UU Ciptaker, Karpet Merah Untuk Tuan TKA

"Alasan produktivitas industri sampai harus mengambil TKA untuk buruh rasanya sulit diterima nalar, karena faktanya untuk pekerja sekelas buruh banyak WNI yang jadi pengangguran."


Oleh. Irma Ismail (Aktivis Muslimah Balikpapan)

NarasiPost.Com-Gelombang kedatangan TKA asal Cina kembali terjadi, di saat larangan mudik diberlakukan. Bahkan di pekan liburan Idulfitri ini, kembali datang rombongan TKA. Dikutip dari Liputan6.com (16/5/2021), dengan menggunakan pesawat carter, sebanyak 110 TKA asal Cina pada tanggal 13 Mei 2021 tiba di Indonesia. Presiden KSPI (Konferensi Serikat Pekerja Indonesia), Said Iqbal menilai bahwa pekerja Cina seperti kebal hukum dengan aturan Indonesia, ini semua akibat berlakunya UU Ciptaker yang menyatakan bahwa buruh kasar masuk ke Indonesia tidak perlu izin tertulis dari menteri. Harusnya pemerintah bersikap adil, menegakkan aturan dan keberpihakannya terhadap buruh lokal dan bukan ke buruh asing.

Pemerintah pun seolah pasang badan, dilansir dari Liputan6.com (17/5/2021) bahwa Sekretaris Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menyatakan bahwa alasan TKA yang masuk ke Indonesia di masa larangan mudik berkaitan dengan kebutuhan industri, bukan mudik, karena terkait dengan jadwal produksi, dimana ada beberapa industri yang strategis untuk perekonomian di tanah air, di samping memang investasinya dari Cina yang mempunyai kepentingan bisnis. Adita Irawati, Juru Bicara Kementrian Perhubungan bahkan menegaskan bahwa pesawat carter yang membawa TKA sudah dihentikan sementara sejak 5 Mei.(Liputan6.com, 16/5/2021)

Artinya pesawat carter tidak boleh, dan kedatangan TKA dipastikan dengan pesawat reguler.

Sejumlah pihak menyayangkan akan hal ini, dikutip dari SindoNews.com (17/5/2021) Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Pertaonan Daulay menyatakan bahwa di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum usai, dikhawatirkan kedatangan TKA ini akan berpotensi membawa virus Covid-19, di samping itu TKA ini bekerja sebagai buruh kasar di saat banyak buruh lokal di PHK dan dirumahkan. Ini bak bola salju yang terus bergulir, kedatangan TKA asal Cina khususnya seolah tak bisa dibendung lagi. Dan mirisnya, datang berombongan secara bertahap di saat pemerintah melarang mudik lebaran, dimana penyekatan di jalur darat diberlakukan, bukan hanya antarpulau bahkan antarkota dalam provinsi pun dilakukan penjagaan yang ketat. Dapat dilihat di media massa bagaimana terjadi kucing-kucingan antara masyarakat dan aparat. Ini terjadi karena aturan yang tak jelas juga dari pemerintah. Sebelumnya melarang mudik, tetapi menganjurkan untuk berwisata dan berbelanja, solusi yang tidak menyambung dengan tujuan utama, yaitu menekan penyebaran kasus Covid-19 ini.

Dan fakta lain, ada UU Ciptaker dengan kebijakannya yang membuat TKA datang dalam jumlah besar bahkan di saat pandemik. Jelas saja ini menimbulkan dampak kecemburuan sosial, apalagi kedatangan TKA sebagai buruh kasar di saat rakyatnya sendiri banyak yang di PHK atau dirumahkan. Alasan produktivitas industri sampai harus mengambil TKA untuk buruh rasanya sulit diterima nalar, karena faktanya untuk pekerja sekelas buruh banyak WNI yang jadi pengangguran. Lain haljya jika menjadi tenaga ahli tentu masih dimaklumi.

Sebenarnya inilah buah kesepakatan, sebagaimana disampaikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menyatakan bahwa banyaknya TKA asal Cina disebabkan Cina memiliki kebijakan bahwa penanaman investasi di luar negaranya harus diikuti dengan ekspor tenaga kerja . Dan Cina banyak menanamkan investasinya di Indonesia.(Detikfinance, 8/5/2021)

Inilah kebijakan dalam sistem kapitalisme, buntut dari investasi asing, pemodal yang akan menjadi tuan besar di negeri kita, selain perusahaan besar yang dimiliki dan berbagai sumber daya alam juga dikuasai, bahkan pemilik modal bisa mengatur dan mengarahkan agar undang-undang yang dibuat jelas berpihak kepada mereka melalui tangan-tangan pemegang kekuasaan di negeri ini. UU Ciptaker atau Omnibus Law adalah fakta nyata dari adanya persengkokolan antara penguasa dan pengusaha. Berbagai penolakan di masyarakat tak memberikan pengaruh, tetap saja undang-undang itu berlaku. Perlahan dan pasti, karpet merah terhampar bagi tuan asing di negeri kita, karena selain investasi yang ditanamkan dalam bentuk kerjasama, utang luar negeri juga terus berjalan. Tentu hal itu semakin memperparah keadaan.

Permasalahan yang terjadi selama ini karena manusia berlepas dari syariat Allah. Penguasaan sumber daya alam yang bebas dimiliki swasta/asing telah membuat kekayaan alam atau sumber pemasukan negara berpindah tangan, akibatnya untuk pengelolaan dan pembiayaan pembangunan, negeri ini bergantung kepada investor dan utang luar negeri yang jelas berbasis riba. Akibatnya sudah dirasakan banyak BUMN yang mulai diprivitasasi, kepemilikan saham oleh swasta. Masuknya TKA secara masif juga buntut dari investasi mereka. Seperti biasa, untuk memudahkan semua maka dibuatlah regulasi meski terkadang bertabrakan dengan regulasi yang lain atau tumpang tindih.

Hal yang jauh berbeda dengan Islam. Perangkat aturannya tidak hanya mencangkup ibadah tapi juga seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk sistem ekonominya. Kepemilikan dalam Islam ada tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum meliputi berbagai pertambangan besar, minyak, dan gas bumi, batubara, hutan dan lainnya yang semua itu merupakan hajat hidup orang banyak, maka akan dkuasai oleh negara untuk dikelola, diatur dan kemudian diperuntukkan bagi seluruh masyarakat. Oleh karena itu, kepemilikan umum tidak boleh berpindah ke individu apalagi ke asing, karena jelas akan berdampak kepada pemasukan dalam negeri. Maka dengan aturan yang bersumber dari Islam, sumber daya alam akan dikelola dengan baik dan benar. Alokasi dan mekanisme pendapatan juga jelas dan ini akan menghindari negara dari intervensi negara lain melalui investasi asing dan utang luar negeri. Dan dalam Islam, jika memang diperlukan Tenaga Kerja Asing (TKA), maka akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan negara, tanpa merugikan rakyat dan menjatuhkan martabat negara, dan sesuai dengan akad ijarah.[]


photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Sahabat Setia

Dunia ini terlalu sempit
Jika diisi dengan kebencian
Maka, mari kita penuhi dengan cinta dan kesetiaan


Oleh: Bedoon Essem

NarasiPost.Com-Sekali lagi aku tenggelam
Dalam riuhnya tepuk tangan, juga ketenaran
Dalam gemerlap dunia kepalsuan dan kesemuan
Namun, perhatianmu sungguh menenangkan
Seakan sebagai jaminan rasa aman dalam kesetiaan

Di kegelapan seakan duniaku berhenti berotasi
Hatiku pun seakan ikut tak beroperasi
Dalam gempita fatamorgana yang menyilaukan
Sekali lagi kuterlena dalam panjangnya angan dan harapan

Namun, kau selalu datang mengulurkan tangan
Kau tawarkan sejuta cinta dalam balutan senyuman
Tak peduli kadang kutolak dalam keangkuhan
Tetap kau tak mundur dalam ketulusan

Jika suatu saat aku tersesat dalam hujan dan badai
Aku tahu kau akan selalu ada di sana dengan senyuman damai
Pun, jika suatu saat aku jatuh karena sayatan sembilu
Aku tahu kau akan menyembuhkan
Dan menghilangkan rasa sakitku

Aku tahu,
Jalan kita kadang berbeda
Tapi dalam setiap gemuruh badai, aku tahu kau selalu menemani
Maka, tolong lambaikan tanganmu padaku sekali lagi
Agar aku tahu
Di sudut mana kau berada

Hidup tak selalu mulus dan ceria
Selalu ada duri menghadang
Juga jalan terjal
Namun, semoga mimpi kita tak akan pernah gagal
Untuk mencipta damai dunia, juga menggapai indahnya surga

Dunia ini terlalu sempit
Jika diisi dengan kebencian
Maka, mari kita penuhi dengan cinta dan kesetiaan
Mungkin suatu saat
Aku akan terlalu tua untuk melambaikan tangan
Namun, senyum terbaik akan tetap kuberikan

Terima kasih telah melalui kesulitan dan tantangan bersamaku
Terima kasih kita masih mempunyai air mata yang mengalir bersama senyuman
Terima kasih, yaa Allah
Kerena telah mengabulkan doaku
Dengan hadirnya sahabat setia dalam perjuangan[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Berkenalan dengan Tuhan

"Salah satu naskah Challenge ke-3 NarasiPost.Com dalam rubrik True Story"


Oleh: Reni Anggraini

NarasiPost.Com-Malam ini aku termangu di pojok kamar. Suasana hujan seakan mengerti dan turut membersamai derai airmata yang mengalir di wajahku. Gelap malam mencerminkan pekatnya pandangku menatap masa depan.

Putra Ibu mengalami kelainan yang disebut autis.”

Ucapan sang pakar terus-menerus terngiang, lagi dan lagi di dalam kepalaku. Sebuah kata asing, tetapi mengubah hidupku selamanya.

Kutatap Keefa, putra autisku. Berbagai perasaan berkecamuk. Ingin kubenci dirinya. Namun, aku tak sanggup.

Lebih dari lima purnama aku menangis, mengutuki keadaan yang bagiku merupakan sebuah kesialan. Bagaimana tidak? Aku memiliki anak yang kupandang “cacat”, sementara aku melihat kerabat dan sahabat seolah memiliki kehidupan yang sempurna.

Mereka dengan putra-putri terhebat, pintar dan membanggakan. Belum lagi kekayaan mereka, kulihat terus bertambah. Sungguh, dunia ini tidak adil! Aku memaki dalam hati, memukul setir mobil sampai tanganku sakit sendiri.

Berkali-kali aku mengemudi tanpa arah, bila sesak di dada semakin membuncah. Mengapa Allah membenciku? Banyak orang yang hidupnya jelas lebih berdosa dariku. Akan tetapi, mengapa mereka tidak sesial aku? Beratus kali pertanyaan ini mengais rasa pilu dalam batin. Mengapa hanya aku yang menderita?


Unik memang anak autis. Mereka secara fisik sama seperti anak lainnya. Akan tetapi perilaku mereka sangat berbeda. Mereka menolak untuk berkomunikasi dan melakukan interaksi sosial dengan sekitarnya.

Keefa kini semakin sering membuatku malu di tempat umum. Suara pengelola kolam renang memarahi kami terdengar sangat emosi. Namun, siapa yang tidak emosi bila seisi kolam harus tercemar dengan air seni Keefa yang ia buang begitu saja di atas kolam.

Kuakui, aku abai kala itu, membiarkannya bermain di kolam anak-anak tanpa kuawasi dengan seksama.

Suatu hari, Keefa jatuh sakit, bahkan cukup parah. Seisi rongga mulutnya harus dioperasi. Kesulitan maksimal kujalani pada saat itu. Keefa sedang berada di UGD dan dia meronta-ronta, menolak dipasangi infus.

Dibantu oleh tiga perawat wanita, seorang perawat pria, aku dan suamiku, kami berusaha memasang infus. Pemasangan ke lima barulah berhasil. Saat kulihat darah Keefa tercecer banyak di lantai, aku terduduk lemas dan mulai menangis panjang.

Selama berada di rumah sakit, entah berapa selang infus yang dia cabut dan harus dipasang ulang. Ketika operasi selesai, bibirnya bengkak. Darah menetes keluar dari bibir mungilnya. Ia tak mampu berkata sakit. Ia tak mampu mengaduh. Hanya wajah pucatnya menatapku nanar, mengharap peluk erat dariku. Hati ini semakin hancur. Air mata tak mampu lagi menggambarkan kesedihanku.

Apabila kuceritakan semua, maka sebuah novel berisi ribuan halaman pun tak akan cukup untuk menuliskan ragam kehancuran perasaan yang pernah kualami. Sungguh, itu adalah masa-masa terberat dalam hidupku.

Hari berganti hari, aku masih duduk terdiam di ruang tunggu, menanti anakku menjalani rangkaian proses terapi yang tiada akhir dan melelahkan. Mataku tetiba tertuju pada sebuah buletin bertuliskan “Apa Makna Dari Hidup?

Entah mengapa, seolah ada yang mengarahkan tanganku untuk meraih, kemudian membacanya. Sebuah bacaan yang tembus masuk ke dalam ceruk hatiku yang paling tersembunyi. Sebuah detik, saat aku disapa oleh Allah.

Air mata kembali meleleh, membasahi wajahku untuk yang kesekian kalinya. Ah, tetapi ada yang berbeda dalam tangisku kali ini. Bukan kesedihan yang aku rasakan, melainkan sebuah pengertian, mengapa ini terjadi padaku.

Beragam pertanyaan tentang mengapa hidupku sesial dan semenderita ini, seakan telah terjawab dalam sekejap. Mereka bukanlah kesialan, bukan pula penderitaan tanpa akhir. Mereka adalah hadiah yang khusus diberikan padaku, manusia yang mendambakan surga.

Masih teringat dengan jelas kalimat yang menjadi pegangan hidupku sampai detik ini. 

Manusia memang diciptakan untuk hidup di dunia ini dalam keadaan bersusah payah.”

Begitulah yang tertulis, merujuk pada Al-Quran Surat Al-Balad (4) yang berbunyi:

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.”

Aku kerap menggaris bawahi kata bersusah payah karena memang hidupku banyak berpayah-payah, hanya sekadar untuk mempertahankan kewarasan.

Kuisi hari dengan terus menggali apa arti menjadi manusia di dunia ini. Semakin banyak kugali, semakin hati ini paham bahwa dunia sejatinya hanyalah pergantian antara siang dan malam, pergantian antara kesenangan dengan kesedihan, sampai waktunya nanti menutup mata untuk selamanya.

Kini, bulan telah berganti tahun, dan tahun telah berganti dua windu. Aku masih berdiri di sini. Aku masih bertahan, dengan kewarasan yang jauh lebih jernih dari sebelumnya, dengan kekuatan yang lebih kokoh dari sebelumnya.

Kutatap wajah anakku. Ia telah menginjak usia remaja. Betapa Allah telah memberikan sebuah keistimewaan padaku, dengan menghadirkan seorang penghuni surga dalam bentuk sosok seorang Keefa, seorang anak yang hatinya suci, bersih, tanpa ada dosa sedikit pun.

Keefa sayang Mama,” ucapnya tersenyum memelukku.

Itu adalah kalimat terbaru yang berhasil ia hafal. Statusku telah berubah dari hanya seorang ibu, menjadi seorang guru untuk Keefa. Ya, aku telah mampu untuk memberikan pelajaran dan terapi sendiri untuknya.

Nanti, di akhirat, mintakan sama Allah supaya mengangkat Papa, Mama, Kakak dan Adik ke dalam Surga, ya, Nak,” jawabku mencium keningnya dengan bahagia.

Tak ada lagi pandangan bahwa aku memiliki anak “cacat” pada Keefa. Aku sadar, ialah yang dihadirkan untuk mengajakku kembali kepada Sang Pencipta, untuk kembali memohon kasih sayang dan kekuatan yang selalu Ia hadirkan pada saat-saat diri ini paling membutuhkan.

Tanpa Keefa, apalah bentuk batinku saat ini? Aku akan menjadi manusia pendek akal, dan juga keras hati, manusia sombong yang merasa mampu berdiri sendiri selamanya.
Terima kasih Allah, Tuhan semesta alam. Engkau telah mengajakku berkenalan kembali dengan cara yang sangat indah.[]


photo : pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Palestina Butuh Solusi Hakiki, Bukan Solusi Setengah Hati

Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut tidak bisa tidur dan panas.” (Sahih Muslim)


Oleh. Dia Dwi Arista

NarasiPost.Com-Dunia telah mengetahui, jika konflik antara Palestina dan Israel telah berlangsung puluhan tahun. Dunia pun paham jika Israel adalah tersangka utama dalam konflik ini. Bangsa Israel yang awalnya tercerai-berai di beberapa benua, berhasil berkumpul di Palestina sebagai imigran. Namun, bagai air susu dibalas dengan tuba, kini Israel lah pemegang kekuasaan di Palestina. Sedangkan warga Palestina memilih bertahan dengan bombardir roket dan sebagian eksodus ke negara lain.

Peperangan yang terus terjadi hampir setiap tahun menjadi santapan harian bagi penduduk Palestina. Tak terkecuali pertengahan Ramadan tahun ini. Diawali dengan ditebarnya bibit konflik oleh Israel dengan mematikan aliran listrik ke speaker menara masjidil Aqsa, dengan dalih suara speaker bisa mengganggu tentara baru yang berdoa di tembok Buraq. Kemudian adanya penutupan Damascus Gate, yang merupakan lokasi populer saat Ramadan. Percikan konflik akhirnya membesar. Pada 7 Mei, bentrokan pun tak terelakkan terjadi di Masjid Al-Aqsa antara jemaah Palestina dan polisi Israel. Akibat bentrokan ini, konflik antara Hamas dan Israel memuncak. Hingga Ramadan berganti Syawal, serangan keduanya masih berlangsung dan mengorbankan banyak warga sipil termasuk wanita dan anak-anak. (liputan6.com, 17/5/21)

Para pemimpin dunia pun tak tinggal diam, ada negara yang mata hatinya tertutup hingga membela Israel, ada pula negara lain yang mengutuk habis agresi militer Israel. Sedangkan Presiden Joko Widodo, sebagai kepala negara dengan penduduk beragama mayoritas Islam, telah mengeluarkan tanggapannya, “Indonesia mengutuk serangan Israel yang telah menyebabkan jatuhnya ratusan korban jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak. Agresi Israel harus dihentikan.” Kata Jokowi dikutip dari keterangan tertulis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, sabtu (15/5/2021).

Begitupula dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) berharap agar pemerintah Indonesia bisa menjadi poros negara-negara Islam untuk membantu menyelesaikan konflik antara Israel-Palestina. Saling bekerjasama membangun aliansi baru, karena lembaga lain sudah tidak bisa diharapkan. (republika.co.id, 16/5/2021).

Harapan Utopis Selain Khilafah

Sungguh harapan utopis jika Palestina berharap pada negara-negara yang ada, apalagi berharap pada lembaga perdamaian dunia seperti PBB, PLO dan OKI. Karena semenjak agresi militer Israel ke Palestina tahun 1946, dunia dan lembaga perdamaian seperti tak punya gigi. Malah hasil dari perundingan mereka bukannya solusi bagi Palestina, malah Palestina dibagi menjadi dua negara. Bahkan ketika negara lain berjuang demi hak Palestina dalam PBB, dengan mudahnya Amerika menjatuhkan veto. Bukan rahasia umum jika Amerika adalah salah satu backingan Israel. Maka, sungguh harapan semu jika meletakkan harapan pada PBB. Begitupula dengan lembaga bentukan lainnya, mereka tak mempunyai kuasa untuk mengusir Israel dari tanah wakaf kaum muslim, Palestina.

Sebab, Palestina menurut Amerika adalah teroris, maka dapat dipastikan semua sepak terjang Palestina dianggap sebagai tindakan teroris, meski warga sipil Palestina berteriak dengan tubuh berdarah-darah. Di mata Amerika mereka tetap teroris yang wajib untuk ditindak. Dari itu, Amerika sangat bersemangat mendukung langkah Israel dalam membantai dan merebut tanah Palestina. Posisi Amerika sebagai negara maju dan berkuasa, tentu mempunyai keuntungan tersendiri. Negara lain yang sudah terjerat dengan perjanjian-perjanjian, baik negara ke negara, atau negara dengan organisasi dunia, pasti lebih memikirkan dampak perlawanan mereka terhadap negeri mereka sendiri.

Tindakan paling berani yang bisa dilakukan negara-negara tersebut hanya kecaman, tanpa ada yang bernyali mengirim tentaranya untuk berjihad ke Palestina. Kecaman inikah yang bisa menyelesaikan konflik Palestina dan Israel?

Keadaan Palestina akan jauh berbeda ketika Khilafah berkuasa di dunia. Khilafah adalah junnah yang akan melindungi kaum muslim dari segala ancaman. Bagaikan sebuah rumah yang akan mengayomi penghuninya dari terik matahari dan dinginnya malam.

Umat Islam adalah satu tubuh. Ketika muslim di Palestina menjerit terkena rudal-rudal penjajah, muslim di seluruh penjuru dunia pun akan merasakan sakitnya juga. Hal ini telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw,
Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut tidak bisa tidur dan panas.” (Sahih Muslim)

Jangankan satu wilayah yang terkena gangguan, kehormatan seorang muslimah pun menjadi tanggungjawab dari Khalifah. Sebagaimana ketika Khalifah Al-Mu’tashim Billah mendengar aduan bahwa seorang muslimah diganggu oleh sekelompok Yahudi, Khalifah dengan segera mengirim pasukan yang panjangnya mengular hingga tak terlihat ujungnya. “Imam adalah perisai, di belakangnya berperang dan melindungi dirimu.” (HR. Muslim)

Kekuatan Khilafah sebagai sebuah negara pun tidak perlu diragukan, Khilafah dengan sistem ekonomi syariah akan mampu membiayai segala cost kebutuhan dalam negeri maupun luar negerinya seperti militer. Apalagi didukung dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah dari negeri-negeri Islam. Dengan mudah Khilafah menjadi negara adidaya baru yang mampu bertanding dengan negara Barat.

Oleh karena itu, jelaslah jika hanya Khilafah sebagai negara yang kuat, yang mampu bertanding face to face menghadapi Israel dan sekutunya. Bukan negara pecahan buatan penjajah dengan nasionalismenya yang bisa mengeluarkan Palestina dari kependudukan Israel, apalagi berharap pada aliansi-aliansi. Karena hingga hari ini berbagai aliansi yang ada hanya membuang waktu tanpa ada hasil yang nyata. Allahu a’lam bis-showwab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kampung Akhirat

"Tak ada keributan dunia, yang ada kesibukan warga untuk senantiasa hadir dalam kegiatan Islam"


Oleh. Didi Diah, S.Kom.

NarasiPost.Com-Sudah sepuluh tahun aku mengenal ibu Hj. Halimah, sosoknya begitu inspiratif bagiku dan teman-teman. Tubuhnya tak lagi gagah karena ibu sudah tua, namun pesona, kelembutan, serta tutur kata yang santun, membuat beliau begitu dicintai oleh penduduk kampung Wadas, Ciledug, Tangerang, Banten, sekalipun ibu bukan asli orang kampung Wadas.

Awal berkenalan dengan beliau sungguh membuat haru hatiku. Aku yang jauh lebih muda begitu dihormati oleh beliau. “Masuk Ustazah, maaf rumah saya begini adanya,” ingatku saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah beliau.

Perbincangan kami begitu mengesankan, ibu ingin aku dan teman-teman membantu mengisi pengajian anak-anak, remaja, ataupun ibu-Ibu lansia yang sudah berjalan, cari Ustazah baru kata beliau. Maka tak perlu berlama-lama, aku menyanggupi untuk ikut membantu beliau mengisi kajian Majelis Taklim Hidayah, nama majelis beliau.

Hari demi hari seiring perjalanan waktu, aku menikmati berkenalan dengan sosok luar biasa ini. Ibu awalnya hanya pendatang setelah menikah dengan seorang laki-laki di kampung ini, beliau selalu bertanya kepada suaminya, "Apa yang bisa saya perbuat untuk kebaikan umat?" Akhirnya beliau mengajar ngaji anak-anak kampung. Saat ibu melihat kondisi kampung yang tidak besar, dekat dengan pintu air, ibu melihat banyak pendatang yang berprofesi sebagai pedagang. Hal itu tidak menyulitkan Ibu untuk berkenalan dan bercengkerama dengan penduduk setempat.

Dari perkenalan itulah, akhirnya ibu merambah mengajar ngaji ibu-ibu dan mengasuh beberapa lansia yang ada. Bukan hanya tenaga, namun tidak sedikit materi yang beliau keluarkan. Sungguh, ibu begitu mengagumkan.

Sebelum aku mengisi kajian remaja, Ibu bercerita bahwa anak-anak ini pada awalnya sulit untuk diajak mengaji karena harus bantu orang tua memulung dan bekerja. Namun, beliau menemukan cara, setiap yang ikut pengajian akan diberikan makanan saat pulang. Seiring berjalannya waktu, setelah ada beberapa dermawan kampung yang memberikan donasi, anak-anak tersebut dibekali uang sepuluh ribu dan makanan sehabis kajian. Entah mulai kapan, akhirnya majelis itu penuh dihadiri anak-anak dari usia sekolah dasar hingga remaja.

Tahukah kalian, Majelis Hidayah yang berdiri sederhana dan kokoh itu awalnya hanya tempat pembuangan akhir sampah di kampung Wadas tersebut. Beliau berpikir bagaimana anak-anak dan para ibu bisa mengaji dengan tenang, akhirnya ibu meminta izin kepada kepala dan tokoh masyarakat kampung Wadas untuk mengubah tempat sampah itu menjadi majelis taklim dan memikirkan tempat baru ke mana sampah itu akan dibuang. Alhamdulillah niat ibu ditanggapi dengan serius, hingga kepala desa pun ikut menyetujui. Perlahan demi perlahan majelis itu berdiri dan hingga saat ini masih terus dipakai untuk kajian penduduk kampung. Warga kampung Wadas juga begitu menghormati apa-apa yang disampaikan ibu dalam setiap arahannya.

Hingga akhirnya, suami Ibu meninggal dunia, beliau tak lama bersedih karena ingat pesan almarhum suaminya untuk terus melanjutkan niat dan hajat yang baik tersebut. Maka, ibu tetap meneruskan kegiatan demi kegiatan hingga kampung itu terasa dekat antarsatu penduduk dengan penduduk lainnya. Hal yang tak kalah membuat hati terharu, mereka begitu mencintai dan menjaga ibu dengan sangat baik.

Belum lagi, ibu juga menyarankan agar para lansia yang memulung tetap ikut ngaji sepulang mereka bekerja. Mereka juga mendapatkan bekal makanan siap saji yang telah dimasak ibu dan beberapa anggota mejelis. Satu waktu kampung itu memiliki ide bank sampah. Para lansia mengumpulkan plastik, kardus, serta barang-barang yang bisa dijual di bank sampah, kemudian uangnya ditabung atas nama mereka. Tujuannya agar mereka tidak menjadi beban masyarakat begitu alasan ibu, rata-rata mereka janda dan sebatang kara.

Ibu selalu mengajarkan tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Maka, aku pun pernah mengusulkan kepada ibu, jika Ibu memberikan uang jajan kepada anak-anak pengajian dari para donatur, mereka juga harus belajar menyisihkan lagi untuk berbagi. Alhamdulillah ideku diterima dan dijalankan oleh ibu dan anak-anak.

Bahagianya aku mengisi kajian para lansia, mereka begitu sangat menghormati kami. Saat bersalaman, kerap kali aku menarik tangan hingga meneteskan air mata. Aku yang seharusnya mencium tangan-tangan berkerut yang hebat itu, bukan tanganku yang dicium oleh mereka. Kadang mereka memelukku seakan bertemu dengan cucu-cucu mereka. Duh, rasanya begitu sangat berharga, hal ini pengalaman yang tidak akan terlupakan, mengapa tidak?

Di kala lelah setelah memulung, mereka mencuci pakaian orang dan berdagang di pasar. Setelah itu, mereka istirahat sejenak, lalu berbondong-bondong mengikuti kajian. Di akhir kajian, mereka bahagia bisa pulang membawa makanan satu kantong plastik yang berisi nasi dan lauk, serta sedikit kue-kue kecil.

Dari mereka, aku banyak belajar menjadi wanita tangguh yang kuat. Dari ibu aku memetik banyak pelajaran bahwa hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tapi bertakzim untuk umat, membantu agar ikhlas dan sabar mengajar tanpa mengharap imbalan. Semua beliau lakukan karena Allah Swt. Sungguh kebahagiaan tersendiri bagi kami bisa mengajar di sana karena banyak orang bisa membaca Al Qur-an dan paham Islam lebih sempurna lagi.

Kampung Wadas, kini ibarat kampung akhirat. Tolong menolongnya selalu hadir, perhatian antarwarga begitu luar biasa, dan kegiatan-kegiatannya begitu semarak oleh anak-anak dan remaja. Tak ada keributan dunia, yang ada kesibukan warga untuk senantiasa hadir dalam kegiatan Islam. Aku yang kerap hadir di kampung itu, begitu merasakan kampung yang penuh suasana kekeluargaan bersama mereka.

Ibu Hj. Halimah, doaku selalu untuk Ibu, agar senantiasa sehat di masa tua Ibu, apalagi bisa melihat dan mendengar kebaikan-kebaikan yang Ibu rintis puluhan tahun lalu. Aku sayang Ibu. Kelak aku bisa mengikuti jejak ibu yang penuh kesabaran juga ikhlas membangun sebuah majelis. Aaamiin Ya Mujibas Saailiin.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com