Sadarilah Wahai Pemuda, Melek Politik Islam itu Wajib!

Tingkat ketidakpercayaan anak muda terhadap partai politik atau politisi pun menguat. Rendahnya kepercayaan publik muda ini karena ragunya mereka atas kemampuan para politisi mewakili aspirasi masyarakat.


Oleh. Ummu Hanan

NarasiPost.Com-Intoleransi anak muda terhadap isu politik dinilai lebih tinggi jika dibanding pada isu keagamaan. Pandangan ini muncul berdasar hasil riset yang dikeluarkan oleh Indikator Politik Indonesia. Survei seputar bahasan sosial politik dan khusus menyasar anak muda ini dilakukan dalam rentang Maret 2021 (republika.co.id, 21/3/2021).

Hasil survei menunjukkan tingginya penolakan anak muda atas seorang nonmuslim jika terpilih menjadi presiden. Hal ini berbanding terbalik jika pembahasan mengacu pada aspek sosial dan agama. Dijelaskan bahwa lebih dari 50 persen anak muda tidak keberatan jika nonmuslim membangun tempat ibadah atau menjalankan ritual keagamaan di sekitar tempat tinggal mereka.

Tuntutan pemuda terhadap penuntasan masalah radikalisme juga menguat. Masih berdasar hasil survei Indikator Polititik Indonesia, ada sekitar 49,4 persen anak muda yang menilai persoalan radikalisme sangat mendesak untuk ditangani oleh pemerintah (republika.co.id,21/3/2021).

Selain itu juga terdapat 41,6 persen menyatakan masalah radikalisme harus menjadi perhatian serius karena sangat mengancam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Di antara upaya yang diharapkan oleh pemuda kepada pemerintah untuk menuntaskan soal radikalisme adalah dengan mengontrol konten pendidikan agama, isi media cetak maupun elektronik dan bekerjasama dengan para tokoh agama yang moderat.

Tingkat ketidakpercayaan anak muda terhadap partai politik atau politisi pun menguat. Rendahnya kepercayaan publik muda ini karena ragunya mereka atas kemampuan para politisi mewakili aspirasi masyarakat. Hanya 3 persen di antara responden yang sangat percaya pada partai politik dan 7 persen tidak percaya sama sekali (merdeka.com, 21/3/2021).

Survei yang diadakan oleh Indikator Politik Indonesia ini menyasar 1.200 responden yang berusia antara 17 sampai 21 tahun. Survei ini telah memberikan gambaran tersendiri tentang bagaimana anak muda melihat isu yang berkembang di masyarakat.

Pemuda hakikatnya sedang merasakan adanya problematika di tengah kehidupan masyarakat. Mereka menyadari ada pengaturan yang salah atas kehidupan manusia sehingga memunculkan ragam persoalan, mulai dari krisis ekonomi sejak pandemi yang telah memukul telak sektor usaha dan industri, maraknya pengangguran, dan turunnya daya beli masyarakat sehingga menjadikan roda perekonomian seakan berjalan di tempat. Masyarakat dihadapkan pada pilihan yang pahit, tetap bekerja di tengah pandemi atau kebutuhan hidup mereka tidak akan terpenuhi. Alhasil, angka kriminalitas semakin meningkat, begitupula kemiskinan. Namun anehnya justru radikalisme Islam yang dituding sebagai dalang kerusakan.

Respon partai politik juga jauh dari sikap terdepan mengurusi urusan rakyat. Mereka lebih sibuk dengan perebutan kekuasaan yang ada dalam internal tubuh partai. Para politisi cenderung hadir bersama rakyat saat keberadaan mereka mampu mendongkrak perolehan suara. Namun saat hari pemungutan suara telah berlalu, maka berakhir pula kepentingan itu. Para politisi lebih sibuk mengamankan kursi jabatan ketimbang fokus mengayomi rakyat. Mereka bahkan tak segan saling menjatuhkan lawan politik demi meraih kedudukan yang lebih tinggi. Inilah gambaran politik ala demokrasi yang telah merusak tatanan hidup masyarakat.

Politik dalam pandangan Islam berbeda dengan politik dalam praktik demokrasi. Politik dalam Islam diambil dari bahasa Arab siyasah, berasal dari kata sasa-yasusu-siyasatan yang artinya memelihara, mengatur, dan mengurusi. Politik Islam merupakan sebuah perkara yang mulia karena di dalamnya terdapat upaya untuk mengatur kehidupan manusia dengan aturan Islam secara menyeluruh.

Melalui politik juga memungkinkan persoalan multidimensi yang mendera masyarakat dapat terselesaikan dengan tuntas. Ini semua hanya akan terwujud jika politik Islam diadopsi oleh negara, yakni negara Islam atau Khilafah Islamiyyah yang akan menerapkan sistem Islam secara sempurna.

Pemuda selayaknya memahami Islam sebagai pengaturan yang sahih bagi manusia. Politik Islam adalah jalan bagi terurainya problematika cabang yang muncul di masyarakat. Para politisi yang lahir dari sistem politik Islam juga senantiasa mengedepankan akidah dan hukum-hukum Islam sebagai peraturan tertinggi yang harus mereka perjuangkan. Tidak seperti politisi dalam sistem demokrasi yang rentan korup dan sekuler. Sistem politik maupun politisi Islam mewujud melalui sebuah penerapan ideologi Islam. Islam menjadi pengaturan yang tidak sebatas ibadah ruhiyah namun juga siyasiyah.

Politik dalam Islam meniscayakan kebaikan dan keberkahan hidup bagi manusia. Politisi yang ada dalam sistem Islam juga hanya memperjuangkan pengaturan yang bersumber dari akidah Islam. Ini semua akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang sejalan dengan fitrah penciptaannya. Karena itu sudah selayaknya anak muda hari ini melek politik Islam. Bahkan mereka wajib untuk mempelajari dan memperjuangkannya. Bukan hanya karena sistem Islam mendatangkan maslahat, namun karena menegakkannya adalah konsekuensi keimanan kita.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Rintihan Pekerja Migran dalam Cengkeraman Kapitalisme

"Menurut laporan lembaga Internasional Migrant Forum in Asia, sistem kafala membuat para buruh migran secara hukum terikat dengan pemberi kerja/sponsor individu/majikan (kafeel) untuk periode kontrak mereka. Sistem ini dianggap sebagai perbudakan modern yang membuat TKI terikat dengan majikan, tak bisa pindah kerja atau meninggalkan negara dengan alasan apapun tanpa izin tertulis dari majikan"


Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I.

NarasiPost.Com-TKI (Tenaga Kerja Indonesia) atau pekerja migran didaulat sebagai pahlawan devisa negara karena kontribusinya mengalirkan remitansi. Remitansi adalah sejumlah uang yang dikirim pekerja migran yang bekerja di luar negeri. Sayangnya kontribusi yang diberikan tidak sebanding dengan kisah pilu yang menggelayuti karir mereka.

Problem pekerja migran khususnya pekerja perempuan bukan sekadar urusan perlindungan. Tapi soal cengkeraman Kapitalisme pada negeri ini, sehingga negeri ini kehilangan visi misi untuk melindungi dan mengurusi rakyatnya. Perempuan tercerabut fitrahnya dan meninggalkan keluarga demi sesuap nasi.

Dilansir dari news.detik.com, 19/21/2021, puluhan keluarga di Indonesia melaporkan kehilangan anggota keluarganya yang bekerja menjadi TKI di Arab Saudi. Laporan ini mencuat dari sejumlah grup di facebook. Salah satu yang dilaporkan adalah Sopiah, setelah hampir sebelas tahun hilang, ia akhirnya dipulangkan majikannya pada Oktober 2020 karena gerakan di media sosial itu.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menguatkan fakta itu, TKI yang hilang kontak dengan keluarga biasanya karena disekap atau kabur dari majikan di tengah pemberlakuan sistem kafala.

Menurut laporan lembaga Internasional Migrant Forum in Asia, sistem kafala membuat para buruh migran secara hukum terikat dengan pemberi kerja/sponsor individu/majikan (kafeel) untuk periode kontrak mereka. Sistem ini dianggap sebagai perbudakan modern yang membuat TKI terikat dengan majikan, tak bisa pindah kerja atau meninggalkan negara dengan alasan apapun tanpa izin tertulis dari majikan. Sistem ini muncul pada era 1950an yang mengatur hubungan antara pekerja dengan majikan di negara-negara Asia Barat. Dalam praktiknya sistem kafala ini menjadikan majikan memegang penuh kendali atas pekerja rumah tangga. Misalnya: menahan kelengkapan administrasi, membatasi penggunaan telepon seluler dll.

Mulai Maret 2021, pemerintah Arab Saudi menghapus kebijakan sistem kafala, tapi hanya untuk pekerja profesional, tidak berlaku bagi pekerja rumah tangga. Rasanya mustahil bagi mereka menghapus sistem kafala pada pekerja rumah tangga karena warga setempat masih menjaga imunitas kearifan lokal.

Masih banyak lagi tumpukan masalah yang menimpa pekerja migran, diantaranya ada yang habis kontrak tapi tak juga dipulangkan oleh majikannya, kasus penganiayaan hingga pembunuhan oleh majikan, tidak betah bekerja, habis kontrak namun gaji tidak dibayarkan, dll. Nahas, ternyata bukan hanya bermasalah dengan majikan, bahkan dengan lembaga yang memberangkatkannya juga. Ketua Umum SBMI, Hariyanto mengungkap beberapa kasus PJTKI yang memeras buruh migran dengan adanya overcharging (pembebanan biaya yang berlebihan), kasus PJTKI yang menahan dokumen buruh migran sebagai jaminan (tempo.co, 10/10/2019).

Kapitalisme Biang dari Nestapa Pekerja Migran

Dalam konteks global, penerapan sistem kapitalisme digadang-gadang menjadi penyebab kemiskinan struktural negara-negara berkembang, krisis moneter dan resesi. Dampaknya lapangan pekerjaan semakin sempit, PHK besar-besaran apalagi di masa pandemi ini. Tak hanya itu krisis pangan dan energi yang menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok semakin meroket. Pada kondisi inilah masyarakat miskin harus bertahan hidup. Berjuang sendiri tanpa sokongan dari negara. Akhirnya untuk membantu perekonomian keluarga, perempuan terpaksa diberdayakan untuk membantu para suami memenuhi kebutuhan keluarga, padahal urusan domestik pun tak kalah mumet. Salah satu opsi yang menggiurkan adalah menjadi buruh migran, mengundi nasib di luar negeri, sekalipun berisiko tinggi. Dengan rata-rata bermodal nekad saja dan skill yang pas-pasan, akhirnya terbang jauh merenda asa. Bertahun-tahun meninggalkan keluarga yang dicintai, hanya memiliki pilihan sebagai ART, baby sitter, perawat lansia/orang sakit bahkan PSK pun akhirnya dilakoni. Minim sekali yang bisa menduduki pekerjaan profesional seperti dokter, perawat, dll.

Secara individu, menjadi pekerja migran tetap lebih menjanjikan kesejahteraan dibanding bekerja di dalam negeri. Walau penuh risiko, harus meninggalkan keluarga, hidup di negeri asing yang berbeda budaya, juga tak ada perlindungan hukum dari negara. Faktor ekonomi lah yang menyebabkan mereka nekat mengundi nasib di negeri lain.

Negara pun ikut andil dalam tingginya angka pengiriman buruh migran ke luar negeri. Pahlawan devisa ini mampu meningkatkan PDB negara dan remitansi yang fantastis, yakni mencapai Rp218 triliun pada 2019. Bahkan menjadi sumber pemasukan nomor dua setelah migas. Jika dibandingkan dengan Tax Amnesty, dana remitansi lebih besar dan lebih pasti.
Wajarlah walaupun banyak kasus menimpa pekerja migran, namun seolah hilang tak berbekas. Walau ratusan nyawa melayang, pengiriman pekerja migran tidak dihentikan. Jika pun terjadi kasus, hanya diselesaikan dengan dibuatnya MoU antara negara pengirim dan penerima buruh migran. Kepentingan ekonomi nampak yang paling menyeruak, sedangkan kepastian hukum yang berisi jaminan perlindungan hak pekerja migran sama sekali tidak ada.

Bukan kapitalisme namanya jika tak bisa mengambil keuntungan dari berbagai kondisi, segala upaya dilakukan bahkan walaupun perempuan yang menjadi korbannya, demi mempertahankan hegemoninya. Perempuan dieksploitasi sebagai mesin penggerak ekonomi dengan dalih pemberdayaan perempuan yang menjadi jargon dari kesetaraan gender.

Khilafah Memberi Kesejahteraan dan Keamanan pada Perempuan

Negeri ini bahkan juga dunia membutuhkan suatu aturan yang bisa menjaga fitrah dan melindungi keselamatan manusia. Tentu saja aturan yang tidak dirasuki nafsu keserakahan demi kepentingan ekonomi, aturan yang memiliki supremasi hukum dan sanksi yang jelas dan tegas. Sebab sejatinya negara yang berdaulat tak akan mengorbankan harkat martabat rakyatnya demi remitansi.

Islam hadir membawa aturan yang paripurna. Aturannya dijamin sesuai dengan fitrah, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Karena aturan ini berasal dari Sang Maha Pencipta yang mengetahui secara pasti dan detail terkait seluk beluk, kelemahan dan kekurangan dari makhluk ciptaan-Nya, termasuk manusia. Islam menjamin kebutuhan seluruh masyarakatnya, termasuk perempuan. Ada sosok-sosok 'berani mati' yang siap menjamin nafkah perempuan dan anak-anaknya yaitu suami, wali (bapak, kakek, saudara laki-laki dll), masyarakat juga negara. Sehingga perempuan tidak perlu repot-repot bermigrasi demi mengais rezeki. Selamanya tulang rusuk tak akan menjadi tulang punggung.
Sehingga perempuan dapat menjalankan tugas utamanya sebagai ummun warabbatul bait, penyangga keluarga dan penopang peradaban. Ikhlas mengurus suami, anak-anak dan mencerdaskan umat demi tegaknya peradaban yang luhur, Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Islam akan memastikan pemenuhan kebutuhan pokok individu (sandang, pangan, dan papan) melalui mekanisme tidak langsung melalui kewajiban memberi nafkah yang dibebankan pada pundak laki-laki. Juga pemenuhan kebutuhan pokok kolektif (pendidikan, kesehatan, dan keamanan) melalui mekanisme langsung, negara yang menyediakan pelayanannya secara luas, murah, bahkan gratis. Islam juga akan bertindak tegas dan memberikan sanksi bagi segala bentuk kejahatan, termasuk penganiayaan dan pembunuhan dengan menerapkan qishas.
Akan tetapi semua itu hanya akan terwujud bila Islam diterapkan secara kafah dalam naungan Khilafah. Hal ini akan menjamin terselenggaranya berbagai komponen sistem kehidupan yang saling terkait. Tegaknya Khilafah adalah kewajiban sekaligus keharusan, demi terurainya berbagai problematika yang mendera negeri dan dunia ini. Marilah ikut ambil bagian dalam perjuangannya.
Wallahu ‘alam bi ash-showwab[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Perlunya Edukasi Kedisiplinan Berlalu Lintas

"Kebijakan ETLE seharusnya dipastikan memudahkan masyarakat dalam mematuhi aturan berlalu lintas. Bukan sebaliknya membuat masyarakat tidak nyaman"


Oleh: Miladiah Al-Qibthiyah
(Pegiat Literasi dan Media)

NarasiPost.Com-Kedisiplinan dalam berlalu lintas masih menjadi soal di kalangan para pengguna jalan. Masih banyak masyarakat dijumpai tidak mematuhi peraturan lalu lintas dalam berkendara. Oleh karena itu, pihak Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah mengumumkan penggunaan kamera Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik di kawasan Sudirman hingga Thamrin.

Penilangan ini dinilai efektif menjaring pengguna kendaraan yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas setelah menerapkan tilang elektronik beberapa waktu lalu. Sayangnya, edukasi terhadap ETLE ini belum menyentuh seluruh kalangan masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya masyarakat di kawasan Sudirman dan Thamrin yang penasaran dengan isi surat tilang elektronik tersebut.

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Muhammad Nasir mengoreksi bahwa itu adalah surat konfirmasi, bukan surat tilang elektronik. Dalam surat tersebut akan tercantum nama pemilik kendaraan, alamat pemilik dan jenis kendaraan serta masa berlaku kendaraan tersebut.

Surat tersebut akan mengonfirmasi kepada para pengguna jalan bila kedapatan melakukan pelanggaran lalu lintas yang terekam lewat kamera ETLE. Di dalam surat konfirmasi tersebut akan melampirkan empat buah foto jarak dekat yang memperlihatkan bentuk pelanggaran para pengguna jalan serta melampirkan bentuk pelanggaran, semisal tidak menggunakan sabuk pengaman.

Proses selanjutnya, pemilik kendaraan dipersilakan datang ke posko ETLE di Pancoran. Dari situ akan dijelaskan cara pembayaran denda tilang mulai dari konfirmasi, penyerahan lembar tilang berwarna biru dan pembayaran denda lewat bank atau bisa juga melalui sidang.

Butuh Edukasi Masif

Tidak ada kebijakan tanpa disertai maklumat, dalam hal ini adalah pemberian edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai kebijakan ETLE, surat konfirmasi atau tilang elektronik. Kesiapan penerapan tilang elektronik di lampu merah harus matang. Para pengguna jalan harus siap dengan kebijakan yang diberlakukan. Kesiapan ini tentu didukung oleh pentingnya edukasi dan sosialisasi ke masyarakat tentang peraturan baru ini.

Jika kebijakan ini minim edukasi dan sosialisasi bisa saja membuat masyarakat bingung atau bahkan merugikan masyarakat sebab mekanisme tilang elektronik juga disertai denda yang harus dibayarkan. Edukasi terhadap berbagai bentuk pelanggaran berlalu lintas harus dilakukan detail oleh pihak yang berwenang agar para pengguna jalan betul-betul memperhatikan kedisiplinan agar tidak terjerat penilangan elektronik.

Kebijakan ETLE seharusnya dipastikan memudahkan masyarakat dalam mematuhi aturan berlalu lintas. Bukan sebaliknya membuat masyarakat tidak nyaman. Sebagaimana pengakuan Indonesia Traffic Watch (ITW) yang mencatat ada banyak keluhan warga pemilik kendaraan yang STNK-nya diblokir meski tidak dapat kiriman surat tilang. Hal ini memberi bukti bahwa pihak kepolisian belum melakukan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait ETLE.

ITW banyak menerima laporan warga yang kecewa karena tidak dapat membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) lantaran STNK-nya diblokir akibat terkena ETLE. Padahal, mereka tidak menerima surat pemberitahuan pelanggaran ETLE. Ketidaknyamanan ini patut menjadi bahan evaluasi oleh pihak berwenang, sebab masyarakat terpaksa membuang waktu mereka hanya untuk mengurus pembukaan blokir.

Dalam hal ini, Korps Lalu Lintas Polri seyogianya melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan identitas yang tercantum di STNK sesuai dengan alamat tempat tinggal warga demi menghindari timbulnya masalah baru saat proses ETLE dijalankan. Mekanisme surat pemberitahuan pelanggaran ETLE yang dikirimkan dipastikan telah diterima oleh pelaku pelanggaran lalu lintas.

Maka penting bagi Polri untuk terus melakukan sosialisasi ETLE. Jika tidak, kebijakan ini dikhawatirkan memperlakukan masyarakat secara tidak adil sebab menanggung denda ETLE padahal tidak melakukan pelanggaran seperti yang disangkakan dalam surat pemberitahuan.

Oleh karena itu, Polri harus menyempurnakan proses ETLE agar tidak menambah kesulitan masyarakat. Masyarakat juga perlu beradaptasi dengan kebijakan tilang elektronik ini guna mengantisipasi meningkatnya pelanggaran lalu lintas di tengah-tengah masyarakat, sebab tidak mudah menerapkan peraturan tanpa pengawasan yang ketat dari pihak kepolisian. Kebijakan ini harus sesuai dengan SOP guna menghindari pungli.

Setiap kebijakan yang ada harus mempertimbangkan beberapa aspek, khususnya aspek kejujuran dalam menjalankan tugas. Tidak dipungkiri potensi korupsi akan tetap ada walaupun sistemnya online atau elektronik. Untuk itu, pihak kepolisian, selain masif melakukan edukasi dan sosialisasi, sebelum menjalankan perogram ini, juga harus memastikan kebijakan ini steril dari aktivitas pungli. Selain itu. menerapkan kebijakan ini harus secara tertata, terstruktur dan terbuka, sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Dalam hal ini adalah oknum-oknum yang tidak pernah kehabisan akal untuk meraup keuntungan di balik kebijakan yang diberlakukan. Melibatkan pihak lainnya dalam hal pengawasan secara ketat sangat perlu dipertimbangkan agar kebijakan ini berjalan sesuai harapan dan agar masyarakat lebih disiplin dalam berlalu lintas.

Kedisiplinan dalam Islam

Disiplin adalah bentuk ketaatan pada aturan yang berlaku, baik itu aturan agama, etika sosial maupun tata tertib yang lain. Sikap disiplin merupakan salah satu bagian dari akhlak yang baik atau dikenal dengan sebutan ihsan. Hal tersebut dicontohkan oleh Nabi Saw. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ihsan adalah "menyembah Allah seakan-akan kamu melihatNya." Konsekuensi dari sikap ihsan adalah bentuk komitmen dalam menjalankan aturan Allah Swt, yakni menaati perintah dan menjauhi larangan Allah, baik di kala sendiri maupun ada yang mengawasi.

Sebuah sistem yang tegak di atas aturan yang sahih akan mengakomodasi setiap warga negara untuk senantiasa berbuat baik dengan akhlak terpuji. Sikap disiplin merupakan bagian dari akhlak terpuji. Islam mengajarkan bahwa sikap disiplin merupakan salah satu dasar cinta pada Allah. Maka, ketaatan pada syariat Allah adalah bentuk kecintaan seorang hamba kepada Sang Pembuat Aturan.

Hidup di bawah sistem yang menerapkan aturan Islam secara kafah akan mendorong seseorang bersemangat untuk menaati segala yang diperintahkan Allah Swt dalam syariat-Nya. Seseorang yang telah mengikatkan dirinya pada hukum (aturan) syara' akan jauh dari sikap membangkang atau melanggar setiap aturan yang telah Allah peringatkan melalui wahyu dan sunnah nabi Saw.

Dalam kehidupan sosial, termasuk ketika menjalankan aktivitas di kehidupan umum, maka sikap disiplin harus dikedepankan. Disiplin tidak hanya diterapkan untuk diri sendiri, namun disiplin terhadap aturan yang diberlakukan oleh sebuah negara juga wajib ditaati oleh tiap-tiap warga negara, sebab taat pada penguasa yang menerapkan syariah Islam kafah sama saja telah menaati Allah dan Rasul-Nya.

Adapun salah satu ciri seseorang berakhlak mulia adalah ketika menerapkan sikap disiplin pada dirinya.l, termasuk ketika sedang berkendara. Sebagai pengguna jalan, maka wajib untuk menaati rambu-rambu lalu lintas yang telah ditetapkan. Rambu-rambu dibuat tidak lain agar meminimalisasi risiko kecelakaan atau senantiasa selamat selama dalam perjalanan.

Meningkatnya angka kriminalitas disebabkan ketidakpatuhan terhadap aturan yang berlaku. Sama halnya ketika melanggar aturan lalu lintas, efek yang ditimbulkan tidak hanya pada diri sendiri, bahkan bisa meresahkan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar. Lebih jauh lagi, disiplin merupakan kunci untuk mewujudkan kehidupan yang damai, tentram, serta jauh dari marabahaya, baik dalam kehidupan khusus ataupun kehidupan umum.

Dalam sistem Islam, pendekatan ruhiyah sangat efektif dilakukan untuk menanamkan kesadaran berlalu lintas. Islam akan membentuk karakter pengendara yang taat pada tata tertib dan patuh pada aturan hukum selama berkendara. Negara bertanggungjawab penuh terhadap keselamatan rakyatnya. Negara akan mencegah berbagai faktor yang akan mengganggu perjalanan para pengendara.

Dalam hal ini, negara akan menjamin pembangunan infrastruktur terbaik yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat ketika berada di kehidupan umum. Hal ini tidak lepas dari paradigma syariah, bahwa negara wajib menjamin kebutuhan dasar baik individu maupun masyarakat. Islam akan memastikan bahwa tidak ada satu pun warga yang merasakan ketidaknyamanan dalam berkendara.

Untuk menjaga keamanan, Islam memiliki Departemen Keamanan Dalam Negeri yang akan bertanggung jawab mengendalikan keamanan dalam negeri. Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah (Direktorat Keamanan Dalam Negeri), yang dipimpin oleh Kepala Kepolisisan Wilayah. Departemen Keamanan Dalam Negeri akan mengirim syurthoh/polisi untuk melakukan patroli ke permukiman serta jalan raya. Tujuannya untuk menjaga keamanan dan keselamatan warga negara yang tengah melakukan aktivitas di kehidupan umum. Semua ini adalah tugas pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah tim kepolisian negara agar masyarakat tidak dibebani dengan ancaman rasa tidak aman, bahkan menekan angka kriminal dalam kehidupan bermasyarakat. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

AS dan Cina Saling Memberi Sanksi, Inilah yang Sebenarnya Terjadi

Sejatinya, ketegangan antara AS dan gabungan negara Uni Eropa di satu sisi serta Cina di sisi lain, merupakan pertarungan antara dua ideologi dunia, yakni Kapitalisme dan Sosialisme-Komunisme


Oleh : Nay Beiskara
(Kontributor Media)

NarasiPost.Com-Rupanya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina masih berlanjut. Tak cukup dengan 'Perang Dagang' yang selama ini dilakukan kedua negara, AS dan Cina kini saling balas memberi sanksi.

Pikiran-rakyat.com (23/3/2021) melansir, Beberapa negara besar seperti AS, Kanada, Inggris, dan Uni Eropa bergabung dalam gerakan yang mereka sebut sebagai 'Gerakan Terkoordinasi' terhadap Cina. Gerakan ini bertujuan untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan hak terhadap muslim Uighur di Xinjiang, Cina.

"Dalam mengutuk pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, dan perlunya Beijing mengakhiri diskriminasi dan praktik penindasan di wilayah itu,” ujar Menlu Inggris Dominic Raab, seperti dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera, Selasa, 23 Maret 2021.

Sanksi atas pelanggaran yang dituduhkan itu diberikan kepada empat pejabat senior di Xinjiang, yakni Zhu Hailun, Wang Junzheng, Wang Mingshan, dan Chen Mingguo.

Kompas.tv (23/3/2021) menambahkan terkait bentuk sanksi yang diberikan pada keempat pejabat senior Cina. Sanksi itu berupa pembekuan aset para pejabat dan larangan bagi mereka untuk berpergian di dalam blok UE. Warga negara dan perusahaan Eropa juga tidak diizinkan memberi mereka bantuan keuangan. Artinya, Cina diberikan sanksi perjalanan dan keuangan.

Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara itu juga membekukan aset Biro Keamanan Umum Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang. Biro ini merupakan organisasi ekonomi dan paramiliter milik negara yang mengendalikan ekonomi di Xinjiang.

Cina tak kalah keras dalam merespon pemberian sanksi atas keempat pejabatnya. Cina menganggap negara-negara yang "ikut campur" kebijakan dalam negeri Cina sebagai pelanggaran serius yang layak untuk diberikan sanksi. Setidaknya ada 28 orang AS yang dikenakan sanksi, sebagaimana dilansir oleh Kontan.co.id (21/1/2021).

"Mereka juga dianggap bertanggung jawab atas serangkaian tindakan gila AS pada masalah terkait Cina." ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Kamis (21/1) seperti dikutip Xinhua.

Dari 28 orang yang dijatuhi sanksi, salah satunya adalah Menteri Luar Negeri AS pada periode pemerintahan Donald Trump, yakni Michael R.Pompeo atau Mike Pompeo. Selain itu, terdapat nama-nama seperti Peter K. Navarro, Robert C. O'Brien, David R. Stilwell, Matthew Pottinger, Alex M. Azar II, Keith J. Krach, dan Kelly DK Craft dari pemerintahan Trump. Tak ketinggalan John R. Bolton dan Stephen K. Bannon.

Tak hanya pejabat asal AS, Detik.com (26/3) turut mengabarkan bahwa Pemerintah Cina pun memberi sanksi terhadap individu dan entitas asal Inggris atas "kebohongan dan disinformasi" mengenai Xinjiang.

Sasaran dari sanksi tersebut, yakni mantan pemimpin Partai Konservatif, Iain Duncan Smith, dan anggota parlemen lain termasuk Ketua Komite Urusan Luar Negeri Tom Tugendhat, dan Nusrat Ghani, seorang kritikus vokal atas kegiatan Beijing di Xinjiang.

Mereka yang dijatuhi sanksi akan dilarang memasuki wilayah Cina, Hong Kong dan Macau. Kementerian juga menambahkan bahwa properti mereka di Cina akan dibekukan. Selain itu, Cina melarang warganya untuk berbisnis dengan mereka.

Kontan.co.id (21/1/2021) mengutip laporan dari Xinhua bahwa selama beberapa tahun terakhir, beberapa politisi anti-Cina di AS telah merencanakan, mempromosikan, dan mengeksekusi langkah-langkah yang melanggar kedaulatan negara tirai bambu itu. Kemenlu Cina mengungkap pula apa yang dilakukan politisi itu sangat mengganggu urusan dalam negeri Cina, merusak kepentingan Cina, menyinggung rakyat Cina, dan sangat mengganggu hubungan Cina-AS.

Sejatinya, ketegangan antara AS dan gabungan negara Uni Eropa di satu sisi serta Cina di sisi lain, merupakan pertarungan antara dua ideologi dunia, yakni Kapitalisme dan Sosialisme-Komunisme. Ideologi Kapitalisme yang diemban oleh negara-negara Barat tak menghendaki ada ideologi lain yang menjadi saingannya. Dalam hal ini, ideologi Sosialisme-Komunisme yang diusung oleh Cina.

Alamiahnya, pertarungan ini akan terus berlangsung hingga salah satu dari dua ideologi di atas menjadi pemenangnya atau ada ideologi yang lebih kuat secara pemikiran dan metode penerapannya yang mampu mengalahkan kedua ideologi itu. Harapannya adalah ideologi Islam yang tegak atas asas akidah Islam lah yang akan memenangkan pertarungan dan mengambil alih kepengurusan atas masyarakat dunia.[]

*Dari berbagai sumber


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Jika Kaukecewa Pada Hal yang Disebut “Rumah”

Jika saat ini kau merasakan kecewa pada hal yang disebut “rumah”, belajarlah dari sana agar kelak anak-cucumu tak merasakan hal yang sama.


Oleh: Dila Retta

NarasiPost.Com- “Awalnya aku mengira, rumah adalah tempat ternyaman untuk pulang. Rumah adalah tempat beristirahat dari penat; tempat merasakan kehangatan kasih sayang dan perhatian.

Awalnya aku mengira, Ayah adalah sosok pahlawan, persis seperti yang kawan-kawanku ceritakan, orang pertama yang akan membela, apabila ada yang melukai anaknya. Ayah adalah sosok pria berwibawa, yang gagah di hadapan dunia, namun manja ketika berada dalam rumah.

Awalnya aku mengira, jika Ibulah satu-satunya orang yang tak akan meninggalkanku sendirian, orang pertama yang senantiasa dapat merasakan, setiap hal yang aku sembunyikan. Ibu adalah sosok wanita berkarisma, yang senantiasa menyambut anak-anaknya dengan senyuman dan pelukan cinta, setiap kali memasuki rumah.

Sayang, itu hanyalah sebatas kisah. Aku hanya pernah mendengar dan melihatnya dalam sinema, tidak berlaku dalam kehidupan nyata.
Aku tidak seberuntung mereka.


Yang kusebut rumah, hanya berisi kebisingan akan berbagai umpatan. Yang kukenal sebagi sosok ayah, tak ubahnya seperti komandan perang. Yang kukenal sebagai sosok ibu, hanyalah wanita lemah yang senantiasa bersahabat dengan air mata.


Aku kecewa pada hal yang disebut sebagai rumah.


‘Tumbuhlah menjadi orang hebat; jadilah seperti dia, jangan sepertinya; kamu harus melakukan ini, jangan melakukan itu!’

‘Cukup kataku! Ini hidupku! Aku butuh dukungan, bukan tuntutan atau penghakiman! Jika bukan dari keluarga, dari mana kudapatkan itu semua? Haruskah aku menjadi seperti mereka yang hidup di jalanan dan melakukan tindakan brutal, agar kalian perhatikan?’

Kemudian, Ayah pergi meninggalkan rumah. Ibu hanya diam tak bersuara.
Selang beberapa waktu, aku melihat Ayah telah memiliki keluarga baru. Ibu banting tulang demi mencukupi kebutuhanku, pulang larut malam, tak memiliki kesempatan untuk memperhatikanku.
Jadi, apakah ini yang disebut keluarga?


Sahabat, ilustrasi tersebut bukanlah kisahku, namun, kuangkat dari kejadian di sekelilingku, agar kita bisa memetik pelajaran darinya.

Tumbuh dalam keluarga yang tak utuh memang menyakitkan, seolah sedang menanggung seluruh beban sendirian. Kita dituntut untuk senantiasa tegar.

Memang menyakitkan rasanya jika tidak merasakan arti hadirnya keluarga, merasa kesepian, tertekan, bahkan terkadang terlintas dalam pikiran ‘mengapa aku harus dilahirkan?’

Tapi, tunggu. Pernahkah kita memikirkan lagi pertanyaan itu?
‘Mengapa aku harus dilahirkan?’

Sahabat, Tuhan tak pernah menciptakan hamba-Nya sia-sia begitu saja.
Ketika Tuhan mengizinkan kita untuk merasakan hidup di dunia, itu artinya kita memang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tujuan.


Barangkali, saat ini, kita ditakdirkan untuk berada di tengah-tengah keluarga yang seperti demikian, karena Tuhan percaya hanya kitalah yang mampu. Tuhan percaya, hanya kitalah yang kuat untuk melalui hal itu.

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
[QS. Al-Baqarah: 286]

Menangis dan memaki apa pun yang terjadi, tidak mungkin bisa mengubah apa yang sudah Tuhan kehendaki. Belajarlah menerima dan rida terhadap takdir yang telah Allah gariskan. Belajarlah berdamai dengan diri sendiri dan menikmati setiap keadaan dalam hidup ini.

Bukankah manusia itu tumbuh untuk berkembang? Bukankah setiap masalah akan menjadikan lebih dewasa? Bukankah kita termasuk orang yang kuat, jika telah Tuhan percayakan untuk menghadapi ujian hebat?

Lihatlah sisi baiknya ….
Kamu telah menjadi pribadi yang cukup hebat mandiri dalam segala hal, mampu menaklukan berbagai tantangan, yang bahkan, untuk sebagian orang di luar sana, tantangan itu terasa sangat sukar hingga mereka lebih memilih untuk menghindar.

Sayang, kamu tidak benar-benar sendiri. Cobalah beranikan diri untuk keluar dan melihat dunia. Maka, kau akan temukan beberapa kawan yang amat sangat peduli. Setiap orang di dunia ini, sudah memiliki porsi bahagianya masing-masing, tak usah pusing.

Kamu pasti akan menemukan, seorang kawan yang dapat menjadi penopang saat sedang rapuh, yang siap mendengarkan kisah kesah, yang kita rasa, yang senantiasa berusaha menghibur saat kita merasa jatuh tersungkur.

Ya, di luar sana, pasti ada seseorang seperti itu. Tuhan sudah menyiapkannya untuk kita.
Tugas kita adalah, temukan dia!
Jangan hanya terpaku pada permasalahan yang tidak mungkin dapat kau selesaikan. Cobalah berdamai dengan keadaan.
Tak mudah memang menjadi seperti ini. Setiap hari, kamu terus saja melihat kejadian-kejadian yang memekik hati.

Kamu mungkin kecewa pada hal yang disebut “rumah”. Tapi pernahkah terpikirkan, perihal apa yang orang tuamu rasakan? Mengapa mereka memilih bertahan atau justru memilih jalan perpisahan?

Beberapa di antara mereka mungkin memilih bertahan. Meskipun terkadang, dirimulah yang menjadi korban pelampiasan amarahnya. Tidak, bukan karena mereka tidak sayang, tapi karena sudah terlalu lelah menanggung beban, dan tidak tahu harus kemana mengutarakan, entah itu ibumu, atau ayahmu.

Agar tidak terlihat lemah, mereka menutupi duka yang dirasa dengan mengungkapkan amarah. Seketika, emosi mereka meledak-ledak tanpa aba-aba, membesarkan hal-hal remeh, dan menyalahkan kita atas hal tersebut.

Terasa tidak adil bukan?
Padahal bukan dirimu yang salah.
Dan seketika itu pula, kamu menjadi kalut dengan keadaan, memvonis mereka salah, mengutuk dirimu sendiri karena terlahir dan tumbuh dalam keluarga yang tak memiliki cinta.

Tunggu … benarkah tak memiliki cinta? Jika tak memiliki cinta, mengapa orang tuamu menikah? Mengapa mereka mempertahankan hubungan pernikahan, hingga usiamu sedewasa ini? Mengapa beberapa foto di album kenangan menunjukkan, jika mereka tersenyum bahagia dan saling berpelukan?

Kehidupan rumah tangga itu rumit, tidak sesederhana yang ada dalam pikiran kita.

Ada dua pemikiran berbeda, yang dituntut menyelesaikan satu persoalan sama. Pun tidak semua orang memiliki kedewasaan, meski usia telah menunjukkan angka yang cukup matang.

Dalam rumahmu, pernah ada kasih sayang. Tapi mungkin, saat ini, kasih sayang itu layu karena tak ada lagi yang merawatnya.
Mereka yang membangun rumah, telah memasuki usia senja, tak lagi memiliki kekuatan untuk merapikan reruntuhan.
Inilah saatnya, tugas merapikan, beralih dalam genggaman tanganmu!

Dalam rumahmu itu, pernah ada kasih sayang. Tugasmu, tumbuhkan lagi kasih sayang itu. Munculkan lagi kenangan-kenangan yang dapat menguatkan. Dan jika mereka melampiaskan amarahnya padamu, sabarlah …vredam egomu. Mereka lebih lelah.

Tahukah kamu, mengapa mereka lebih memilih melampiaskannya padamu? Karena mereka percaya, hanya dirimu yang bisa menenangkan.

Tahukah kamu, rasa sakit mereka akan semakin bertambah, jika yang kau lakukan saat itu, justru balik membentak mereka. Dan tahukah kamu, seberapa dalam penyesalan mereka, setelah sadar telah melukai anak tersayangnya dengan ucapan dan umpatan, seberapa dalam penyesalan mereka, saat mengetahui ada air yang menetes dari mata anaknya.

Beberapa di antara mereka, ada pula yang memilih jalan perpisahan. Mereka memutuskan semua hubungan, karena tak ingin terus menerus merasakan kesakitan.
Kuberi tau padamu. Bahkan keputusan untuk berpisah pun, itu berlandas cinta. Mereka lebih memilih pergi, daripada harus bersama tapi saling menyakiti.

Selalu ada hikmah dalam setiap masalah. Bahkan untuk setiap hal buruk yang terjadi pun, kelak akan memberikan pelajaran yang amat berarti. Hingga pada suatu waktu, kita bersyukur kepada Tuhan, karena telah memberikan ujian itu.

Jika saat ini kau merasakan kecewa pada hal yang disebut “rumah”, belajarlah dari sana agar kelak anak-cucumu tak merasakan hal yang sama.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Lelah Berjuang

Perjuangan juga memerlukan ruh. Yaitu kesadaran bahwa kita adalah hamba. Maka kesadaran inilah yang akan terus menghidupkan semangat juang kita. Walaupun beratnya cobaan dan perihnya luka, pasti akan bisa kita lalui. Jika kesadaran ini selalu kita tumbuhkan dalam setiap langkah kita, maka walaupun duri menusuk, maka akan mudah diatasi dan diobati. Maka senantiasa kita tumbuhkan kesadaran ini.


Oleh: Aya Ummu Najwa

NarasiPost.com - kumendengar seorang sahabat dalam perjuangan, memilih untuk meninggalkan jalan dakwah ini. Dia memilih jalan yang menurutnya aman, yang tak akan membawa kemudharatan padanya dan keluarga, katanya. Dan ia pun memilih lepas dari beban berat perjuangan.

Sekali lagi, kumelihat, saudaraku dalam langkah bersama di medan terjal yang bernama dakwah ini. Memilih meletakkan tanggung jawabnya, melemparkannya ke bawah kakinya. Untuk ia tinggalkan, untuk ia lupakan, untuk ia abaikan. Ia lelah, baginya dakwah ini menguras tenaga, waktu, dan pikirannya. Ia ingin rehat, menikmati hidupnya.

Lambat namun pasti, saringan itu bekerja. Satu persatu pengemban dakwah berhenti dan balik arah. Sungguh begitu memilukan dan menyakitkan melihat teman seperjuangan berbelok arah. Sungguh perih kesunyian ini tanpa kebersamaan sahabat dalam medan dakwah.

Saudaraku, perjuangan ini memang berat. Maka itulah kenapa dia disebut sebagai perjuangan. Menjadi pejuang itu pun berat, karena itulah ia disebut pejuang. Jika kita hanya mengandalkan kekuatan kita sebagai manusia, tentu tak akan mampu, dan tak akan bisa memikulnya. Jika kita hanya fokus terhadap beratnya perjuangan dan banyaknya pengorbanan, tentu akan semakin sulit kita dan berat langkah kita.

Saudaraku, dalam perjuangan haruslah ada kesabaran. Karena perjuangan bukanlah permainan dan candaan. Ia akan senantiasa menguji dan menuntut ketahanan dalam menanggung perihnya, beratnya, sulitnya, pun sakitnya perjuangan. Namun kita harus senantiasa bersabar. Ketika mulai menipis kesabaran, sedang cobaan kian gencar, tambah lagi porsinya, hingga hilang segala keraguan. Bukankah dikatakan kesabaran adalah alasan Allah memasukkan hambanya dalam surga-Nya? Maka bersabarlah.

Perjuangan pun membutuhkan jiddiyah wahai saudaraku. Kesungguhan dan keseriusan dalam militansi itulah inti dari perjuangan. Maka tidak dikatakan perjuangan jika hanya karena sedikit duri, kita akan segera meletakkannya dan melupakan tugas kita. Bukan kesungguhan jika hanya karena ejekan dan ancaman manusia kita menyerah kalah dan berbalik arah. Maka bersungguh-sungguhlah.

Wahai saudaraku, perjuangan juga memerlukan ruh. Yaitu kesadaran bahwa kita adalah hamba. Maka kesadaran inilah yang akan terus menghidupkan semangat juang kita. Walaupun beratnya cobaan dan perihnya luka, pasti akan bisa kita lalui. Jika kesadaran ini selalu kita tumbuhkan dalam setiap langkah kita, maka walaupun duri menusuk, maka akan mudah diatasi dan diobati. Maka senantiasa kita tumbuhkan kesadaran ini.

Saudaraku, perjuangan juga harus punya teladan. Bukankah kita mengakui bahwa Rasulullah adalah uswah terbaik? Bukankah kita senantiasa mengaku mencintai beliau? Bangga disebut sebagai ahli Sunah beliau? Bahkan senantiasa mengharap syafaat beliau kelak? Sebagai umat beliau, bukankah yang harus kita lakukan adalah mengikuti beliau? Pernahkah Rasulullah meletakkan perjuangannya? Hanya karena siksaan kaumnya, hanya karena pemboikotan yang beliau terima?

Tentu kita tahu, perjuangan Rasulullah bukan hanya mengajarkan kita tata cara shalat, perbanyak sedekah, atau senyum terhadap saudara saja. Rasulullah telah menahan derita, menahan perihnya luka, disakiti, diboikot, dilempari batu hingga berdarah, dicekik, bahkan hampir dibunuh, itu semua bukan hanya Karena beliau berdakwah tentang itu saja. Tapi karena beliau melakukan amar makruf nahi mungkar. Berani menyuarakan Islam, menentang kekufuran.

Rasulullah terus bersabar, namun juga tak menyerah. Beliau begitu yakin bahwa Allah pasti akan menolong. Allah yang tak pernah mengingkari janji-Nya. Allah yang akan memenangkan Islam atas setiap agama. Allah yang telah memilih kita sebagai umat terbaik. Rasulullah begitu yakin saudaraku. Maka Rasulullah pun memantaskan diri untuk ditolong oleh-Nya. Dengan kesabaran, dengan jiddiyah, terus berdakwah hingga pertolongan Allah pun turun, bukan meletakkan tanggung jawab dan memilih berhenti.

Namun, perjuangan pun membutuhkan rasa syukur saudaraku. Bersyukur bahwa Allah beri kita kesempatan untuk ikut berjuang meninggikan agama-Nya. Yang harus kita pahami adalah, kesempatan ini tak semua orang diberi. Hanya manusia pilihan yang akan Allah beri dengan kemuliaan. Begitu pun kita harus senantiasa sadar diri, bahwa kita adalah pengemban dakwah bukan objek dakwah. Yang pastinya, pahala yang agung akan kita dapat. Tentu akan selalu ada konsekuensi dari setiap value yang kita capai bukan?

Sungguh jika semua ini kita hadirkan dalam diri, maka kita harapkan Allah meneguhkan dan memberi kita keistikamahan. Saudaraku, mari bersabar dalam perjuangan ini. Bersama kita melangkah dalam dakwah. Saling menguatkan dan saling mendukung. Yakinlah kesulitan ini hanya sementara. Karena fajar kemenangan itu segera menyingsing. Dengan tegaknya Khilafah Rasyidah, yang akan melindungi seluruh umat manusia dengan Rahmat-Nya.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ

"Ya Allâh, aku memohon kepada-Mu petunjuk dan taufik agar tetap istikâmah." (Fiqhul Ad’iyah wal Adzkâr, volume 4, hlm. 164 -166)

Wallahu a'lam

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pemuda dan Politik Kekinian

Politik tidak sekadar menyampaikan aspirasi, tidak sekadar masuk dalam partai politik, dan tidak sekadar memilih pemimpin lewat pemilu. Pemuda harus melek politik yang sesungguhnya, karena sejatinya politik adalah mengurusi urusan rakyat.


Oleh. Isna Yuli
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

NarasiPost.Com-Baru-baru ini lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengadakan survei kepada 1.200 anak muda tentang kepercayaan mereka terhadap politik dan pelaku kebijakan di negeri ini. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden mereka, di antaranya yang patut kita soroti adalah; Sebanyak 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politikus di Indonesia tidak baik sama sekali dalam mewakili aspirasi masyarakat.

Terlepas dari keterwakilan seluruh suara pemuda di negeri ini, hasil dari survei tersebut telah memberikan gambaran kepada kita soal apa yang menjadi pandangan mereka. Angka 64,5 persen itu cukup besar bahkan bisa jadi menjadi mayoritas ketika angka responden dinaikkan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap partai politik beserta politikusnya sudah hancur. Hal ini bisa disebabkan oleh perilaku individu dari politikus yang benyak tersandung kasus korupsi, bisa juga disebabkan karena banyaknya perpecahan dan ketidakharmonisan yang terjadi dalam parpol.

Sebenarnya dari awal tercetusnya reformasi 1998 dulu, pemuda negeri ini memiliki keinginan untuk lepas dari sistem korup demokrasi, namun karena aksi reformasi hanya bertujuan menggulingkan kekuasaan saja, maka sistem korup demokrasi masih saja menyelimuti parpol dan politikusnya. Alhasil hingga saat ini sebaik apapun politikus jika ia masuk ke dalam sistem demokrasi maka mau tidak mau dia akan terseret arus korupsi. Bahkan tidak hanya masalah korupsi, tapi juga berbagai penyalahgunaan jabatan. Hal tersebut bisa menjerat siapa saja yang tak kuat imannya.

Semakin ke sini pemuda semakin paham bahwa yang rusak di negeri ini bukan hanya perilaku individu pemilik jabatan atau parpol. Tetapi ketidakmampuan demokrasi dalam menyelesaikan masalah, itulah yang menjadi permasalahan utama. Faktanya, angka survei Indikator di atas membuktikan hal tersebut. Namun bagaimanapun juga pemuda dan masyarakat secara umum masih berharap bahwa penyempurnaan praktik demokrasi akan mampu mengurai permasalahan negara.

Sayangnya, berapa kali pun pergantian kepemimpinan dalam demokrasi tidak akan pernah membawa negeri ini pada perubahan hakiki. Sebab sistem yang diberlakukan masih sama. Jika negeri ini diibaratkan sebuah perjalanan dengan berkendara mobil rusak, maka kita tidak akan pernah sampai dan menikmati tujuan, sebab yang dilakukan hanya mengganti sopirnya saja.

Semangat perubahan dalam jiwa pemuda tidak akan pernah padam, namun dikarenakan tidak adanya arah perjuangan yang jelas, menjadikan semangat tersebut mudah sekali terbelokkan, dimanfaatkan bahkan dengan mudah padam. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemuda generasi penerus negeri, jika masih menginginkan perubahan yang nyata bagi bangsa.


Pertama, semangat untuk berubah menjadi lebih baik harus tetap berkobar dalam jiwa setiap pemuda. Karena energi panas dari semangat pemuda mampu menyebar menjadi energi positif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kedua, pemuda harus paham permasalahan utama negeri ini, jika pergantian oknum dalam kepemimpinan tidak pernah berhasil membawa perubahan berarti, maka kesalahan utama bukan pada individu pemimpin, namun pada sistem yang diterapkan. Oleh sebab itu, menyadari ketidakmampuan sistem demokrasi dalam menyelesaikan masalah sangat penting. Sebab jika perubahan yang dilakukan masih berpijak pada sistem ini, maka tujuan perubahan hakiki tidak akan pernah tercapai.

Ketiga, mencari sistem alternatif. Setelah menyadari bobroknya sistem yang sedang berjalan, maka pemuda harus tanggap mencari sistem yang lebih sempurna. Adapun sistem kehidupan bernegara di dunia ini pangkalnya hanya ada tiga; sosialis komunis, sekuler kapitalis dan Islam. Kepemimpinan sosialis komunis telah menunjukkan kelemahan dari kediktatoran penguasanya, hingga saat inipun kita masih bisa melihat pelaksanaannya di beberapa negara yang menerapkannya. Sedangkan sistem sekuler kapitalis sudah sangat kita rasakan, meski negara kita bukan penerap sekuler murni, namun secuil kebijakannya sudah cukup membuat negeri ini menderita berpuluh-puluh tahun di setiap sisi kehidupannya.

Bagaimana dengan sistem Islam? Sistem ini tercatat dalam sejarah pernah menguasai 2/3 wilayah dunia, dengan berbagai kegemilangan dan peradabannya yang tinggi. 13 abad penerapannya bukanlah waktu yang singkat. Hanya saja banyak sejarah emas dari peradaban ini yang sengaja dikubur dan dihilangkan dari catatan sejarah dunia. Namun sistem Islam dan cara penerapannya masih bisa kita pelajari hingga saat ini. Tidak sedikit cendekiawan muslim yang berpendapat bahwa sistem Islamlah yang mampu menyelamatkan negeri ini.

Keempat, jika sistem alternatif sudah ditemukan, maka langkah terakhir adalah memperjuangkan bagaimana terwujudnya perubahan negeri ini menuju negeri yang memiliki peradaban mulia.

Pemikiran politis semacam inilah yang harus tergambar dalam benak setiap pemuda bangsa. Politik tidak sekadar menyampaikan aspirasi, tidak sekadar masuk dalam partai politik, dan tidak sekadar memilih pemimpin lewat pemilu. Pemuda harus melek politik yang sesungguhnya, karena sejatinya politik adalah mengurusi urusan rakyat.[]

Picture:Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Hadirmu, Membangun Sabarku

"Tugas utama seorang perempuan yang sudah memiliki anak adalah menjadi ummun warobbatul baith. Amanah yang dititipkan Allah Swt adalah kewajiban yang harus ditunaikan secara sempurna. Mengajarkan kesabaran, melatih keterampilan dan semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di yaumil akhir nanti"


Oleh : Ummu Habil

NarasiPost.Com-Setiap insan yang terlahir ke dunia ini memiliki karakter yang unik. Unik bisa diartikan bahwa setiap individu memiliki perbedaan, baik dari segi fisik maupun tingkah lakunya, meski kembar sekalipun. Begitulah faktanya.

Pada tulisan sebelumnya, aku menulis tentang peran orang tua dalam mendidik anak dengan judul "Ketika Anak Terbiasa". Kali ini aku mengangkat tentang keunikan Habil dan juga Bilal, adiknya.

Habil adalah anak sulungku, selisih usia dengan adiknya dua setengah tahun. Mereka berdua lahir dengan cara yang sama, yaitu melalui jalur darurat operasi caesar. Tindakan ini dilakukan karena faktor medis.

Pada kehamilan pertama, aku mengandung Habil, dengan indikasi placenta previa, sedangkan kehamilan kedua, diindikasikan kehamilan yang dekat. Sudah berapa tim medis aku datangi, tetap hasilnya harus dioperasi. Ya, sudah menjadi qodarullah. Jadi, tidak ada yang perlu disedihkan apalagi dikecewakan. Terpenting, anakku terlahir dengan sehat dan dalam keadaan normal. Alhamdulillah.

Meskipun demikian, kedua anakku memang berbeda, baik dari segi emosional maupun kekuatan fisiknya. Namun, jika kuperhatikan, sepertinya perkembangan kecerdasan intelektualnya mirip. Mereka sama-sama belajar dengan metode kinestetik, terutama yang sudah terlihat pada Abang Habil. Pastinya, setiap anak memiliki kelebihan dan kelemahannya.

Kelebihan Habil mungkin sudah kujabarkan di tulisan sebelumnya. Kali ini, aku ingin fokus pada keunikannya. Inilah yang menguji kesabaranku.

Sebagai contoh, untuk memandikannya butuh waktu tiga puluh menit, bahkan lebih. Luar biasa dramanya. Misalnya membuka pakaian, harus celana dulu. Kalau aku lupa, ternyata baju yang duluan kubukakan, maka drama pun terjadi. Ia menangis minta dipakaikan lagi, diulangi kembali dengan membuka celana duluan. Benar-benar menguji kesabaran untuk membujuk dan merayunya agar diam. Nah sesampainya di kamar mandi, tadinya si Habil ini ingin membawa mainan, namun terlupakan. Drama nangis-nangis berikutnya pun terjadi. "Astaghfirullah!"

Cara mendiamkannya pun sangat berbeda dengan adiknya. Habil didiamkan dengan cara dinyanyikan segala sesuatunya. Setiap instruksi yang kuberikan harus ada iramanya.

"Lah,  emaknya ini harus punya stok irama. Kalau tidak, bakalan menghabiskan waktu untuknya. Subhanallaah!"

Begitulah adanya. Sejak adanya Habil. Kesabaranku tumbuh berlipat ganda. Aku selalu mengingat diri, pasti ada tahapan perkembangannya yang terlewatkan atau mungkin salah dalam memperlakukannya.

Memang, Habil ini tiga kali berpindah kepengasuhannya. Iya, jujur. Kala itu, aku masih menjadi guru di salah satu sekolah Islam integral. Ia diasuh oleh Ibuku. Kebetulan Habil adalah cucu pertamanya. Apa pun yang diminta dan diinginkan, pasti dituruti. Aku pun begitu, serba hati-hati serta was-was. Maklum, untuk mendapatkan anak sulungku ini, kami menunggu lima tahun lamanya. Kemudian, dilanjutkan pengasuhan di sekolahku. Kebetulan di sana ada tempat baby care-nya.

Sedangkan Bilal. Mulai dari usia nol hingga sekarang, kuputuskan untuk turun tangan sendiri mengasuh, mendidik dan membimbing mereka hingga besar. Aku tidak ingin lagi melewatkan masa-masa bersama mereka di setiap perkembangannya. Aku menyadari, tugas utama seorang perempuan yang sudah memiliki anak adalah menjadi ummun warobbatul baith. Amanah yang dititipkan Allah Swt adalah kewajiban yang harus ditunaikan secara sempurna. Mengajarkan kesabaran, melatih keterampilan dan semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di yaumil akhir nanti. Semoga aku mampu untuk menjadi ibu yang sabar atas keunikan mereka, terus belajar menjadi teladan bagi mereka. Semoga Allah Rida. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.

Wallahu a'lam Bisshowabb.[]

Picture: Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Cinta di Ujung Waktu

Bunda Ochi terharu atas niat dan perjuangan Faris. Gadis yang dirawatnya kini menjadi anak menantu. Lebih dekat lagi hubungan itu. Sungguh, cinta di ujung waktu begitu syahdu bertemu. Mudah bagi Allah menumbuhkan rasa cinta pada putra semata wayangnya.


Part #2

Oleh: Afiyah Rasyad

NarasiPost.com - "Siapa yang telah melamar Zaara? Selama ini, aku mempercayakan kepada, Kakak!" ujar Mamak berusaha tegar.

"Bunda yang melamar Zaara untukku," jawab Faris cepat.

"Sejak dulu Bunda bilang, tidak ingin berpisah dari Zaara. Aku semakin memahaminya saat mereka berbincang di dapur. Dua perempuan yang menjadi cahaya di rumah ini tak dapat dipisahkan. Aku tadi sudah menghitung seluruh tabungan. Insyaallah, akan kujadikan mahar untuk Zaara."

"Kamu serius, Nak?" Bunda Ochi berkaca-kaca.

"Serius, Bunda. Kapan aku pernah membohongi kalian? Terkait utang kepada Dendy, Alhamdulillah, aku akan melunasinya."

"Dari mana kaudapat uang itu, Nak?" tanya Bunda setengah tak percaya.

"Dari Allah pastinya, Bun," Faris mengerlingkan mata.

"Bang Faisal mau, kan, jadi wali bagi Zaara? Lima belas menit lagi, pak penghulu datang, kita siap-siap ke masjid. Bunda, Bulek, dan Bang Faisal, sebentar lagi akan ada yang mengantar busana. Zaara … pakailah busana yang sudah kusiapkan di kamarmu."

"Bagaimana mungkin secepat ini?" Zaara akhirnya bersuara.

Pertanyaan Zaara dijawab oleh datangnya catering, penata busana, dan berbagai sundrang. Semua langsung bergiat diiringi melodi keharuan yang membahana. Zaara baru percaya akan menikah saat musrifah dan teman ngajinya datang. Farislah yang merencanakan semua.

Musrifah Zaara menjelaskan perihal ilmu setelah aqad nikah dengan singkat, padat, dan jelas. Di masjid telah berkumpul para tamu dari tetangga, saudara, dan kolega. Zaara mengakui selera bercanda Faris memang berkelas, kecuali yang satu ini, Faris harus menjelaskan segalanya nanti.

"Zaara, menikahlah karena Allah. Bisa jadi, kau sekarang belum memiliki rasa cinta pada lelaki yang kauanggap kakak itu. Tapi, percayalah, Allah akan sematkan sedikit demi sedikit ataupun secara langsung rasa itu dalam sanubarimu, Dek." Atikah mencoba menenangkan Zaara.

"Sesaat lagi, kau akan menjadi seorang istri, biidznillah. Raih tangan suamimu, cium takdzim tangannya, laksanakan salat bersama dua rakaat. Pernikahan itu adalah perjanjian yang agung. Tugas kalian berbeda, namun harus ada sinergi dalam melaksanakan ketaatan pernikahan sebagai konsekuensi keimanan. Bersyukurlah, Dek! Calon suamimu adalah orang yang paham mabda Islam. Insyaallah, visi misi pernikahan keluarga ideologis akan mudah dirajut dan ditenun dengan akidah Islam."

Zaara mendengarkan petuah musrifah yang disayanginya itu. Genangan air menghiasi mata Zaara. Segera dia melap dengan tisu. Dadanya berdebar tak karuan. Rasa malu akan bertemu Faris menari-nari dalam hati. Rasa jengkel merasa dipermainkan ikut berdansa. Rasa bahagia tak ketinggalan menyemarakkan segenap rasa di dada Zaara.

Jilbab putih dari saten berpadu dengan brokat pink menjadikan Zaara berbeda. Raut muka kemerahan menahan segala rasa menampakkan secercah bahagia. Semua begitu cepat dirasa. Rasa remuk di hatinya entah pergi ke mana. Ia menghilang saat Faris membuat kejutan tak terduga.

"قبلت نكاحها وتزويجها على المهر المذكور ورضيت بهى والله ولي التوفيق"

Gema doa terdengar dari serambi utama masjid. Hati Zaara semakin tak karuan. Antara percaya dan tidak, kini yang dikatakan musrifahnya benar. Lelaki jangkung yang baru saja menjadi suaminya sudah berada di depan mata. Zaara melakukan apa yang disampaikan Atikah.

Pernikahan kilat dan singkat itu terjadi dengan lancar tanpa kendala. Walimah dilakukan ba'da Isya bersama para jamaah tetap masjid dan tamu undangan. Seluruh warga kompleks diundang. Tausiyah walimah disampaikan oleh Abah, seorang ulama arif.

Usai tamu pulang, Bunda Ochi segera mengumpulkan Mamak, Bang Faisal, Faris, dan Zaara. Air mata Bunda Ochi mengalir deras. Zaara memeluknya.

"Kautahu, Nduk? Ini air mata bahagia. Bunda tidak menyangka akan seindah ini, Fabiayyi alaa-i robbikuma tukadzdziban. Faris, jelaskan semuanya, Nak! Jelaskan sekarang!"

"Apa yang harus aku jelaskan, Bunda? Oh, niat nikah?" Faris menghela nafas dan menatap Zaara yang masih tertunduk.

"Maafkan saya Mamak, jika saya tidak sopan dan lancang. Saya tidak rela jika Zaara menikah dengan laki-laki seperti yang Mamak ceritakan. Lalu, rasa memiliki tumbuh begitu saja saat Zaara dan Bunda bercengkrama di dapur. Rasa cinta tiba-tiba datang di ujung waktu. Ia menyeruak ke relung kalbu. Hasratku untuk menikahi Zaara muncul saat itu."

Semua menyimak masygul. Buliran bening menetes di kedua pipi Zaara.

"Sungguh, aku tidak berbohong. Mahar itu hasil kerja kerasku yang selalu Bunda tolak. Katanya, untuk calon istriku. Aku simpan dalam bentuk emas agar jika aku menikah, tak lagi merepotkan Bunda. Kemudian uang buat bayar utang pada Dendy, alhamdulillah, Allah memberiku proyek besar untuk mengisi perusahaan multinasional. Feenya ditransfer sore tadi sebesar utang itu dan biaya walimah. Allahu Akbar!"

Meledaklah tangis Mamak dan Bang Faisal. Mamak memeluk Faris. Doa-doanya terjawab lewat saudara angkat putrinya. Dia tak menyangka jika keseriusan Faris bertanya terkait ihwal utang itu menjadi dorongan kuat untuk menikahi Zaara. Sungguh, Mamak malu sekaligus bangga pada Faris. Kelu rasanya lisan Mamak. Namun, doa-doa mengangkasa dan mengetuk pintu langit.

"Bagaimana kau menghubungi penghulu, hantaran, catering, dan lainnya sesingkat itu?" Bunda Ochi masih heran.

"Oh, kalau penghulu, Abah yang menghubungi. Pak penghulu tidak bisa menolak Abah. Catering, ya, aku pesan di resto teman ngaji. Alhamdulillah, katanya sejak jam sepuluh hanya ada lima pengunjung. Aku minta bergegas dengan menambah porsi. Hanya dua menu, kan, tadi? Lalu hantaran, aku minta tolong Mbak Atikah dan teman-teman Zaara ngaji. Alhamdulillah, Allah mudahkan."

Bunda Ochi terharu atas niat dan perjuangan Faris. Gadis yang dirawatnya kini menjadi anak menantu. Lebih dekat lagi hubungan itu. Sungguh, cinta di ujung waktu begitu syahdu bertemu. Mudah bagi Allah menumbuhkan rasa cinta pada putra semata wayangnya. Bunda Ochi kemudian mempersilakan semuanya istirahat.

"Nona, suamimu ini ikut, ya? Kamarku ditempati Bang Faisal, tuh!" Faris berbisik.

Zaara kembali dibuat merah merona. Sementara Faris cuek saja sambil menggamit Zaara. Bunda Ochi hanya tersenyum geli melihat tingkah mereka berdua. Doa-doa mengangkasa dari dua lisan ibu tercinta. Mamak dan Bunda Ochi tak henti berlomba melafadzkan doa-doa untuk kebaikan mereka berdua.

Tamat

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Seperempat Kilogram Terigu

Hanya dalam waktu kurang lebih 30 menit, rasa panas itu hilang. Ketika tangan ibu diangkat, ternyata tak ada bekas luka apapun, hanya merah sedikit. Dan itu pun hilang, keesokan harinya benar-benar tak ada bekas luka apapun.


Oleh. Najla Syahla

NarasiPost.com - Bagi emak-emak, pasti sudah tidak asing lagi dengan bahan dasar kue yang satu ini.


Ketersediaannya di dapur sangat jarang, tidak seperti bumbu masak yang terus mejeng di dapur. Karena terigu biasanya digunakan untuk membuat kue, atau bahan campuran untuk membuat adonan, seperti bakwan, pisang goreng, bolu, kue kering, dan lain-lain.

Tapi setelah membaca artikel ini, minimal seperempat kilogram terigu harus ada di dapur setiap hari. Bukan untuk membuat kue, tapi untuk persediaan pertolongan pertama bagi emak-emak yang mengalami kecelakaan, seperti tersiram air panas, ketika hendak menuangkan air panas ke termos atau terkena cipratan minyak goreng yang panas sewaktu menggoreng ikan.

Hal itu pernah terjadi dua kali kepada ibuku. Pertama terjadi pada 20 tahun silam dan kejadian kedua terjadi di bulan Ramadan 1441 H. Ya, tersiram air panas yang baru mendidih, ketika hendak dituangkan ke dalam termos.

Pada peristiwa 20 tahun lalu, air panas tumpah karena pegangan pancinya patah. Tangan pun tidak kuat menahan satu pegangan. Akhirnya air tumpah dan terkena lengan, kaki, dan muka. Yang lebih parah di lengan, karena air terjebak di lengan baju, terasa lebih panas dan kulit menggembung dipenuhi air. Karena panik, kami olesi bagian tubuh ibu yang tersiram air panas dengan pasta gigi. Selanjutnya dibawa ke Puskesmas.


Innalillahi, aku hanya bisa meringis melihat ibu kesakitan. Tidak terbayang, bagaimana sakit dan panasnya luka sebesar dan sebanyak itu. Padahal, terciprat atau terkena air panas sedikit saja sudah terasa sakit.

Dengan serius kuperhatikan bagaimana pihak medis mengobati luka ibu. Bagian yang menggembung, ditusuk dengan jarum hingga pecah. Berikutnya, baru setelah itu diolesi salep, sekaligus luka yang lainnya. Butuh waktu yang lama sampai kulit itu mengering, dan sembuh, namun bekas luka itu masih ada sampai sekarang.

Ramadan lalu, peristiwa itu terulang kembali. Kala itu, air yang mendidih diangkat ibu dengan alas kain. Namun, berdasarkan pengakuan ibu lubang termos tidak begitu kelihatan. Karena penglihatan ibu sudah lemah, dan lubang termos kecil. Hingga akhirnya, air tumpah ke tangan kirinya.


Karena ibu panik, segera tangannya diolesi pasta gigi. Aku segera ke dapur, setelah merapikan setrikaan yang tidak selesai.

Alhamdulillah, teringat waktu tinggal di Parung, aku mendapat tulisan tentang terigu sebagai bahan untuk menolong orang yang tersiram air panas atau minyak panas.Tanpa berpikir, aku bergegas mencari terigu. Kudapatkan terigu ukuran seperempat kilogram. Dituangkan di wadah, kira-kira dua pertiganya. Tangan ibu dicuci, dibersihkan agar pasta gigi yang tadi dioleskan hilang.


Selanjutnya, tangan ibu yang terkena air panas dimasukkan ke dalam terigu, sampai hilang rasa panas di kulit.

Alhasil, hanya dalam waktu kurang lebih 30 menit, rasa panas itu hilang. Ketika tangan ibu diangkat, ternyata tak ada bekas luka apapun, hanya merah sedikit. Dan itu pun hilang, keesokan harinya benar-benar tak ada bekas luka apapun.

Semoga pengalaman ini, bermanfaat untuk semua. Mulai hari ini, terigu bisa tersedia setiap hari, walau hanya seperempat kilogram. Sebagai antisipasi bila terjadi kecelakaan serupa. Bahkan, terigu yang disimpan di kulkas, akan membantu lebih cepat dalam mendinginkan luka.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Bertakzim Untuk Para Penghapal Alquran

Bersama kalian, tak lagi dunia kucari.
Hanya satu tekad di hati. Diri ini ikut andil mempersiapkan amunisi terbaik di masanya nanti. Memudahkan langkah laskar jundullah yang siap menegakkan kalimat Illahi.


Oleh: Didi Diah, S. Kom

NarasiPost.com - Tahun 2000, selepas lulus kuliah tak pernah ditanya mau apa, mau kerja di mana. Ikuti saja skenarionya, itu pikirku. Satelah lulus SMA aku kuliah di jurusan yang mungkin tidak semua orang ingin meliriknya, yaitu jurusan Fisika Nuklir Terapan. Alih-alih salah jurusan aku hanya kuat 1 tahun saja. Akhirnya, aku pindah kampus dan jurusan.

Jelang tahun keempat, aku pun lulus jadi Sarjana Komputer dengan titel S.Kom. Saat itu, jurusan ini merupakan jurusan favorit yang digandrungi. Setelahnya, ditawari mengajar di kampus dengan mata kuliah matematika dasar dan aljabar linier.

Menjadi dosen tiga kampus mungkin terdengar seperti mengasyikkan bagi sebagian orang. Namun, kita tidak pernah tahu di mana kehidupan sosial kita akan bertumpu jika kita tak bergerak mengambil keputusan.

Tujuh tahun berkutat dengan matriks kuliah dan para mahasiswa, hingga Allah memberikan kesempatan bagiku untuk menikah. Karena bakti dan taat kepada suami disertai kondisi hamil yang tak mulus, aku izin mengundurkan diri dari kampus. Setelah kelahiran dua anak, akhirnya aku menerima tawaran mengajar di sekolah dasar, tempat kakanda tercinta mengajar. Inilah lembaran baru bagiku. Bisa dibayangkan, keseriusan mengajar di dunia kampus dengan mahasiswa sangat berbeda dengan mengajar anak-anak usia sekolah dasar.

Kini, sebelas tahun perjalananku mengajar di sekolah dasar hanya bisa mengucap syukur luar biasa. Allah sungguh menyayangiku. Berada di keluarga besar Khoiru Ummah Ciledug membuatku mendapatkan begitu banyak ilmu dan harapan di depan mata. Diri ini hanya bisa berkhidmat mensyukuri nikmat dan perjalanan hidup ini. Tak pernah kusesali turun gunung ke level sekolah dasar. Kini, harapanku adalah andaikan umur ini diberkahi, aku ingin menatap wajah-wajah mungil ini suatu saat sebagai penerus jejak sang pemimpin peradaban Islam yang mulia.

Maka, kutulis surat ini untuk sebelas tahunku bersama mereka.

"Mentari pagi menyapa hari, senyum manismu membuat kujatuh hati. Ingin rasanya selalu mendekap jiwa-jiwa saleh nan cantik rupawan. Tulusnya hati agar dapat merangkai hari dengan nada imagi berseri.

Wahai cantik, kau sungguh memesona dengan jilbabmu yang menjuntai indah dan khimarmu yang sempurna menutup aurat. Bagaikan srikandi-srikandi yang akan menjadi garda kedua sang ksatria di medan peradaban mulia.

Takbir sang ksatria nan rupawan membelah keramaian zaman. Wajah-wajah tawadu dengan jubah takwa akan mengambil tongkat estafet perjuangan demi membela agama Islam yang mulia. Dihamparkannya permadani kehidupan dengan bekal ilmu yang bersandar kepada kitabullah dan sunah yang telah dipelajari bersama ustaz dan ustazahnya.

Bersama kalian, tak lagi dunia kucari.
Hanya satu tekad di hati. Diri ini ikut andil mempersiapkan amunisi terbaik di masanya nanti. Memudahkan langkah laskar jundullah yang siap menegakkan kalimat Illahi.

Doa-doa lirih teruntai rapih Nak, hanya untuk kalian sang penghibur hati. Di masamu kelak, akan tampil pemimpin yang dapat mengokohkan hati milyaran manusia yang penuh ambisi. Dengan keIslaman mumpuni yang mampu merobek dan menghempaskan kezaliman di bumi agar terikat janji kepada Illahi untuk taat kembali ke syariat-Nya yang suci."

Halaman ini tak kusadari basah karena tetesan air mata keharuan. Tangan dan lisan ini akan menjadi saksi bahwa aku tak pernah berdiam diri menyiapkan generasi sejati. Generasi Hafizh Alquran yang memiliki keberanian seribu pejuang yang tangguh. Kelak mereka yang akan membuka lembaran halaman berikutnya untukku.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Makanan dan Perilaku Anak

Harus mengupayakan makanan yang riil bagi anggota keluarga, khususnya anak-anak kita. Makanan riil adalah makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mengalami proses pengolahan seminimal mungkin, satu atau dua kali proses. Dengan demikian makanan yang dikonsumsi masih alami, karena nutrisi yang terkandung dalam bahan makanan tersebut tidak hilang.


Oleh : L. Nur Salamah, S.Pd
(Kontributor NP)

NarasiPost.Com-Di era sekarang ini, cukup sulit untuk mendapatkan makanan yang benar-benar memenuhi syarat kesehatan. Sering kali, kriteria halal dan haram, kurang begitu diperhatikan.

Setiap orang tua, tentu menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya, termasuk dalam hal makanan maupun jajanan. Oleh karena itu, orang tua harus menjaga dengan memilah dan memilih makanan dan tidak membiarkan mereka jajan sembarangan.

Mengapa demikian? Karena Islam mengajarkan kepada kita agar memilih makanan yang halal dan thayyib (baik). Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Al-Maidah ayat 88, yang artinya,

"Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya."

Dengan demikian, apa yang telah Allah perintahkan bagi manusia, tentu ada kebaikan dan maslahat di dalamnya. Begitu sebaliknya, jika Allah melarang, pasti mengandung keburukan yang akan mengantarkan pada kefasadan (kerusakan). Begitulah Allah Swt. zat yang Maha Menetapkan dan mengetahui segala sesuatu.

Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya berhati-hati dalam hal makanan karena berpengaruh pada tingkah laku anak-anak. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab taklimul muta'alim karya Imam Az-Zurnuji Rahimahullah tentang  wiro'i atau wara' (berhati-hati).

Dikisahkan, bahwa Imam Asy Syekh Al Jalil Muhammad bin Al Fadhal selama belajarnya tidak pernah memakan makanan pasar. Sedangkan ayahnya yang tinggal di pelosok desa selalu menyediakan makanan untuknya. Setiap hari Jumat, Sanya ayah membiasakan diri untuk berkunjung ke tempat guru Syekh Muhammad. Pada suatu hari, ayahnya melihat roti pasar di dalam rumah anaknya. Maka dia tidak mau bicara pada anaknya karena marah dan membencinya.

Melihat ayahnya begitu marah, Syekh Muhammad memberikan penjelasan sebagai berikut,

"Wahai Ayah, sesungguhnya aku tidak membeli roti ini, dan aku tidak menyukainya. Roti ini dibawa oleh temanku."

Kemudian ayahnya menjawab,

"Bila kamu berhati-hati dan wiro'i, maka temanmu tidak akan memberikan roti itu."

Demikianlah kisah para ulama yang begitu berhati-hati dalam hal makanan, sehingga mereka mudah dalam memperoleh ilmu dan menyebarluaskan. Nama-nama mereka akan dikenang hingga hari kiamat kelak.

Kisah di atas memberikan pelajaran pada kita bahwa seorang muslim khususnya seorang ibu dituntut untuk aktif, kreatif, produktif dan inovatif. Mulai dari memilih bahan, teknik pengolahan dan penyajiannya harus menarik, menggugah selera, rasanya yang enak dan luar biasa, sesuai selera anggota keluarga serta ramah di kantong, apalagi suasana pandemi seperti sekarang ini.

Termasuk harus mengupayakan makanan yang riil bagi anggota keluarga, khususnya anak-anak kita. Makanan riil adalah makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mengalami proses pengolahan seminimal mungkin, satu atau dua kali proses. Dengan demikian makanan yang dikonsumsi masih alami, karena nutrisi yang terkandung dalam bahan makanan tersebut tidak hilang.

Tidak membiasakan mereka jajan dan membeli makanan di luar, apalagi memfasilitasi anak-anak dengan memberi uang jajan berlebihan, sehingga mereka bebas membeli apa yang mereka inginkan, tanpa memperhatikan komposisi dan proses pengolahannya, apakah itu termasuk halalan thoyyiban.

Semoga dengan berhati-hati dan wiro'i terhadap makanan, anak-anak kita mudah dalam menerima ilmu, senantiasa berperilaku baik, mengamalkan ilmu dan menyebarkannya, serta mudah diarahkan. Sehingga terbentuklah akhlak yang mulia. Semoga menjadi generasi yang saleh dan salehah, cerdas, hebat serta faqih fiddin sebagaimana generasi terdahulu.

Allahua'lam bishowwab

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ibu Tangguh Mempunyai Visi Islam, Bukan Kapitalisme

Seorang ibu harus memahami konsep pendidikan Islam. Kurikulum berbasis akidah Islam tentu akan mampu menjawab tantangan zaman. Bahwa peradaban gemilang terbentuk dari pendidikan dan kurikulum terbaik. Bahwa generasi tangguh tidak akan lahir dari peradaban yang rusak. Untuk itu, perlu mendidik anak dengan pendidikan terbaik agar terbentuk generasi tangguh, utamanya di era digital.


Oleh: Eka Dwi

NarasiPost.com - "Dialah sosok wanita memberi kasih tak mengharap kembali. Dialah sosok wanita rela berpeluh-peluh demi sang buah hati. Dialah ibu, seorang malaikat tak bersayap. Dialah ibu, yang darinya lahir generasi pejuang nan tangguh." --EDN

Siapa yang tidak menginginkan seorang anak cerdas, tangguh dan menjadi panutan bagi kawan-kawannya? Siapa yang tidak bahagia melihat anak-anak punya bakat unik, multitalenta, dan selalu menjadi juara kelas? Rasanya tidak ada yang tidak bahagia melihatnya, apalagi bagi seorang ibu.

Tentu anak dengan sejuta prestasi tak lahir begitu saja. Anak cerdas tidak tiba-tiba muncul. Ia perlu dimunculkan dan dibina hingga menjadi cerdas. Namun, apakah cukup dengan mencetak anak berprestasi dan juara kelas menjadikan ia tangguh?

Lihatlah wahai para ibu dan calon ibu. Kita tidak sedang berada di zona aman. Di tengah lajunya perkembangan teknologi dan arus digital yang hampir menggilas anak bahkan para calon ibu. Mungkin bisa saja para ibu berdalih asalkan berprestasi tidak masalah anak "nakal". Asalkan anak menjadi juara kelas, tidak apa ia "bandel". Asalkan nilai raport anak tinggi, menjadi pembiaran malas-malasan di rumah. Apakah anak seperti ini yang kita harapkan?

Tak dipungkiri, era digital semakin menggerus perilaku sang anak. Semua aplikasi unfaedah disusuri sang anak, Tiktok menjadi aplikasi andalan pelarian sang anak jika jenuh. Belum lagi dengan game online yang menjadi bulan-bulanan anak di kala senggang hingga membunuh waktu.

Arus media yang semakin masif, menjadikan ibu dan anak sulit bisa memilah baik buruknya. Berjoget di tengah umum pun dianggap prestasi. Bahkan baru-baru ini viral video seorang anak berjoget ala Tiktok saat sedang tertidur. Orang tua yang merekam pun senang melihatnya (kompas.com, 19/3). Inikah prestasi yang patut dibanggakan?

Hidup di masa kini, di tengah sistem kapitalisme dengan asas sekularisme, meniadakan pencipta dari kehidupan, mengganggap Allah hanya ada di tempat ibadah. Akibatnya, tidak ada lagi rasa takut untuk berbuat, buram akan standar pahala atau dosa. Seorang ibu abai dengan perilaku anaknya, juga seorang anak berbuat lepas tanpa kendali. Alih-alih sang ibu merasa terbantukan, menjadikan media digital sebagai pengganti pengasuhan, faktanya anak malah kecanduan dan tidak bisa lepas dari media digital.

Hidup "bergantung" dengan media digital, dengan arus informasi tanpa filter, sedikit banyaknya memengaruhi ibu dan anak. Menghadapi anak yang lahir di zaman digital saat ini tentu berbeda dengan anak-anak di zaman dulu. Olehnya itu perlu visi yang tegas untuk menentukan arah perjuangan, apalagi di era digital yang bukan tanpa tantangan, justru semakin kompleks.

Bagi seorang muslim, mendidik dan membina anak menjadi generasi tangguh bukan perkara mudah. Saya teringat pesan Ustadzah Yanti Tanjung dalam Bincang Mesra via virtual yang diadakan oleh Narasipost.com, ahad malam (21/3) bahwa perlu strategi untuk menghadapi tantangan era digital. Seorang ibu harus memahami konsep pendidikan Islam. Kurikulum berbasis akidah Islam tentu akan mampu menjawab tantangan zaman. Bahwa peradaban gemilang terbentuk dari pendidikan dan kurikulum terbaik. Bahwa generasi tangguh tidak akan lahir dari peradaban yang rusak. Untuk itu, perlu mendidik anak dengan pendidikan terbaik agar terbentuk generasi tangguh, utamanya di era digital.

Ada sebuah pesan dari Ali bin Abi Thalib, "Didiklah anak-anakmu, sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu." Ini artinya seorang ibu dan calon ibu perlu menyiapkan anak menghadapi zamannya.

Kenapa hanya itu para ibu dan calon ibu? Karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Sebagaimana penyair Arab katakan "Al-Ummu madrasatul ula". Mempersiapkan diri menjadi ibu artinya terus belajar tanpa henti, melayakkan diri sebagai sekolah bagi anak.

Islam hadir sebagai solusi menghadapi tantangan zaman. Generasi anak tangguh bisa diraih dengan visi Islam, sebab Islam tidak hanya agama namun juga ideologi yang mampu mengatur dan menjadi solusi seluruh problematika kehidupan. Insan yang bertakwa kepada Allah hanya akan merasa takut kepada-Nya (QS. An-Nisa'[4]:9). Seorang ibu yang bertakwa tidak akan lemah dalam kondisi apapun, takutnya hanya diperuntukan di hadapan Allah. Ia pun akan mendidik anaknya demikian. Seorang ibu juga harus berjiwa pemimpin (QS. Al-Furqan[25]:74), dalam artian mampu mengambil sikap. Tidak lupa, seorang ibu harus mampu beramar makruf nahi munkar (QS. Ali 'Imran[3]:110), agar mampu mendidik anaknya bukan sekadar menjadi anak rumahan yang gemar rebahan. Namun, bukan pula keluar rumah sebagai hamba kapitalisme dengan mental buruh. Akan tetapi demi tegaknya dien Allah, Islam yang paripurna. Jika telah terinstall Islam dalam diri sang anak, maka sikapnya tidak akan jauh dari Islam.

Dengan demikian, para ibu dan calon ibu siap menghadapi tantangan zaman bersama anak-anaknya yang tangguh. Ibu tak perlu cemas lagi dengan arus digital. Tanpa ragu, ibu dan anak telah bersinergi agar mencapai visi Islam.

Jalinan anak dan ibu terus terikat, bahkan tidak hanya di dunia, namun penuh harap hingga ke surga. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya : "(yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. (sambil mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu." (QS. Ar-Ra'd[13]:23-24).

Wallahu a'lam bishshowab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Bincang Mesra Bersama Ustazah Yanti Tanjung: Menyiapkan Generasi Tangguh di Era Digital

Reportase

"Mendidik anak bukanlah untuk zaman kita hari ini tapi untuk zamannya. Apapun zamannya, pendidikan Islam solusinya."
(Ustazah Yanti Tanjung)


Oleh Maya Rohmah

NarasiPost.com - Ahad malam, 21 Maret 2021, ruang Zoom berkapasitas 100 orang telah penuh oleh peserta yang mengikuti acara yang diadakan oleh NarasiPost. Bagi yang tidak mendapat tempat di ruang Zoom, dengan antusias mereka menyimak jalannya acara melalui kanal YouTube Narasipostmedia.

Acara dipandu secara apik oleh Diah Winarni, S.Kom. Beliau mendapat panggilan kesayangan "Bulek Didi" dari teman-teman sesama penulis. Setelah memimpin pembukaan acara dengan basmallah, Bulek Didi mempersilakan kepada Ana Nazahah untuk membacakan ayat suci Al-Qur'an.

Acara berikutnya adalah pemutaran video yang berisi selayang pandang NarasiPost. Dari video tersebut diketahui bahwa AndreaNews.com merupakan cikal-bakal dari berdirinya Narasipost.com. Situs berita yang mengusung slogan "Cerdas dalam Literasi Media, Bijak Menangkap Peristiwa Kunci" ini, konsisten mengadakan acara-acara bergengsi dan berbagai kompetisi untuk menguji kemampuan para penulis ideologis. Satu hal yang menarik adalah bahwa NarasiPost yang berada di bawah komando Andrea Aussie ini selalu berusaha untuk memberikan berbagai hadiah yang menarik dalam setiap agenda dan tantangan yang diberikan.

Sebelum pemateri berbicara, Bulek Didi menjelaskan secara singkat latar belakang diadakannya acara ini. Bahwa saat ini kita tengah hidup di era digital. Hampir seluruh aktivitas kita masuk ke dalam gerakan digitalisasi. Banyak kasus, anak terjerembab ke dalam kubangan buruk dunia digital. Ini tidak terlepas dari lazimnya penggunaan gawai di semua kalangan bahkan anak-anak. Maka, misi para orang tua untuk menyiapkan anak tangguh di era digital ini butuh trik-trik khusus.
.
Untuk itu NarasiPost sebagai media yang konsen terhadap masalah keumatan dan literasi, mengangkat topik parenting dalam even ke-7 kali ini. Tema besarnya adalah "Menyiapkan Generasi Tangguh di Era Digital". Menghadirkan pemateri yang mumpuni di bidangnya yaitu Ustazah Yanti Tanjung, seorang trainer, inspirator parenting ideologis, penulis sejumlah buku parenting, dan founder Komunitas Ibu Tangguh.
.
Ustazah Yanti mengawali materi dengan pertanyaan yang cukup menggelitik yaitu, "Siapa yang ingin anaknya menjadi dokter? menjadi Hafizh? menjadi syuhada?". Pertanyaan pembuka ini sesungguhnya berkaitan dengan visi kita sebagai orang tua. Visi yang dimiliki akan menentukan bagaimana cara kita mendidik anak-anak kita.

Dengan runut, Ustazah Yanti membuka cakrawala berpikir para peserta bahwa generasi saat ini hidup di era digital. Mereka telah hidup dan berinteraksi dengan berbagai perangkat digital sejak usia dini. Hal ini membawa konsekuensi karakter yang sangat khas, baik positif maupun negatif.
.
Hal tersebut tentu membutuhkan penyikapan khusus dari para orang tua. Namun masalahnya adalah apakah orang tua ini sadar digital atau malah tergantung pada media digital. Karena tidak hanya anak yang menjadi korban era digital, orang dewasa pun banyak. Di sisi lain, orang tua lainnya ingin memegang kendali terhadap anak-anaknya, namun hal itu tidak mudah karena tantangannya juga banyak. Ironisnya, banyak kaum ibu yang rajin mengikuti kajian parenting namun justru pada saat yang sama, dia kurang perhatian terhadap anaknya dan lalai menerapkan ilmu yang didapat.

Pemateri yang lahir di Pasaman, Sumatra Barat tahun 1972 ini memberikan strategi dalam mendidik anak di era digital yaitu dengan memahami konsep pendidikan Islam, menguasai metode belajar, kreatif dalam memilih uslub/teknis belajar, tepat dalam memilih sarana belajar, dan (yang tak kalah pentingnya adalah) memilih pendidikan berbasis akidah Islam.

Terdapat beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh para peserta pada sesi diskusi. Semuanya dijawab oleh Ustazah Yanti dengan jawaban yang cerdas dan memuaskan. Setelah itu Bulek Didi membuat heboh peserta dengan melontarkan satu pertanyaan kepada mereka. Siapa yang dapat menjawab dengan cepat, lengkap dan benar akan mendapatkan hadiah dari NarasiPost.

Kemeriahan acara ini ditutup dengan khidmatnya pembacaan doa yang dibawakan oleh salah satu dari kelima kontributor tetap NarasiPost, yaitu Nurjamilah.

Sebelum acara benar-benar ditutup, Bulek Didi mengingatkan bahwa NarasiPost sedang mengadakan Challenge ke-3 yaitu lomba menulis opini, menulis true story, dan membuat video. Batas waktu pengumpulan naskah atau video hingga tanggal 8 April 2021. Kami tunggu partisipasinya, ya!

Menyiapkan Generasi Tangguh di Era Digital


Reportase

Oleh: Najla Syahla

NarasiPost.com - Event ke-7 Narasi Post telah terselenggara tadi malam, Ahad 21 Maret 2021 pada pukul 19.00 - 21.00 WIB. Acara bincang mesra ini, mengambil tema "Menyiapkan Generasi Tangguh di Era Digital" dengan narasumber yang tidak asing lagi, pakarnya parenting yaitu Ustadzah Yanti Tanjung.

Acara dipandu oleh bu Didi Diah, yang tidak kalah kerennya. Seorang ibu single parent, yang juga pengajar, dan kontributor tetap Narasi Post. Agar mendapat keberkahan, Narasi Post mengawali acara dengan pembacaan ayat suci Al Quran. Lantunan ayat-ayat suci, terdengar merdu dan fasih oleh ukhti Ana Nazahah. Penulis, yang merupakan kontributor tetap dari Narasi Post juga.

Tidak ketinggalan selayang pandang Narasi Post, disampaikan dengan berupa video. MasyaAllah, dengan perkembangannya, Narasi Post konsisten menjadi media terdepan untuk menyuarakan Islam. Bertambahnya personil, menguatkan tubuh NP, dimulai dari tiga orang menjadi enam orang, dan sekarang menjadi sebelas orang.

Menginjak ke acara inti, ustadzah Yanti Tanjung memberikan pertanyaan-pertanyaan ringan. Sebagai survei kecil-kecilan, untuk mengetahui apakah para peserta banyak yang mengharapkan anaknya menjadi generasi tangguh. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya: dengan adanya pandemi, apakah ada diantara ibu-ibu yang ingin anaknya menjadi dokter?, menjadi hafidz quran?, atau menjadi syuhada? Ternyata dari hasil survei tersebut didapatkan bahwa tidak semua ibu yang menginginkan anaknya menjadi dokter. Tapi untuk menjadi hafidz quran dan syuhada hampir semua peserta menjawab ya.

Selanjutnya barulah ustadzah Yanti Tanjung, memaparkan materi yang terkait dengan tema. Diawali dengan pemaparan tentang siapa generasi digital itu, bagaimana karakternya dan juga apa ciri dari generasi digital. Dikatakan generasi digital adalah generasi yang lahir pada zaman digital dan berinteraksi dengan alat digital pada usia dini. Yaitu yang lahir setelah tahun 1990 atau setelah tahun 2000.

Para generasi digital, akan memiliki ketergantungan yang besar terhadap gadget. Maka sinyal dan kuota menjadi kebutuhan pokok mereka. Sebenarnya, ada beberapa dampak digital pada anak yang cenderung buruk. Yaitu, memudahkan tapi berpotensi melemahkan, cepat merasa puas dengan informasi yang didapat, berinteraksi dengan banyak orang tapi dangkal, akan mengalami penurunan fokus, serta menjadi malas menulis dan membaca.

Ustadzah juga menyampaikan bahwa anak dengan tahapan usia yang berbeda, memiliki potensi yang berbeda pula. Sehingga dalam menyikapi era digital ini, orangtua menjadikan tantangan, dan menjadikan digital hanya sebagai sarana dalam pembelajaran dan mendidik anak.

Maka dari itu, dibutuhkan strategi dalam mendidik anak. Memahami konsep pendidikan Islam, menguasai metode belajar, kreatif dalam memilih uslub dalam belajar, ketepatan dalam memilih sarana belajar, terakhir pendidikan berbasis akidah menjadi pilihan andalan.

"Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu (Ali bin Abi Thalib). Terkait perkataan Ali, ustadzah mencoba menjelaskan tentang beberapa zaman yang telah dilalui, yang sedang terjadi dan akan dilalui. Hal ini sesuai hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad. Dengan begitu, sebagai orangtua harus tahu zaman apa yang akan dilalui oleh anak-anak kita.

Zaman kegemilangan Islam, yaitu Khilafah 'ala Minhaj Nubuwwah. Para pengisi nya adalah anak-anak kita, sehingga para orangtua harus menyiapkannya. Hal ini, berkaitan dengan pertanyaan di awal, para orangtua harus menyiapkan generasi menjadi para syuhada.

Generasi itu adalah generasi tangguh, generasi pemimpin atau generasi khairu umah. Generasi yang memiliki kepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Sehingga, menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi dalam segala permasalahannya.

Menjadikan generasi tangguh tidaklah mudah. Harus berangkat dari orangtua yang tangguh, terutama ibu. Untuk itu, ibu harus memiliki visi, berkepribadian Islam yang tangguh kaya akan tsaqofah Islam, menguasai konsep dan metode pendidikan Islam, kreatif dengan segudang ide yang solutif, berjiwa pemimpin, sabar dan ulet, serta memiliki pengorbanan yang tinggi.

Di penghujung pemaparan materi, ustadzah menyampaikan dalil tentang berkumpul di surga. Yang diperuntukkan bagi orang-orang yang saleh. Mereka berkumpul dengan keluarganya di surga 'Adn. Semoga kita termasuk di dalamnya, Aamiin.

Acara di lanjut ke sesi tanya jawab. Peserta yang berjumlah 106, sangat antusias. Banyak pertanyaan yang diajukan oleh para peserta. Namun, tidak semua dijawab karena keterbatasan waktu. Dengan adil, moderator memilih pertanyaan dua orang secara acak dari masing-masing cara, melalui raisehand, chat dan chat youtube.

Satu pertanyaan yang membuat peserta merasa terciduk. Apakah tidak terlambat, ketika anak kadung dididik dengan pola pendidikan yang salah. Jawabannya dari ustadzah sangat menohok para peserta. Allah Maha Pengasih kepada setiap hamba-Nya, maka lakukanlah pentaubatan para orangtua. Jangan merasa kita tidak punya dosa, padahal setiap hari banyak dosa yang dilakukan. Maka dengan pentaubatan, Allah akan memberikan Kemurahan-Nya, dengan memudahkan anak untuk menjadi generasi yang saleh. Aaamiin.

Acara diakhiri dengan do'a yang dibacakan oleh saudari Nurjamilah. Ucapan terima kasih dari Pimred, disampaikan oleh bu Andrea Ausie. Dan pengumuman challenge ke-3 yang masih berlaku sampai 8 April, ditunggu naskah terbaik dalam tiga kategori, opini, true story dan video.

Berkhirlah acara event ke-7, para peserta seakan tidak ingin keluar dari ruang zoom. Kemesraan semakin terasa oleh para kontributor NP. Semoga kemesraan ini, bukan hanya di dunia tetapi di akhirat kelak. Betapa bahagia, menjadi salah satu peserta yang menyaksikan acara ini. InsyaAllah, ilmu yang didapat akan diterapkan. Walau tidak sempurna, yang pasti dilalui dengan kesabaran.