Challenge ke-3 NarasiPost.com

Untuk menguji kemampuan para penulis dan editor video,NarasiPost.com mengadakan Challenge ke-3 NarasiPost.Com dengan rubrik Opini, True Story, dan Video dengan reward total 1.500.000 rupiah yang berlangsung dari tanggal 8 maret 2021 sd 8 April 2021 pukul 12.00 siang.

Video Challange

  1. Untuk Rubrik Opini
    Tema "Keseteraan Gender dalam Perspektif Islam". Syarat dan kriteria ada dibawah ini.

2. Rubrik True Story
Tema bebas namun inspiratif dan kisah pribadi. syarat dan Kriteria ada dibawah ini.

rubrik Video
Tema diambil dari naskah-naskah opini yang publish di website NarasiPost.Com dan belum di bikinkan video oleh tim NP. Syarat dan kriteria ada di bawah ini:

ayo ikuti challenge tersebut untuk menguji sejauh mana kemampuanmu berdakwah dalam dunia literasi.
Yuk, di tunggu ya.

Batasan Untuk Pengemban Dakwah

Istikamahlah dalam dakwah, yakinlah bahwa setiap permasalahan yang hadir di hadapan kita adalah Allah telah mengukurnya, dengan kesanggupan dan kemampuan kita, sebagai mana kita yakin bahka Islam adalah aturan yang sempurna, mampu menyelesaikan segala persoalan baik yang menimpa kita sebagai individu maupun permasalahan umat manusia secara keseluruhan.


Oleh: Muthi Nidaul Fitriyah

NarasiPost.com - Ini tentang hidup yang harus realistis di sistem Kapitalis, permasalahan silih berganti seolah tak habis-habis, jangan sampai iman dan langkah perjuangan terkikis habis.

Ini tentang kejujuran kita kepada diri kita dan keyakinan atas sebuah kemenangan. Bukan menjadikan orang lain sebagai standar kebenaran dan kesalahan akan tetapi ini tentang kita dengan Tuhan kita.

Memilih menjadi pengemban dakwah bukanlah jalan yang aman di dunia dengan godaan dan ujiannya, belum tentu aman di akhirat jika ternyata masih salah dalam berniat. Kadang masih muncul aggapan bebas melakukan apa saja dan merasa cukup aman sebab sudah menjadi bagian. Padahal semua bergantung amal bukan sebatas tersematnya gelar menjadi bagian para pengemban dakwah dan berhasil mendapat nilai dari sisi manusia.

Hidup di era kapitalis ini memang pedih, jujur saja kebutuhan hidup semakin hari semakin mendesak untuk dipenuhi tapi sekali lagi itu bukan berarti menjadi halal melakukan apa saja, bahkan melalui jalan-jalan kemaksiatan, sebab di sisi lain kitapun punya amanah besar yang perlu diseriusi, untuk diemban dan diperjuangkan dengan sepenuh pengorbanan.

Itulah dinamika kehidupan kita, umat akhir zaman dengan persoalan yang telah Allah tetapkan, yang insyaAllah jika tetap sabar dalam perjuangan, akan mengantarkannya pada kemenangan dan kemuliaan di dunia dan akhirat.

Saat kita telah memutuskan dengan penuh kesadaran untuk berada di antara barisan para pejuang agama-Nya, maka kita seharusnya sadar akan batasan-batasan mana saja yang menjadi harga mati untuk kita, dalam makna, mana saja yang sama sekali tidak boleh kita langgar dan pertaruhkan dalam mencari penghidupan, mencari kerealistisan hidup dalam dunia kapitalis.

Batasan minimal bagi seorang muslimah pengemban dakwah adalah mempertahankan jilbab, mengkaji Islam intensif dan tentu saja melakukan aktivitas dakwah dengan segala pengorbanan waktu, tenaga, pikiran bahkan harta, yang ini telah kita yakini sejak awal, tapi mungkin hanya mampu ditunaikan di waktu-waktu sisa yang kita miliki. Memang akhirnya kita tidak bisa melakukan hal yang lebih besar untuk dakwah. Itulah konsekuensi yang harus kita hadapi.

Kita sendirilah yang mampu mengukur diri kita, tentang kemampuan kita, dan khusus bagi seorang muslimah, yang sebenarnya ia tidak pernah diwajibkan seumur hidupnya untuk mencari nafkah tapi sekali lagi, ada kalanya urgensitas perempuan bekerja sebab desakan kebutuhan hidup dan ukuran-ukuran tersebut kita sendirilah yang mampu mengukurnya.

Kita paham bahwa sedekah terbaik adalah sedekah yang diberikan kepada anggota keluarga dan kerabat dekat, begitupun saat seorang perempuan saat menafkahi dirinya sendiri dan keluarga dengan keikhlasan dan tanpa melanggar syariatnya adalah kebaikan yang besar di sisi Allah. Namun, kitapun paham tentang mahkota kewajiban, yang tidak mungkin akan ditawar-tawar lagi bagi ia yang beriman, mengemban dakwah, meninggikan kalimat Allah dalam rangka memenangkan agama-Nya.

Ada batas maksimal, yaitu sebuah kondisi bagi seorang pengemban dakwah mengerahkan segala potensi hidupnya untuk dakwah, untuk meninggikan kalimat Allah. Ia banyak mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan hartanya untuk fokus memperjuangkan agama Allah. Kondisi inipun tentu sama ada konsekuensinya, pemenuhan kebutuhan hidup akhirnya tidak menjadi fokus, urusan biaya hidupnya harus ada yang menanggung dan menjamin pemenuhannya. Apalagi bagi ia yang memiliki harta berlebih atau cukup dan memiliki lingkungan keluarga dan kerabat yang kondusif, tentu batasan maksimal dakwah, harus benar-benar dimaksimalkan. Namun, lagi-lagi kita sendirilah yang mampu mengukurnya. Namun, tetap permasalahan individu kita tidak sama, bisa jadi bukan masalah ekonomi yang sedang membelenggu, akan tetapi masalah keluarga, generasi dll.

Berada pada batas minimal dan batas maksimal sesunguhnya adalah pilihan-pilihan kita. Pilihlah dengan pertimbangan-pertimbangan keimanan, dengan kepala dingin, saat merasa sudah sangat pelik maka cobalah untuk berdiskusi dengan rekan yang kita percaya mampu memberikan solusi Islam, sebab setiap permasalahan pasti ada solusinya.

Apapun yang terjadi tetap istikamahlah dalam dakwah, yakinlah bahwa setiap permasalahan yang hadir di hadapan kita adalah Allah telah mengukurnya, dengan kesanggupan dan kemampuan kita, sebagai mana kita yakin bahka Islam adalah aturan yang sempurna, mampu menyelesaikan segala persoalan baik yang menimpa kita sebagai individu maupun permasalahan umat manusia secara keseluruhan.

Yakinlah bahwa sesungguhnya Allahlah Sang pemberi rezeki buka semata-mata sebab usaha dan kerja keras kita, rezeki itu kuasa Allah. Apalagi bagi ia pengemban dakwah, sungguh Allah pasti tidak akan pernah menyia-yiakannya, setiap ujian yang datang sesungguhnya merupakan wujud kasih sayang Allah kepadanya. Wallahu a'lam bi showab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ikhlas Mengemban Amanah

Sesungguhnya cahaya Allah tidak akan mudah padam karena manusia. Ia akan terus bersinar atas orang yang sabar dan ikhlas mengemban amanah-Nya.


Oleh: Ismawati

NarasiPost.com - Hidup di jalan dakwah tak selamanya mudah. Penuh onak dan duri yang menghadang. Tak sedikit kadang terluka dan melelahkan.

Namun, ingatlah jalan yang kita pilih hari ini adalah jalan yang mulia. Jalan para Rasul, Nabi kita. Di jalan ini manisnya Islam sampai pada kita. Di jalan ini pula, hari ini kita bisa hidup dalam ajaran mulia.

Yakinlah, kita adalah makhluk yang paling beruntung dapat dipilih-Nya mengemban amanah ini. Tak sedikit dari mereka yang menolak, melepaskan diri dari dakwah di saat ujian demi ujian datang.

Oleh karena itu, berbahagialah mengemban amanah dakwah. Allah akan balas pahala yang nilainya tak sebanding dengan dunia. Ikhlaslah jika ujian mendera. Ikhlas berarti melakukan setiap perbuatan semata-mata karena Allah saja.

Adapun ujian, kita hadapi dengan lapang dada. Jadikan sebagai bekal mendewasakan diri, menjadi pribadi yang lebih baik dan taat kepada-Nya.

Ikhlaslah. Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya menempatkan pengemban dakwah di posisi mulia. Allah Swt. berfirman, “Siapakah yang ucapannya paling baik selain dari ucapan orang yang mendakwahi manusia ke jalan Allah, beramal saleh dan berkata, ‘Sesungguhnya aku ini bagian dari kaum Muslim?” (TQS Fushshilat [4] : 33)

Rasulullah Saw. juga bersabda, “Siapa saja yang menyeru (manusia) pada petunjuk (al-huda), baginya pahala yang setimpal dengan pahala orang yang dia tunjuki itu.” (HR Muslim)

Berdakwahlah karena Allah semata. Sehingga, apabila ada yang ingin menghentikan langkah dakwahmu di dunia, engkau mampu menghentikannya. Sesungguhnya cahaya Allah tidak akan mudah padam karena manusia. Ia akan terus bersinar atas orang yang sabar dan ikhlas mengemban amanah-Nya.

Sebagaimana Rasul dan para sahabat. Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan dakwah hingga terancam nyawa. Namun, tak sedikitpun Rasul mundur dan berhenti. Beliau terus menapaki jalan ini hingga beliau wafat meninggalkan risalah-Nya pada kita.

Sementara kita hari ini, ujian itu datang hanya sekadar cemoohan, merusak perasaan, dan belum sampai mengancam nyawa. Tidakkah kita berhenti begitu saja? Sungguh ini hanya hujan di balik pelangi yang indah.

Sementara jika kita melepaskan dakwah, kita hanya akan menjadi orang yang merugi. Orang yang menghabiskan waktu hanya untuk kesenangan dunia. Naudzubillah. Maka, istikamahlah di jalan dakwah.

Sesungguhnya balasan bagi orang yang senantiasa istikamah adalah surga. Sebagaimana firman Allah Swt. "Sungguh orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kalian takut dan janganlah merasa sedih serta bergembiralah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS Fushshilat [41]: 30)

Tidak ada yang lebih berharga dunia akhirat dibanding hidup kekal di surga.

Ikhlas dan bersabarlah. Sesungguhnya “Orang sabar mendapat pahala lebih besar dari orang yang suka berinfak karena kebaikan orang sabar dilipat gandakan menjadi 700 kebaikan.” (Ibnu Hajar, Fath al-Bâri, XVII /274).

Genggamlah erat amanah ini sampai waktu kemenangan tiba. Jangan pernah berbalik arah. Apabila engkau lelah, sedikit menepilah. Lanjutkan perjuangan sampai Allah mengizinkan kita untuk pulang.

Wallahu a'lam bishowab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Khamr Adalah Induk Dari Kejahatan

Sungguh, ketika Islam mengharamkan sesuatu termasuk keharaman khamr, bukti bahwa Islam melindungi akal manusia. Apa yang ditimbulkan dari miras sudah nyata menimbulkan kekacauan pada akal manusia dan mendorong berbuat kejahatan selain melalaikan manusia dari mengingat Allah Swt.


Oleh: Adibah NF
(Komunitas Literasi Islam)

NarasiPost.com - Khamr itu sangat mengerikan. Khamr adalah induk kejahatan. Sabda Nabi saw, "Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya.” (HR ath Thabrani).

Dirilis dari Liputan6.com, 27 Februari 2021, dinyatakan bahwa pada hari Kamis dini hari, 25 Februari 2021 ada seorang oknum polisi menembak empat orang di sebuah cafe kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, menyebabkan tiga orang tewas di lokasi kejadian. Salah satu korbannya merupakan anggota TNI AD. Aksi nekat yang dilakukan oknum itu karena dalam kondisi mabuk. Achmad Baidowi sebagai ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merespon kejadian itu dengan mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) larangan minuman beralkohol segera disahkan.

Beliau memandang perlu adanya regulasi untuk menghindari kegaduhan dan banyaknya korban nyawa yang diakibatkan oleh miras, karena hal ini menurutnya, apabila dibiarkan akan terjadi kegaduhan yang bisa mengakibatkan nama baik Indonesia tercoreng. Juga berpeluang menimbulkan ketidakpercayaan di masyarakat sendiri terhadap pemerintah.

Selain itu, Awiek (sapaan akrabnya) mengkritisi langkah pemerintah yang berniat membuka investasi industri minuman beralkohol (meskipun sempat dan disahkan, namun sudah dicabut kembali), perlu pengkajian dan pertimbangan, karena mudharatnya lebih besar dari sekedar kepentingan profit. Bisa jadi saat ini terjadi pada anggota TNI AD, ataupun tercorengnya nama baik negeri ini, namun pikirkan juga masa depan akan terancam kalau sampai dilegalkan, tegasnya. Jumat (26/2/2021).

Bahaya Miras Bagi Kesehatan Tubuh Dan Mental

Secara ilmu kesehatan, sudah sering dibahas terkait bahayanya minuman beralkohol atau miras. Istilah Binge drinking yaitu mengonsumsi lima gelas atau lebih miras untuk pria dan empat gelas atau lebih untuk wanita dalam waktu kurang lebih dalam dua jam. Yang meminum miras dalam jumlah banyak secara berturut-turut dalam waktu singkat dengan tujuan mabuk merupakan bahaya bagi tubuhnya.

Karena miras mengandung etanol yang merupakan bahan psikoaktif yang jika dikonsumsi akan menyebabkan penurunan kesadaran, meskipun kadar alkoholnya berbeda-beda seperti, arak, vodka, gin, tequila, rum, wiski, brendi, hingga soju. Namun, bahaya dari mengonsumsi alkohol terlepas banyak atau sedikit tetap berbahaya bagi kesehatan dan tidak bisa mengurangi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh zat tersebut.

Adapun di antara bahaya miras bagi kesehatan tubuh dan mental adalah dapat memicu penyakit jantung dan pembuluh darah. Karena akan meningkatkan merusak fungsi hati, karena terganggu bahkan rusak, disebabkan terjadinya peradangan, penumpukan lemak di hati, sirosis, hepatitis, alkoholik hingga kanker hati. Selain itu, bisa mengakibatkan hipertensi dalam jangka panjang yang meningkatnya risiko serangan jantung (detak jantung tidak normal), stroke atau gagal jantung kongestif. Belum lagi bisa melemahkan otot-otot jantung yang mempengaruhi paru-paru, otak dan saraf kemudian menurunkan kemampuan berpikir dan melemahkan daya ingat, akibatnya refleks sebab koordinasi gerakan tubuh terganggu, dan merusak sistem organ dalam tubuh lainnya dapat pula mengakibatkan kematian mendadak.

Mengonsumsi miras dapat pula menyebabkan depresi yang memicu seseorang bisa melakukan tindakan kriminal, baik kepada dirinya sendiri dengan menyakiti diri hingga bunuh diri atau kepada orang lain seperti halnya yang terjadi dalam insiden Cengkareng dan masih banyak lagi tindakan yang diakibatkan oleh orang-orang yang mengonsumsi miras. Kecanduan alkohol juga sebagai akibat dari kebiasaan meminum miras yang sulit dihentikan, akhirnya berdampak pada kehidupan sosialnya. Mentalnya akan lemah dan berpotensi berbuat arogan dan melakukan tindakan kriminal lainnya.

Miras Dalam Pandangan Islam

Khamr dalam pandangan Islam sudah sangat jelas keharamannya. Karena Allah Swt yang mengharamkannya melalui surah Al Maidah ayat 90 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sungguh minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalia beruntung.” (QS al-Maidah[5]: 90).

Dalam ayat lain disebutkan bahwa khamr dan judi berdampak negatif bagi manusia yaitu menciptakan kerusakan sosial dan melalaikan dari mengingat Allah Swt seperti salat. Allah Swt berfirman artinya, “Dengan minuman keras dan judi, setan bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian serta menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah Swt dan melaksanakan salat. Jadi, tidakkah kalia mau berhenti?” (QS al-Maidah [5]: 91).

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa khamr adalah haram dikonsumsi meskipun sedikit jumlahnya, juga meskipun tidak memabukkan. “Setiap yang memabukkan adalah haram. Apa saja yang banyaknya membuat mabuk, maka sedikitpun adalah haram.” (HR Ahmad).

Dari sini semoga menjadi jelas apa yang dimaksud khamr dan haram mengonsumsinya. Terlebih syariat Islam telah mengharamkan sepuluh aktivitas yang berkaitan dengan khamr. Sebagaimana yang tercantum dalam hadis Nabi Saw. Bahwa, “Rasulullah Saw. telah melaknat sepuluh golongan terkait khamr yaitu, pemerasnya, yang minta diperaskan, peminumnya, pengantarnya, yang minta diantarkan khamr, penuangnya, penjualnya, yang menikmati harganya, pembelinya, dan yang minta dibelikan.” ( HR at-Tirmidzi).

Jadi, siapapun yang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan khamr, profesi sebagai bartender, uang hasil penjualannya, dan cukai dari minuman keras haram secara mutlak. Khamrpun disebut Nabi Saw sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan) dan dosa yang paling besar. Sesuai dengan fakta yan terjadi di seluruh dunia saat ini, kejahatan akibat dari miras berdampak pada kejahatan, tindakan kriminal. Seperti di Amerika Serikat salah satu contohnya terjadi peningkatan pemerkosaan, pelecehan seksual, perampokan dan segala bentuk kekerasan mulai yang ringan hingga yang berat.

Demikian pula di negeri ini, miras menimbulkan banyak persoalan sosial, berdasarkan catatan Polri sepanjang tiga tahun terakhir terjadi 223 tindak pidana berlatar belakang miras. Diberbagai daerah juga terjadi kasus kriminalitas disebabkan miras hampir 70 persen terjadi akibat mabuk miras. Apa yang disebutkan WHO dari hasil kajiannya, bahwa alkohol adalah pembunuh manusia nomor satu di dunia, setiap 10 detik alkohol membunuh 1 orang di dunia. Atau sekitar 3,3 juta jiwa pertahun.

Bukan hal aneh, jika saat ini masih ada yang menghalalkan khamr dengan berdalih, jika khamr dilarang akan mematikan perekonomian sebagian orang dan juga merugikan negara. Karena memang berdasarkan data Kementrian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan cukai dari Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) mencapai Rp 3,61 triliun selama periode Januari hingga September 2020. Alasan ini yang sering dijadikan untuk menolak keharaman khamr. Khamrpun menjadi ladang bisnis yang menggiurkan.

Sungguh, ketika Islam mengharamkan sesuatu termasuk keharaman khamr, bukti bahwa Islam melindungi akal manusia. Apa yang ditimbulkan dari miras sudah nyata menimbulkan kekacauan pada akal manusia dan mendorong berbuat kejahatan selain melalaikan manusia dari mengingat Allah Swt. Satu-satunya yang mampu merealisasikan larangan ini hanyalah jika Islam diterapkan secara kaffah dalam sistem Khilafah. Karena hanya Khilafah yang mampu memberikan hukuman atas pelanggar larangan Allah . Begitu pula akan diterapkan kepada para peminum khamr yaitu tidak boleh kurang dari 40 kali jilid. Dan boleh ditambah lebih dari 40 kali jilid. Seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab dengan 80 kali jilid.

Saatnya kaum Muslim menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan dalam kehidupannya. Bukan mempertimbangkan untung-rugi materi seperti yang digagas para pengemban ide kapitalis sekuler. Mereka menghalalkan apapun yang dipandang ada manfaatnya dan menghasilkan materi. Tidak memperhatikan bahaya dan dampak, yang terpenting mendapat keuntungan yang besar.
Para pengemban Islam harus sadar dan yakin, semua ketetapan Allah Swt merupakan kebaikan dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Tanpa memikirkan pendapat manusia yang hidup dan tunduk pada aturan kapitalisme, seorang Muslim harus istikamah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangn-Nya. Ingatlah, Allah Swt telah berjanji akan menolong hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Frasa Agama Dihapus, Peta Jalan Pendidikan Nasional Menuju ke Mana?

Pendidikan dan agama tak dapat dijauhkan, keduanya harus berjalan beriringan. Karena pendidikan adalah proses mencerdaskan manusia. Sedangkan manusia yang cerdas adalah yang memahami hakikat penciptaan dirinya. Bahwa seorang hamba diciptakan hanya untuk beribadah kepada Rabbnya.


Oleh. Silvia Anggraeni, S. Pd

NarasiPost.Com-Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan keterkejutannya melihat perencanaan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam draft terbaru, frasa agama dihapus dan digantikan dengan akhlak dan budaya.(Republika.co.id, 07/03/2021)

Terobosan yang diambil Kemendikbud seolah ingin mengarahkan jalan pendidikan nasional ke arah yang berlawanan dengan Islam. Usai polemik seragam dengan atribut keagamaan, kini frasa agama akan dihapus dari peta jalan pendidikan nasional, dan digantikan dengan akhlak dan budaya. Pancasila yang dikatakan sebagai ideologi negara ini nyatanya tak berfungsi sebagaimana mestinya. Dasar agama yang menjadi pijakannya perlahan namun pasti disingkirkan dari kehidupan. Bukanlah perkara ringan, penghapusan frasa agama jelas tak dapat diterima walau dilihat dari sudut pandang negara yang berdasarkan pancasila.

Dari sini tampak jelas bahwa demokrasi tak ingin agama menjadi hal yang ada dalam lini kehidupan, termasuk dalam sektor pendidikan. Sekularisme sebagai akidah dalam demokrasi kini ditampilkan secara nyata. Dimulai dari sektor pendidikan yang menjadi cikal- bakal pembentukan generasi muda.

Lalu jika frasa agama benar dihapus, peta jalan pendidikan nasional akan menuju ke mana? Jelas kini arah pendidikan nasional adalah untuk menjauhkan peserta didik dari agama. Padahal agama adalah hal dasar yang menjadi fitrah manusia. Maka, keduanya tak dapat dipisahkan dalam segala urusan kehidupan. Sejatinya agama merupakan aturan yang mengikat manusia termasuk dalam masalah akhlak. Maka jika ia dihilangkan dari kehidupan manusia, berbagai kerusakan lah yang akan terjadi.

Adapun dunia pendidikan merupakan tempat menempa generasi masa depan. Generasi pemegang tonggak peradaban, yang di tangannya pula kejayaan Islam akan kembali berkibar. Maka dibutuhkan pendidikan yang mampu menjadikan para generasi penerus ini tak hanya sebatas makhluk yang mampu bekerja, namun juga harus mampu menjadi makhluk yang sadar akan hubungannya dengan Sang Pencipta.

Sejarah Islam telah memahat nama-nama para ilmuwan yang tak hanya tinggi ilmunya, namun amat baik agamanya. Keberhasilan ini dikarenakan dasar pendidikan dalam Islam ialah akidah Islam yang menancap dengan kuat dalam diri setiap manusia. Sehingga lahirlah manusia yang unggul dalam bidang keilmuan yang berakhlak mulia karena keterikatannya untuk selalu tunduk pada aturan Sang Pencipta.

Peran penting agama dalam pendidikan jelas tak bisa dianggap remeh apalagi ditiadakan. Karena sesungguhnya manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Firman Allah: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Maka selayaknya setiap jalan kehidupan manusia haruslah menjadi sarana untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. Inilah mengapa Islam menanamkan akidah sebagai dasar pendidikan. Karena proses pendidikan adalah usaha untuk menjadikan manusia sebagai hamba Allah Yang Maha Esa.

Pendidikan dan agama tak dapat dijauhkan, keduanya harus berjalan beriringan. Karena pendidikan adalah proses mencerdaskan manusia. Sedangkan manusia yang cerdas adalah yang memahami hakikat penciptaan dirinya. Bahwa seorang hamba diciptakan hanya untuk beribadah kepada Rabbnya. Jelaslah agama adalah penunjuk arah yang tak boleh dihilangkan dari peta jalan pendidikan.

Wallahu alam bisshowab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mungkinkah Peredaran Miras Susut, Setelah Lampiran III Perpres Dicabut?

Polemik tentang miras seperti yang terjadi saat ini tidak akan terjadi jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai pemelihara akal dan jiwa. Alih-alih memberi peluang bagi peredaran miras, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh individu akan diberikan sanksi tegas sesuai ketentuan hukum Islam.


Oleh. Elfia Prihastuti, S.Pd
(Praktisi Pendidikan dan Member AMK)

NarasiPost.Com-Mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim. Hal-hal tentang syariat sedikit banyak melekat dalam diri masyarakat. Oleh karena itu, ketika nilai-nilai Islam terusik, pasti akan mendatangkan kontroversi.

Jika sebelumnya jilbab dan pernikahan dini, kini giliran miras kembali membuat gaduh, yakni dengan adanya Perpres yang memuat soal investasi miras di dalamnya. Berkat kegaduhan itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mencabut Peraturan Presiden (Perpres) izin investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol. Perpres itu tertuang dalam Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang sebelumnya telah ditandatangani kepala negara pada 2 Februari 2021.

Artinya, dengan pencabutan Perpres ini, maka miras kembali masuk dalam bidang usaha tertutup dalam hal investasi. Ini tercantum dalam aturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. (CNN Indonesia, 2/3/2021)

Setidaknya keputusan tersebut membuat lega. Bahkan mendapat apresiasi dari banyak pihak. Salah satunya dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia yang menilai bahwa dengan dicabutnya Lampiran III dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2021 tentang investasi industri minuman keras atau miras menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi sosok pemimpin yang demokratis.

Namun, benarkah keputusan tersebut patut membuat kita lega? Akankah peredaran miras menyusut? Berkaitan dengan keputusan Perpres ini, ada hal yang harus kita cermati.

Pertama, sebenarnya izin investasi miras merupakan aturan lama bahkan sebelum republik ini berdiri. Diteruskan di masa orde lama, orde baru dan berlanjut di era sekarang. Dari industri miras telah menghasilkan dividen yang cukup besar, yang turut menyumbang pendapatan negara.

Salah satunya, pabrik miras di Jakarta yaitu PT Delta Djakarta (DLTA). pabrik ini memproduksi berbagai jenis brand miras seperti Anker Beer, Anker Lychee, Anker Stout, Carlsberg, Kuda Putih, San Miguel Light, San Miguel Pale Pilsen, dan San Miguel Cerveza Negra. Dari hasil penjualannya, pabrik ini mampu meraup laba bersih, sebesar Rp 220,92 miliar di kuartal III 2019 dan Rp 70,68 miliar di kuartal III 2020. Meski mengalami penurunan, tapi tetap saja merupakan keuntungan yang fantastis.
(Kumparan Bisnis, 28/2/2021)

Bagi negeri ini, yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, tentu bukan hal yang mudah melepaskan nilai materi yang cukup menggiurkan itu. Sebab tabiat dari sistem ini adalah berorientasi pada keuntungan materi tanpa memperhatikan halal dan haram.

Kedua, Meski usaha miras dihapus dari Lampiran III Perpres No 10 Tahun 2021 ini, sejatinya pelonggaran investasi bidang usaha terkait Minuman Keras Beralkohol dan Anggur masih tetap ada, karena UU induknya, yaitu UU No 11 Tahun 2020 Cipta Kerja Pasal 77, tentang Penanaman Modal telah meniadakan Bidang Usaha Miras dari daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan dengan kata lain, Usaha miras sudah dianggap bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia.

Fakta-fakta di atas menjelaskan peredaran miras akan sulit menyusut apalagi menghilang, dengan hanya mencabut peraturan presiden (Perpres) izin investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol, yang tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Kontroversi seputar miras jelas sekali berpangkal pada status hukum minuman itu. Padahal tuntunan Islam terkait hukumnya sangat jelas. Pengharaman miras dengan tegas disebut dalam nash-nash qath'i Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Di antaranya firman Allah Swt :

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ ٱلْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." ( QS al-Baqarah : 219)

Sabda Rasulullah saw. :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ» (رواه مسلم)

Dari Ibnu Umar r.a. bahwasanya Nabi saw. bersabda, “Setiap hal yang memabukkan itu khamr, dan setiap yang memabukkan itu haram.” (H.R. Muslim)

Polemik tentang miras seperti yang terjadi saat ini tidak akan terjadi jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai pemelihara akal dan jiwa. Alih-alih memberi peluang bagi peredaran miras, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh individu akan diberikan sanksi tegas sesuai ketentuan hukum Islam.

Nabi Saw. bersabda yang artinya:

"Rasulullah telah menghukum (peminum khamr) empat puluh jilidan." (HR. Muslim)

Dengan penerapan sistem Islam siapa pun yang melakukan pelanggaran, maka akan diberikan sanksi tegas sehingga ada efek jera bagi yang melanggarnya.

Wallahu a'lam bishshawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Dilema Glowing Masa Kini

Glowingmu…
Tak cukup bersinarnya wajah
Glowingmu…
Pancarkan semangat yang menyala-nyala


Oleh: Dhevyhakim

NarasiPost.Com-Glowing…
Wajah yang bersinar
Pancarkan kecantikan sejati
Tanpa manipulasi
Bersinar alami
Karena budi pekerti, inner beauty
Berbasuh wudhu
Bersih berseri

Masa kini…
Glowingnya berbeda arti
Putih, mulus tanpa jerawat seperti bayi
Tak cukup hanya glowing alami
Butuh modal banyak sekali
Apalagi emak masa kini
Sungguh dilema menguras hati

Ikutan nyatanya butuh modal
Tak ikutan kawatir kalah dengan yang di luar
Oh dilemanya emak masa kini…

Cukup niat saja yang terpatri
Semata untuk suami
Bukan untuk eksistensi diri

Syukurmu cukup merawat semampumu
Tak perlu modal ratusan ribu
Namun cukup hanya seribu

Glowingmu…
Tak cukup bersinarnya wajah
Glowingmu…
Pancarkan semangat yang menyala-nyala

Wajah yang penuh akhlak
Wajah yang mampu tundukkan pandangan
Wajah yang mampu menyingkap kezaliman
Wajah yang mampu suarakan kebenaran
Wajah yang mampu jernihkan pikiran
Hingga glowingmu tak lagi jadi dilema

Samboja, 9/3/2021[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ajari Anak Menempatkan Kasih Sayang Sesuai Porsinya

Sangat penting bagi kita untuk mengajarkan dan menempatkan kasih sayang ini pada anak-anak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, Islam telah memberikan petunjuk agar manusia benar-benar mampu meraih derajat yang mulia, baik secara praktis atau pun komunal.


Oleh: Ida Royanti

NarasiPost.Com-Seorang ibu mengeluh tentang anaknya yang suka memukul teman, gemar merebut mainan, tidak suka berbagi, tidak memiliki empati, baik terhadap teman atau keluarga dan beberapa sifat lain yang menunjukkan permusuhan. Pernahkan Bunda mengalaminya? Anak-anak dengan kecenderungan seperti ini memang seringkali membuat kita sakit kepala.

Ada juga ibu lain yang merasa pusing karena ulah anaknya yang masih bocah, namun, sudah berbicara tentang jatuh cinta. Di usia yang masih sangat dini ini, bocah-bocah itu sudah menjalin hubungan cinta. Bahkan, pasangan imut itu tidak malu menyebut diri mereka mama dan papa.

Ini menggelikan sekaligus memprihatinkan. Bagaimana bisa, bocil-bocil yang ketika menyeka ingus sendiri saja belum benar, melakukan itu semua. Parahnya, kondisi seperti ini tidak hanya terjadi pada satu atau dua anak saja.

Bunda Salehah, kalau kita cermati, kasus pertama atau pun kedua sepertinya saling bertolak belakang. Yang satu seakan jauh dari rasa kasih sayang, yang kedua justru mengumbar kasih sayang.

Pada kasus pertama, anak lebih menonjolkan naluri untuk bertahan. Memang wajar, pada usia tiga tahun ke atas, sifat ingin memiliki pada seorang anak sangat dominan. Ia akan berusaha mempertahankan apa yang dia miliki dan berusaha mendapatkan apa yang tidak dia dimiliki. Seiring waktu berjalan, sikap seperti ini akan terus berkembang.
Nah, jika tidak diarahkan dengan benar, maka naluri untuk bertahan ini akan terus diimplementasikan dengan cara yang kurang tepat, misalnya dengan merebut, memukul, menangis dan sebagainya.

Bisa jadi, tanpa sadar, orang tua juga sering memberi contoh yang kurang tepat. Mungkin orang tua sering marah-marah, membentak, menyakiti secara verbal atau pun fisik, atau berbagai tindakan lain yang tidak mencerminkan rasa empati dan kasih sayang.

Bisa juga karena anak sering menyaksikan tindakan kekerasan di sekitarnya, misalnya lewat film-film kartun kesukaan mereka, pola interaksi di keluarga besar yang kurang sehat, teman-teman sepermainan atau masyarakat sekitar. Kalau hal ini dibiarkan, maka sikap seperti ini akan berlanjut sampai ia dewasa.

Pada kasus kedua, sekilas tidak kita jumpai adanya tindakan kekerasan atau kenakalan secara fisik.
Biasanya, orang tua tidak menganggapnya sebagai masalah serius karena tidak ada keonaran yang ditimbulkan. Padahal, jika dibiarkan, ini juga sangat berbahaya, Bunda, tidak hanya bagi masa depan anak itu sendiri, namun, juga berimbas pada masyarakat secara luas.

Seringkali, berbagai masalah sosial timbul harena hal-hal yang tidak sesuai syariat yang dulu dianggap tabu oleh masyarat, kini menjadi hal yang lumrah karena sudah dibiasaakan sedari kecil, misalnya pacaran, berdua-duaan dengan pasangan yang bukan mahram, cinta satu malam, dan sebagainya.

Bunda, ketika anak-anak tidak diajarkan menempatan kasih sayang dengan benar, maka tidak hanya dampak negatif secara fisik yang akan terjadi, namun juga dampak sosial dalam jangka panjang. Di sini, peran orang tua memang sangat dibutuhkan, karena seperti apa anak kita sekarang, itu adalah hasil bentukan dari orang tua.

Bunda, agar bisa mengarahkan anak dalam menempatkan rasa empati dan kasih sayang dengan benar, maka kita juga perlu memahami kedudukan kasih sayang itu sendiri.

Sebenarnya, berkasih sayang itu adalah suatu fitrah. Allah melengkapi manusia dengan naluri itu bersamaan dengan penciptaan manusia itu sendiri. Wujud dari naluri ini adalah perasaan cinta yang tertanam di dalam diri kita. Baik sayang kita pada orang tua, saudara, sesama atau pada lawan jenis. Semua itu dalam rangka untuk melestarikan jenis kita.

Karena itu, sangatlah wajar jika seorang ibu atau ayah berusaha untuk melindungi anak-anaknya, memenuhi semua kebutuhannya serta rela berbuat apa saja untuk mereka. Semua itu sifatnya naluriah, dalam rangka untuk melestarikan jenis atau keturunannya.

Kasih sayang terhadap lawan jenis misalnya. Islam tidak melarang atau pun mengumbar sebebas-bebasnya. Akan tetapi, ada aturan yang jelas dan tegas sebagai acuan. Bukan dengan pacaran, cinta satu malam atau pun hubungan tanpa status lainnya, melainkan dengan pernikahan yang sah menurut agama.

Hanya saja, saat ini tujuan utama dari naluri berkasih sayang ini, yaitu dalam rangka untuk melestarikan keturunan atau jenis manusia, sedikit demi sedikit mulai terkikis. Budaya hedonis dari sistem kapitalis yang menganut asas manfaat ini, sudah merasuk ke dalam benak sebagian kaum muslimin. Tanpa kita sadari, sistem ini mengajarkan pada kita untuk meraih kenikmatan baik secara fisik atau pun naluriah sebebas-bebasnya, tanpa ada penghalang.
Beberapa hal yang dianggap bisa menghalangi teraihnya kenikmatan itu secara bebas adalah ikatan dalam rumah tangga, hamil, menyusui dan mengurusi anak-anak.

Sifat dasar kapitalis yang serakah itu menyebabkan penganutnya ingin tetap meraih kenikmatan itu tanpa ada penghalang sama sekali. Karena itu, solusi yang ditawarkan adalah hubungan tanpa status, cinta semalam, kondomisasi, legalisasi aborsi, legalisasi hubungan sejenis dan lain sebagainya.

Adalah sangat penting bagi kita untuk mengajarkan dan menempatkan kasih sayang ini pada anak-anak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, Islam telah memberikan petunjuk agar manusia benar-benar mampu meraih derajat yang mulia, baik secara praktis atau pun komunal.

Secara praktis misalnya, pada usia sepuluh tahun, anak harus dipisahkan tempat tidurnya dengan saudaranya, tidak boleh tidur dalam satu selimut, mengajarkan adab sopan-santun pada orang tua terutama ketika ingin masuk ke kamarnya, senantiasa menutup aurat dan sebagainya.

Banyak kasus terjadi ketika masalah yang kelihatannya sepele itu diabaikan, misalnya terjadi hubungan sedarah, hubungan sesama jenis dengan keluarga, pelecahan anak pada orang tua atau sebaliknya.

Di satu sisi, pada anak juga harus ditumbuhkan rasa kasih sayang pada sesama. Mereka diajari untuk berbagi, ditumbuhkan rasa empati, suka menolong, dan diajarkan untuk meraih hak mereka dengan cara yang makruf, tidak dengan cara kekerasan. Dalam hal ini, orang tua harus memberikan contoh nyata, misalnya dengan bersikap lembut pada anak, tidak sekadar melarang, namun harus disertai dengan penjelasan, suka berderma di hadapan anak dan sebagainya.

Orang tua juga harus mengarahkan dan mengawasi pergaulan anak, tontonan mereka, kebiasaan-kebiasaan mereka dan segera meluruskan jika ada yang kurang tepat, tentunya dengan bahasa yang dimengerti oleh anak. Yang jelas, anak harus mengetahui, kapan dia harus menunjukkan empati dan kasih sayangnya, dan kapan harus mengedepankan naluri dia untuk bertahan, misalnya saat dia dilecehkan secara seksual dan sebagainya.

Bunda, potensi yang ada pada anak baik potensi akal, fisik, atau pun naluriah akan terus berkembang sampai usia dewasa. Agar perkembangan itu sempurna maka, perlu adanya pembekalan yang memadai pada akal mereka seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan naluri mereka. Pembekalan itu berupa ilmu dan tsaqofah. Tentu saja peran Ayah dan Bunda adalah yang paling utama. Karena itu, mari bekali diri kita dengan ilmu dan tsaqofah sebanyak-banyaknya agar kita bisa mengantarkan anak-anak kita sebagai khairu ummah.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Konvensi Internasional Gagal Menyelamatkan Perempuan: Kita Butuh Khilafah!

Perempuan akan diberikan pendidikan terbaik yang berlandaskan pada akidah Islam. Sehingga ia akan memahami sepenuhnya tentang hakikat diri dan tujuan hidupnya, semata hanya untuk meraih rida Allah. Ia juga akan mampu menyiapkan bekal terbaik sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu al-ajyal (ibu generasi).


Oleh. Raihana Hazimah

NarasiPost.Com-Isu tentang perempuan dan segala bentuk diskriminasi terhadapnya, baik dalam kehidupan sosial maupun dunia profesional, telah menjadi perhatian dunia sejak lama. Untuk itu kemudian diselenggarakan berbagai konvensi internasional yang mengkhususkan diri pada isu hak asasi perempuan.

Salah satunya adalah CEDAW atau ICEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Ini adalah konvensi internasional mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa.

Melansir dari kemenpppa.go.id, sebagai negara yang telah meratifikasi CEDAW melalui UU No. 7/1984, Indonesia berkewajiban untuk mengimplementasikan seluruh hak asasi perempuan dan memberikan laporan secara berkala kepada Komite CEDAW atas perkembangan dan kemajuan implementasi 16 pasal substantif yang tercantum dalam konvensi.

Hak asasi perempuan yang telah disepakati dunia internasional dan dimasukkan dalam Konvensi CEDAW, yaitu hak dalam ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan, perkawinan dan keluarga, juga hak dalam kehidupan publik dan politik.

Selain itu, ada pula ICPD (International Conference for Population & Development) yang dilaksanakan di Kairo pada 1994. Saat itu, terdapat kurang lebih 179 negara hadir dalam ICPD untuk membahas aksi untuk populasi dan pembangunan.

Laman jurnalperempuan.org menyebutkan bahwa program aksi yang dicanangkan ICPD adalah kesehatan reproduksi, kesehatan, dan hak reproduksi dan seksual. Aksi ini mengubah arah paradigma pembangunan yang mempromosikan sexual and reproductive health and rights (SRHR). Di mana SRHR kemudian menjadi jantung bagi pembangunan demografi. Agendanya meliputi kesetaraan gender, hak asasi manusia, perubahan iklim, dinamika populasi, konflik, bencana alam, ketahanan pangan dan gizi, serta akses pada sumber daya alam.

Namun, menurut catatan dan monitor ARROW (Asian-Pacific Resource and Research Centre for Women) dalam ICPD+15 monitoring mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk dalam 12 negara Asia yang belum menunjukkan kemajuan dalam perihal indeks SRHR. Rasio kematian ibu melahirkan di Indonesia di tahun 2005 masih tinggi sampai dengan sekarang dan secara keseluruhan di Asia Tenggara dan Asia. Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan tingkat aborsi tak aman yang cukup tinggi, yaitu 15% dari kematian ibu (89% di kalangan perempuan menikah dan 11% di kalangan single. (Ekofeminisme III; Arianti Ina R.H.)

Tingginya angka aborsi tak aman ini sesungguhnya menunjukkan ekses fenomena pergaulan dan seks bebas di masyarakat, termasuk kaum perempuan di dalamnya. Hingga tak ayal menodai kehormatan diri bahkan mengancam nyawa perempuan.

Selain itu, fakta yang bisa kita indera hingga hari ini, persoalan perempuan lainnya juga masih terus bermunculan. Mulai dari makin tingginya angka perceraian, didera kemiskinan, sulitnya mengakses fasilitas kesehatan, keamanan diri yang belum terjamin, hingga makin banyaknya kaum perempuan yang "dipaksa" keluar rumah untuk bekerja dan meninggalkan keluarga. Bahkan kini, perempuan yang ingin taat pada aturan agamanya (Islam), seringkali diusik dan dilabeli radikal dan teroris.

Konvensi internasional nyatanya belum mampu menuntaskan persoalan global kaum perempuan hari ini. Karena setiap solusi yang diambil masih berlandaskan pada cara pandang Sekuler-Kapitalis. Alih-alih melindungi dan menyelamatkan, justru perempuan hari ini makin dijauhkan dari fitrah sejatinya. Mengatasnamakan kesetaraan gender, kemandirian dan berkemajuan, perempuan dituntun untuk eksis berkarir di luar rumah. Dengan diiming-imingi kedudukan penting sebagai penyelamat ekonomi negara, perempuan justru digeser kedudukannya dari tulang rusuk yang seharusnya dinafkahi, menjadi tulang punggung keluarga dan mesin penggerak ekonomi negara.

Kedudukan mulia perempuan yang Allah berikan, sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu al-ajyal (ibu generasi) pun menjadi tak optimal bahkan hilang. Hingga ujungnya, muncul ancaman kehancuran institusi keluarga dan generasi di dalamnya.

Sejatinya persoalan perempuan hari ini berakar pada cengkraman ideologi Kapitalis dengan segala derivatnya, sekularisme-liberalisme-demokrasi, yang melingkupi perempuan, juga kehidupan umat secara umum. Maka untuk menuntaskan persoalan global perempuan diperlukan ideologi mumpuni yang akan menundukkan kepongahan Kapitalisme. Satu-satunya ideologi yang sahih dan mumpuni itu hanyalah ideologi Islam, yang diemban oleh sebuah negara Khilafah. Khilafahlah yang akan melindungi, menyelamatkan bahkan mememuliakan perempuan dengan seperangkat aturan hidup yang bersumber langsung dari Sang Pencipta, Allah subhanahuwata'ala.

Perempuan akan diberikan pendidikan terbaik yang berlandaskan pada akidah Islam. Sehingga ia akan memahami sepenuhnya tentang hakikat diri dan tujuan hidupnya, semata hanya untuk meraih rida Allah. Ia juga akan mampu menyiapkan bekal terbaik sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu al-ajyal (ibu generasi).

Kemudian hanya Khilafah lah dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, yang telah terbukti selama 13 abad, berhasil mengembalikan kehormatan kaum perempuan, mengamankan hak-haknya, meningkatkan standar hidupnya, mencapai kemajuan sejati serta kemuliaan hidup yang hakiki.

Inilah yang sejatinya harus kita perjuangkan dan menjadi solusi terbaik untuk menuntaskan persoalan perempuan, bahkan persoalan umat secara keseluruhan. Tinggalkan ideologi Kapitalis dan tegakkan kembali ideologi Islam dalam naungan Khilafah ala minhajin nubuwwah. Wallahu 'a'lam bishshowab[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kita Wajib Memperjuangkan Khilafah

Wahai kaum muslimin bangun dan bangkitlah segera! Sambut seruan mulia ini. Ambillah bagianmu dalam perjuangan ini. Sambut kewajiban menegakkan payung pelindung umat. Khilafah Rasyidah 'ala minhajinubuwwah.


Oleh. Aya Ummu Najwa

NarasiPost.Com-Memperingati seratus tahun keruntuhan daulah khilafah. Umat Islam seluruh dunia semakin merasakan kebutuhan dan urgensitas keberadaan khilafah.

Sejak runtuhnya khilafah pada tahun 1924 Masehi di Turki, umat Islam bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya. Terombang-ambing oleh makar-makar musuhnya. Menjadi bulan-bulanan oleh kekejian dan kekejaman kaum kuffar.

Demokrasi buatan Barat adalah senjata yang digunakan untuk membunuh khilafah. Senjata beracun inilah yang telah dihujamkan ke tengah-tengah jantung ibu pengayom umat Islam. Namun senjata inilah yang terus-menerus dijejalkan oleh Barat kepada umat. Sedikit demi sedikit mereka mulai menerima, hingga lambat laun mulai mencintainya membabi buta, dan melupakan begitu kejamnya cara musuh-musuhnya menghabisi nyawa ibunya.

Tanpa khilafah, umat mulai menjauhi agamanya. Selangkah demi selangkah syariat Islam mulai ditinggalkan dan diasingkan oleh umat Islam itu sendiri. Ajaran Islam mulai dikebiri dan diamputasi. Dimodifikasi hingga dimoderasi. Dicari-cari kesalahannya hingga dikriminalisasi. Benarlah sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam ketika institusi Islam telah tiada maka satu demi satu ajaran Islam pun akan ditinggalkan.

لتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ، عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ، تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ

“Sungguh simpul-simpul Islam akan terurai satu persatu, setiap kali satu simpul terlepas manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya, dan simpul yang pertama lepas adalah al-hukm (pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat.” (HR Ahmad)

Ketiadaan khilafah telah membawa umat Islam pada titik terendah. Kehidupan mereka jauh dari aturan Islam. Lebih parahnya lagi, mereka dikepung dengan aturan buatan manusia yang rusak dan merusak. Umat Islam malah mengembalikan semua urusan kepada hukum Barat yang cacat dan lemah. Mereka menyampingkan peran Tuhan dalam membuat hukum. Maka sangat wajar jika penderitaan dan malapetaka menghantui kehidupan umat.

Padahal sejatinya hukum Islam yang diemban oleh khilafah adalah untuk kemaslahatan umat Islam khususnya, dan umat manusia umumnya. Maka keberadaan khilafah harus segera diwujudkan oleh seluruh umat Islam. Agar aturan Islam kembali menjadi cahaya dan standar hidup, menjadi pedoman dalam menjalankan kehidupan ini.

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS al-Maidah: 48)

Dikarenakan ketiadaan khilafah, aturan-aturan dan hukum Islam tidak bisa diterapkan secara menyeluruh sehingga memberi peluang diterapkannya sistem kufur yang membawa kepada kerusakan tatanan kehidupan. Maka menegakkan khilafah adalah sebuah kewajiban, bahkan para ulama mengatakan taj Al furudh, mahkotanya kewajiban, yang harus segera dilaksanakan oleh seluruh kaum muslimin. Baik laki-laki maupun perempuan. Muda maupun tua.

Sungguh, runtuhnya khilafah adalah induk dari segala malapetaka dunia. Kenestapaan dan kesengsaraan yang tak berkesudahan adalah buah dari tidak adanya institusi yang mengayomi umat Islam. Maka wahai kaum muslimin bangun dan bangkitlah segera! Sambut seruan mulia ini. Ambillah bagianmu dalam perjuangan ini. Sambut kewajiban menegakkan payung pelindung umat. Khilafah Rasyidah 'ala minhajinubuwwah.

Wallahu a'lam[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Palang Merah Internasional : Anak-anak Suriah Membayar Mahal atas Perang

Merujuk pada kekhawatiran anak-anaknya atas kakinya yang hilang, ia mengatakan, "Sampai hari ini, setiap kali datang kekhawatiran itu, mereka mulai menangis, saya mencoba menenangkan mereka."


Oleh : Stephanie Nebehay

NarasiPost.Com-Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengabarkan, anak-anak Suriah telah mengalami penderitaan yang begitu dalam dan kerugian yang besar selama dekade perang. Tak hanya itu, mereka masih harus menghadapi pembangunan kembali tempat tinggal mereka yang hancur akibat perang itu.

ICRC mengeluarkan hasil survei terbaru terhadap 1400 warga Suriah, baik yang tinggal di Suriah maupun di pengasingan di Lebanon dan Jerman, bahwa perang yang menewaskan ratusan ribu orang itu sebagian besarnya berusia antara 18 - 25 tahun. Perang ini juga mengakibatkan jutaan orang terlantar, serta menghancurkan sekolah-sekolah dan rumah sakit.

“Salah satu hasil yang mengejutkan dari survei ini adalah kami menyadari bahwa 50% warga Suriah memiliki teman atau anggota keluarga yang terbunuh. Satu dari enam warga Suriah memiliki salah satu dari orangtua mereka terbunuh atau terluka,” ujar Fabrizio Carboni, Direktur regional ICRC untuk Timur Tengah kepada Reuters.

“Membangun kembali negara ada di pundak mereka dan jelas itu sangat tidak adil,” ungkapnya lagi dalam sebuah wawancara di kantor pusatnya.

Laporan itu dikeluarkan bertepatan dengan peringatan 10 tahun aksi protes menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad yang berubah menjadi perang saudara berskala besar. Pemerintahan Militer Assad kini memegang kendali atas sebagian besar wilayah itu dengan bantuan Rusia dan Iran.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa hampir setengah dari anak-anak Suriah telah kehilangan pendapatan mereka karena konflik. Sekitar delapan dari 10 anak-anak Suriah kesulitan untuk membeli makanan dan mendapatkan kebutuhan lainnya.

“Wanita sangat terpukul secara ekonomi. Hampir 30% dari mereka di Suriah melaporkan tidak memiliki pendapatan sama sekali untuk menghidupi keluarga mereka,” lapor ICRC.

'Saya Berusaha untuk Menenangkan Mereka'

Sebuah video hasil survey yang dirilis oleh ICRC memperlihatkan Mouna Shawat (33 tahun) menggunakan kruk (penopang) untuk membantunya berjalan dengan satu kaki melewati blok bangunan yang dibom di jalan-jalan yang penuh dengan puing-puing di kota Aleppo, Suriah, sebelum dilengkapi dengan kaki palsu dari pusat rehabilitasi.

Kaki kiri bagian bawah Shawat harus rela diamputasi beberapa tahun lalu setelah alat peledak meledak saat dia dalam perjalanan pulang. Shawat, yang tinggal bersama kedua anaknya di Aleppo, mengenang masa lalunya sebelum perang saudara.

“Kami memiliki segalanya -gas, solar, pelayanan. Sekarang kami kedinginan dan kelaparan, dan kami harus menunggu gas untuk menghangatkan diri kami. Terkadang kami harus memasak di atas api,” katanya.

Merujuk pada kekhawatiran anak-anaknya atas kakinya yang hilang, ia mengatakan, "Sampai hari ini, setiap kali datang kekhawatiran itu, mereka mulai menangis, saya mencoba menenangkan mereka."

Sumber : Reuters[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kegagalan Sistem Kapitalis Melahirkan Good Government

Islam memiliki konsep kekuasaan di tangan rakyat, namun kedaulatan di tangan hukum syara’. Artinya yang berhak membuat hukum hanyalah Allah, Tuhan Pencipta dan Pengatur manusia. Manusia hanya menjalankannya. Khalifah sebagai pemimpin negara memilki kewajiban untuk meri'ayah (mengurus) dan melindungi rakyatnya. Negara yang dipimpinnya menerapkan hukum Allah dalam segala aspek termasuk peri'ayahan negara kepada rakyatnya. Sesuai sabda Rasulullah.


Oleh. Yusseva (Penggagas Politik Islam)

NarasiPost.Com-Sebanyak enam bupati dan wakil bupati terpilih pada hari Jumat (26/2/2021) siang sekitar pukul 15.00 WIB, dilantik oleh Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan surat keputusan hasil Pilkada Serentak 2020 kemarin. Pelantikan digelar di Istana Griya Agung Palembang, di Jalan Demang Lebar Daun Palembang, dikawal ketat oleh aparat kepolisian dan instansi. Adapun enam bupati dan wakilnya yang dilantik tersebut yakni Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) pasangan Kuryana Aziz-Johan Anuar, OKU Timur Lanosin- HM Adi Nugra Purna Yudha, OKU Selatan Popo Ali Martopo- Solihien Abuasir, Ogan Ilir (OI) Panca Wijaya Akbar - Ardani, Musi Rawas (Mura) Ratna Machmud- Suwarti dan Muratara Devi Suhartoni - Innayatullah.

Dari 12 orang yang dilantik tersebut, ada fakta-fakta menarik yang diperoleh. Seperti, Bupati Ogan Ilir terpilih, yaitu Panca Wijaya Akbar. Panca merupakan adik dari Ahmad Wazir Noviadi, yang pernah menjabat sebagai Bupati Ogan Ilir di tahun 2016. Namun, Ovi, sapaan akrabnya, hanya menjabat selama 28 hari dan langsung dinonaktifkan sebagai Bupati Ogan Ilir, karena tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Bupati Ogan Ilir terpilih Panca Wijaya Akbar ini juga merupakan anak dari Wakil Gubernur (Wagub) Sumsel Mawardi Yahya.

Ada lagi hal yang menyorot perhatian, yakni pelantikan Bupati-Wabup OKU Sumsel. Kuryana Azis yang dilantik sebagai Bupati OKU, harus dilakukan secara virtual karena saat ini sedang diisolasi di rumah sakit disebabkan masih terpapar Covid-19.

Sedangkan Johan Anuar yang dilantik sebagai Wabup OKU Sumsel, hadir dalam pelantikan tersebut dengan menyandang status terdakwa.
Johan Anuar sendiri, merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi lahan kuburan di Kabupaten OKU Sumsel. Polda Sumsel menetapkan Johan Anuar sebagai terdakwa dan penanganan kasusnya diambil alih oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada tanggal 24 Juli 2020 lalu. Dugaan kasus korupsi tersebut, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp5,7 miliar. Johan sendiri didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelum sampai di Istana Griya Agung, Johan Anuar mendekam di dalam Rumah Tahanan (Rutan) negara Klas I Palembang. Pada Jumat siang sekitar pukul 14.04 WIB, Wabup OKU keluar tahanan menggunakan rompi oranye dan borgol di tangannya. Titis Rachmawati, Kuasa Hukum terdakwa mengatakan, kliennya akan menjalani proses pelantikan sama seperti Kepala Daerah terpilih lainnya. Saat disinggung terkait status kliennya sebagai terdakwa pasca pelantikan, Titis menyebutkan akan segera dinonaktifkan. Karena masih menjalani proses persidangan atas kasus yang menjeratnya.

Good Government dalam Sistem Kapitalisme

Pelantikan kepala daerah dan wakilnya di Sumsel, dari anak wagub hingga terdakwa kasus korupsi merupakan kegagalan sistem Kapitalis melahirkan good government. Hal ini dikarenakan konsep mendasar dari kapitalisme adalah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), yang kemudian menghasilkan usaha pemisahan agama dengan negara. Berdasarkan ide ini, mereka berpendapat bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-undang).

Maka dari rahim sekularisme lahirlah demokrasi yang diadopsi oleh kapitalisme sebagai sistem pemerintahannya. Politik dimaknainya sebagai perebutan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Sehingga kekuasaan yang didapat bukan untuk mengurusi dan melayani urusan rakyat melainkan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya karena jabatannya tidak didapat dengan percuma bahkan tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkannya. Hal ini menjadikan para calon penguasa, baik skala daerah ataupun pusat berusaha mencari dukungan dari investor atau kapital guna tercapainya tujuan mereka, yakni kekuasaan. Wajar saja bila penguasa terpilih akan dipertahankan investor meskipun berstatus terdakwa korupsi karena kontrak sudah disepakati dan harus direalisasikan sebagai tanda “balas budi".

Alih-alih rakyat yang diuntungkan dengan terpilihnya penguasa baru, justru loyalitas mereka didedikasikan kepada investor atau para kapital. Karena itu slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat hanyalah ilusi belaka. Janji-janji manis penguasa dalam demokrasi untuk mengantarkan pada tatanan masyarakat yang egalitarian, adil, dan sejahtera pada faktanya tidak pernah terjadi dan menjadi ajang tipu-tipu. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban baik secara materi maupun secara fisik. Hal ini dibuktikan dengan berbagai kejadian, yang pada akhirnya rakyat harus mengalah pada pemilik kekuasaan dan para pemodal. Semakin tebal kantong maka semakin tebal pula suaranya. Semakin tinggi jabatan maka semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap kepentingannya. Rakyat? Semakin tak terdengar suaranya.

Islam Solusi bagi Seluruh Umat

Berbeda dengan demokrasi, Islam memiliki konsep kekuasaan di tangan rakyat, namun kedaulatan di tangan hukum syara’. Artinya yang berhak membuat hukum hanyalah Allah, Tuhan Pencipta dan Pengatur manusia. Manusia hanya menjalankannya. Khalifah sebagai pemimpin negara memilki kewajiban untuk meri'ayah (mengurus) dan melindungi rakyatnya. Negara yang dipimpinnya menerapkan hukum Allah dalam segala aspek termasuk peri'ayahan negara kepada rakyatnya. Sesuai sabda Rasulullah,
Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari)

Bahkan Khalifah wajib pula mengurus nonmuslim yang menjadi warga negara khikafah. Mengapa? Karena Islam hadir untuk semua manusia, baik muslim maupun nonmuslim. Allah berfirman, “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.Al Anbiya: 107).

Sesungguhnya Khalifah itu diangkat oleh kaum muslim. Karena itu, realitasnya Khalifah adalah wakil umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukum-hukum Islam. Jadi seseorang itu tidak sah menjadi khalifah kecuali umat membaiatnya dan tidak akan terlaksana baiat kecuali dalam diri Khalifah terpenuhi syarat in’iqad. Jika kurang satu saja maka aqad kekhilafahannya tidak sah.

Adapun syarat in’iqad ada tujuh, yaitu : muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil maksudnya menempatkan hukum syara pada tempatnya sehingga khalifah tidak boleh dalam status terdakwa, merdeka maksudnya tidak ada intervensi dari investor atau pemilik modal dalam mengatur urusan dirinya dan rakyatnya. Adapun mampu maksudnya khalifah haruslah orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankan amanah kekhilafahan. Sebab kemampuan ini merupakan keharusan yang dituntut dalam baiat. Orang yang lemah atau dalam kondisi sakit atau masih diisolasi tidak akan mampu menjalankan urusan-urusan rakyat sesuai dengan Al-Quran dan AsSunnah. Mahkamah Mazhalimlah yang memiliki hak untuk menetapkan jenis-jenis kelemahan yang tidak boleh ada pada diri khalifah sehingga ia bisa dinilai sebagai orang yang mampu dan termasuk ke dalam orang-orang yang memiliki kemampuan.

Selain ketujuh syarat in’iqad tersebut, ada syarat-syarat keutamaan yang dengannya khalifah akan lebih baiknya lagi dalam mengatur urusan rakyatnya, diantaranya : politikus ulung, mujtahid, dan dari kalangan Quraisy. Syarat-syarat keutamaan ini hanyalah bersifat sunnah yang ada dalam diri khalifah dan tidaklah menjadikannya batal menjadi khalifah disebabkan tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut berbeda dengan syarat in’iqad yang menjadi syarat sah/legal yang wajib dimiliki oleh khalifah.

Prosedur praktis pengangkatan dan pembaiatan khalifah tidak membutuhkan biaya yang mahal sehingga tidak membutuhkan dana dari para pemilik modal yang sangat memungkinkan untuk memengaruhi dalam membuat kebijakan publik. Dengan demikian Islamlah satu-satunya sistem yang akan melahirkan clean governance dan good government.
Wallahu’alam bis showab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Diskriminasi Hingga Genosida Minoritas Uighur


Hari ini, permasalahan muslim minoritas bukan sebatas permasalahan kelaparan dan pengungsian, tapi lebih dari itu. Bahwa diskriminasi dengan kekuatan militer harus dilawan dengan kekuatan militer, negara dihadapi oleh negara. Permasalahan ini menjadi tanggung jawab kita muslim sedunia, betapa besar kebutuhan kita terhadap persatuan umat secara global di bawah institusi politik Islam, Khilafah Islamiyah.


Oleh. Muthi Nidaul Fitriyah

NarasiPost.Com-Kehidupan adalah dinamika, bermigrasinya manusia dari satu wilayah satu ke wilayah lainnya adalah bagian dari dinamika sosial yang takan pernah bisa dikebiri. Dari dinamika itulah muncul istilah minoritas yang biasa disematkan kepada komunitas etnis, ras, agama, budaya yang jumlahnya lebih kecil di antara komunitas yang besar.

Namun, dinamika yang natural itu terpaksa harus berhadapan dengan kebijakan-kebijakan pemegang kekuasaan di setiap wilayahnya. Setiap negara memang punya cara sendiri menyikapi keberadaan minoritas, namun secara ideologis kita akan mampu mengindera bahwa ada kesamaan sikap para penguasa terhadap kaum minoritas, yaitu diskriminasi bahkan hingga genosida. Itulah yang nampak, khusus untuk minoritas muslim di berbagai belahan dunia.

Minoritas muslim di bawah rezim represif dan sistem anti-Islam, membuat mereka terus-menerus dihadapkan dengan berbagai diskriminasi baik berupa fisik maupun nonfisik, dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, politik dan kebebasan dalam menjalankan ajaran agamanya. Seperti kasus minoritas muslim Uighur di Xinjiang, Cina, terjadi penahanan masal secara sistematis dan terencana. Meski menjadi sorotan dunia, namun kasusnya belum bisa terselesaikan. Justru rezim Cina mengklaim bahwa kamp penahanan tersebut untuk pelatihan kejuruan warga Uighur, sekaligus mencegah radikalisme.

Konflik-konflik yang dialami oleh muslim Uighur sudah terjadi sejak tahun 1884, yakni saat Cina mulai merebut kekuasaan di wilayah mereka di Xinjiang. Kemudian tahun 1933-1944 Uighur mengambil momen memisahkan diri dari Cina dan mendirikan republik independen yang disebut Turkistan Timur, saat Cina dihadapkan dengan peperangan. Namun itu hanya sebentar dan kembali dikuasai Cina. Tahun 1950-1990 etnis Han sebagai komunitas terbesar negara didorong tinggal di Xinjiang, mereka pun terus tumbuh dan menyaingi komunitas Uighur. Kebencian dan diskriminasi kaum mayoritas terhadap minoritas pun terjadi.

Sejak tahun 1990 hingga beberapa tahun berikutnya, komunitas Uighur melakukan aksi protes atas ketidakadilan yang mereka hadapi, namun rezim Cina melakukan aksi polisionil yang keras terhadap demonstran Uighur dan menewaskan puluhan jiwa serta menahan ratusan sisanya. Konflik antara Uighur dan Han terus terjadi namun dibalas oleh rezim dengan diskriminasi ketidakadilan berupa pembunuhan, penangkapan dan penahanan kepada ribuan warga komunitas Uighur bahkan hingga hari ini.

Otoritas Cina menyebut tindakan yang dilakukan sebagai gerakan melawan terosisme khususnya sejak peristiwa 11 September 2021, digunakan sebagai dalih pembenaran atas kejahatannya. Hingga lahir lah Undang-undang antiterorisme-ekstremisme. Pada tahun 2017, melalui UU tersebut, pemerintah dapat melarang orang untuk menumbuhkan jenggot panjang, mengenakan kerudung di tempat umum, dan menyebut Kamp pelatihan untuk memerangi ekstrimisme. (tempo.co, 24/12/2019)

Sikap tertutup dari pemerintah Cina atas kasus yang menimpa minoritas Uighur membuat dunia bertanya-tanya tentang fakta yang sebenarnya, bahkan diantaranya tidak memercayai apa yang diyatakan oleh pihak pemerintah. Bahkan Cina murka dan menentang apa yang telah parlemen Belanda keluarkan berupa pengesahan mosi yang berisi pernyataan membenarkan terjadinya genosida terhadap etnis minoritas Uighur. Belanda menjadi negara Eropa pertama setelah sebelumnya parlemen Kanada dan Amerika membuat pernyataan serupa. (cnnindonesia.com, 27/02/2021)

Kebijakan yang dilakukan rezim represif Cina di atas merupakan bagian dari proses asimilasi, genosida etnis, ras, agama, budaya dan bahasa untuk disatukan dan dimurnikan menjadi satu etnis saja, mejadi mayoritas yang berpihak kepada setiap kepentingan pemilik kekuasaan. Suku bangsa yang kecil yang hidup dalam suku bangsa yang besar dan hidup dalam suatu bangsa yang besar adalah hal yang alamiah kita temui sepanjang sejarah kehidupan manusia hingga era kontemporer saat ini. Pada masa awal negara Islam berdiri di Madinah, terdapat etnis kecil Yahudi dan Nasrani yang hidup dalam pemerintahan Islam yang adil sehingga tidak kita temui kasus-kasus diskriminasi apalagi genosida.

Priode berlanjut kepada masa kekhalifahan Umayah, Abbasiyah hingga Utsmaniyah begitu banyak etnis minoritas yang bernaung di bawah pemerintahannya, hidup aman dan sejahtera di bawah naungan politik Islam. Mereka hidup dengan agama, budaya, bahasa dan adat-istiadat mereka masing-masing. Bahkan di antara mereka boleh duduk menjadi anggota Majelis Umat.

Jika kita tarik benang merahnya, maka sebenarnya diskriminasi umat Islam hari ini bukan hanya terjadi pada minoritas akan tetapi kita sebagai mayoritas muslim terbesar di dunia pun hidup dalam keterbatasan menjalankan ajaran agama kita. Melihat keadilan hidup di masa pemerintahan Islam, maka permasalahan kita hari ini adalah karena kita hidup di bawah kepemimpinan sistem sekuler kapitalis, selain anti-Islam juga landasan sistemnya bertumpu pada kemanfaatan materi, keuntungan ekonomi, nyaris tanpa asas kemanusiaan dan keberadaban.

Dalam buku ‘Pemikiran Politik Islam”karya Syekh Abdul Qadim Zalum disebutkan bahwa politik Islam mengatur seluruh umatnya dalam satu kesatuan umat, tanpa memandang latar belakang, ras dan kesukuan kecuali sebagai warga negara yang loyal kepada negara dan sistem. Islam tidak mengenal minoritas, semua manusia adalah tanggungjawab negara Islam selama mereka menjadi warga negara Islam.

Hari ini, permasalahan muslim minoritas bukan sebatas permasalahan kelaparan dan pengungsian, tapi lebih dari itu. Bahwa diskriminasi dengan kekuatan militer harus dilawan dengan kekuatan militer, negara dihadapi oleh negara. Permasalahan ini menjadi tanggung jawab kita muslim sedunia, betapa besar kebutuhan kita terhadap persatuan umat secara global di bawah institusi politik Islam, Khilafah Islamiyah. Mari tegakan kembali! Wallahualam bi shwab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com