikabarkan meninggal dunia akibat diperkosa Tohari suaminya dalam keadaan sakit-sakitan. Ada pula kasus Hari Ade Purwanto yang dikatakan melakukan pemerkosaan kepada istrinya di dalam hutan di Pasuruan pada 2011 silam. Ade akhirnya dijatuhi hukuman 16 bulan penjara.

Cacat Logika Marital Rape

Menurut pandangan pengusung kesetaraan gender, budaya patriarki telah membangun konstruksi sosial yang menjadikan kaum perempuan berada pada strata yang rendah termasuk dalam perkawinan. Dalam perkawinan, hubungan seksual bisa dilakukan sekehendak suami bahkan bisa dilakukan berulang-ulang. Kondisi ini dianggap sebagai sebuah kelaziman dalam masyarakat dan bukan termasuk kejahatan. Tentu hal ini membuat telinga pengusung ide kesetaraan menjadi panas. Bagi mereka, kondisi ini akan membuat nasib perempuan semakin termarginalkan.

Maka muncullah istilah marital rape. Secara makna, marital rape sendiri merupakan sebuah tindakan kekerasan seksual yang menimpa istri. Dapat dikatakan bahwa marital rape merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri untuk melakukan aktivitas seksual tanpa mempertimbangkan kondisi istri (Maria, 2007).

Dalam teori nurture dikatakan bahwa istri merupakan pelayan kebutuhan suami. Sehingga jika terjadi kekerasan seksual maka hal tersebut dianggap sebuah kewajaran. Bagi feminisme, kekerasan atas nama gender ini lebih sering disebabkan adanya ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam keluarga. Dapat disebut pula bahwa marital rape merupakan manifestasi ketidakadilan gender yang termasuk dalam "gender related violence".

Pandangan-pandangan demikian jelas merupakan pandangan yang batil. Dalam konsep Islam, justru istilah marital rape tidak diakui. Ketimpangan relasi atau ketidaksetaraan kekuatan merupakan makna-makna khas yang sering dinisbatkan kelompok-kelompok feminis kepada masyarakat agar masyarakat sepakat dengan ide perlawanan mereka.

Secara umum feminisme beranggapan bahwa budaya patriarki lebih disebabkan oleh doktrin-doktrin agama. Bagi mereka, budaya patriarki ini telah memberikan bentuk penjajahan terhadap perempuan. Perempuan tak memiliki pilihan. Perempuan selalu dipaksa untuk tunduk serta perempuan harus selamanya hidup dalam ketaatan. Tentu harus ada upaya untuk melepaskan diri dari itu semua. Sehingga jalan yang paling memungkinkan untuk lepas dari itu semua adalah dengan mengajak perempuan untuk berani melawan dan mendobrak konstruksi sosial dan agama. Namun sayangnya, kaum feminis telah terperangkap dalam pemikiran yang salah.

Jika dikaji dengan pandangan ideologi yang sahih, sejatinya marital rape merupakan sebuah kondisi yang muncul akibat kerusakan tatanan sosial di dalam masyarakat. Hal ini lebih dimotori oleh sistem sekuler yang telah lama menggerogoti tatanan kehidupan global. Pada sistem ini, pemahaman masyarakat terhadap perkawinan hanya dianggap sebagai sebuah ritual dan sahnya sebuah hubungan. Padahal kondisinya tidaklah seperti demikian.

Sesungguhnya, perkawinan tak bisa hanya dimaknai sebagai hubungan antara dua kekuatan yang berbeda. Akan tetapi, perkawinan merupakan penyatuan kedua insan yang memiliki status yang sama. Keduanya merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan dan disatukan untuk menciptakan kehidupan manusia yang berkesinambungan. Keduanya memiliki posisi dengan hak dan tanggung jawab masing-masing. Tidak ada yang berkedudukan lebih tinggi atau lebih rendah.

Hanya saja, pemahaman ini telah lama tereduksi akibat lemahnya pemahaman umat terhadap syariat. Sekularisme perlahan tapi pasti telah menghapus pemahaman umat tentang esensi pernikahan, hak dan kewajiban masing-masing pasangan, serta bagaimana cara membangun hubungan yang baik di antara pasangan. Allah Swt telah mengingatkan dalam firman-Nya,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا


Hai orang-orang beriman! Tidaklah halal bagi kamu mewarisi wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu membuat susah mereka karena hendak menarik kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (Q.S an-Nisa : 19)

Jelas pada ayat ini, Allah memerintahkan para suami untuk berlaku ma'ruf dalam bergaul terhadap istrinya. Suami diharapkan dapat berlaku lembut, berkata sopan dan tidak boleh melakukan berbagai tindakan yang memberi kesan intimidasi, menakut-nakuti, mengancam bahkan melakukan kekerasan.

Sebaliknya, seorang istri pun harus mampu menjalankan segala kewajibannya dengan penuh rasa rida dan ikhlas. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga ia tidak akan merasa dijadikan bawahan atau pembantu atau bahkan merasa menjadi budak atas suaminya. Semua itu haruslah dilandasi oleh satu hal, yaitu keimanan. Keimanan ini menuntut para istri untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi suaminya.

Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik perempuan yaitu seorang perempuan yang jika engkau memandangnya, engkau merasa gembira. Jika engkau memerintahnya, dia akan mentaatimu. Dan apabila engkau tidak ada di sisinya, dia akan menjaga hartamu dan dirinya”.
( HR Ahmad, Hakim, Nasa'i, dan Thabrani )

Dalam hal pelayanan privat, istri pun diarahkan untuk dapat mengejar surganya dengan menaati kehendak suaminya. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani di dalam Kitab Sistem Pergaulan dalam Islam (an-Nizham al-Ijtimaa'iy fi al-Islam) menyebutkan, bahwa ketaatan terhadap suami merupakan kewajiban pokok bagi istri. Dalam hal ini Rasulullah Saw pun bersabda,

"Jika di malam hari seorang istri tidur meninggalkan tempat tidur suaminya, maka niscaya para malaikat melaknatnya sampai dirinya kembali." (Muttafaq 'alaih dari jalur Abu Hurairah)

Sehingga dengan kesadaran akan iman di antara keduanya maka terciptalah pergaulan keakraban layaknya sahabat. Suami menyayangi sekaligus mengerti istrinya, begitu pula sebaliknya. Suami memenuhi hak istrinya, begitu pula istri dengan lapang dada menjalankan kewajibannya. Dengan pemahaman yang demikian tak akan ditemukan istilah pemerkosaan dalam rumah tangga.

Sungguh kejahiliyaan yang nyata jika keluarga-keluarga muslim hari ini harus terjerumus pada kubangan kesesatan yang dibuat oleh feminisme. Istilah ini jika dipaksakan dipakai dalam kehidupan rumah tangga justru akan menghancurkan tatanan keluarga itu sendiri.

Perempuan (istri) yang terdorong mengadopsi pemikiran batil ini akan sangat mungkin membangkang terhadap perintah suaminya. Atas nama kesetaraan, perempuan akan melakukan perlawanan bahkan tanpa adanya malu, mereka berani menceritakan ranah privasi mereka. Sikap demikian tak layak dilakukan oleh seorang istri. Apalagi jika sampai suami dipidana karena kasus marital rape, lalu pertanyaannya, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap keluarga dan anak-anaknya? Sementara jaminan negara terhadap kebutuhan pokok rakyatnya jelas tak bisa diharapkan.

Inilah sengkarut problem kehidupan yang diakibatkan oleh sekularisme. Semua tata kehidupan menjadi semakin rusak, mulai dari kehidupan individu rakyatnya, keluarga hingga tatanan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maka, sudah saatnya keluarga-keluarga yang ada pada hari ini mengembalikan tujuan serta visi misi berkeluarga hanya pada landasan syariah Islam. Jika syariah itu belum terlaksana sempurna dalam sebuah sistem bernegara, sudah selayaknya umat memahami posisi mereka. Umat harus berupaya memperjuangkannya sesuai dengan thariqoh yang dicontohkan Rasulullah Saw. Meskipun berat, akan tetapi kehidupan Islam akan segera kembali. Yakinlah, itu semua sudah Allah Swt janjikan kepada orang-orang yang beriman, yang atas izin-Nya waktu itu akan segera tiba.

Wallahua’lam bish-showwab[]


photo : pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Sebentar itu Lama

Dunia itu sebentar
Ibarat kayu kering terbakar api yang berpijar


Oleh: Ummu Hanan

NarasiPost.Com-Kudapati engkau berdiam dalam sepi
Menunggu kepastian yang tak pasti
Aneh memang kau ini
Lebih meyakini hati ketimbang Illahi

Rangkaian kata kau hadirkan sebagai hujah
Meski sebenarnya kau sedang salah arah
Melemah dan perlahan berlepas dari dakwah
Namun, kau menyebut itu anugerah

Suara sumbang di luar sana begitu serius kauresapi
Kesibukanmu dalam dakwah telah membuat mereka benci
Mereka selalu mengusik dengan ancaman yang sama
Tinggalkan dakwah atau kita bukan lagi saudara

Kini kaubagai seonggok daging pucat pasi
Hanyut dalam buaian setan yang hina
Merasa benar karena berkorban demi yang dicintai
Sadarilah, setan sedang membuat tipu daya

Sungguh setan menjadikanmu hanya melihat dunia
Seolah ia kekal tak berkesudahan
Ingatlah saat kerabat dan handai taulan menjadi tak bermakna
Itulah beratnya hari perhitungan

Kawan, dunia itu fana
Ia hanya memperdaya manusia dalam kisaran enam puluh tahun hidupnya
Dunia itu sebentar
Ibarat kayu kering terbakar api yang berpijar

Kawan, dunia itu sebentar, tapi lama
Pilihan saat di dunia menjadi penentu nasib di akhirat nanti
Akhirat bukan saja lama kawan namun abadi
Ayolah, logiskah mengorbankan keabadian dengan hal fana?

Jangan salah melangkah, kawan
Jangan salah memetakan jalan
Setiap pilihan pasti akan ditanya oleh-Nya
Sebab, yang sebentar itu hakikatnya lama[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pinangki, Keadilan Hukum Hanya Sebatas Teori

"Penggerusan daya penegakkan hukum melalui undang-undang sudah makin terasa. Drama-drama hukum menjadi hal yang lumrah dan menajamkan mandulnya penegakan hukum di Indonesia yang makin parah"


Oleh. Dia Dwi Arista

NarasiPost.Com-"Bahwa Terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Bahwa terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.” Kalimat tersebut keluar dari Ketua Hakim Pengadilan Tinggi Muhammad Yusuf pada 14 Juni 2021.

Putusan tersebut sontak membuat publik tersakiti. Bagaimana tidak, seorang mantan jaksa yang sudah menjadi terdakwa dalam kasus suap dan pencucian uang bisa dengan mudah mendapat sunatan hukuman lebih dari yang diputuskan hakim. Sebelumnya, Pinangki Mirna Malasari didakwa bersalah telah menerima suap dari Djoko Tjandra, buronan penggelapan dana perbankan.

Pinangki terbukti menerima suap sebesar 450 ribu dolar AS. Tak hanya suap, Pinangki juga terbukti melakukan pencucian uang. Hakim pengadilan Tipikor Jakarta pun memutuskan hukuman kurung selama 10 tahun penjara. Hukuman ini dikarenakan beratnya kasus kejahatan yang dilakukan Pinangki, ia dinyatakan melanggar UU Nomor 31 Pasal 11 Tahun 1999 tentang Tipikor, ia juga didakwa melakukan pelanggaran Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor, dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang. (detik.com, 20/6/2021)

Hukum Pincang Sebelah

Rakyat kembali meradang, lagi-lagi tercederai kepercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia. Tikus berdasi yang harusnya diburu dan dibunuh malah diberi keringanan. Mandulnya penegakan hukum di Indonesia terasa lebih parah pada beberapa tahun belakangan.

Penggerusan daya penegakkan hukum melalui undang-undang sudah makin terasa, suap-menyuap menjadi berita harian yang tak absen tampil dalam berbagai media. Begitupula dengan kasus yang terjadi dengan Pinangki. Terasa ada teka-teki yang melatarbelakangi pengamputasian hukuman dari 10 tahun menjadi 4 tahun, apalagi dengan mengemukakan alasan yang tidak adil bagi seluruh terdakwa perempuan.

Rakyat jelas marah dan tidak terima, kasus korupsi dan suap dianggap kejahatan besar di berbagai negara. Apalagi melihat kehidupan rakyat Indonesia yang sebagian besar dalam kubangan kemiskinan, ketika disuguhkan drama pengamputasian hukuman korupsi tentu rakyat marah. Dari korupsi dan suap inilah muncul kesenjangan sosial dalam lapisan masyarakat, meski bukan penyebab utama, namun tetap menjadi persoalan yang menyebabkan rusaknya kesenjangan sosial.

Sudah berkali-kali penegakkan hukum di Indonesia terlihat pincang sebelah, banyak dari terdakwa kasus korupsi yang bisa melenggang bebas dari dakwaan, atau pengurangan hukuman yang signifikan, berbeda kasus ketika rakyat yang menjadi pesakitan di meja hijau. Hukuman menusuk dalam, bahkan jarang menerima pengurangan signifikan. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya mafia hukum yang sering bisa digunakan oleh orang yang punya kekuasaan dan modal.

Potret rusaknya peradilan hanya terjadi dalam sistem buatan manusia. Sistem yang mengandalkan pemikiran manusia dalam mengatur kehidupan. Sistem seperti ini tidak bisa diandalkan dalam memberi keadilan, dikarenakan pembuatnya adalah manusia yang serba terbatas dan lemah. Berakhir dengan banyaknya permainan yang selalu digunakan sesuai kepentingan, tanpa menciptakan keadilan.

Khilafah dan Keadilannya

Berbicara sistem yang adil, Islam mempunyai seperangkat aturan yang bisa membawa keadilan bagi seluruh individu rakyat. Didasarkan pada pencipta aturan adalah zat Yang Maha Adil. Hukum Islam bisa diterapkan dengan sempurna ketika diaplikasikan pada sebuah institusi negara, Khilafah.

Khilafah mempunyai mekanisme dalam menangkal dan menindak korupsi dan suap. Langkah yang diambil Khilafah dalam mencegah tindak korupsi adalah yang pertama, menerapkan pendidikan keimanan dan ketakwaan bagi setiap individu muslim. Dalam pendidikan tersebut akan dimunculkan rasa takut kepada Allah, dan rasa senantiasa diawasi oleh Allah, sehingga membuat individu muslim senantiasa menjaga perilakunya agar sesuai dengan syariat Islam.

Yang kedua adalah menciptakan suasana yang sehat dengan saling ‘amar ma’ruf nahi munkar, karena saling menasihati dapat mengokohkan kebaikan di sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Yang ketiga adalah pemberian gaji yang layak bagi pejabat negara. Ia akan mendapat fasilitas dan tunjangan hingga ia mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat meminimalisasi kecurangan dan penyalahgunaan jabatan.

Rasul Saw pernah bersabda,
“Barangsiapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan untuknya rumah, jika ia belum beristri hendaklah ia menikah, jika tidak mempunyai pembantu, hendaknya ia mengambil pembantu, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan), hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selain dari itu, itulah kecurangan.” (HR. Abu Dawud).

Yang keempat adalah larangan menerima hadiah di luar gaji yang mereka terima. Karena hadiah ketika menjabat sebagai pemangku kekuasaan bisa diartikan sebagai rasuah (suap). Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, “Hadiah yang diberikan kepada pengausa adalah haram, dan suap ang diterima hakim adalah kufur.” (HR Ahmad)

Yang kelima adalah penghitungan kekayaan sebelum dan sesudah ia menjabat. Jika ditemukan harta yang tidak wajar, maka ia akan diminta membuktikan asal dari harta tersebut.

Sedangkan cara Khilafah dalam menyelesaikan masalah korupsi dan rasuah dengan memberinya hukuman berefek jera, setimpal dengan perbuatannya. Hukuman ini juga sebagai pelajaran bagi masyarakat luas. Sanksi yang diberikan adalah ta’zir. Bisa dilakukan dengan pewartaan kepada seluruh masarakat, bisa juga dengan hukuman cambuk, penyitaan harta, pengasingan, hingga hukuman mati sesuai dengan ijtihad Khalifah. Demikianlah ketika Islam diterapkan, keadilah beserta rahmat akan menghampiri penduduk bumi. Maka, yang perlu dilakukan hanyalah mengganti hukum buatan manusia dengan hukum ciptaan Allah Sang Maha Pencipta. Allahu a’lam bis-showwab.[]


Photo

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pajak Jadi Pendapatan Utama: Rakyat Membiayai Negara, Bukan Sebaliknya

"Ketika anggaran belanja mengalami defisit, maka pemerintah akan melakukan berbagai opsi di antaranya: memaksimalkan penarikan pajak, mengurangi subsidi dan menambah utang luar negeri."


Oleh: Merli Ummu Khila
(Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-"Di antara tanda sebuah negara akan hancur, semakin besar dan beragamnya pajak yang dipungut dari rakyatnya. (Ibnu Khaldun 732-808H/1332-1406M)"

Ibarat hendak tenggelam, negara ini sedang megap-megap dan berusaha meraih apa saja demi menyelamatkan diri. Utang yang sudah menggunung, justru ditambah dengan utang baru. Belum cukup dari utang, pemerintah makin gencar memalak rakyat dengan beragam pajak dan pungutan.

Seperti diketahui, seantero nusantara dibuat heboh oleh rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan-bahan pokok atau sembako dan pendidikan.

Rencana pengenaan tarif PPN untuk sembako tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Draf PPN sembako dan pendidikan ini bocor ke publik dan bergulir tak terkendali bak bola salju. Situasi makin memanas dan pemerintah terlihat kikuk untuk mengklarifikasi.

Negara Dibiayai Rakyat Bukan Rakyat Dibiayai Negara

Adalah sebuah kenyataan jika dalam setiap apa yang dipakai, dikonsumsi, dan dimiliki oleh rakyat tidak ada yang luput dari pungutan pajak. Setiap produk yang dikonsumsi sehari-hari, kendaraan yang dimiliki, rumah dan tanah yang ditinggali pun kena pajak. Jadi, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa saat ini faktanya negara yang dibiayai rakyat, bukan rakyat yang dibiayai negara.

Belum lagi kebutuhan pokok yang selalu mengalami kenaikan karena mekanisme pasar dikendalikan oleh pemilik modal. Beban pajak dari setiap produk memberikan dampak domino yang berimbas pada tingginya harga suatu barang. Sayangnya, pemerintah hanya menjadi regulator dan tidak bisa menentukan kebijakan pasar. Celah ini pun akhirnya dimanfaatkan para kartel mengendalikan harga untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Pajak sebagai Pendapatan Utama

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadikan pajak sebagai pendapatan utama. Seperti dalam APBN 2020, Pendapatan negara sebesar Rp2.233,2 triliun. Dari situ, penerimaan dari sektor perpajakan sebesar Rp1.865.7 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp367 triliun. Sisanya yaitu penerimaan hibah sebesar 0,5 triliun.

Sedangkan, anggaran belanja negara lebih besar yaitu Rp2.540,4 triliun. Belanja pemerintah pusat Rp1.683,5 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp856,9 triliun sehingga APBN defisit anggaran sebesar Rp307,2 triliun. (https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020).

Sehingga untuk menekan defisit anggaran yang semakin membengkak, pemerintah akan terus mengoptimalkan penerimaan pajak. Pajak dalam APBN berfungsi sebagai budgeter. Wajar saja jika pemerintah begitu ngotot memburu hingga pajak receh. Namun sayangnya, ada ketidakadilan dalam kebijakan pajak ini. Di satu sisi, pemerintah mengoptimalkan pajak tanpa terkecuali bagi masyarakat menengah ke bawah. Misal sebelumnya pemerintah kenakan cukai pada minuman berpemanis.

Seperti dikutip dari kontan.id, (27/01/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mencetuskan wacana pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis. Usulan ini sejak setahun yang lalu disinggung dengan alasan banyak masyarakat yang terkena penyakit diabetes malitus. Sebuah alasan yang terkesan memaksakan. Potensi penerimaan cukai sebesar Rp6,2 triliun inilah yang disinyalir menjadi alasan.

Hal ini diperkuat oleh pendapat WaKetum Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPPMI), Rachmat Hidayat, mengatakan pihaknya menolak rencana penerapan cukai untuk minuman berpemanis. Rahmat menilai, kebijakan itu hanya beralasan untuk mendongkrak penerimaan negara, bukan pengendalian konsumsi.

Di sisi lain pemerintah justru memberikan tax amnesti atau pengampunan pajak bagi pengusaha dan konglomerat. Kebijakan ini dalam rangka membujuk pengusaha dan konglomerat untuk melaporkan kekayaannya yang disimpan di luar negeri. Bahkan pemerintah berencana memberikan tax amnesty jilid II yang sebelumnya memberikan pengampunan pajak jilid I, yaitu tanggal 1 Januari sampai 30 Maret 2017.

Menjadikan pajak sebagai pendapatan utama negara adalah ciri khas ekonomi kapitalis. Begitu juga yang diadopsi oleh pemerintah saat ini. Ketika anggaran belanja mengalami defisit, maka pemerintah akan melakukan berbagai opsi di antaranya: memaksimalkan penarikan pajak, mengurangi subsidi dan menambah utang luar negeri. Dari ketiga opsi tersebut justru menambah kesengsaraan bagi rakyat.

Defisit anggaran tidak sepenuhnya pembelanjaan negara untuk kesejahteraan rakyat. Perampokan uang rakyat yang terstruktur, sistemik dan masif membuat kas negara bocor. Baragam motif korupsi dilakukan oleh pejabat pemerintah secara kolektif, dari jajaran atas hingga kelas pegawai.

Praktik korupsi ini menjangkiti seluruh lembaga negara terutama pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang mendapatkan anggaran infrastruktur lebih besar dibanding kesehatan dan pendidikan.

Berdasarkan Laporan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, sejak tahun 2020 hingga Maret 2021 terdapat 36 kasus korupsi infrastruktur. "Korupsi infrastruktur sejumlah 36 kasus sepanjang 2020 hingga Maret 2021." kata Ghufron kepada Kompas.com (16/3/2021).

Pajak dijadikan sebagai sumber pendapatan negara adalah sebuah kesalahan sistem bernegara. Seandainya seluruh aspek dikenai pajak sekalipun tentu tidak akan mampu menutupi defisit anggaran, sehingga karut-marut kas negara tidak bisa diatasi hanya dengan berganti rezim. Apalagi hanya berganti kebijakan. Harus ada perubahan yang fundamental untuk mengakhiri kesengsaraan dalam sistem kapitalis.

Wallahu a'lam bishshawaab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Hukum Romawi Terlahir Kembali

"Hukum Indonesia sangat tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum bisa dibeli dalam mempertahankan oligarki seolah mengulang kembali sejarah hukum Romawi."


Oleh. Riska Malinda

NarasiPost.Com-Lidah memang tak bertulang. Mulutmu, harimau mu

Pepatah lama mana yang cocok untuk kasus seorang ulama kondang eks ketua FPI, Habib Rizieq Shihab? Setelah sebelumnya pelbagai kasus diada-adakan untuk menjebak ulama tersohor bergelar Habib tersebut. Ada lagi kini kasus tentang keonaran akibat perkataan yang katanya mengandung kebohongan.

Dilansir dari CNNIndonesia (24/6), putusan hakim menyatakan Rizieq dikenai dakwaan primer Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, HRS dinyatakan telah membuat keonaran di kalangan masyarakat akibat menyebarkan berita bohong terkait status positif corona di RS Ummi Bogor, Jawa Barat.

Kasus Mega Mendung hingga petamburan bukanlah kasus kriminalitas, bukan juga kasus pembunuhan berantai. Tetapi vonis yang dituntut jaksa lebih berat daripada tuntutan menghilangkan mata seseorang. Sepertinya HRS memang selalu menjadi sorotan para pemangku kekuasaan. Meski apa yang diduga bukanlah sebuah tindakan kejahatan yang sampai melenyapkan seseorang. Terlebih lagi pasal yang dikenakan kepadanya adalah pasal kuno di tahun 1946, saat zaman belum semodern sekarang.

Dikutip dari suara.com (25/06/2021), Fadli Zon menerangkan bahwa UU tahun 1946 merupakan warisan Belanda. Konteks keonaran yang terjadi pada zaman itu pun jelas berbeda dengan yang dituduhkan kepada HRS sekarang. Sebab keonaran yang dimaksud di zaman itu adalah proyek Belanda dan sekutu untuk kembali merebut kekuasaan Indonesia.

Senada dengan itu, Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr. Mahesa Pranadipa, MH, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap putusan jaksa. “Saya dari awal tidak begitu setuju dengan pidana penjara untuk yang sifatnya pelanggaran bukan kejahatan. Kalau dari perspektif hukum restoraktif, vonis tersebut menjadi kontradiktif dengan kebijakan pemerintah yang membebaskan narapidana yang sudah melewati setengah masa tahanan dan saat ini justru memasukkan orang-orang ke penjara.” (dw.com, 24/06/2021)

Kasus yang dituduhkan kepada HRS sebenarnya bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Berbagai kasus yang dituduhkan kepada beliau hanyalah modus berkedok pasal pelanggaran. Jaksa penuntut umum pun terlihat memaksakan kecocokan antara keonaran yang terjadi di tahun 1946 dengan yang dituduhkan kepada HRS. Padahal yang dimaksudkan keonaran oleh jaksa juga belum jelas di mana dan kapan keonaran itu terjadi, berapa kerugian yang diakibatkan oleh keonaran tersebut, apakah sama total kerugian yang ditimbulkan dengan utang negara? Ataukah sama dengan kerugian negara akibat uang rakyat yang dimakan tikus berdasi? Ataukah sama dengan keonaran yang ditimbulkan oleh Pinangki?

Kasus-kasus hukum yang coba dipidanakan kepada beliau semakin lama semakin menguak kelemahan dan busuknya hukum buatan manusia. Hukum bisa dibeli untuk mempertahankan oligarki, untuk menjebloskan mereka yang tak disenangi, juga untuk menyeret mereka yang membahayakan posisi. Kita melihat hukum sekarang ada bukan untuk melindungi tetapi untuk memusuhi rakyat sendiri.

Sepertinya kita kembali ke zaman peradaban Romawi kuno sebelum Islam datang. Dalam bukunya yang berjudul "Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam?", Graham E.Fuller menjelaskan bahwa saat itu negara bergerak untuk mengendalikan semua penafsiran dan aliran pemikiran yang ada di kerajaan itu, untuk menegakkan ortodoksi dan merumuskan “pendapat-pendapat yang benar”. Pendukung-pendukung pandangan yang berbeda didorong ke arah rekonsiliasi, ditaklukkan, atau ditindas. (hal. 66-67)

Saat itu, pemegang kendali gereja adalah para pejabat Romawi. Mereka membuat hukum sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Bahkan mereka tidak takut untuk mengubah isi kitab agar sesuai dengan kehendak untuk memuluskan nafsu kekuasaan. Sama seperti sekarang, saat rakyat mulai menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah. Saat rakyat mulai beralih meminta pertolongan kepada para ulama yang berpegang teguh kepada hukum Allah Swt, penguasa akan mulai berulah dengan menyakiti ulama-ulama yang dicintai oleh rakyat. Penindasan seperti ini dilakukan berharap agar rakyat kemudian patuh terhadap hukum yang mereka buat.

Atas kuasa Allah Swt, berbagai masalah di negeri ini telah menyibak kelemahan hukum buatan manusia. Lemahnya akal manusia dalam memutuskan perkara dunia. Tak ada yang dapat dipercaya kecuali keadilan pada hukum syariat Allah Swt.

Wallohu’alambisshowab.[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Sejuta Manfaat Bunga Rosella

"Tidak semata Allah swt ciptakan tumbuhan kalau tidak ada manfaatnya untuk hidup manusia seperti bunga Rosella yang tampil menawan dan mengandung berjuta manfaat."


Oleh. Hana Annisa Afriliani, (Tim Redaksi NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Mendengar kata bunga, mungkin yang terbayang adalah keindahan bentuk dan warnanya. Maka, kerap kali bunga dijadikan hiasan di pekarangan rumah bahkan di dalam rumah. Namun, lain halnya dengan bunga Rosella. Bunga yang memiliki nama Latin Hibiscus sabdariffa ini, tak hanya cantik dengan warna merahnya yang memukau, namun juga memiliki sejuta manfaat bagi kesehatan tubuh kita.

Ya, bunga yang berasal dari benua Afrika ini memang dapat dikonsumsi. Kandungan vitamin di dalamnya cukup lengkap, di antaranya vitamin C, vitamin B3 (niasin), dan vitamin B9 (folat). Dengan kandungan vitamin tersebut, bunga Rosella bersifat antiinflamasi dan antibakteri sehingga efektif untuk mengatasi peradangan dan infeksi, serta meningkatkan imunitas tubuh.

Tak hanya itu, kandungan berbagai jenis mineral seperti zat besi, kalsium, seng, natrium, fosfor, magnesium, dan kalium juga terkandung di dalam bunga Rosella. Rosella juga mengandung antioksidan, seperti flavonoid, antosianin, dan polifenol, sehingga dapat mencegah kanker, menangkal radikal bebas, mencegah penuaan. Adapun manfaat Rosella yang paling populer di tengah masyarakat Indonesia adalah sebagai penurun tekanan darah tinggi (hipertensi).

Jika di negara asalnya, Afrika, bunga Rosella kerap diolah menjadi selai. Di Indonesia, Rosella banyak dijual dalam bentuk teh atau masih berupa bunga yang sudah keringkan. Cara mengonsumsinya cukup mudah, tinggal menyeduhnya dengan air panas, Teh Rosella pun siap dinikmati, bisa dicampur dengan madu atau original dengan rasa asamnya.

Dan bagi yang sedang menjalani program diet, mengonsumsi teh Rosella bisa jadi pilihan tepat. Karena teh Rosella juga dapat membantu menurunkan berat badan. Sebabnya Rosella dapat menghambat produksi amilase sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan pati. Jika penyerapan glukosa dan pati mengalami penurunan, maka dapat menurunkan asupan kalori pada tubuh dan pada akhirnya bisa mengurangi berat badan.

Dengan sejuta manfaat yang terkandung dalam bunga Rosella, banyak orang yang menjadikannya sebagai konsumsi harian, pengganti teh melati atau teh hijau yang biasa diminum.

Sungguh, kecanggihan teknologi benar-benar mampu memudahkan urusan manusia dan memfasilitasi tersampaikannya manfaat suatu benda yang telah Allah ciptakan, kepada manusia. Misalnya saja bunga Rosella, jika masih berupa bunga, mungkin hanya dijadikan hiasan saja. Namun, berkat teknologi pangan yang dikembangkan manusia, bunga Rosella menjelma menjadi minuman yang menyehatkan.

Oleh karena itu, seorang muslim harus senantiasa memperkaya diri dengan keilmuan agar dapat berkontribusi dalam kemajuan teknologi. Dengan itu, kita dapat menggali kekayaan alam yang telah Allah hamparkan dengan sejuta manfaatnya untuk manusia. MasyaAllah.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Dear Allah, Maafkan Aku! (Part 1)

Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan, dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Oleh : Messy Ikhsan

NarasiPost.Com-"Kita hanya manusia yang tidak terlepas dari kesalahan. Jika terdapat kesalahan, tegur diri ini. Jangan pernah caci Allah dan syariat-Nya yang sempurna."

Bumi dengan segala isinya yang sangat sempurna, membuat mata siapa saja yang memandang akan terpikat dan berdecak kagum. Bagaimana mungkin semesta yang indah ini hadir dengan sendirinya? Semua tidak bim salabim langsung ada di depan netra, itu sungguh mustahil. Pasti ada proses yang luar biasa sebelum hal tersebut terjadi dan pasti itu dilakukan oleh Zat yang Maha Hebat pula. Karena itu, aneh kalau ada manusia yang bersifat lemah dan terbatas, tetapi berlagak seperti Tuhan yang ingin disembah oleh banyak orang. Sungguh aneh!

Kita memang mengakui kehebatan ciptaan Zat Yang Maha Hebat tersebut, yaitu dengan menjaga dan merawat semesta sebaik mungkin. Akan tetapi, kita sering lalai oleh keindahah itu, hingga mengabaikan Sang Pencipta.

Kita memuji semesta yang diciptakan oleh Allah, tetapi tidak lalai memuji Sang Pencipta Yang Maha Indah. Kalau sampai lalai, maka sungguh, naif sekali! Bahkan acap kali kita menyalahkan catatan takdir Allah, tidak rida dengan ketetapan yang sudah digariskan, padahal tubuh ini dan semua yang ada pada diri ini, adalah milik-Nya. Lantas, kenapa begitu jumawa dan tidak ingin taat pada Allah Taala?

Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :

Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan, dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kita memang sang pendosa hebat yang acapkali melakukan kesalahan, bahkan dengan sengaja. Kita tahu itu dosa, tetapi tetap dikerjakan secara santai. Bahkan, dengan bangga menunjukkan pada dunia kalau kita sedang berbuat dosa, tanpa memperhatikan lagi rasa malu.

Sementara, Allah adalah Sang Maha Pemaaf yang hebat, selalu memaafkan hamba-Nya. Meskipun kita acapkali melakukan dosa yang sama, lagi, lagi, dan lagi, Allah selalu memaafkan dengan mudah. Jika demikian faktanya, bukan berarti kita bebas dalam berbuat maksiat dengan alasan, toh nanti bisa bertobat. Apakah kita bisa menjamin umur ini panjang? Apakah ada jaminan dosa yang kita buat dihapus tanpa sisa?

Manusia memang tempat salah dan khilaf, Allah juga Maha Pemaaf. Akan tetapi, bukan berarti hal itu dijadikan dalih pembenaran untuk melakukan kesalahan. Sebisa mungkin kita berusaha menghindari berbuat kesalahan. Menjaga diri agar tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah. Bukankah hal itu jauh lebih baik, Kawan?

Kadang diri ini malu kalau terbayang masa lalu. Ya Allah, maafkan diri ini yang dulu, yang selalu mengundang kemarahan-Mu, walapun Engkau masih memberikan diri ini kesempatan hidup. Ya Allah, maafkan aku yang dulu, yang selalu lupa bersyukur, padahal nikmat-Mu tak pernah terukur. Allah Maha Baik, aku saja yang jauh dari kata baik. Dear Allah, maafkan aku!

Rasulullah bersabda, yang artinya :

Wahai anak Adam selama engkau masih berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku ampuni engkau apa pun yang datang darimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam walaupun dosa-dosamu mencapai batas langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, Aku akan ampuni engkau dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan sepenuh bumi dosa dan engkau tidak menyekutukan-Ku, maka Aku akan menemuimu dengan sepenuh itu pula ampunan.” (HR At-Tirmidzi No. 3540)[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ketika Penguasa Enggan Dikritik

"Sebaik-baiknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintaimu, kamu menghormati mereka dan mereka pun menghormati kamu. Pun sejelek-jeleknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepada kamu. Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknatmu." (HR Muslim)


Oleh. Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Sebuah mural bertuliskan "Menolak RKUHP, Bukan Menunda" terpampang pada dinding di Jalan Pemuda, Rawamangun Jakarta pada hari selasa, 1 Oktober 2019. Mural tersebut merupakan respon dari seniman Jakarta terhadap RUU KUHP yang dinilai mencederai tatanan demokrasi. 

RKUHP yang seharusnya disahkan 2019 itu hingga kini masih menuai polemik karena banyaknya pasal-pasal kontroversial. Dan kini, RKUHP kembali direncanakan untuk masuk program legislasi nasional 2021. Pasal-pasal yang menuai kontroversi di antaranya tentang kebebasan berpendapat yang dianggap bertentangan dengan demokrasi.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengkritisi beberapa pasal pada Rancangan KUHP. Ada empat pasal yang dituding warisan kolonial yang bertujuan mengekang iklim demokrasi di Indonesia. Pertama, terkait dengan Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam pasal 218-220 RKUHP.

Kedua, terkait Tindak Pidana Penghinaan terhadap Pemerintah yang diatur dalam pasal 240-241 RKUHP. 

Ketiga, terkait Tindak Pidana Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi Tanpa izin yang diatur dalam pasal 273 RKUHP.

Keempat, terkait Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan yang diatur dalam pasal 281 RKUHP. Pasal-pasal tersebut dianggap  akan membunuh dan mengekang iklim demokrasi di Indonesia.
(Liputan6. com,10/06/21).

Jargon demokrasi yang menyatakan kebebasan dalam berpendapat nyatanya dapat dikebiri oleh negara melalui undang-undang. Jika begini adanya lalu apa bedanya dengan negara otoriter?

Demokrasi yang Tak Demokratis

Negeri ini sedang dirundung banyak masalah, di antaranya wabah Covid-19 yang tak kunjung usai, ekonomi melemah, utang menggunung, BUMN nyaris kolaps karena terhimpit utang dan masih banyak problem lainnya.

Di sisi lain para politisi sibuk mengamankan kekuasaannya. Ada yang ingin memperpanjang masa jabatan. Ada pula yang sudah ancang-ancang menuju pemilu 2024. Rakyat dipaksa mandiri mempertahankan hidupnya. 

Dalam situasi demikian, wajar jika rakyat menjerit protes dan keluarkan uneg-unegnya. Kekayaan alam yang melimpah tak hasilkan sejahtera justru tertawan utang menggila. Pajak pun menjadi jurus andalan pemasukan negara. Sebuah solusi menyengsarakan dan tidak kreatif bagai berburu di kebun binatang.

Alih-alih mengharapkan masukan dari masyarakat demi perbaikan keadaan, pemerintah malah memperbanyak regulasi untuk membungkam sikap kritis. Di era digital saat ini, sosial media menjadi sarana untuk menyampaikan pendapat bahkan rasa kecewa pada penguasa. Muncul banyak meme yang terkesan menghina pemerintah bahkan presiden dan wapres. Wibawa penguasa runtuh. 

Seharusnya pemerintah introspeksi mengapa cacian dan bullyan dilayangkan pada mereka. Namun yang ada adalah penggunaan hukum untuk mengamankan kekuasaan. Jeruji besi menanti bagi para pembully. Jika RKUHP ini disahkan, jelaslah demokrasi hanyalah jargon semata. Rakyat dipaksa bungkam dengan ketidakadilan dan penyelewengan. Lalu dengan cara apalagi rakyat menyampaikan aspirasinya? Apakah harus menunggu kemarahan memuncak dan hasilkan pemberontakan, bagai air bah yang menghantam bendungan?

Inilah cacat bawaan demokrasi, sistem yang katanya demokratis namun menyimpan potensi represif. Represif konstitusional dengan cara membuat undang-undang sesuai kepentingan penguasa. Melalui undang-undang,  pembungkaman publik menjadi sah dilakukan. Penguasa pun seakan berada di jalur yang benar.

Harmoni Rakyat dan Penguasa

Jika demokrasi memisahkan rakyat dan penguasa, sistem politik Islam justru menciptakan harmoni di antara keduanya. Saling mencintai karena Allah Swt.
Rasulullah Saw. bersabda;

"Sebaik-baiknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintaimu, kamu menghormati mereka dan mereka pun menghormati kamu. Pun sejelek-jeleknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepada kamu. Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknatmu." (HR Muslim)

Dari hadis tersebut dapat kita ketahui di antara kriteria pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dicintai rakyatnya, pun sebaliknya. Pemimpin yang luhur akhlaknya dan adil sifatnya pastilah akan dicintai rakyatnya. Adil di sini bermakna menjalankan roda kepemimpinan sesuai koridor syariah. Jika seorang pemimpin dicintai rakyatnya tentu rakyatnya tidak akan menghinanya, yang ada justru akan memuliakan. Tak perlu bersusah payah membuat undang-undang larangan menghina penguasa. 

Namun demikian, muhasabah lil hukkam atau aktivitas mengoreksi penguasa harus tetap ditegakkan. Jika penguasa melakukan kekeliruan tentu harus diingatkan sebagai bentuk cinta kepada pemimpin agar dia tidak berlaku zalim. Di sisi lain penguasa pun harus legowo menerima ktitikan sepanjang sesuai koridor syariah. Lalu bagaimana jika terjadi perselisihan antara rakyat dan penguasa? Dalam sistem Islam terdapat Mahkamah Madzalim yang memutuskan perselisihan antara rakyat dan penguasa. Rakyat yang merasa terzalimi dapat mengadukannya pada lembaga tersebut. Hakim pada lembaga ini bahkan berwenang mengawasi seluruh pejabat negara dan hukum yang berlaku agar senantiasa sesuai dengan syariah tanpa ada penindasan pada rakyat.

Dari paparan di atas jelaslah bahwa demokrasi memberi jalan kepada penguasa untuk bertindak represif dengan cara membuat undang-undang sesuai kepentingannya. Karena memang tidak ada standar pembuatan aturan pada sistem ini. Semua sesuai kesepakatan dan kepentingan pembuat hukum.

Berbeda dengan sistem politik Islam. Seorang khalifah harus menyandarkan ketetapannya berdasarkan syariah. Syariah akan menjaganya agar berlaku adil.
Maka, hukum manakah yang lebih baik daripada hukum Allah Swt, Sang Penguasa alam semesta? Saatnya kita kembali pada hukum syariah untuk kehidupan yang terbaik.

Wallahu 'alam[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

PP KEK Lido, Kick Out Capitalism!

"Banyak keuntungan yang dimiliki para pengusaha kapitalis dalam megaproyek KEK Lido City. Megaproyek KEK Lido City adalah praktik nyata korporatokrasi yang mengarah ke perusahaan-perusahaan besar yang menguasai bahkan yang mengendalikan pemerintahan"


Oleh. Rita Handayani
(Penulis dan Pemerhati Publik)

NarasiPost.Com-Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata MNC Lido City yang dimiliki oleh PT. MNC Land Tbk (KPIG) --melalui anak perusahaannya PT.MNC Land Lido-- secara resmi telah mendapat status sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Demikianlah caption di IG milik Taipan Hari Tanoesoedibjo yang merupakan presiden dan CEO dari MNC grup, selepas dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2021 yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Juni 2021.

Pemberian hak istimewa sebagai KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) ini menghasilkan terbebasnya dari berbagai pajak. Dalam hal ini Hari Tanoesoedibjo merinci apa saja keuntungan yang akan didapat oleh para pengusaha kapitalis dan investor di kawasan tersebut, yaitu insentif pajak berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, cukai, hingga bea masuk impor, serta berbagai keuntungan bagi investor terkait lalu lintas barang, keimigrasian, ketenagakerjaan, pertanahan dan tata ruang, perizinan berusaha, dan/atau fasilitas serta kemudahan lainnya. (cnnindonesia.com, 18/06/2021)

Trubus Rahadiansyah, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti menduga ada kongkalikong dalam penunjukan MNC Lido City ini sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan ada persekongkolan yang tujuannya memberikan privilege tersendiri, serta ada konspirasi kolusi, karena pemilik Lido memiliki kaitan erat dengan pemerintah. Hary Tanoesoedibjo, pemilik MNC grup adalah seorang pengusaha, politisi, dan menteri. Sedangkan anaknya, Angela Tanoe, saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (Tirto.id, 17/2/2021)

Jelas kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak) bagi para pengusaha kapital termasuk di dalamnya seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) milik MNC Lido Hari Tanoe ini sangat kontradiktif dengan kebijakan terhadap rakyat yang ditetapkan beberapa waktu lalu, yakni, sudah masuknya RUU terkait pajak sekolah, sembako dan kesehatan di DPR. Tentu hal tersebut hanya tinggal menunggu waktu saja untuk bisa melaksanakannya.

Memang, dalam paradigma sistem kapitalis, pajak merupakan tulang punggung bagi pemasukan kas negara dan pembangunan bangsa. Terutama sejak terjadinya reformasi birokrasi perpajakan pada tahun 1983, telah terjadi pergeseran, sumber pemasukan negara Indonesia dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), yakni hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), kekayaan negara, dana pemerintah, hibah, denda administrasi, hasil dari pelayanan pemerintah, dan penerimaan lain yang diatur dalam undang-undang, bergeser menjadi penerimaan pajak seperti, PPH (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai/dari barang yang dikonsumsi), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea materai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) serta dari utang. Sehingga, fenomena yang terjadi saat ini yakni akan diberlakukannya regulasi sembako (beras, ikan, sayur, dan lain sebagainya), pendidikan, serta kesehatan yang dulu tidak ada pajaknya, sekarang akan dikenai pajak PPN. Tentu hal tersebut adalah bentuk upaya pemerintah untuk memperluas pemasukan dari sektor pajak.

Sedangkan di sisi lain, ada tren di dunia bahwa investor asing akan lebih memilih negara-negara yang penetapan pajaknya lebih rendah. Sebagaimana, pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, yang dikutip dari laman kontan.co.id (29/4/2021), beliau mengatakan, "Tarif pajak rendah itu bertujuan untuk menarik dana para investor asing". Demikanlah negara kapitalis akan memanjakan investor atau para pemilik modal besar dengan berbagai fasilitas pengurangan pajak, seperti membebaskan atau memberikan diskon pajak. Seperti halnya yang terjadi dalam megaproyek KEK Lido MNC.

Inilah wajah ketidakadilan yang sangat menzalimi rakyat, yang dipertontonkan oleh para regulator di negara yang bersistem kapitalis. Selain itu keberpihakan penguasa lebih kepada pengusaha, ini menunjukan bahwa megaproyek KEK Lido City adalah praktik nyata korporatokrasi yang mengarah ke perusahaan-perusahaan besar yang menguasai bahkan yang mengendalikan pemerintahan. Juga, tercium aroma bagi-bagi kekuasaan yang merupakan akses dari sistem demokrasi, yakni, simbiosis mutualisme, hubungan timbal balik yang menguntungkan antara pengusaha dengan penguasa. Sehingga pemerintahan demokrasi dijalankan harus dengan roda oligarki. Bahkan oligarki ini mampu menekan untuk membuat aturan yang memudahkan bisnis mereka.

Situasi ini merupakan wujud pembangunan dalam paradigma dari sistem kapitalis, yaitu pembangunan dilakukan bukan untuk rakyat kelas bawah, tetapi demi kepentingan rakyat kelas atas. Dengan kata lain, para pengusaha yang bermodal kapital. Kejomplangan dalam penetapan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang membuahkan ketidakadilan dan kezaliman kepada sebagian besar rakyatnya adalah konsekuensi dari diterapkannya aturan kapitalisme.

Jelas, sangat berbeda dengan paradigma sistem Islam. Gambaran pandangan mendasar Islam dalam pembangunan adalah fokus untuk kemaslahatan seluruh umat, tidak akan terbagi dengan kepentingan bisnis pengusaha swasta maupun asing. Karena sistem pemerintahan dalam Islam tidak akan bisa dikontaminasi dengan politik transaksional. Membuat negara mampu benar-benar menjadi pengurus kepentingan rakyat sebagaimana yang telah diamanahkan dalam Islam.

Politik tansaksional dalam demokrasi nyatanya menjadikan kepedulian penguasa pada rakyat hanya sebatas retorika belaka. Pembangunan yang dilakukan negara hanya untuk menunjang investasi. Sedangkan dalih demi menyerap tenaga kerja dan kesejahteraan rakyat hanya ilusi. Karena, faktanya rakyat semakin menderita dan tidak tersejahterakan, angka pengangguran pun semikn pasang bukan surut.

Islam meniscayakan terjadinya pembangunan benar-benar untuk kemaslahatan rakyat. Kepemimpinan dalam Islam akan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Dalam institusi khilafah, khalifah sebagai pemimpin seluruh umat, akan mengambil peran untuk mengurus seluruh kepentingan umat. Hal tersebut telah termaktub dalam hadis Nabi Saw.

"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya. "
(HR.Al-Bukhari)

Maka negara wajib untuk melakukan pembangunan untuk kepentingan masyarakat, seperti, membangun infrastruktur yang baik, bagus, merata hingga ke pelosok negeri. Bukan atas dasar demi investasi, melainkan atas dasar kebutuhan rakyat. Sehingga kebutuhan rakyat akan hal lainnya pun turut diperhatikan, misalnya keseimbangan ekologi dan keberlangsungan mata pencaharian rakyat, bukan malah menutup mata pencaharian rakyat seperti saat ini akibat digenjotnya pembangunan tempat pariwisata. Bahkan tidak memperhatikan keseimbangan alam. Akibat lanjutannya, marak terjadi bencana alam yang melanda negeri.

Negara khilafah juga berkewajiban untuk memenuhi kesejahteraan rakyat dengan pembangunan sarana dan prasarana untuk memperlancar distribusi barang dan jasa juga pemenuhan kebutuhan rakyat. Hal ini hanya akan terjadi ketika pembangunan infrastruktur bagus dan merata ke seluruh daerah hingga ke pelosok negeri. Tentu, hal itu membutuhkan anggaran yang besar dan itu mudah bagi daulah khilafah. Sumber pemasukan khilafah bukanlah dari investor asing, utang ataupun pungutan pajak dari rakyat atas konsumsi dan penggunaan barang-barang kebutuhan pokok. Tapi dari Baitul Mal yang bersumber dari pengelolaan SDA, barang tambang, zakat, fai', jizyah, kharaj, usyur, ghanimah, harta warisan orang yang tidak memiliki ahli waris, harta shuf'ah, waqaf, harta yang ditinggal lari oleh pemiliknya, dan harta orang murtad.

Keharaman swasta dan asing dalam menguasai Sumber Daya Alam (SDA), menjadikan negara bersistem Islam mandiri dalam proses pembangunan hingga mampu menyejahterakan rakyatnya dalam hitungan per individu secara nyata, tidak hanya sekadar data. Kemandiriannya dalam ekonomi membuat daulah khilafah tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun. Demikanlah dalam catatan sejarah peradaban dunia. Peradaban Islam belasan abad berada di garda depan dalam kemajuan semua hal, salah satunya dalam buku The Miracle of Islam Science, 2nd Edition. Dr Kasem Ajram (1992), menjelaskan pesatnya pembangunan infrastruktur transportasi, jalan--yang dilakukan pada zaman kekhalifahan Islam. Seperti di kota Baghdad, jalan-jalannya sudah dilapisi aspal sejak abad ke-8 M pada masa Khalifah Al-Mansur tahun 762 M. Sebagai perbandingan, dalam catatan sejarah transportasi dunia negara-negara Eropa baru memulai pembangunan jalan pada abad ke-18 M. Peradaban Barat baru mengenal jalan beraspal tahun 1824 M. Di Amerika, jalan-jalan baru mulai diaspal tahun 1872. Ini menunjukkan peradaban Islam lebih dulu maju ketimbang peradaban Barat. (Republika.co.Id, 3/9/2019)

Untuk itu, bagaiman bisa kita berharap kepada kapitalisme untuk kesejahteraan umat? sistem rusak yang hanya mampu menimbulkan kesenjangan dan kerusakan. Hanya kembali kepada Islam, kesejahteraan secara nyata akan bisa kita rasakan. Dan syariat Islam hanya akan bisa diterapkan secara kafah dalam institusi khilafah. Untuk itu, kebangkitan khilafah harus diperjuangkan oleh seluruh umat demi kemaslahatan bersama dunia hingga akhirat. It's time kick out capitalism and come back to caliphate!
Wallahu'alam bishshawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Marital Rape Praktik Aturan Syara’?

"Pengaruh kultur dan hukum perkawinan Indonesia menyebabkan masyarakat tidak menyadari bahwa marital rape sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga."


Oleh. Yani Ahmad (Pegiat Medsos)

NarasiPost.Com-Lagi terjadi kontroversi publik dengan adanya RUU KUHP hukuman 12 tahun penjara bagi suami yang memperkosa istri. Diketahui ternyata rancangan ini dibuat untuk menyelaraskan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (PKDRT) yang telah ada sebelumnya. Guru besar hukum pidana UGM, Prof.Marcus Priyo Gunarto menjelaskan bahwa kasus Marital Rape (Perkosaan dalam Perkawinan) ini ditambahkan dalam rumusan Pasal 479 supaya konsisten dengan Pasal 53 UU 23/2004 tentang PKDRT, yaitu tindak pidana kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami bersifat delik aduan." (detikcom, 14/6/2021)

Munculnya perluasan definisi pemerkosaan dalam RUU KUHP bukan tanpa sebab. Komnas perempuan mengungkapkan sejumlah aduan istri yang mengalami kekerasan seksual oleh sang suami dengan jumlah laporan 192 kasus pada 2019 dan 100 kasus pada 2020. Menurutnya laporan itu menunjukkan adanya kesadaran istri melihat bahwa ada tindakan yang disebut pemerkosaan dalam rumah tangga. (detikcom, 15/6/2021).

Salah satu kasus, Hari Ade Purwanto memaksa istrinya berhubungan badan di sebuah hutan di Pasuruan, Jawa Timur pada 2011, dengan alasan sudah kewajiban istri melayani suami, sesuai dengan agama yang ia yakini. (detikcom, 16/6/2021)

Lainnya di tahun 2014, perempuan asal Denpasar, Bali meninggal setelah dipaksa berhubungan seksual oleh suaminya padahal kondisinya sedang sakit. (CNN Indonesia, 18/6/2021).

Mariana, wakil Ketua Komnas perempuan berpendapat marital rape itu ada dalam kehidupan rumah tangga. Namun masyarakat masih belum menyadari dan paham, disebabkan pengaruh kultur dan hukum perkawinan di Indonesia. (CNN Indonesia, 18/6/2021)

Dipandang dari sudut mana pun, adanya kekerasan dalam hubungan suami istri dengan pemaksaan bahkan intimidasi fisik tidak dapat dibenarkan. Perlu diwaspadai di sini adalah statement dan pemikiran aktivis feminis muslimah yang menuduh seolah terjadinya kasus ini sebagai praktik dari pemahaman agama Islam. Menurut mereka, munculnya kasus pemerkosaan dalam perkawinan disebabkan relasi suami istri yang timpang, misal hubungan seks itu adalah kewajiban istri atau hak suami saja, bukan kewajiban sekaligus hak keduanya. Akibatnya suami dianggap boleh memaksa dan istri tidak boleh menolak bahkan ketika sakit sekali pun.

Penafsiran mereka tentang ketimpangan relasi ini berkaitan dengan konsep ketaatan mutlak dari QS. An Nisa (4): 34 tentang kepemimpinan atau qowwam suami. Ditambah lagi riwayat hadis yang menyatakan bahwa perempuan yang menolak suami dalam hal hubungan suami istri akan dilaknat malaikat sampai waktu subuh. Mereka beranggapan dalam fiqih perkawinan, pernikahan sebagai akad untuk memiliki atau akad yang membolehkan untuk menikmati hubungan seks dengan istrinya sehingga suami sebagai pemilik berhak untuk berhubungan seksual sesuai kehendaknya. Sehingga apabila istri menolaknya maka dianggap menghalangi apa yang telah dibolehkan agama.

Jelas bahwa mereka membaca ayat dan hadis memakai pemahaman feminis tentang adanya ketimpangan relasi antara suami isteri. Dengan berpikir dangkal dan pragmatis, mereka membuat dalil dari fakta atau kasus yang terjadi.

Banyak fakta yang terjadi di negara Barat, dimana nilai-nilai ideologi Barat menempatkan perempuan sebatas komoditas atau objek pelampiasan hawa nafsu. Kemudian cara pandang ini dibawa ketika melihat fakta di negeri muslim dan menyimpulkan bahwa itu adalah praktik dari agama Islam.

Seharusnya tidak demikian menilainya. Marital rape terjadi adalah semata kesalahan suami yang tidak memahami agama dengan benar bukan sedang mempraktikkan agama. Pemaksaan untuk memuaskan hawa nafsu disebabkan kebodohannya. Sebaliknya suami yang paham Islam tidak akan bertindak demikian. Ia akan tahu hukum larangan menyetubuhi istri saat haid, tidak boleh memaksa atau menyakiti pasangannya apalagi dalam keadaan sakit, kelelahan, dan lainnya.

Fakta dari tindakan yang salah ini kemudian dituding sebagai praktik dari hukum Islam, sangat nyata adanya sentimen terhadap syari’at Islam.

Dalam buku "Sistem Pergaulan dalam Islam" karya Syekh Taqqiyudin An-Nabhani dijelaskan bahwa pergaulan suami istri adalah pergaulan persahabatan yang memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain. Ketentuan dasar sebuah pernikahan adalah kedamaian dan dasar dari kehidupan suami istri adalah ketentraman. Sehingga bila seorang suami tidak menyukai sesuatu dari istrinya maupun sebaliknya, kemudian bersabar karenanya maka akan jadi pembasuh dosa bagi keduanya.

Firman Allah Swt dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa (4): 19:

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Kasus kekerasan terhadap perempuan semakin mengkhawatirkan dan menuntut segera penyelesaiannya. Namun bila menjadikan pasal 479 sebagai solusi terlepasnya istri dari perkosaan suami tidaklah sesederhana itu, mengingat adanya kekerasan tersebut tidak semata-mata karena kesalahan suami, tapi juga terkait aspek atau problem lainnya.

Sistem pendidikan sekuler telah menghasilkan pernikahan-pernikahan yang tidak didasari mahabbah fillah (saling mencintai karena Allah) dan minimnya pemahaman tentang syari’at pernikahan. Ditambah lagi penerapan sistem kapitalisme yang telah menghasilkan himpitan ekonomi dan krisis, apalagi dalam kondisi pandemi saat ini.

Di sisi lain, masyarakat mengalami kehilangan fungsi kontrol dikarenakan individualisme yang mengikis budaya amar ma’ruf nahi mungkar. Sedangkan negara yang sejatinya sebagai peri’ayah umat hanya memfungsikan dirinya untuk kepentingan asing dan para kapitalis, sibuk mengobral kekayaan alam negara kepada korporasi lewat perdagangan nasional maupun international. Padahal telah jelas sistem kapitalisme inilah penyebab rapuhnya ketahanan keluarga.

Islam menjamin perlindungan terhadap perempuan dari tindak kekerasan di rumah. Syari’at pernikahan menjamin hak dan kewajiban bagi suami dan istri, maka bila ada yang menistakan, salah satu pihak berarti telah melanggar syari’at Allah Swt. Karenanya syari’at juga mendorong dibangunnya pernikahan atas dasar agama, bukan keturunan, harta maupun fisiknya. Sehingga bekal keimanan untuk membina bahtera rumah tangga adalah modal terbesar kokohnya bangunan rumah tangga. Tentunya penerapan syari’at ini hanya bisa diterapkan hanya jika ada peran negara sebagai pelaksananya. Wallahua’lam[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Bukan Cokelat

Hari itu, Reynaldi dan dua sahabatnya mendapat pelajaran yang cukup berharga, bahwa suri teladan yang harus diikuti hanyalah Rasulullah Saw., Bukan sekadar ikut-ikutan tren, terlebih jika itu budaya orang kafir Barat. Mereka sadar, semua akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. kelak.


Oleh: Ana Mujianah

NarasiPost.Com-Kantin sekolah penuh sesak. Suara siswa riuh bersahutan. Teriakan mereka cukup membuat Mang Jaja dan Bik Lastri, istrinya, kewalahan melayani. Jam istirahat yang singkat, membuat remaja berseragam putih abu-abu itu tak sabar mengantre. Belum lagi cacing-cacing di perut yang terus meronta, meminta jatah siangnya.

"Rey, gue bakso, ya!" teriak Irul.

"Gue mie ayam, Rey!" tambah Wildan dengan telunjuk teracung.

Dari bangku kantin, Reynaldi mengangkat jempol kanannya tanda setuju. Dua mangkok bakso dan mie ayam gratis buat Irul dan Wildan adalah perkara kecil. Tak ada seujung kuku uang saku Reynaldi, apalagi ditukar dengan ide mereka, kiat sukses merayakan Valentine bersama Asma. Ide yang sebenarnya pasaran. Apalagi kalau bukan setangkai mawar dan sepotong cokelat.

Jam istirahat hampir usai. Namun, Asma tak juga nampak batang hidungnya. Reynaldi mulai resah.

"Rul, mana si Asma? Dari tadi gue nggak liat dia," tanya Reynaldi celingukan mencari gadis idaman.

"Mungkin dia bawa bekal, makan di kelas," jawab Irul sekenanya.

"Cck … trus gimana dong?" desaknya kesal.

"Nggak sabar banget, sih, pengen ketemu Asma. Nyantai aja, Bro! Ntar pulang sekolah kita samperi di Masjid. Asma biasanya ikut kegiatan Rohis sepulang sekolah," sahut Wildan sok bijak.

Namun, sukses membuat Reynaldi mengembangkan senyum, lega.
Setelah membayar makanan di kantin, ketiga remaja itu bersiap menuju kelas masing-masing, melanjutkan kembali pelajaran yang belum usai.


Sepanjang pelajaran, Reynaldi tampak gelisah. Konsentrasinya buyar. Fokusnya hilang. Pikirannya hanya tertuju pada Asma dan hari Valentine.


Ketika bel pulang berbunyi, remaja tanggung itu bagai burung lepas dari sangkar.

Secepat kilat, Reynaldi langsung keluar menghampiri Irul dan Wildan. Tiga sahabat itu pun beriringan menuju masjid sekolah.
Berpasang mata menatap mereka heran. Reynaldi, siswa tajir dan sok menjadi idola para gadis se-SMA itu pergi ke masjid, benar-benar hal yang langka. Akan tetapi, itulah faktanya. Meskipun niatnya salah, Reynaldi yang jarang bahkan hampir tak pernah ke masjid, kini antusias mengunjunginya.

Sesampainya di masjid, kajian Rohis spesial hari "Valentine" siap dimulai. Kikuk. Merasa aneh. Ketiga sahabat itu pun segera menyelipkan diri bergabung di barisan siswa laki-laki.


Kak Ilham, ustaz muda yang hadir siang itu memulai kajian dengan beberapa pertanyaan retoris.

"Adik-adik … budaya Valentine ini dari mana sih, asalnya? Ada yang tahu?"

"Bangsa Romawi, Kak."

"Orang Nasrani, Kak."

"Pendeta Valentino, Kak."

"Kaisar Claudius II, Kak."

Siswa-siswi peserta kajian antusias menjawab pertanyaan dari sang ustaz. Namun, tidak dengan Reynaldi dan dua sahabatnya. Seumur-umur, baru sekali ini mereka ikut kajian Rohis. Itu pun terpaksa. Kondisi itu membuat mereka hanya bengong di pojokan. Mereka bertiga seakan berada di planet asing yang bukan dunianya.

"Lalu … kita ini umatnya siapa?" Ustaz Ilham melanjutkan.

"Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, Kak."

"Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam pernah mencotohkan Valentine nggak?" tanya sang ustaz lagi.

"Enggaak!" jawab seluruh peserta kompak.

"Kalau kita ngaku sebagai umat Nabi Muhammad dan Nabi Muhammad tidak pernah mencontohkan Valentine, boleh nggak kita ikut-ikutan merayakan budaya orang lain?"

"Enggaak! Sekali lagi semua peserta menjawab kompak.

"Ahsantum. Rasulullah Saw. telah mengingatkan kita, umatnya.

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Kita nggak mau kan, dicoret dari daftar umat Nabi Muhammad?” tanya sang ustaz meyakinkan peserta kajian Rohis.

Lagi-lagi, Reynaldi dan dua sahabatnya masih terdiam di pojokan. Namun, kali ini ada yang berubah. Jika Irul dan Wildan masih tetap dengan ekspresi datar, tetapi tidak dengan Reynaldi. Wajah tampannya dipenuhi tanda tanya, menumbuhkan keraguan akan niat awalnya datang ke masjid, yaitu untuk mengajak Asma merayakan Valentine. 

Sepanjang kajian, Reynaldi serius menyimak. Ada ganjalan yang tiba-tiba mengganggu hatinya. Setelah kajian usai, remaja itu masih bergeming di tempatnya. Ia tak memedulikan ajakan dua sahabat karibnya untuk segera mengejar Asma, sebagaimana niat awal.
Reynaldi kemudian bangkit, mendekati Ustaz Ilham. Dua sahabatnya bersitatap heran, meskipun akhirnya mereka mengekor.

"Ustaz, maaf, saya mau tanya."

Ragu, tapi Reynaldi memberanikan diri. Demi menuntaskan ganjalan di hati.

"Ya … mau nanya apa?" jawab sang ustaz ramah.

"Kalau … hanya sekadar memberikan cokelat, boleh nggak, Ustadz?" tanya remaja kelas XII itu, ragu.

"Memberikan cokelat, buat …?" tanya Ustaz Ilham, sengaja tak dilanjutkan.

"E-ee … sekadar ungkapan suka kepada seorang cewek, Ustaz," jawab Reynaldi, tersipu.

"H-hm … rasa suka terhadap lawan jenis itu memang wajar. Artinya … kita normal. Karena itu adalah fitrahnya manusia."

"Namun, sebagai seorang muslim, ungkapan suka terhadap lawan jenis itu bukan dengan cokelat, tetapi dengan akad. Kamu sudah siap nikah belum?" tanya balik sang ustaz.

"Belum-lah, Taz. Saya kan belum lulus sekolah, belum kuliah, belum bekerja" bantah Reynaldi cepat diikuti anggukan dua sahabat yang setia di sebelahnya.

"Kalau begitu … simpan dulu cokelatnya dan belajar yang rajin, ya!" Ustaz Ilham menepuk bahu remaja itu pelan.

Rupanya, nasihat sang ustaz menancap kuat di hati Reynaldi, mengunci semua argumen yang dia punya. Remaja itu terdiam, membuat suasana hening sesaat.

"Hmm … baik Ustaz, terima kasih banyak," sahutnya kemudian, memecahkan keheningan.

"E-ee …," ucapnya kemudian, terbata.

"Apalagi?" tanya sang ustaz membaca keraguan yang tersirat di wajah remaja tanggung itu.

"Ini Ustaz, cokelatnya … buat Ustaz aja," jawabnya sembari mengeluarkan cokelat mahal dari dalam tas.

"Mawarnya?" sahut Irul dan Wildan berbarengan.

"Mawarnya … tetep buat Asma,” jawabnya jahil.

"Kan …? Kata ustaz …?" Dua sahabat itu melotot, protes.

"Iya! Mawarnya tetep buat Asma … lima tahun lagi!"

"Daaan … jangan lupa, bawa akad, bukan cokelat!"

Ketiga sahabat itu saling menyahut kompak, sambil tertawa lepas bersamaan. Ustaz Ilham yang melihat tingkah remaja di hadapannya hanya geleng-geleng kepala.

Hari itu, Reynaldi dan dua sahabatnya mendapat pelajaran yang cukup berharga, bahwa suri teladan yang harus diikuti hanyalah Rasulullah Saw., Bukan sekadar ikut-ikutan tren, terlebih jika itu budaya orang kafir Barat. Mereka sadar, semua akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. kelak.

Ustaz Ilham yang ramah dan tidak menggurui dalam memberi nasihat, telah memikat hati tiga remaja itu untuk datang lagi di kajian Rohis bulan depan. Kali ini, tentu bukan karena Asma, tetapi mereka benar-benar ingin belajar Islam lebih dalam.

TAMAT

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kisah Sebelumnya

Dani mendapatkan hukuman diskors selama seminggu. Tetapi ajaibnya, Angga sekeluarga bersedia membayar biaya operasi dan rumah sakit untuk menyembuhkan mata Ayah Dani. Aku sangat senang. Ayah anak ini tidak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan.


Oleh: Avissa Marsha

NarasiPost.Com-Sinar ujung dunia menyapa, diiringi semilir angin yang menyapu jalanan. Aspal abu dengan pohon rindang menjadi khas kota ini. Dulu menjadi lautan api sekarang berubah lautan kebahagiaan. Aku berjalan dengan kedua temanku, menggendong tas sambil menyapa teman-teman ramah. Belum banyak mobil yang lalu lalang, padahal matahari sudah mulai berderang.

Si cerewet Eunyi sudah mulai berkhotbah, membahas Anwar yang selalu memakai jaket. Nampak Anwar yang menutupi wajahnya dengan tudung tebal, enggan menyerang Eunyi.

Di ujung jalan Soekarno Hatta, terdapat gedung putih dengan tiang bendera berkarat. Siswa berseragam putih abu segera memasuki kelas sebelum lonceng berbunyi.
Guru-guru berseragam coklat mulai memasuki kelas setelah bel berbunyi.

Aku berdiri memberi salam lalu kembali duduk di atas kursi tua. Guru di depan mulai menerangkan materi, semuanya terlihat sangat normal sampai pulang sekolah.

Matahari sudah benar benar-benar terik saat aku keluar kelas. Banyak siswa yang menunggu jemputannya di depan pagar. Mobil angkot sudah berjejer paralel, memanggil siswa untuk naik.

Angga tidak terlihat keluar dari kelasnya, padahal ini sudah lewat lima menit.

“Kamana si Angga? Aku kesel kesel banget. Dia telat melulu,” gerutu Eunyi di depan pintu angkot terakhir.

“Neng, jadi naik, gak?” tanya kondektur angkot.

“Maaf, Pak, masih nunggu satu orang lagi,” jawab si Eunyi.

Akhirnya Angga menampakkan batang hidungnya sambil berlari cepat di antara kerumunan siswa. Tanpa sengaja, Angga menabrak kakek tua buta yang memegang tongkat penuntun. Tabrakan itu cukup keras sampai tongkat si kakek terlempar jauh.

“Maaf, Pak, maaf, lagi buru-buru,” kata Angga.

Eunyi marah melihat Angga yang malah terlihat lebih kesal.

“Kamu punya mata, gak? Kasihan tuh, kakeknya, kamu asal tabrak aja.”

“Yaa, maaf, tadi kan udah bilang.”

Segera kami menaiki angkot, meninggalkan kakek buta itu bangun sendiri. Namun, sebelum pergi, tatapan kakek itu melihat ke arahku, aneh dan seram.

Tadi Angga sempat dipanggil Bu Lina, guru olahraga, untuk melengkapi berkas berkas tim basket sekolah. Itu sebabnya ia tidak muncul-muncul.

"Resiko jadi ketua tim basket," kata Angga.

“Kalau bukan karena Bu Lina, udah ditinggalin kamu tadi.” Eunyi masih menyimpan rasa kesalnya.

Sampai di rumah, aku masih terngiang-ngiang dengan tatapan terakhir kakek itu. Aku mulai berpikir, kalau kakek itu pura-pura buta, bagaimana mungkin orang buta bisa menatap setajam itu padaku, padahal jaraknya jauh?

Ahh … ini karena Angga menabrak kakek itu. Mungkin Angga tidak tulus minta maafnya. Akan tetapi, mengapa aku yang ditatap oleh kakek itu? Sekarang aku merasa bersalah, padahal hanya sebagai saksi kejadian.

Sesampainya di rumah, daripada berpikir panjang tanpa ujung, aku mencari ponsel untuk menghubungi Angga. Tepat setelah mengetik nomor Angga, aku mengurungkan niat untuk menghubunginya. Mungkin saja hanya perasaanku, seolah ditatap terlalu tajam.

Selesai makan malam, kulihat Angga menghubungiku sampai empat belas kali. Firasatku mengatakan kalau terjadi sesuatu yang buruk. Segera kutelpon balik dia.

“Assalamualaikum, Ga, ada apa?” tanyaku ramah.

“Darimana aja, sih? Susah banget di telepon.” Ketus terdengar suara Angga. Aku pun menjawab sama ketusnya.

“Liat waktu dong! Ini kan jam makan malam, ada apa sih?”

“Ponsel Eunyi hilang,” jawab Angga singkat.

Sontak aku kaget. Mungkin aku salah dengar.

“Beneran?” tanyaku memastikan.

“Iyalah, masa boongan?” jawab Angga jengkel.

“Kamu tau dari mana, Ga?”

“Itu, ibunya Eunyi telepon ibuku, bilang kayak gitu. Sii Eunyi katanya nangis terus.”

Sekarang aku makin bersedih sekaligus bingung.

“Terakhir, emang ditaruh di mana? Paling si Eunyi lupa simpennya, Ga.”

“Tas sekolah, katanya. Waktu dia cari, malah hilang, gak ada.”

Kabar dari Angga membuatku cemas. Sampai malam ini, Eunyi tetap mencari-cari ponselnya yang hilang.


Eunyi beli ponsel itu menggunakan seluruh tabungannya selama dua tahun, tak heran mengapa ia sampai menangis.

“Udah dicoba telepon ponselnya?” Aku berusaha mencari solusi.

“Udah kata ibunya, tetapi kayaknya dimatikan total sama yang nemuin, atau … habis kali, batrenya.” Masalah menjadi semakin rumit.

“Ya udah, besok kita cari di jalan kemarin, ya, siapa tau ponselnya jatuh tadi.”

Angga setuju dengan pendapatku.
Malam itu, pikiranku tidak bisa tenang, memikirkan bagaimana perasaan Eunyi yang kehilangan ponsel. Aku berdoa kepada Tuhan sebelum tidur, semoga ponsel Eunyi segera ditemukan dalam keadaan baik-baik saja.

Esok paginya, terlihat Eunyi berjalan lunglai mendekati pagar rumahku. Kepalanya menunduk menghadap ke bawah. Gadis itu terlihat tidak semangat dan cerewet seperti biasa. Aku segera pamit pada ibu, lalu menghampiri Eunyi.

“Hmm … Nyi, jangan cemberut gitu doong, manisnya 'ntar ilang.”

Aku mencubit pipi gemas Eunyi. Dia hanya memegang tanganku agar berhenti mencubit.

“Kamu gak ngerti perasaan aku, sih,” kesah Eunyi. Dalam situasi seperti ini, ia memang susah diajak bercanda.

“Nanti juga ketemu ponsel kamu, atau malah dibeliin baru sama ortu kamu, yakin deh.” Aku mencoba memberi Eunyi semangat.

“Kamu udah tau, ya, ponselku ilang?”

“Iya, kemarin, dari si Angga.”

Eunyi tidak merespon lagi. Ia menunduk terdiam. Aku jadi takut dan serba salah mengajak Eunyi mengobrol. Keadaan menjadi hening karena aku kehabisan topik.

Kami bertemu Angga di perempatan. Kulihat dia sangat bersemangat membantu kawannya, si Eunyi mencari ponsel yang hilang. Tiap selokan yang dilewati, selalu Angga cek menggunakan senter. Aku ikut membantu mencari di semak semak sambil berjalan. Eunyi tidak kalah diam. Dia bertanya pada orang sekitar yang lewat di jalan trotoar ini. Hasilnya nihil, tidak ditemukan ponsel Eunyi.

Pagi itu, dia terlihat sangat tidak ingin masuk sekolah, apalagi bertemu banyak orang.

Hari itu jadwal piketku mengepel usai sekolah. Tiba-tiba Putri mencariku dan meminta agar aku datang ke kantor kepala sekolah. Perasaanku makin tidak enak. Tanpa menunda, aku berlari menuju ruangan kepala sekolah.

Di sana sudah berdiri Angga dan Eunyi. Tunggu, ada si kakek buta yang mencurigakan kemarin, dan juga Dani. Aku terdiam di depan pintu.

“Yuk, masuk dulu!” sambut Bu Hani, kepala sekolah.

Aku memasuki ruangan dan duduk di samping Eunyi.

“Nih, ponsel kamu, ibu temukan.”

Ibu Hani memberikannya dengan senyuman. Aku kagum, tak percaya Eunyi berhasil menemukan ponselnya. Ia terlihat senang sambil memegang ponselnya erat-erat.

“Dani, ayo … kamu cerita yang jujur sekarang!” pinta Bu Hani sopan.

Dani mengumpulkan segala keberanian. Ia mulai menelan ludah.

“Maaf … maafkan saya. Dani yang mengambil ponsel Eunyi kamarin di angkot.” ujar Dani sambil duduk, merapatkan kaki dan tangannya. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk jujur ke Eunyi.

“Kenapa kamu nyuri ponselku?” tanya Eunyi.

“Aku butuh uang, Nyi, buat sembuhin mata ayahku.”

Dani menengok ke arah kakek buta, tidak tahu harus apa. Kakek itu hanya tersenyum dan mengangguk. “Kakek ini ayah kamu, Dan?” Angga terbelalak tak percaya, kemarin dia tanpa sengaja menabrak ayahnya Dani.

Bu Hani dan Dani mengangguk bersama, mengiyakan pertanyaan Angga.

“Eh, maaf, Om, kamarin saya khilaf, gak sengaja nabrak Om, beneran.” Angga meminta tangan kakek tua itu untuk minta maaf sambil menunduk.

“Gapapa, Dik, kakek juga gak liat ada adik di depan.”

Sekarang ceritanya sudah semakin jelas. Ayah Dani juga menjelaskan bahwa mata yang tidak bisa melihat hanya sebelah kiri. Kemarin dia menatap anaknya lama-lama. Ia melihat Dani berani mencuri barang milik temannya. Namun, terhalang oleh badanku yang naik angkot duluan.

Kini aku mengerti, kenapa kakek ini kemarin menatapku tajam.
Masalah ini diselesaikan dengan damai.

Dani mendapatkan hukuman diskors selama seminggu. Tetapi ajaibnya, Angga sekeluarga bersedia membayar biaya operasi dan rumah sakit untuk menyembuhkan mata Ayah Dani. Aku sangat senang. Ayah anak ini tidak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan.

Ayah Dani memegang tangan Angga, “Terima kasih banyak, ya, Dik. Kakek gak tau, harus bales dengan apa. Semoga Allah yang balas kebaikan Adik, ya.”

Angga berubah menjadi malu sambil menepuk pelan tangan Ayah Dani. Sekarang masalahnya tuntas tanpa ada dendam dan saling membenci satu sama lain.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pajak dan Jalan Panjang Rakyat Menuju Sejahtera

"Pemungut pajak adalah salah satu pendukung tindak kezaliman, bahkan dia merupakan kezaliman itu sendir karena dia mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memberikan kepada orang yang tidak berhak"
(adz-Dzahabi dalam al-Kabair )


Oleh: Aina Syahidah

NarasiPost.Com-Hidup di zaman kapitalis membuat rakyat harus bersiap dengan sederet kebijakan yang menggigit. Tak ada ruang gratis, semua lini bernilai materi. Rakyat diseret untuk hidup bak the haves tapi faktanya mereka membawa tirani ekonomi yang ganas. Kemiskinan dan ketidaksejahteraan menemani di sepanjang jalan.

Belum lama ini tersebar wacana kebijakan baru dari para pemangku kebijakan, sembako dan pendidikan akan dikenai PPN. Hal ini tertuang dalam draf revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). (cnnindonesia.com, 12/06.2021)

Tak ayal, kebijakan yang konon masih dalam tahap ‘rencana’ ini membuat sejumlah kalangan meradang. Mukhamad Misbakhun seorang Anggota DPR RI mengkritisi kebijakan baru pemerintah ini, pihaknya menyebut, kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, merupakan pilar penentu kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, keberadaan ketiga komponen ini dijamin oleh konstitusi, dimana negara dengan sekuat tenaga harus mengupayakannya, guna menciptakan kesejahteraan atas segenap rakyatnya. Menarik pajak atasnya tentu akan berpengaruh dengan kualitas pangan juga sumber daya manusia kita ke depan. (antaranews.com, 12/06/2021)

Ya, saat ini saja, negara kita telah masuk dalam salah satu daftar negara dengan index kelaparan tertinggi. Bagaimana jika sektor asassiyah (pokok) masyarakat dikenai biaya tambahan? Tidakkah kondisinya semakin mempersulit?

Pajak Urat Nadi Sistem Ekonomi Kapitalisme

Sayangnya, tak ada jalan di sistem kapitalisme selain menarik cukai dari rakyatnya. Kita harus menyadari bahwa sejak berlakunya liberalisasi SDA, pemasukan negara dari sektor nonpajak menurun. Hal ini dikarenakan hasil alam mengalir ke dalam pundi-pundi para pemodal. Maka mau tak mau, negara kapitalis harus memutar otak agar keran pemasukan tetap mengucur deras. Itulah mengapa, negara kapitalis menjadikan pajak sebagai salah satu pilar ekonominya. Pajak menjadi urat nadi kehidupan dari sistem ini.

Sebagaimana yang diutarakan oleh Arthur Vanderbit seorang ahli pemerintahan Barat, pajak adalah urat nadi pemerintah.
Di tanah air sendiri, menurut data APBN 2016 misalnya, 80 persen pendapatan negara bersumber dari pajak. Dan 20 persen sisanya dari sektor nonpajak (31/10/2016). Hal ini menunjukan betapa potensi kekayaan alam kita tak seberapa besar menyumbang 'oksigen kehidupan' bagi rakyat dan negara.

Padahal idealnya, dari sanalah urat nadi kehidupan suatu negara berasal. Ironinya hari ini, kekayaan alam telah dikuasai oleh para pemodal raksasa, dan negara hanya bermain sebagai regulator semata, rakyat pun akhirnya menjadi korban. Mereka bak pepatah kuno, Sudahlah jatuh, tertimpa tangga pula.’ Sudahlah kini hidup semakin terhimpit, wabah pandemi belum berakhir, sembako dan pendidikan akan dipajaki. Bagaimana nasib rakyat nanti?

Pandangan Islam Terkait Pajak

Dalam sudut pandang Islam, negara dilarang keras untuk menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan/pemasukan utama negara. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Saw yang artinya, "Tidak akan masuk surga para penarik cukai/pajak.” (HR.Abu Dawud)

Dalam urusan pemasukan, negara di dalam Islam harus berupaya mengelola dan mengembangkan semua harta yang masuk dalam kategori kepemilikan umum, seperti tambang minyak, gas alam, batubara, nikel, dan lainnya. Negara juga memiliki pemasukan tetap dari zakat, jizyah, kharaj, usyr, anfal, ghanimah, infak, dan sedekah.

Adapun pajak (dharibah) hanya akan ditarik ketika keuangan negara sedang berada dalam krisis parah, dan Baitul Mal tak bisa memenuhinya. Sementara di satu sisi, negara membutuhan dana untuk kemaslahatan hidup warganya. Maka kondisi demikian ini membuat pajak harus diterapkan.
Meski begitu, penarikan cukai/pajak tak sembarang dilakukan, melainkan ada aturan main yang harus diperhatikan. Pajak hanya akan ditarik dari kaum muslimin yang memiliki kelebihan harta, setelah dikurangi kebutuhan pokok, dan sekundernya, sesuai dengan standar hidup masyarakat di daerah yang bersangkutan. Apabila setelah dikurangi terdapat kelebihan harta, maka wajib atasnya untuk membayar pajak. Jika tidak, maka gugur kewajiban atasnya. Itulah mengapa, pajak di dalam Islam tak akan mengekang apalagi membuat sulit kehidupan rakyat. Karena penarikannya yang insidental dan pos pembiayaannya jelas.

Hari ini, bila hendak jujur melihat, sudah sejak lama rakyat kita membayar pajak bahkan sejak masa kolonial berlangsung. Tetapi apa yang terjadi? Masih banyak anak-anak negeri yang harus bertaruh nyawa untuk sampai ke sekolah. Mereka harus melewati jembatan-jembatan darurat, menyebrangi derasnya arus sungai, belajar tanpa penerangan, jalan-jalan penghubung masih banyak yang rusak, jurang kemiskinan semakin lebar, kasus kelaparan meningkat, ketimpangan sosial dan potret pilu lainnya. Ke mana realisasi pajak kita? Sudahkah kepentingan rakyat terpenuhi? Semoga kita dapat bertumbuh menjadi negara yang besar dan diberkahi Allah. Wallahualam[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com