Esok Lebih Cerah

Tatap kemarin di akhir masa
Tatap ke depan menoreh asa


Oleh Atik Setyawati

NarasiPost.Com-Alam pikirku menjelajah rimba
Menyaksikan aneka kisah insan
Banyak yang mengaku pendosa hingga tobat iringi hari-harinya
Namun,
Tak sedikit durjana mengaku malaikat penjaga
Tebarkan pesona hingga sesama tersihir karenanya

Aneka rupa yang ada
Silih berganti penuhi dunia
Semburat mega di barat sana
Menanjak dan hilang
Berganti malam
Akankah gulita
Atau hingar bingar
Sambut lahirnya Sang Dewa

Banyak yang tiada sadari
Pergantian tahun masehi
Sejatinya memperingati
Lahirnya si Janus berkepala dua
Tatap kemarin di akhir masa
Tatap ke depan menoreh asa
Akankah ikut tradisi yang ada
Ketika tak kautahu

Lupakah
Bahwa banyak pemberi peringatan di sekelilingmu
Tinggalkan semua
Kembali pada aturan Sangat Pencipta
Karena kaum yang khas itu
Penunjuk jalan kebenaran
Keselamatan yang dituju[]


Photo : google Source

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Hebatnya Islam, Jadi Inspirasi, Aspirasi sekaligus Solusi!

Kesatuan inspirasi dan aspirasi inilah yang menjadikan Islam hadir sebagai solusi. Apabila diterapkan secara kaffah niscaya akan tuntas menyelesaikan aneka masalah yang tak henti merundung negeri ini dan dunia Islam keseluruhan


Oleh. Ummu Zhafran
(Pegiat Literasi Islam)

NarasiPost.Com-Belum lama dilantik, pejabat baru dalam lingkup Kementerian Agama melontarkan kontroversi. Menurutnya agama seharusnya dijadikan sebagai sumber inspirasi dan bukannya aspirasi. Lebih lanjut dijelaskan, aspirasi yang dimaksud adalah tidak menggunakan agama sebagai alat politik, baik untuk menentang pemerintah maupun merebut kekuasaan. Agama seyogianya dibiarkan hanya menjadi inspirasi yang memicu nilai-nilai kebaikan. Cukup sampai di situ saja.

Kontan reaksi berdatangan. Dari Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra, salah satunya. Ia menilai Islam justru agama inspiratif sekaligus aspiratif. Artinya, bahwa seorang Muslim saat berbuat dalam semua aspek kehidupan merujuk pada Al-Qur'an dan Hadits. Terhadap tanggapan dari FDMPB tersebut, sudah tentu kita sepakat. Pasalnya dalil pun menyatakan demikian. Seperti diketahui bahwa Islam merupakan agama sempurna dan paripurna. Diturunkan Al Khalik bagi manusia yang fitrahnya lemah dan selalu membutuhkan yang lain. Begitu lemahnya manusia hingga tak sanggup menentukan hakikat dirinya sendiri. Maka mutlak butuh petunjuk dari Allah Swt. Demi keselamatannya di dunia dan juga di akhirat. Termasuk dalam menentukan Islam inspirasi atau aspirasi atau keduanya, inspirasi sekaligus aspirasi.

Bila dikaji lebih jauh, memang benar dalam Al-Qur'an bertaburan ayat yang mengajarkan kita pada nilai-nilai kebaikan. Salah satunya pada kalam Allah Swt. berikut,

Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
(QS Ali Imran: 159)

Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini sebagai petunjuk bahwa dalam diri Nabi Muhammad Saw terdapat teladan akhlak yang baik terutama sifat lemah lembut dalam pergaulan sehari-hari. Hanya saja terdapat pula ayat Al-Qur'an yang menyeru untuk mengamalkan apa yang Nabi Muhammad Saw. diutus dengannya. Seluruhnya tanpa pilih tanpa tunda.

Seperti firman Allah Swt. di bawah ini,

Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
(QS An Nisa: 65)

Kembali dalam tafsirnya Imam Ibnu Katsir mengungkap tentang wajib hukumnya orang yang di benaknya ada iman untuk mengikuti semua yang diputuskan oleh Rasul Saw. lahir batin dan sepenuh hati.
Jelas ini adalah aspirasi.

Bukti bahwa Islam tak berhenti sampai perkara nilai akidah yang luhur tapi juga mengatur syariat. Al-Qur'an juga bukan melulu bicara soal ibadah dan akhlak yang menginspirasi. Namun muamalah dan dakwah yang aplikatif tak luput disyariatkan.
Bahkan Al-Qur'an menuntut hukum syariat untuk diterapkan sebagai way of life, satu-satunya jalan untuk umat berjalan di atasnya. Di saat bersamaan, mencela hukum selain yang datang dari Allah sebagai hukum jahiliyah yang tak pantas bersanding dengan hukum Allah.

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang beriman?”
(QS Al Maidah: 50)

Berikutnya, kesatuan inspirasi dan aspirasi inilah yang menjadikan Islam hadir sebagai solusi. Apabila diterapkan secara kaffah niscaya akan tuntas menyelesaikan aneka masalah yang tak henti merundung negeri ini dan dunia Islam keseluruhan. Sebab Islam memberi jawaban atas seluruh persoalan manusia. Mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Keberadaannya yang diturunkan dari Zat Yang Maha Benar dan Maha Adil membuat kebenaran dan keadilan Islam sebagai solusi mustahil diragukan.

Sekali lagi, Islam itu sempurna. Setiap upaya mereduksinya hanya akan sia-sia. Apalagi coba-coba mengerat Islam secara parsial, pasti akan membentur dinding kemurnian Islam itu sendirim Bagaimana tidak, mengakui inspirasi tapi mengabaikan aspirasi dan solusi dari Islam sungguh di luar logika. Ingatlah dunia sejatinya hanya persinggahan sementara. Sedang akhirat kekal selamanya. Setiap jiwa akan ditanya mengenai segala perbuatan selama hidup di dunia. Tempat kesudahan hanya dua, surga atau neraka. Tak terbayang bila kini menolak syariat, jawaban apa kelak terucap saat menghadap Allah Yang Maha Kuasa? Wallaahu a’lam.[]


photo : Google Source

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Islam itu Inspirasi, Aspirasi dan Solusi

Islam bukan hanya inspirasi tapi juga aspirasi dan solusi untuk kehidupan manusia. Apalagi di tengah kehidupan saat ini, sistem demokrasi sekularisme telah memunculkan masalah yang multidimensi.



Oleh: Zikra Asril, SE (Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com-Pernyataan Menteri Agama tentang agama sebagai Inspirasi bukan aspirasi tentu memunculkan pertanyaan bagi publik. Bagi Umat Islam yang mengimani Allah dan RasulNya tentu harus menjadikan wahyu Allah sebagai petunjuk dalam kehidupannya. Sehingga seluruh aktivitas haruslah merujuk kepada kepada Al Qur'an dan Hadist. Seorang muslim tentu juga harus memahami bahwa Allah lah yang menciptakan dirinya dan kepada Allah jua lah dirinya akan kembali.

Dengan keyakinan yang demikian wajar saja seorang muslim terdorong untuk menjalankan aturan agamanya karena Allah sebagai Pencipta pasti lebih mengerti kondisi ciptaannya. Ditambah tujuan manusia diciptakan ke dunia ini yaitu sebagai hamba Allah. Dengan demikian agama itu bagi seorang muslim bukan hanya sebagai inspirasi tapi juga sebagai aspirasi sekaligus solusi bagi kehidupan manusia seluruhnya.

Islam adalah inspirasi terbaik karena bersumber dari wahyu Allah. Berlaku untuk setiap zaman dan tempat. Islam mampu memberikan inspirasi dari yang lemah menjadi kuat, dari yang sombong menjadi tawadhu, dari yang putus asa menjadi bersemangat, dari jahiliah menjadi peradaban mendunia.

Begitupun Islam sebagai aspirasi tidak mengancam keberagaman. Justru Islam menjadi solusi atas persoalan yang terjadi pada manusia yang heterogen ini. Sejarah telah membuktikan penerapan Islam dalam naungan Khilafah selama 13 abad telah menyatukan banyak wilayah, berbagai bangsa dan agama yang tidak diskriminatif.

Islam menjadi aspirasi untuk persatuan bukan disintegrasi seperti yang terjadi dalam kehidupan demokrasi saat ini. Islam menjadi aspirasi untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh warga negara tidak seperti sistem demokrasi sekarang kezaliman justru merajalela. Islam menjadi aspirasi untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi negara tidak seperti sekarang kemiskinan menjadi permasalahan rakyatnya.

Islam menjadi aspirasi terwujudnya pemimpin yang beriman, bertaqwa dan amanah namun sekarang pemimpinnya banyak yang korupsi uang rakyatnya. Islam menjadi aspirasi untuk mewujudkan generasi muda Al Fatih, membangun peradaban dunia, namun sekarang pemudanya banyak yang sex bebas dan narkoba. Islam menjadi aspirasi bagi perempuan untuk hidup mulia dan bahagia, namun sekarang perempuan hidup tersiksa dan tak tentu arah. Islam menjadi aspirasi bagi anak-anak untuk tumbuh sehat dan dibina orang tuanya namun sekarang anak-anak tumbuh bersama dengan handphone yg menjadi temannya.

Dengan begitu jelaslah Islam bukan hanya inspirasi tapi juga aspirasi dan solusi untuk kehidupan manusia. Apalagi di tengah kehidupan saat ini, sistem demokrasi sekularisme telah memunculkan masalah yang multidimensi. Pandemi Covid-19 seharusnya juga menjadi muhasabah bagi setiap manusia atas kesalahan tata kelola kehidupan saat ini yang jauh dari tuntunan Wahyu Allah Pemilik alam semesta.

Sebagaimana Firman Allah

"telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia…"(QS:Ar-Rum:41).

Menjadi suatu hal yang wajar seorang muslim menyampaikan aspirasi yang bersumber dari wahyu Allah sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Sebagaimana janji Allah

"dan sekitarnya penduduk bumi beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi"
(QS: Al-A'raf: 96).[]


Photo : Google Source
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Rohingnya Butuh Khilafah

Permasalahan rohingnya ini adalah masalah kebangsaan dan agama mereka, kaum muslim minoritas yang tinggal dinegeri kafir


Oleh: Anita

NarasiPost.Com-Duka nestapa tak henti hentinya menimpa kaum muslim contohnya kaum muslim yang ada di Rohingnya mereka adalah  pengungsi penduduk Rohingnya yang jumlahnya ribuan dikirim ke suatu pulau yang rawan banjir pada kamis 3/12 kemarin. Menteri luar negeri Bangladesh menyatakan, tidak ada paksaan untuk mengirim mereka para penduduk pengungsi Rohingnya saat ditanyai wartawan kamis, 4/12 malam waktu setempat. Ada pula sumber lain yakni, salah satu pengungsi yang menyatakan mereka dipaksa untuk pergi dan adapula yang lari dan bersembunyi .(Cittagong, kompas.com)

Direktur forty Rights, yakni Ismail Wolff mengungkapkan pengungsi Rohingnya tidak boleh satupun yang dipindahkan sampai seluruh masalah HAM dan kemanusian diselesaikan juga persetujuan berdasar pada informasi yang asli dijamin. Imbuhnya. 12 keluarga pengungsi Rohingya yang dipindahkan bercerita bahwa mereka tidak menginginkan pemindahan tersebut tuturnya, pada saat diwawancari Human Rights watch. (Cittagong, kompas.com)

Jika ditelusuri permasalahan rohingnya ini adalah masalah kebangsaan dan agama mereka, kaum muslim minoritas yang tinggal dinegeri kafir. Dan ini bukanlah satu dari penderitaan kaum muslim ada pula di Palestina dan belahan negeri lainnya. Pertanyaanya mengapa mereka begitu dibenci, apa karena mereka pendudk etnis rohinggya berbeda bangsa dengan penduduk etnis Cina yang berkulit putih sedangkan etnis Rohingnya berkulit hitam, ataukah karena pendudk rohingnya memiliki hidung yang pesek hingga negeri Myanmar enggan menyakui mereka hingga mereka digenosida.

Apa  sebenarnya yang terjadi permasalahannya adalah, karena tidak adanya pelindung bagi kaum muslim, sebut saja negara Super Power seperty Arab saudi, Iran, Indonesia, Malaysia mereka tidak dapat menolong saudara seimannya. Sejatinya mereka kaum tertindas membutuhkan suatu negara adidaya, negara Super Power yang bisa membacking kaum muslim contohnya dari penindasan kafir harbi fi’lah laknatullah, seperti yang dialami saudara seiman kita di Rohingnya,  saatnya umat Islam membutuhkan naungan Islam yang dapat memjadi rahmatan lilalamin untuk semestaa yang dapat membebaskan manusia dari segala tindakan yang tidak berkeprimanusiaan. Saatnya umat islam membutuhkan pelindung. Saatnya umat Islam bangkit dari keterpurukan, bangkit dari kemerosotan, bangkit dari keterjajahan, penderitaan, penindasan, dan segala ketikdakadilan.

Dan kesemuanya itu hanya bisa dirasakan, diwujudkan kebangkitan yang sebenarnya ketika kita menjadikan Islam sebagai pedoman hidup, menjadikan aturan Allah sebagai hukum untuk mengatur kehidupan Sebagaimana kata An-Nasa’i seorang periwayat hadist ‘’ Hancurnya dunia lebih ringan disisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.’’ hanya syariat islam yang dapat menjaga darah,nyawa,harta, dan kemuliaan. Kaum muslim bisa terpelihara.

Wallahu a’lam bi shawwab[]


Photo : Google Source

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Anak adalah Aset yang Sangat Berharga

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang shalih."
(HR. Muslim)


Oleh: Ida Royanti (Founder Komunitas Aktif Menulis)

NarasiPost.Com-Seorang sahabat bertanya tentang anak sulungnya yang sudah beranjak remaja, tapi belum mengerti tentang tanggung jawab. Sehari-hari kegiatannya hanya ke warkop tetangga sampai malam, bahkan tak jarang sampai pagi. Setelah itu, ia tidur ‘ngebleng’, tidak bangun-bangun, kadang sampai siang, bahkan sering juga sampai sore. Apalagi saat pandemi seperti ini, secara otomatis ia tidak sekolah. Sudah diingatkan berkali-kali tapi anak itu masih tetap saja tidak mau berubah. Hari demi hari, kondisinya semakin memprihatinkan.

Bunda, ternyata yang mengalami masalah seperti ini tidak hanya satu orang. Sejauh ini, ada beberapa orang yang menyatakan keluhan yang sama. Atau mungkin Bunda adalah salah satu di antaranya?

Jika iya, subhanallah, saya bisa merasakan apa yang sedang Bunda rasakan. Saya sendiri memiliki kekhawatiran yang sama. Karena tidak bisa dipungkiri, di zaman kapitalis sekuler seperti ini, tidak ada jaminan secara pasti bahwa anak-anak akan terbebas dari pengaruh buruk dan berbagai ancaman. Satu-satunya benteng pertahanan terakhir yang dimiliki anak adalah keluarga. Karena itu, mari kita optimalkan fungsi ini sebaik-baiknya!

Bunda, memiliki anak adalah anugerah yang tak ternilai harganya. Tidak semua orang dipercaya oleh Allah untuk mendapat amanah ini. Tak heran, berbagai upaya dilakukan oleh orang-orang untuk mendapat kepercayaan dari Allah ini.

"Dan orang-orang yang berkata : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
(TQS. Al-Furqan: 74)

Kalau saat ini kita dikaruniai seorang putra atau lebih, bagaimanapun kondisinya, itu berarti kita dinilai mampu oleh Allah  untuk merawat dan mendidik mereka. Hal ini karena Allah tidak membebani suatu kaum melebihi batas kemampuannya, (QS. Albaqarah: 286). Karena itu, sudah selayaknya kita bersyukur dengan menjaga kepercayaan itu sebaik-baiknya. 

Bunda, anak bisa menjadi bencana bagi orang tuanya, tapi mereka juga bisa menjadi aset berharga untuk menyelamatkan orang tuanya dari siksa api neraka. Hal ini karena salah satu amalan yang tidak terputus bagi seseorang adalah doa anak shalih. Sebagaimana sabda Rasulullah,

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang shalih."
(HR. Muslim)

Karena itu, sangatlah merugi kalau kita tidak mengoptimalkan pengasuhan terhadap mereka dan membiarkan mereka menjadi anak-anak yang biasa-biasa saja. Karena pada faktanya, menyematkan predikat sebagai anak shalih atau shalihah itu tidak mudah.

Mendidik dan merawat anak tidak bisa kita lakukan secara instan. Kita harus memulainya sejak anak kita masih berada di dalam kandungan, terutama menancapkan iman dan takwa pada diri mereka. Sehingga, kelak, ketika dewasa, mereka akan menjadi pribadi-pribadi mandiri yang selalu terikat dengan hukum-hukum Allah.

Namun, bagaimana jika anak kita sudah terlanjur dewasa tetapi belum mengerti tanggung jawab dan memiliki keterikatan pada syariat Allah? Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan.

Pertama, mengajak anak berdialog. Anak yang sudah remaja tidak bisa diperlakukan secara diktator. Maksudnya, kita tidak bisa sekadar main perintah atau melarang-larang apa yang dia lakukan. Biasanya, anak seperti itu, semakin ditekan akan semakin memberontak. Jika ini terjadi, maka anak tidak menjadi penurut, tapi malah semakin menjauh dari kita. Ia akan mencari pelairan di luar sana. Kita tahu, kehidupan Kapitalis ini seperti hutan rimba. Jangan sampai pelarian anak-anak kita berujung pada narkoba, sek bebas,  kekerasan dan tindakan buruk lainnya.

Karena itu, rangkul anak kita dan pahami apa maunya! Kalau kemauannya itu tidak bertentangan dengan hukum syara', tidak ada salahnya kita mendukung dan mengarahkannya. Kita beri fasilitas sesuai dengan kemampuan kita.

Kalau kemauannya itu bertentangan dengan  hukum syara', kita berkewajiban untuk meluruskannya. Kalau selama ini kita sudah berusaha menasihati tapi belum berhasil, cobalah mencari pendekatan yang berbeda, bukan dengan mengomel, memarahi atau sekadar melarang, tapi dengan mengajaknya berdialog.

Misalnya dengan bertanya, apa sebenarnya yang ia cari, keuntungan apa yang ia dapat, apa mudharatnya dan sebagainya. Biarkan dia sendiri yang menjawab! Biarkan dia menyadari seberapa besar bahaya dari apa ia lakukan itu! Dari jawaban itu, kita bisa lebih mudah mengarahkannya.

Memang, dengan cara seperti itu, tidak serta-merta anak akan langsung berubah. Ini memang butuh kerja keras dan keistiqomahan. Kita sebagai ibu memang dituntut untuk memiliki kesabaran lebih.

Yang kedua, mungkin apa yang Bunda alami juga dialami oleh ibu-ibu yang lain, bahkan bisa jadi, banyak. Ini karena sistem kapitalis yang diterapkan di negeri kita ini memang sangat mendukung. Misalnya, warkop-warkop itu dibiarkan buka dua puluh empat jam nonstop, tidak ada larangan sama sekali bagi anak-anak di segala usia, pornografi dan pornoaksi bisa diakses dengan mudah, demikian juga dengan tontonan yang mengandung kekerasan. Segala hal yang dulu dianggap tabu, kini sudah menjadi biasa. Tidak ada kontrol masyarakat sama sekali, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Mereka baru terkejut dan terbelalak begitu kejadian buruk menimpa anak-anak mereka. Naudzubillah.

Karena itu, marilah kita mengajak teman-teman kita, saudara-saudara kita, tetangga-tetangga kita, agar memiliki misi dan visi yang sama, yaitu untuk menjaga dan menyelamatkan generasi kita. Karena tugas ini sangat berat, tidak bisa kita lakukan seorang diri. Ini adalah tugas kita bersama. Mari kita ajak mereka untuk memiliki kepedulian yang sama. Kalau tidak tahu, kita kasih tahu. Ajak mereka untuk mencari tahu, mana yang diperbolehkan oleh hukum syara' dan mana yang tidak, yaitu dengan cara belajar dan mengkaji bersama-sama.

Yang ketiga, kita tahu bahwa sumber segala malapetaka ini karena kita tidak berhukum pada syariat Allah secara keseluruhan. Karena yang paling berwenang untuk melakukan itu adalah penguasa, maka sudah menjadi keharusan bagai kita untuk mengingatkan pada mereka untuk menerapkan hukum-hukum Allah ini, untuk menyelamatkan generasi kita, termasuk putra-putri Bunda.

Terakhir, jangan pernah lupa untuk mendoakan mereka. Kita tahu, doa seorang ibu itu mustajabah. Tidak ada yang sulit atau mustahil jika Allah sudah berkehendak. Kita doakan juga masyarakat dan penguasa kita agar segera sadar dan mau berupaya untuk menerapkan hukum-hukum Allah di seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishshawab.[]


Photo : Google Source

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ketika Cinta Berujung Petaka

Dan Janganlah Kalian Mendekati Zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
(QS Al-Isra [17]: 32).


Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku "Menikah Rasa Jannah)

NarasiPost.Com-Cinta tak selamanya membawa pada kebahagiaan yang hakiki. jika jalannya saja banyak dinodai. Ya, begitu banyak orang yang salah dalam memaknai cinta. Kata mereka, cinta sekadar rasa. Padahal cinta adalah sebuah penghargaan atas sesosok jiwa yang dicinta. Maka, wujudnya adalah memuliakan dan menghormati.

Ketika cinta sekadar rasa, maka dia bisa menjelma menjadi syahwat liar tanpa batas. Tak bisa diredam. Seperti yang terjadi pada seorang teman perempuanku di masa kuliah dulu. Beberapa bulan belakangan, beberapa teman kasak-kusuk tentang tingkahnya yang aneh. Setiap ke kampus, dia selalu menutupi bagian perutnya dengan jaket yang disampirkan di tangannya. Dan ketika tersingkap, ada beberapa teman yang menyadari bahwa perutnya terlihat membuncit. Perawakannya kurus, sehingga ketika ada perubahan pada tubuhnya terlihat sangat jelas.

Akhirnya aku dan beberapa teman memutuskan untuk menemuinya di kostannya, karena kami tak ingin membicarakannya di belakang. Kami ingin semuanya jelas, tanpa prasangka. Bukankah dalam Islam, sebagian prasangka adalah dosa? Ya, daripada dosa, lebih baik langsung bertabayyun kepada yang bersangkutan. Di kostannya kami menanyakan perihal tingkahnya yang belakangan terlihat aneh dan perutnya yang agak membuncit.

" Ah, nggak ada yang aneh kok. Kalau aku buncit, ya mungkin memang aku lagi gemukan aja kali yaa.. " ucapnya sambil tertawa dipaksakan. Kutahu ada yang dia tutupi. Sorot matanya memancarkan kecemasan. Tapi aku dan teman-teman tak ingin mendesaknya terus. Kami berusaha percaya dengan pengakuannya.

"Kita lihat saja beberapa bulan ke depan!" batinku kala itu. Kalau memang hamil tentu perutnya akan lebih besar lagi.

Dan benar saja beberapa bulan berikutnya dia tidak pernah lagi datang ke kampus. Selidik punya selidik, dikabarkan katanya dia sudah menikah dengan pacarnya, teman satu kampus juga. Aku dan teman-teman sedikit kaget dengan kabar itu, karena sebelumnya dia tak pernah membicarakan rencana menikah. Lebih kaget lagi adalah ketika sebulan setelah menikah, dia melahirkan.

Astagfirullah..ternyata benar bahwa kemarin dia hamil. Miris aku mendengar kabar itu. Sehari-hari dia memang sangat lengket dengan sang pacar. Pulang kuliah selalu bareng, makan di kantin bareng, bahkan sering terlihat berduaan di waktu istirahat. Betapa aktivitas pacaran yang dilarang syariat sungguh mampu menjerumuskan seseorang dalam kehinaan. Inilah yang disebut cinta berujung petaka.

Islam melarang mendekati zina. Adapun pacaran terkategori mendekati zina. Bahkan sangat dekat. Karena dalam pacaran ada aktivitas yang mampu membangkitkan syahwat, seperti berkhalwat (berdua-duaan), berpegangan tangan, bahkan lebih jauh dari itu. Tak jarang, orang yang berpacaran berujung pada melakukan hubungan layaknya suami istri. Untuk pembuktian cinta, katanya. Dan bagi mereka itu sah-sah saja. Tak sadar dosa mengintai.

Allah Swt berfirman:

"Dan Janganlah Kalian Mendekati Zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
(QS Al-Isra [17]: 32).

Padahal cinta yang hakiki hanya ada dalam pernikahan. Ya, itulah cinta sebenar-benarnya cinta. Cinta yang memuliakan, bukan cinta yang menghinakan.

Kisah temanku itu memberikan pelajaran amat berharga, bahwa kita harus mampu menahan diri dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Bukan tak boleh jatuh cinta, sebab itu adalah fitrah. Wujud naluri berkasih sayang yang Allah karuniakan di setiap diri manusia sejak penciptaannya. Namun, hendak dibawa kemana rasa cinta yang menetes di jiwa itu adalah mutlak pilihan kita.

Tak perlu mengikuti tuntunan nafsu, cukuplah syariat menjadi rambu-rambu. Jika belum sanggup menikah, jagalah hati kita, sibukkan diri dengan aktivitas bermanfaat. Apalagi di masa muda, alangkah sia-sia jika waktu digunakan untuk bermaksiat kepadaNya. Ukirlah prestasi, produktiflah dalam kebaikan. Niscaya waktu muda kita akan diselimuti berkah.[]


Photo : Google Source

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ada Masalah, Hayati dan Hadapi

Seperti itu pula jalan perjuangan dakwah tak selamanya mudah. Beragam kerikil tajam bersiap berjaga untuk menghadang langkah. Akan tetapi, bukan alasan untuk menyerah. Melainkan untuk terus bertahan sampai titik darah penghabisan. Jika ada masalah, hayati dan hadapi. Insya Allah, badai pasti berlalu. Dan berganti dengan pelangi yang indah.


Oleh: Messy Ikhsan
Aktivis Mahasiswa dan Founder Diksi Hati

NarasiPost.com - Selama nyawa masih melenggang di dada. Masalah kehidupan akan terus ada. Sebagai pertanda kita hidup dan berada di dunia. Kalau sudah meninggal, maka jatah masalah dari Allah juga sirna.

Masalah yang ada bukan untuk diratapi sepanjang hari. Melainkan untuk dicarikan jalan keluar dan solusi. Agar keadaan kondusif segera kembali.

Masalah bukan membuat kita menjadi lemah dan menyerah. Bukan pula menyalahkan takdir Allah. Malah, harus semakin menguatkan kaki dalam melangkah. Agar tak mudah goyah menghadapi beragam tantangan yang menjamah.

Belajarlah dari setiap masalah yang ada. Akan membuat kita menjadi manusia yang lebih kuat. Lebih bijak dalam menentukan sikap. Sebab, sudah memiliki banyak pengalaman dari masalah tersebut.

Jadikan setiap masalah sebagai pelajaran berharga. Untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan berkata. Agar sesuai dengan norma dan agama. Sehingga tak menimbulkan masalah baru.

Allah Ingin Menilai Kita

Setiap masalah yang Allah timpakan pada manusia. Untuk menilai kualitas keimanan hamba. Jika kita mampu melewatinya. Maka, akan naik ke tingkatan yang lebih tinggi. Akan tetapi, jika tak mampu berdamai dengan keadaan. Maka, akan selalu berjalan di tempat.

Bukankah Rasulullah sudah mencontohkan hal demikian? Bahkan beliau diberikan masalah sebelum mencicipi dunia. Dengan meninggalnya sang ayah tercinta. Ketika beliau lahir, masalah besar tak berhenti menerpa.

Namun, Rasulullah tak pernah menyerah. Tak pernah pula menyalahkan Allah. Sebab, beliau yakin. Ketika Allah menurunkan masalah. Allah juga menurunkan solusinya. Hanya saja kadang manusia tak peka. Mengingat kita sekadar fokus pada sumber masalah. Bukan pada solusi masalah.

Bukankah Allah sudah mengatakan di dalam Al-Qur'an. Tidak memberikan masalah di luar kesanggupan hamba. Sehingga seberat apapun masalah. Pertanda kita mampu menyelesaikannya.

Jangan takut pada masalah. Sebab, kita tak akan mati dalam menghadapinya. Namun, kita akan mati. Ketika membiarkan masalah tanpa mencari solusi.

Pantang Mundur Sebelum Tempur

Seorang pejuang sejati tak akan mundur dari medan tempur. Sebelum memenangi pertarungan atau kalah dengan cara terhormat. Sebab, prinsip adalah harga mati. Bukan untuk unjuk gigi saja.

Betapa banyak orang-orang yang memiliki mental kerupuk. Sekali digigit, langsung pecah berkeping-keping. Tak berani menghadapi masalah. Hanya alasan sepele. Sekali diperingati oleh Allah, lalu memilih bunuh diri. Nauzubillah.

Padahal masalah sebagai bumbu kehidupan. Yang memberi rasa tersendiri dalam menjalani dunia. Sebab, racikan bumbu sayur tak selamanya pas. Adakala asin, dan adakala hambar.

Seperti itu pula jalan perjuangan dakwah tak selamanya mudah. Beragam kerikil tajam bersiap berjaga untuk menghadang langkah. Akan tetapi, bukan alasan untuk menyerah. Melainkan untuk terus bertahan sampai titik darah penghabisan. Jika ada masalah, hayati dan hadapi. Insya Allah, badai pasti berlalu. Dan berganti dengan pelangi yang indah.

Jadi, jangan mundur meski beragam masalah menerpa. Jangan kalah sama situasi dan kondisi. Sebelum Islam menduduki posisi puncak sebagai umat terbaik. Tetaplah bertahan sampai titik akhir.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

2021, Dakwah Terus Lanjutkan Perjuangan!

Bersabarlah dan terus istikamah di jalan dakwah. Meneruskan dakwah dan melanjutkan perjuangannya di tengah umat yang jauh dari ketakwaan adalah perkara yang begitu mulia dan resolusi terbaik sepanjang zaman.



Oleh: Ana Nazahah (Revowriter Aceh)

NarasiPost.com - Setiap tahun baru, semua orang sibuk dengan resolusi. Ada resolusi bisa masak, bisa jahit, punya rumah dan mobil, lulus kuliah, menikah dan banyak lagi. Namun, resolusi itu terkesan hanya demi kepentingan diri. Jarang sekali yang memilih resolusi demi kebaikan umat. Demi tegaknya Islam di muka bumi.

Misalnya dalam aktivitas dakwah amar makruf nahi mungkar. Masih sedikit yang mengambil peran. Padahal dakwah saling nasihat dan menasihati adalah kewajiban. Sebagaimana firman Allah Swt:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran : 104).

Dakwah itu adalah salah satu aktivitas paling penting dalam melanjutkan risalah Islam. Terlebih di masa saat ini, di saat sekulerisme bercokol dalam kehidupan, ide Isme-isme yang bertentangan dengan Islam telah menggeser nilai-nilai Islam. Maka, dakwah itu laksana pelita di tengah kegelapan.

Coba bayangkan jika aktivitas dakwah tidak ada. Bisa saja manusia Nusantara masih menyembah pohon dan batu-batu sampai sekarang. Secara, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam diutus menjadi Rasul itu di Arab. Jauh dari Nusantara. Adalah Daulah Islam yang mengutus utusan dakwahnya hingga sampailah ke Nusantara, Para utusan mengajarkan dan memahamkan nenek moyang kita dengan Islam, barulah kita bisa memeluk agama Islam sampai sekarang. Islam menjadi agama mayoritas.

Sayangnya, setelah Daulah Islam runtuh pada 3 Maret 1924. Aktivitas dakwah seiring waktu menjadi berkurang. Bahkan di beberapa negera di belahan dunia lainnya, aktivitas dakwah menjadi dilarang. Di negara kita sendiri, hingga sekarang, 2021 ini, beberapa ormas Islam yang setia mendakwahkan Islam ditumbangkan. Dengan alasan radikal dan inkonstusional. Alasan yang dibuat-buat, mencerminkan ketidak-adilan.

Hanya saja, perkara dakwah ini bukan tentang legal atau tidak. Bukan tentang diakui atau tidak diakui sama sekali. Dakwah adalah tentang kewajiban. Kewajiban itu walau bagaimanapun, dalam kondisi apapun wajib bagi Muslim ditunaikan. Kalo merupakan perkara yang penting yang tidak boleh tidak wajib dilakukan. Sebagimana firman Allah, yang mengisahkan tentang Luqman.

"Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting." (QS Luqman [31]: 17).

Rintangan di jalan dakwah adalah sunnatullah. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam, pernah merasakan. Seperti hinaan, cacian, pemboikotan, bahkan diancam dibunuh. Di saat Rasul yang berdakwah penuh cinta dan kelembutan pernah merasa. Maka, apalagi kita yang hanya manusia biasa. Tentu juga akan melewati sunnatullah ini.

Hanya saja, kita harus selalu yakin. Bukan hanya rintangan yang menjadi sunnatullah, namun kemenangan juga merupakan sesuatu yang pasti yang telah dijanjikan-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya :

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang salehh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)

Karena itu, bersabarlah dan terus istikamah di jalan dakwah. Meneruskan dakwah dan melanjutkan perjuangannya di tengah umat yang jauh dari ketakwaan adalah perkara yang begitu mulia dan resolusi terbaik sepanjang zaman. Tak peduli betapa besar orang- orang kafir putus asa, hingga melakukan berbagai cara untuk menghalangi jalan Islam dan kebangkitan. Azamkan pada diri bahwa ini komitmen kita dan pilihan hidup kita. Sebagaimana firman Allah:

"Katakanlah (Muhammad), "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik." (Yusuf : 108).

Dakwah mengajak kepada Islam itu, kita tak perlu dukungan orang zalim, sekalipun ia adalah seorang Penguasa. Tak perlu pengakuan manusia, bermuka dua, dan menjilat, berbasa-basi serta toleran terhadap kezaliman Penguasa. Cukup Allah sebaik-baik penolong kita.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ تَـنۡصُرُوا اللّٰهَ يَنۡصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ اَقۡدَامَكُمۡ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (Muhammad : 7).

Wallahua'lam.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Puncak Bahagia adalah Menghamba

Bagi seorang Muslim, pendefinisian bahagia harus jelas. Ia memastikan bahagianya di dunia harus berkorelasi dengan bahagia di akhirat.


Oleh. Novianti

NarasiPost.Com-Bahagia adalah dambaan setiap manusia. Namun, banyak manusia keliru mendefinisikan bahagia, sehingga hidup yang dijalaninya justru makin menjauhkan dari apa yang diinginkan.

Bagi seorang Muslim, pendefinisian bahagia harus jelas. Ia memastikan bahagianya di dunia harus berkorelasi dengan bahagia di akhirat. Jika bahagia untuk dunia saja yang diutamakan, pasti rugi di akhirat.

Seorang psikolog, Maslow, berpendapat soal kebahagiaan, yakni tatkala seseorang sudah terpenuhi semua kebutuhannya. Kebutuhan paling mendasar yaitu kebutuhan fisik, berikutnya kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan dihargai serta puncaknya adalah mampu menunjukkan eksistensi diri.

Namun, di era kapitalisme liberalisme saat ini, dimana ukuran kebahagiaan adalah materi dan kebebasan menunjukkan sebaliknya. Banyak jiwa-jiwa yang kosong meski sudah memperoleh segala kenikmatan dunia.

Artis Korea, artis Hollywood seperti Kim Ji Hoo, Jonghyun SHINee, Robin Williams, Whytney Houston, contoh sederet manusia yang berlimpah dengan kenikmatan dunia tapi gagal menemukan kebahagiaan. Padahal mereka memperoleh semua yang diinginkan banyak orang. Fisik nyaris sempurna, tinggal di rumah mewah, terkenal, dan banyak dipuja.

Wajarlah, ukuran bahagia ala modern ini mulai dipertanyakan seiring dengan banyaknya permasalahan kesehatan jiwa manusia. Prof. Dr. Mohd. Kamal Hasan, mengidentifikasi kondisi ini menunjukkan rusaknya peradaban. Kemajuan ekonomi meningkat namun permasalahan manusia bertambah hingga menimbulkan dampak sosial yang negatif dan makin meluas.

Bagi seorang Muslim, bahagia adalah tatkala seseorang mampu menghambakan dirinya kepada penciptanya. Tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah ( QS. Al Dzariyat ; 54). Bahagia diraih jika berhasil menjalani peran sebagai hamba.

Selayaknya hamba, tentu akan mengikuti semua keinginan tuannya, tidak membantah apa yang diperintahkan dan tidak berpaling dari yang sudah menjadi kewajibannya. Mempercayakan semua kebutuhannya terpenuhi oleh tuannya.

Setiap hari kita menyatakan diri menjadi hamba Allah. Setiap salat berikrar, hanya kepadaMu kami menyembah. Namun, janji itu tidak terealisasi. Fokus perhatian sandaran, meminta, pembelaan bukan pada Allah.

Di dunia hanya ingin bersenang-senang, terlepas dari aturan Allah. Perhatiannya hanya pada kepentingan diri sendiri. Mencari rizki tanpa memperdulikan halal atau haram. Mengingkari syariatNya bahkan mendudukkannya lebih rendah dari hukum buatan manusia.

Manusia yang gagal menghamba, pasti gagal bahagia. Hidup tanpa kesadaran utuh, tidak tahu tujuan sebenar-benarnya. Padahal setiap manusia berasal dari Allah dan pasti menuju Allah. Mau berbuat sesuka apapun, kematian pasti akan menghampirinya. Tidak bisa diundur atau dipercepat.

Mari istirahat sejenak, apa yang sebenarnya kita cari? Bahagiakah diri ini di saat jiwa kosong dari kalam Ilahi? Larut dalam keriuhan dunia luar, tak punya waktu untuk melihat dunia di dalam diri. Dunia ini hanya semu dan sementara, akhirat adalah nyata dan selamanya.

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit
(QS. Ath-Thaha: 124).[]


Photo : Google Source

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com