Bocah Kleptomania, Bukti Kegagalan Aturan Manusia

Jelas sudah kiranya sistem kapitalisme telah gagal dalam menciptakan keamanan dan kesejahteraan bagi anak dan perempuan di dunia.


Oleh: Siti Ningrum, M.Pd. (Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com — Viral, aksi bocah yang melakukan hal diluar nalar. Di usianya yang sangat belia itu, sudah bisa menggasak uang jutaan rupiah. Masyarakat pun menjadi resah atas ulahnya. Ada apa sesungguhnya di balik perbuatannya tersebut?

Dilansir dari laman kompas.com, seorang anak berusia 8 tahun di Nunukan tercatat melakukan aksi pencurian hingga 23 kali, dengan hasil curian jutaan rupiah. Anak yang diduga kleptomania itu berinisial B. Saking nakalnya anak itu, balai rehabilitasi pun menyerah dalam menanganinya. Rupanya, ada kisah memilukan di balik sikap B yang disebut nakal di luar nalar. (23/11/20)

Fakta mengejutkan diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Sosial, bahwa dari data Pekerja Sosial (Peksos), ayah B ternyata sering mencampurkan sabu ke susu B sejak berusia 2 bulan. Alasannya supaya tidak rewel. Ini disinyalir membuat pola pikir anak terganggu. Tetapi, belum ada yang busa memastikan bahwa sabu tersebut sebagai penyebab kleptomania. Namun, anak tersebut dikatakan tidak memiliki rasa takut dan rasa sakit.

Ayahnya kini masih ditahan di penjara karena terjerat kasus narkoba. Sedangkan, ibunya tidak bisa menjaga anaknya karena fokus bekerja sebagai buruh ikat rumput laut.

Setiap aksinya diketahui, dia selalu mengaku dengan jujur. Polisi pun bingung jika harus menempatkan di sel tahanan, mengingat usianya yang masih di bawah umur. Akhirnya akan di bawa ke tempat rehabilitasi. Namun di tempat rehabilitasi tersebut ia juga melakukan aksinya.

Sangat miris memang ketika hal ini terjadi disebabkan oleh ayah kandung, yang seharusnya menjadi pelindung utama bagi keluarga dan anak-anaknya.

Gagalnya Jaminan Keselamatan dalam Sistem Kapitalisme untuk Anak dan Perempuan

Ibu sejatinya adalah orang yang harus mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Namun ketika terdesak kebutuhan keluarga, dengan sangat terpaksa akhirnya mengais rezeki di luar rumah. Meninggalkan anak-anaknya bersama siapa saja yang bisa dititipkan. Bisa suami atau keluarga lainnya.

Perempuan dalam kaca mata kapitalisme, harus menghasilkan pundi-pundi rupiah. Bahkan banyak sekali perempuan yang rela mengeksploitasi dirinya hanya demi meraih popularitas.

Zaman sekarang saat pekerjaan sulit didapat untuk kaum adam, tapi sebaliknya untuk kaum hawa bisa didapatkan dengan mudah. Tidak sedikit perempuan yang nekad bekerja di luar negeri, jalannya pun begitu mudah. Dan negara pun malah mendukungnya bahkan dielu-elukan sebagai pahlawan devisa negara. Maka kaum perempuanlah yang akhirnya menanggung semua resiko. Tidak sedikit nyawa pun menjadi taruhannya.

Sistem kapitalisme telah mengubah paradigma berpikir baik laki-laki maupun perempuan. Bukan hanya di Indonesia namun di seluruh dunia. Sudut pandang hak dan kewajiban pun sudah tidak berada pada yang seharusnya. Akhirnya anaklah yang akan menjadi korban. Bahkan termasuk perempuan itu sendiri, tidak jarang yang kemudian mendapatkan kekerasan. Fakta di lapangan pun sudah banyak korban kekerasan terhadap anak dan perempuan. Alih-alih mendapatkan kebahagiaan namun yang terjadi adalah menuai petaka. Itulah hasil dari hembusan semu sistem kapitalisme.

Kementerian PPPA setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak dalam periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, yang juga terjadi pada saat pandemi Covid-19.

Berdasarkan sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simofa PPA) per 1 Januari sampai 31 Juli 2020 ada 3.296 anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki menjadi korban kekerasan (Kompas.com, 12/08/20).

Sistem kapitalisme sudah mengakar kuat baik di dunia maupun di Indonesia. Segalanya hanya diukur dengan materi belaka. Halal dan haram sudah tidak diindahkan. Hak dan kewajiban pun sudah tidak dalam semestinya.

Jelas sudah kiranya sistem kapitalisme telah gagal dalam menciptakan keamanan dan kesejahteraan bagi anak dan perempuan di dunia.

Islam Menjamin Keselamatan dan Kesejahteraan Anak dan Perempuan

Sejak 14 abad yang lalu, Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt kepada hamba-Nya yang mulia yakni Nabi Muhammad saw. Islam datang untuk menyelamatkan manusia dari segala keburukan. Termasuk menyelamatkan nyawa perempuan sejak dalam kandungan.

Sebelum Islam datang, di kehidupan bangsa Arab jahiliyah, seorang bayi perempuan tidak boleh hidup. Melahirkan bayi perempuan adalah aib. Maka dibunuh adalah jalan satu-satunya.

Akan tetapi, setelah Islam datang, semuanya berubah. Jaminan keselamatan terhadap anak sejak lahir pun telah diberikan. Bayi perempuan memiliki hak hidup yang sama dengan laki-laki. Haram kiranya membunuh manusia dengan tanpa alasan yang dibenarkan syariah. Begitu terjamin rasa aman terhadap jiwa anak.

Begitupun dengan keselamatan jiwa dan harga diri seorang perempuan baik sebelum menikah atau pun setelah menikah, Islam sangat menjaganya. Bahkan seorang perempuan sangat dimuliakan. Begitu proporsionalnya Islam memperlakukan seorang perempuan.

Banyak contoh teladan yang bisa kita ambil hikmahnya. Bagaimana wanita-wanita di masa Rasulullaj begitu dimuliakan di dalam Islam. Mereka seperti meneguk air segar di tengah gurun nan tandus. Ya, oase itu adalah ajaran Islam nan agung. Masa-masa setelah Rasulullah pun demikian, kita tak pernah lupa pada Ibunda ulama besar Imam Syafi'i. Totalitas dalam mengasuh dan membimbing putranya. Hingga bisa menghantarkannya menjadi ulama yang kitabnya menjadi rujukan bagi setiap muslim hari ini.

Dalam Islam perempuan tidak disibukkan dengan mencari nafkah. Akan tetapi, seorang ibu disibukkan dengan tugas utamanya yaitu sebagai ummu warobatul bait. Sebab, dalam Islam telah jelas aturannya. Allah swt, berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 19, yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” 

Begitu juga dengan laki-laki sebagai kepala keluarga, yang wajib mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga. Ini pun sudah ada dalam aturan Islam, termaktub dalam Al-Qur'an, yang artinya:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisâ/4:34)

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.(Al-Baqarah/2:233)

Islam selalu menempatkan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrah penciptaannya. Jika masing-masing menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tuntunan syariah, Insya Allah tiadalah generasi yang rusak seperti hari ini. Keluarga yang menjadi benteng utama dalam pendidikan anak pun diberangus dari segala arah. Lalu, anak-anak dididik oleh lingkungan yang rusak. Lingkungan rusak ini imbas dari diterapkannya sistem kehidupan yang rusak pula. Jadi, benarlah bahwa kehidupan kita hari ini penuh ujian dan cobaan dari segala arah.

Sehingga, tidak ada lagi harapan untuk terus hidup dalam sistem yang penuh kerusakan ini. Saatnya, beralih pada sistem hidup yang menjamin jiwa, kehormatan dan kemuliaan manusia itu sendiri. Tidak lain ialah Islam.

Manusia mempunyai sifat lemah dan terbatas, tidak selayaknya membuat sebuah aturan. Apalagi aturan untuk manusia itu sendiri. Kekacauan pun sudah pasti akan terjadi.

Sistem Islam telah terbukti memberikan rasa aman dan memberikan kesejahteraan bagi anak dan perempuan khususnya. Umumnya, bagi semua makhluk ciptaan Allah swt. Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan semuanya itu hanya bisa terwujud dalam sebuah institusi negara yakni khilafah. Wallahu 'alam bishawab []

Pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Sepenting Apa Berubah Itu?

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).


Oleh : Kayyisah Asma Syahidah

NarasiPost.com - Banyak yang bilang bahwa berubah itu penting, tapi ada juga yang bilang sebaliknya, jadi sebenarnya berubah itu penting enggak sih? Memangnya kalau kita berubah apa yang terjadi? Kalau berubah itu penting, lalu kita harus berubah seperti apa?

Eh, kalian tahu enggak? sahabat Nabi yang dulunya musuh Nabi? Ya! Itu Umar bin Khattab! Kebayang enggak sih, kok bisa ya? yang awalnya jadi musuh, akhirnya malah jadi sahabatnya. Jadi, dulu Umar bin Khattab adalah musuh Nabi Muhammad yang dikenal gagah, berani, tegas, dan enggak mudah ditaklukkan. Pokoknya siapapun yang berpihak dengan Rasul, pasti akan jadi musuhnya.

Bahkan, saat Umar tahu adik perempuannya menerima seruan Nabi Muhammad, Umar langsung mencarinya dan berniat membunuhnya, tapi justru di saat itu juga, Umar malah mendapat hidayah. Setelah ia mendapat hidayah, Umar berubah secara total, dari yang awalnya musuh, ternyata berubah menjadi sahabat yang selalu berjuang bersama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Memang enggak salah, kalau sebenarnya hati manusia itu memang tidak mudah berubah, tapi kalau hidayah telah datang, ya, enggak ada seorangpun yang bisa menghalang-halanginya, dan begitu pula sebaliknya. Seseorang yang tidak atau belum memperoleh hidayah, siapapun tidak akan mampu mengubahnya. Tapi ingat! Hidayah adalah urusan Allah dan Rasul-Nya, kita sebagai manusia enggak akan mampu memastikan ataupun mengubahnya.

Ada orang yang merasa dirinya itu suci, ia merasa bahwa dirinya itu enggak memiliki dosa sama sekali, padahal merasa bahwa diri kita suci itu, ya jelas salah, dan bahkan itu perbuatan dosa, atau jangan-jangan kita yang seperti itu? Semoga saja enggak. Ingat bahwa semua manusia itu pasti memiliki dosa, kecuali Nabi Muhammad, karena Allah menciptakan Nabi Muhammad itu maksum, yaitu enggak punya dosa sama sekali, sekecil apapun. maka dari itu, wajar banget, kalau ada orang yang melakukan kesalahan, tapi, bukan berarti ketika kita melakukan kesalahan, kita malah membuat hal itu sebagai alasan, itu sama sekali enggak baik. So, kita harus menjauhi hal tersebut.

Kita itu yang namanya manusia pasti lebih suka melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, karena pada dasarnya manusia itu memiliki hawa nafsu. So, jelas kita harus menjauhi hal tersebut.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiallahu 'Anhu pernah berkata : "Barang siapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung. Barang siapa yang harinya sama dengan kemarin, maka dia adalah orang yang merugi. Barang siapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin, maka dia celaka."

Ada juga dalil lainnya yaitu, Quran surah Ar-Rad ayat 11 mengatakan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).

itu artinya, berubah itu penting! Jadi kita harus mengubah diri, dan yang bisa mengubahnya hanyalah diri kita sendiri, bukan orang lain. Rasulullah saja yang dijamin masuk surga, terus merasa rendah hati dan berbenah diri, masa kita yang belum pasti masuk surga ini enggak mengubah diri? tentu kita juga harus mengubah diri, sudah jelas bahwa berubah itu penting, tapi berubahnya ke arah yang lebih baik, jangan malah ke arah sebaliknya. So, sudah seharusnya kita mengubah diri. Nah kalau gitu tunggu apa lagi? Yuk kita berubah menjadi lebih baik! Semangat, kita pasti bisa!

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tak Selamanya Diam itu Emas

Diam itu bisa menjadi emas ketika enggak ada suatu hal yang perlu dikomentari. Tetapi ketika Tuhan dan Nabi kita dihina, justru kita enggak boleh diam.


Oleh: Kurnia Ayu Septiyaningrum

NarasiPost.com - Banyak orang yang mengatakan diam itu emas, tapi tunggu dulu Guys, coba deh kalau kalian ngelihat kemungkaran terjadi, terus kalian diam aja gitu? Kan diam itu emas? Ya enggak lah kan tak selamanya diam itu emas, kalau kalian ngelihat kemungkaran justru kalian harus menyampaikan bahwa yang benar itu benar jangan malah disalahkan, kalau kalian diam aja berarti kalian seperti halnya setan bisu. Eehh btw kok jadi setan bisu? Ya iyalah kan kalian ngelihat ada kemungkaran terjadi terus kalian enggak mengomentari atau menyampaikan yang benar, kalian itu diam saja.

Ketika kita diam untuk menyelesaikan masalah, kita diam karena diam solusi terbaik. Nah, kalau kita angkat bicara dan menyampaikan kebenaran yang akan menyelesaikan masalah.
Nah, di situ kita sadar diam tak selamanya emas, karena ada diam yang melihat kemungkaran, malah kita jadi setan bisu. Diam memang solusi terbaik, tapi kalau ada orang yang ghibah terus kalian ikutan mengomentari itu kalian adalah setan yang berbicara. Kok juga jadi setan berbicara? Karena kalian ikutan ngomong yang enggak jelas, karena nanti di akhirat mulut atau lisan kita juga ada pertanggungjawabannya. Kita harus berpikir dulu kita ini ngomong yang faedah atau malah sebaliknya, ada hadis yang mengatakan berkata baik atau diam? Seperti dalam Hadis ini, yang berbunyi:

“Dari Abu Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: “Barang Siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Jadi enggak perlu tuh menabung dosa karena perbuatan atau lisan kita, dan kalau kita melihat pelaku pencuri, berzina, dan lain-lain yang sama saja maksiat, kita mengabaikan, maka itu lah kita sudah terjerumus seperti setan bisu.

Ngeri ya Guys, kalian emang mau dikatakan setan bisu?
Eeemm, kalau enggak mau makanya yuk berubah untuk pede (percaya diri) untuk menyampaikan kebenaran.
Kalau kita enggak ingin menyakiti perasaan orang lain maka kita harus berkata yang baik.

Lidah adalah tempat yang berbahaya, kenapa berbahaya? Karena kita enggak menyadari apa saja yang barusan kita bicarakan, karena sedikit kita berkata kasar atau kotor orang lain akan merasa tersinggung, dan di situlah muncul permasalahan, pentingnya ya lisan kita untuk berkata yang baik.

Berikut beberapa tips berkata baik kepada orang lain. Pertama, pilih kalimat yang kemungkinan besar enggak membuat orang lain tersinggung. Kedua, Kalau orang lain mau bicara kita persilakan dulu dan jangan memotong pembicaraan orang lain. Terakhir, pilihlah bahasa yang baik, saat berbicara kepada orang lain, apalagi ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.

Jadi intinya, kalau kita ingin mengomentari orang yang berbuat salah, kita harus melihat kata-kata kita, supaya enggak menyinggung perasaan orang lain.

Diam itu bisa menjadi emas ketika enggak ada suatu hal yang perlu dikomentari. Tetapi ketika Tuhan dan Nabi kita dihina, justru kita enggak boleh diam. Perjuangkan keislaman kita untuk saat ini. Jadi, terus semangat ya, teman, untuk menyampaikan kebenaran. Jangan bahas yang unfaedah terus, mari bersatu kembali tegakkan islam. []


Picture Source by Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Harapan

Berlalu tahun terlewat dalam sepi
Menanti dalam diam tak bertepi
Berharap kebimbangan menjauh pergi
Bersama melukis mimpi


Oleh: Su'aibatul Aslamiah

Pada jiwa mana hendak kulabuhkan rasa
Pada jiwa mana hendak kutautkan cita
Pada jiwa mana hendak kudamparkan raga
Pada jiwa mana hendak kutepikan lelah

Aku masih terombang ambing
Bagai daun ditiup angin
Bagai perahu tak bersampan
Bagai malam tanpa gemintang

Berlalu tahun terlewat dalam sepi
Menanti dalam diam tak bertepi
Berharap kebimbangan menjauh pergi
Bersama melukis mimpi

Pada jiwa yang kuat ingin kugenggam masa depan
Menyusuri langkah dakwah sampai ke tujuan
Mengarungi kehidupan dalam perjuangan
Hingga nanti waktunya pulang

Bersama mencinta karena-Nya
Menjalani ujian dalam tawakal
Hanya mengharap rida-Nya semata
Menuju surga-Nya yang kekal

Munajatku dalam lantunan panjang
Pada-Nya semoga dipertemukan
Pada jiwa mana hendak Dia labuhkan
Segala asa dan harapan

Palembang, 22 November 2020


Picture Source by Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pelecehan Seksual Ancaman Nyata bagi Generasi dan Pendidikan

Sistem pendidikan berbasis akidah Islam, tidak hanya mencetak generasi yang unggul di bidang sains dan teknologi, melainkan unggul dalam kesalehan dan ketakwaan kepada Allah Swt.



Oleh: Innani Zahidah

NarasiPost.Com — Sekolah kena, tidak sekolah lebih kena, itulah keadaan generasi sekarang. Maju mundur kena. Tidak ada keamanan dan perlindungan sama sekali.

Kabar pencabulan beberapa santri oleh oknum guru pesantren di Desa Petobong, Pinrang itu sangat menyayat hati. Disinyalir ada puluhan hingga ratusan santri yang menjadi korbannya. Tak tanggung-tanggung bahwa korbannya adalah santri laki-laki. Oknum predator anak dari kalangan pendidik ini sudah diamankan pihak Kepolisian Pinrang pada 19 November 2020.

Kini, para orang tua pasti bingung untuk mencari sekolah yang terbaik untuk anak-anaknya. Menurut mereka, pesantren adalah tempat teraman untuk menimba ilmu. Namun, dengan kejadian-kejadian yang merusak mental anak yang menyayat hati para orang tua, pasti mereka jadi berpikir seribu kali untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke pesantren. Lebih jauh lagi, orang tua pasti bingung, gelisah, juga horor, jika anak-anaknya sekolah di luar sana, di sekolah umum misalnya.

Keadaan sangat menghantui mereka. Pergaulan bebas pun merajalela di mana-mana. Dari kehidupan yang bercampur-baur antara remaja laki-laki dengan wanita, sampai mengkonsumsi obat-obatan yang terlarang, bahkan ugal-ugalan bersepeda motor hingga tawuran.

Belum lagi pengaruh dari TV yang tidak hanya sekedar tontonan, akan tetapi berubah menjadi tuntunan. Pun, HP bisa merusak akal dan akhlak anak. Inilah yang terjadi pada generasi kita saat ini.

Dari sinilah para orang tua berupaya memilih sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Sekolah yang tidak hanya sebagai tempat menuntut ilmu, melainkan membentuk karakter anak didik menjadi pribadi yang unggul dalam kesalehan dan ketakwaan. Dalam hal ini adalah sekolah pesantren menurut mereka yang terbaik.

Pesantren yang dianggap memiliki pengawasan sangat ketat, berada dalam pengontrolan yang masif dan ilmu agama yang mumpuni, namun ternyata hanya isapan jempol belaka. Tindakan asusila oleh oknum guru yang tidak bertanggungjawab, menghilangkan kepercayaan para orang tua terhadap sekolah berlabel pesantren.

Bukan hanya itu, kita sering disuguhkan berita kejahatan di dalam pesantren yang dilakukan oleh oknum-oknum gadungan di dalamnya, seperti memeras santri, mengambil barang-barang santri tanpa izin, bulyying terhadap anak yang dianggap kurang mampu dan berbagai kejahatan lainnya.

Dalam sistem pemerintahan demokrasi-kapitalisme, akan meniscayakan lahirnya berbagai kriminalitas dan kejahatan. Berawal dari bentuk kelalaian semua pihak, terutama pihak sekolah yang dalam hal ini mampu mengukur kapasitas dan kapabilitas seorang guru, termasuk mengedepankan sikap takwa kepada Allah.

Pun, orang tua tidak boleh berlepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pendidikan dan pengajaran kepada pihak sekolah. Sebab, orang tua merupakan madrasatul 'ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya. Apatah lagi di sistem yang sama sekali tidak memberikan jaminan perlindungan dan keamanan terhadap warga negarannya.

Sangat berbeda dengan paradigma sistem pendidikan Islam. Kurikulum disusun berbasis akidah Islam. Para pengajar mengedepankan sikap takwa kepada Allah Swt. Ilmu yang mereka miliki menjadi cerminan kepribadian yang ditransfer kepada para peserta didik. Selain itu, Islam akan memberikan fasilitas pendidikan yang layak, termasuk bangunan sekolah yang layak, pengadaan buku serta berbagai program penunjang pembelajaran.

Sistem pendidikan berbasis akidah Islam, tidak hanya mencetak generasi yang unggul di bidang sains dan teknologi, melainkan unggul dalam kesalehan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan ketakwaan, setiap manusia takut kepada Allah jika ingin melakukan kemaksiatan.

Sinergisitas antara orang tua, guru, dengan peran negara, yang dalam hal ini memenuhi fasilitas pendidikan termasuk skill tenaga pendidik dan pengajar, sangat diperlukan demi mencetak generasi calon pemimpin masa depan umat. Sebab, mereka tidak hanya fokus pada pelajaran sains, mereka juga difokuskan pada pelajaran ilmu dan tsaqafah Islam yang mampu membentuk kepribadian yang saleh.

Peran negara pun sangat penting dalam mengontrol media dalam negeri. Sebab, informasi di era digital saat ini, semakin masif dan mudah diakses oleh siapapun. Sehingga, negara harus memfilter tayangan-tayangan amoral, yang merusak otak dan kepribadian generasi.

Dengan begitu, pelecehan seksual sangat minim kita jumpai ketika semua aspek disandarkan pada sistem yang berbasis akidah Islam. Penerapan aturan Islam secara kaaffah akan mewujudkan ketakwaan individu (keluarga), kontrol masyarakat (termasuk sekolah), dan ri'ayah negara. Wallahu a'lam bishowab []

Pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ilusi Pelarangan Minol dalam Legislasi Demokrasi

Bagi kaum mukmin bukan untung rugi sebagai pertimbangan, atau bahkan suara mayoritas. Namun, ketetapan Allah yang menjadi satu-satunya hukum yang mengikat.


Oleh : Nur Arofah (penggiat literasi)

NarasiPost.Com — Pro dan kontra terus menguat, sejak Badan Legislasi DPR (Baleg DPR) kembali membahas RUU minuman beralkohol. Setelah mengalami penundaan sejak 2015, usulan datang dari partai PKS, PPP dan Gerindra. Dengan maksud melindungi masyarakat dari mengkonsumsi minol yang efeknya luas. Kriminalitas meningkat, pemerkosaan, kejahatan juga kematian akibat lalu lintas.

Target dari larangan minol ini untuk menciptakan ketertiban dan menaati ajaran agama. Demikian disampaikan oleh Illiza Sa'aduddin Djamal anggota PPP yang juga wakil walikota Banda Aceh. Meski begitu akan ada konsumsi minol yang dikecualikan dalam undang-undang ini, seperti untuk wisatawan, ritual keagamaan dan acara adat. Lanjut Illiza.

Harapannya, bukan hanya sekedar dibatasi peredarannya, tetapi melenyapkannya. Namun, sudahkah pengesahan pelarangan RUU Minol ini berpihak pada rakyat? Khususnya umat Islam yang menginginkan penghentian total.

Sejatinya pengecualian dalam peredaran tersebut, pemerintah masih setengah hati. Sebab, negaralah yang kini memfasilitasi keberadaan Minol, yang terlihat dari alotnya tarik ulur pengesahannya.

Polemik pun terjadi. Ketua Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia (APMBI), Stefanus mengatakan khawatir jika RUU itu sampai lolos maka akan bisa menghambat sektor pariwisata. (bbc.com, 13/11/2020). Selain Stefanus, Gomar Gultom selaku Ketum PGI menyatakan keberatannya. Sebab, minol menjadi salah satu minuman kebutuhan mereka saat perjamuan kudus. Sehingga, ia menyarankan agar adanya pengendalian, pengaturan dan pengawasan yang ketat saja.

Islam melindungi akal dengan pelarangan khamr. Sebab miras atau minol jelas menimbulkan kekacauan akal manusia. Minol mendorong bermacam tindak kejahatan serta melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT. Bukan ciri orang beriman ketika mencari dalih pelarangan minol dapat mematikan perekonomian sebagian orang dan merugikan negara yaitu pendapatan dari pariwisata.

Sistem kapitalis sekuler menghasilkan sistem ekonomi kapitalis yang berorientasi pada materi atau keuntungan tanpa peduli halal haram.

Sistem ini membuka ruang bisnis haram termasuk minol. Selama ada permintaan pasar, keuntungan bagi pengusaha dan pemasukan bagi negara. Bisnis apapun termasuk yang merusak masyarakat akan difasilitasi hanya mengacu pada kepentingan pebisnis bukan pada penjagaan moralitas masyarakat.

Pemerintah bersikap kompromi, hal ini menunjukkan sistem kapitalisme sekulerisme sangat bobrok karena disetir oleh koorporat. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, bahwa untuk meraih kekuasaan, para elit baik eksekutif atau legislatif butuh sokongan darinpara koorporat.

Mustahil, ketika masih menerapkan sistem ekonomi kapitalis dan sistem politik demokrasi akan terwujud pelarangan total terhadap minol. Karena, tabiat dari sistem ini adalah materi, materi dan materi.

Berbeda halnya, jika dalam negara Islam yang menerapkan syariat kaafah. Khalifah sebagai pelindung rakyat dari kejahatan dan segala macam bahaya. Sehingga, akan memberlakukan hukum atau UU yang berasal dari Allah Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan.

Standar penetapan hukum adalah syar'iat. Begitupun dalam hal minuman keras yang sudah jelas dilarang dalam Islam. Firman Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, berkorba untuk berhala dan mengundi nasib dan panah adalah termasuk perbuatan setan, karena itu jauhilah semua itu agar kalian beruntung." (QS. Al Maidah : 90).

Saatnya kaum muslim tegas, hanya halal haram menjadi standar perbuatan dan penetapan undang-undang. Bagi kaum mukmin bukan untung rugi sebagai pertimbangan, atau bahkan suara mayoritas. Namun, ketetapan Allah yang menjadi satu-satunya hukum yang mengikat. setiap mukmin harus menerima ketetapan Allah SWT karena yakin akan kebaikan dan keberkahan hidup di dunia hingga akhirat.

Miris ketika hukum Allah SWT ditimbang dengan hawa nafsu manusia. Inilah bukti ketika tidak adanya negara yang menerapkan syariat kaaffah, undang-undang pelarangan minol hanya ilusi. Wallahu A'lam Bishowab

pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penanganan Tanggul Jebol secara Sistemik

Semua ini sudah cukup menjadi bukti bahwa sistem buatan manusia tidak layak dijadikan sumber hukum terlebih dijadikan solusi atasi masalah masyarakat agar terhindar dari bencana.



Oleh : Rosmiany Azzahra (Pendidik Generasi & Member AMK)

NarasiPost.Com — Hujan sudah mulai turun setiap hari. Pertanda musim hujan siap menyapa. Masyarakat mulai khawatir jika hujan akan mengakibatkan banjir di daerah setempat dan berdampak buruk bagi mereka. Sebab, sebelumnya sudah mengalami kerusakan. Salah satunya yaitu tanggul jebol, seperti yang dialami masyarakat Pilar Biru, di sungai Cipariuk. Sehingga dalam benak mereka muncul keinginan untuk memperbaikinya. Untuk menyelesaikan salah satu masalah yang menimpa mereka.


Dilansir oleh Jurnal Soreang (3/11/20), bahwa sejumlah warga mulai memperbaiki tanggul sungai Cipariuk yang jebol akibat tergerus arus sungai di Kampung Pilar Biru, Desa Cibiru Hilir, Cileunyi, Kabupaten Bandung. Warga berharap tanggul yang jebol segera diperbaiki. Khawatir berakibat banjir ke wilayahnya. Kepala Desa Cibiru Hilir, M. Yunus mengatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait mengenai hal demikian.

Beliau menyatakan bahwa biaya untuk perbaikan tanggul tersebut menggunakan dana darurat desa. Selain itu, menggunakan bahan-bahan sederhana semisal karung tanah, bambu, atau bahan lainnya untuk menyangga.


Ya, pemerintah desa setempat berinisiatif memperbaiki tanggul jebol dari anggaran darurat. Padahal, sudah semestinya perbaikan infrastruktur yang rusak akibat bencana alam, seperti jembatan putus, gedung ambruk, tanggul jebol atau kerusakan lainnya, seperti yang dialami masyarakat Pilar Biru, bisa diperbaiki menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada dasarnya penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama, antara pemerintah dan pemerintah daerah. Begitupun dengan masyarakat, hendaknya didorong untuk berpartisipasi di dalamnya sebagaimana disebut dalam pasal 60 angka (1) dan (2) UU no. 24/2007.


Upaya untuk menanggulangi bencana harusnya ada anggaran yang tersedia dari kas negara agar bisa langsung ditangani. Dana penanggulangan bencana tersebut bersumber dari APBN dan APBD. Pada saat tanggap darurat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggunakan dana siap pakai yang disediakan oleh pemerintah. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Meliputi, kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana. (Pasal 1 angka 10 UU no. 24/2007)


Sedangkan, yang dimaksud dana "siap pakai" berdasarkan penjelasan pasal 6 huruf f UU no. 24/2007 yaitu dana yang dicadangkan oleh pemerintah untuk dapat dipergunakan sewaktu-waktu apabila terjadi bencana. Ini sangat bertolak belakang sekali dengan fakta yang ada saat ini. Realisasinya tidak sebanding dengan apa yang termaktub dalam UU. Kenyataannya pemerintah tidak tanggap darurat dalam menyikapinya. Justru cenderung abai.


Tidak hanya buruk dalam pencegahan, pemerintah juga gagap melakukan penanggulangan bencana. Meski sudah diatur dalam UU, akan tetapi faktanya apabila terjadi kerusakan sarana yang ada, seperti tanggul sungai Cipariuk yang jebol tadi, tidak ditangani dengan cepat. Sehingga, mengharuskan masyarakat untuk memperbaiki tanggul tadi dengan menggunakan alat dan bahan seadanya. Mengingat akan berdampak buruk jika dibiarkan tanpa diperbaiki.

Abainya pemerintah dalam memberikan perhatian dan pelayanan berupa dana untuk memperbaiki tanggul jebol ini, akan mengundang kebahayaan dan juga keselamatan jiwa masyarakat.


Kesiapan pemerintah dalam menangani tanggul sungai yang jebol dan juga dalam menyelesaikan masalah lainnya terkategori lamban. Dalam kondisi masyarakat membutuhkan bantuan tidak cepat ditanggapi, bahkan seolah-olah lalai dalam mengurusinya.


Demikianlah penanganan pra bencana dalam sistem demokrasi kapitalisme saat ini. Aturan yang bersumber dari manusia dimana sifatnya sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan ilmu, banyak hal yang luput dari pantauan serta perhatian. Sehingga, aturan yang telah dibuat tak terealisasi sebagaimana mestinya.


Semua ini sudah cukup menjadi bukti bahwa sistem buatan manusia tidak layak dijadikan sumber hukum terlebih dijadikan solusi atasi masalah masyarakat agar terhindar dari bencana.


Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam penanganan terhadap musibah diatur dalam manajemen bencana Khilafah Islamiyah. Dimana kebijakan ini tegak di atas akidah Islamiyah. Prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam untuk kemaslahatan rakyat.

Manajemen bencana ini mengatur penanganan sebelum bencana, ketika, dan sesudah bencana. Penanganan sebelum bencana adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Termasuk pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana, seperti pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya juga kegiatan sebelum bencana yaitu terkait penanaman kembali (reboisasi), pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi (pemindahan tempat), tata kota yang berbasis pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), memelihara kebersihan lingkungan, dan lain-lain.


Aktivitas lain yang tak kalah pentingnya adalah membangun pemikiran dan kepedulian masyarakat agar mereka memiliki persepsi yang benar terhadap bencana. Memiliki perhatian terhadap lingkungan hidup, peka terhadap bencana, dan mampu melakukan tindakan-tindakan yang benar ketika dan sesudah bencana. Sehingga masyarakat terbiasa berpikir cerdas, cepat tanggap terhadap bencana yang mengintai setiap saat. Jika dengan berbagai macam upaya sudah ditempuh, tetapi pada akhirnya yang Maha Mengatur berkehendak lain, maka itu sudah menjadi ketetapan-Nya yang harus diterima dengan ikhlas. Di sini seorang pemimpin tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi.


Untuk mewujudkan kegiatan ini, Khalifah (pemimpin dalam sistem Islam) melakukan proses pembelajaran (edukasi) terus-menerus, khususnya pada warga negara yang bertempat tinggal di daerah-daerah rawan bencana alam. Seperti, warga di lereng gunung berapi, pinggir sungai dan laut, dan daerah-daerah rawan lainnya. Pendidikan ini meliputi pembentukan dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penjagaan dan perlindungan lingkungan, serta peningkatan pengetahuan mereka terhadap penanganan ketika dan pasca bencana. Supaya masyarakat terbiasa peduli terhadap lingkungannya. Terlebih mengetahui cara untuk mengantisipasi dan menangani bencana. Dan mengembalikan lingkungannya yang rusak akibat bencana agar kembali berfungsi normal sebagaimana mestinya.

Adapun penanganan ketika bencana, maka Negara cepat tanggap untuk mengevakuasi warga ataupun harta benda yang masih bisa diselamatkan. Menempatkan mereka di tempat pengungsian yang aman. Memfasilitasi makanan dan pakaiannya, sertaa kebutuhan darurat lainnya. Dan segala hal yang diperlukan dalam hal penanganan bencana untuk meminimalisir korban manusia ataupun harta benda.

Sedangkan, sesudah bencana maka Negara melakukan recovery dari segala sisi. Baik mental maupun sarana dan prasarana untuk menunjang keberlangsungan hidup manusia. Jika kerusakan itu menimpa rumah-rumah warga atau bahkan lahannya, maka negara menyiapkan perbaikannya dengan segera. Agar rakyat bisa k3mbali beraktivitas seerti sedia kala.


Demikian, penanganan sebelum bencana dalam Islam, salah satunya terkait tanggul di pinggir sungai. Kerusakan demi kerusakan yang melanda negeri ini sudah begitu serius. Maka dari itu perlu solusi segera dan tuntas. Caranya, bersegera menerapkan sistem yang bersumber dari yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur alam ini. Sistem yang memiliki aturan yang menyeluruh, yang akan mengatur makhluk di bumi dan segala isinya tanpa memilah dan memilih hukum. Tidak hanya sebatas ibadah saja, akan tetapi mengatur dalam segala aspek kehidupan. Baik ibadah, ekonomi, politik, pendidikan, pertahanan dan keamanan, kesehatan dan sebagainya. Yakni, sistem Islam yang mengikuti manhaj kenabian (sistem pemerintahan Islam warisan Rasul saw) yang telah terbukti kegemilangannya hingga berabad-abad lamanya.


Khalifah (pemimpin negara Islam) adalah seorang pelayan umat yang memiliki amanah luar biasa besar, dunia dan akherat. Pasalnya, seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan. Apabila melayani dengan baik, maka akan mendapat pahala yang berlimpah. Sebaliknya, jika ia lalai dan abai dalam melayani urusan rakyat, justru akan menjadi sebab penyesalan dirinya di hari akhir. Pun demikian halnya ri'ayah penanggulangan bencana. Dipundaknyalah solusi terbaik harus direalisasikan.


Rasulullah saw. bersabda:"Imam (kepala negara) itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya." (HR. Muslim)

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Paradoks Sistem Demokrasi

Sistem Islam sebagai satu-satunya harapan menuju peradaban emas yang gemilang, menuju kebahagiaan yang hakiki di dunia maupun di akhirat.


Oleh: Muthi Nidaul Fitriyah

NarasiPost.com - Apakah di antara kita sudah benar-benar memahami realitas dari sistem demokrasi yang diterapkan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia dan negeri-negeri Muslim lainnya? Ataukah hanya bagian dari kaum pragmatis yang tidak memiliki kesadaran atas apa yang dipilihnya?

Hari-hari ini kita menjalani hidup tanpa keadilan, barangkali dengan memahami sistem demokrasi kita mampu memberikan nilai atas kesalahan atau kesempurnaan dari penerapanya. Sehingga harapan-harapan umat atas sistem ini dapat tertunaikan dengan sempurna penuh keadilan dan rakyatpun mampu merasakan sejahtera.

Sejarah Singkat Demokrasi

Demokrasi lahir dilatarbelakangi oleh keberadaan para penguasa di Eropa yang mengklaim bahwa seorang penguasa adalah wakil Tuhan di bumi dan berhak pemerintah rakyat berdasarkan kekuasaan-Nya. Mereka beranggapan bahwa Tuhan telah memberi mereka kewenangan untuk membuat hukum sekaligus menerapkannya. Dengan kata lain seorang penguasa dianggap memiliki kewenangan mutlak untuk memerintah rakyat dengan peraturan yang dibuatnya sendiri karena kekuasaan mereka berpijak pada kekuasaan yang bersumber dari Tuhan, bukan dari rakyat. Akibatnya mereka secara leluasa menjalin dan menguasai rakyat sebagaimana halnya pemilik budak secara leluasa menguasai budaknya atas nama anggapan yang mereka dakwakan.

Terjadilah pergolakan dan konflik antara para penguasa Eropa dengan rakyatnya. Keadaan semacam ini membangkitkan kesadaran para filosof dan pemikir untuk merumuskan solusi atas permasalahan kehidupan mereka.

Pergolakan ini berakhir dengan suatu jalan tengah, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, secara langsung akan menyebabkan pemisahan agama dari Negara. Mereka mulai membahas masalah pemerintahan dan menyusun konsep sistem pemerintahan rakyat dan lahirlah sistem Demokrasi.

Sistem ini menempatkan rakyat sebagai sumber kekuasaannya dan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Rakyat dipandang sebagai pemilik kehendak yang melaksanakan sendiri kehendaknya dijalankannya sesuai dengan keinginannya. Artinya, tidak ada satu kekuasaanpun yang berkuasa atas rakyat, karena rakyat itu sendiri ibarat pemilik budak. Rakyatlah yang berhak membuat peraturan yang akan mereka terapkan serta menjalankannya sesuai dengan keinginannya. Rakyat pula yang berhak mengangkat penguasa dalam posisinya sebagai wakil mereka untuk memerintah mereka dengan peraturan yang juga dibuat oleh mereka.

Konsepsi Demokrasi

Demokrasi merupakan kata dan istilah barat yang digunakan untuk menunjukkan Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat berhak mengatur sendiri urusannya dan menjalankan sendiri kehendaknya. Rakyat tidak bertanggung jawab pada kekuasaan siapapun selain kepada dirinya sendiri.

Pemerintah diatur sendiri oleh rakyat, rakyat harus berkumpul di suatu tempat umum. Mereka kemudian membuat peraturan dan undang-undang yang akan mereka terapkan, mengatur berbagai urusan, serta memberi putusan terhadap masalah yang perlu diselesaikan.

Namun karena seluruh rakyat tidak mungkin dikumpulkan di suatu tempat sehingga masing-masing memerankan diri sebagai "lembaga" legislatif, maka mereka kemudian memilih para wakilnya, inilah dewan perwakilan yang diklaim sebagai representasi dari kehendak umum rakyat, dan sekaligus merupakan penjelmaan politis dari kehendak umum mayoritas rakyat. Dewan ini kemudian pemerintah negara makan menjadi Penguasa sekaligus Wakil Rakyat kehendak umum rakyat.

Kepala negara mengambil kekuasaan dari rakyat yang telah memilihnya. Ia lantas memerintah rakyat dengan peraturan dan undang-undang yang dibuat atas nama Rakyat. Walhasil, rakyatlah berhak menetapkan undang-undang dan rakyat pula yang memilih Penguasa yang akan melaksanakan undang-undang tersebut.

Maka kebebasan yang bersifat universal merupakan prinsip yang harus diwujudkan dalam sistem demokrasi. Kebebasan umum yang berlaku bagi setiap individu rakyat. Dengan begitu rakyat akan dapat mewujudkan kedaulatannya, sekaligus merealisasikan dan menjalankan kehendaknya sendiri bebasnya tanpa tekanan atau paksaan.

Empat pilar kebebasan individu yang bersifat umum itu adalah kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, kebebasan berperilaku.

Ilusi Demokrasi

Demokrasi dalam makna sesungguhnya adalah ide khayali yang tidak mungkin dipraktikan. Sampai kapanpun belum pernah dan tidak akan pernah bisa diwujudkan. Sebab, berkumpulnya seluruh rakyat di suatu tempat secara terus menerus untuk memberikan pertimbangan dalam berbagai urusan adalah hal yang mustahil. Begitupun dalam menyelenggarakan pemerintahan dan mengurus administrasinya. Oleh karena itu, para penggagas demokrasi lantas melakukan manipulasi dan penakwilan terhadap ide Demokrasi, dan mengada-adakan apa yang disebut dengan "kepala negara", "pemerintah", dan "dewan perwakilan".

Kepala negara, pemerintah, dan anggota parlemen yang diklaim dipilih berdasarkan mayoritas suara rakyat, dewan perwakilan yang diklaim sebagai penjelmaan politis kehendak umum mayoritas rakyat, dan majelis perwakilan yang juga diklaim sebagai representasi mayoritas rakyat, pada hakikatnya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Apalagi yang terjadi negara asal demokrasi seperti, Amerika Serikat dan Inggris sebenarnya hanya mewakili kehendak kaum kapitalis yaitu para konglomerat dan orang-orang kaya dan tidak mewakili kehendak rakyat ataupun mayoritas rakyat. Sebab Para kapitalis raksasalah yang mendudukan mereka pada berbagai posisi di pemerintahan dan lembaga perwakilan yang akan merealisasikan kepentingan Para kapitalis itu. Kaum kapitalislah proses pemilihan presiden dan anggota parlemen. Dengan begitu, mereka memiliki pengaruh kuat atas presiden maupun anggota parlemen. Fakta semacam ini sudah sangat dikenal di Amerika Serikat.

Bangladesh setelah memperaktikan Demokrasi selama 20 tahun. Dianggap sebagai salah satu model terbaik di antara negara-negara Islam dalam menerapkan Demokrasi, Selandia Baru dianggap sebagai negara demokrasi yang paling tua di dunia (sejak tahun 1907), sedangkan AS baru mengadopsi demokrasi secara penuh pada tahun 1965. China, Rusia (sebelumnya Uni Soviet), dan Jerman memperlihatkan dengan gamblang bahwa demokrasi bukanlah sebuah prasyarat untuk mewujudkan kemajuan ekonomi. Negara tersebut memberikan berbagai bukti yang meyakinkan bahwa Ada banyak hal yang dapat diraih tanpa demokrasi.

Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia ialah ide kebebasan yang berlaku umum yang dibawa demokrasi. Ide ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka global serta memerosotan harkat dan martabat masyarakat di negara-negara penganut demokrasi sampai ke derajat yang lebih hina dari derajat segerombolan hewan.

Ide kebebasan kepemilikan dan oportunisme yang dijadikan sebagai tolok ukur perbuatan telah melahirkan para kapitalis yang bermodal. Mereka bersaing satu sama lain dengan menjajah, menguasai harta benda, memonopioli kekayaan alam, sekaligus menghisap darah bangsa-bangsa lain dengan cara yang sangat bertolak belakang dengan seluruh nilai-nilai kerohanian, akhlak dan kemanusiaan. Hal itu menjadi faktor berkobarnya bencana dan berbagai peperangan.

Amerika, Inggris dan Perancis sebagai contoh negara yang menggambar-gemborkan nilai-nilai demokrasi dan HAM, pada waktu yang sama, mereka telah menginjak-injak seluruh nilai kemanusiaan dan akhlak, mencampakan seluruh hak asasi manusia dan menumpahkan darah berbagai bangsa di dunia. Berbagai krisis di Palestina, Asia Tenggara, Amerika Latin, Afrika Tengah dan Afrika Selatan adalah bukti paling nyata yang akan menampar wajah mereka dan akan membeberkan sifat mereka yan sangat dusta dan tidak tahu malu.

Umat hari ini harus tersadar, harus bangkit bahwa sudah saatnya kita semua membuang Sistem Demokrasi Kapitalisme ke dalam tong sampah peradaban dan mengambil solusi Sistem Islam sebagai satu-satunya harapan menuju peradaban emas yang gemilang, menuju kebahagiaan yang hakiki di dunia maupun di akhirat. Wallahua'lam bi showab.

Sumber Referensi Penulis:

Abdul Qadim Zallum. 2015. Demokrasi Sistem Kufur. Pustaka Thariqul Izzah.

Abu Abdullah. 2011. Negara Khilafah Islam. Pustaka Thariqul Izzah.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Menyiapkan Anak Tangguh

Hal ini tentu membawa oase tersendiri bagi para bunda dan calon bunda, yang masih awam dan ingin berupaya untuk mencetak generasi emas peradaban yang tangguh.


Judul Buku: MENYIAPKAN ANAK TANGGUH
Penulis: YANTI TANJUNG
Penerbit: Al Azhar Fresh Zone Publishing
Tebal: 180 hlm
Peresensi: Nur Rahmawati, S.H.

NarasiPost.com - "Suksesku Karena Bundaku," agaknya tidak berlebihan, jika pernyataan ini disematkan pada seorang bunda yang mampu mendidik anaknya sehingga memiliki kepribadian Islam. Harapannya nanti, akan menjadi salah satu wasilah dan aset orang tuanya untuk bisa terus mendapat amal jariyah, walau raga sudah tak bernyawa. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw:

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya." (HR. Imam Muslim).

Menyiapkan anak tangguh dengan metode pendidikan Islam menjadi ciri khas dalam buku karya Yanti Tanjung ini. Serta dapat dipahami bahwa bagaimana kurikulum Islam menawarkan pendidikan di berbagai jenjang usia, juga dikupas di dalam buku yang berjudul "Menyiapkan Anak Tangguh."

Hal ini tentu membawa oase tersendiri bagi para bunda dan calon bunda, yang masih awam dan ingin berupaya untuk mencetak generasi emas peradaban yang tangguh. Maka, membaca buku ini dapat dijadikan pilihan. Tidak seksdar berteori, penulis mengajak para bunda untuk mempraktikkan secara langsung. Bagaimana menyiapkan pola berpikir (aqliyah) anak, pola perasaan (nafsiyah) anak sehingga terciptalah kepribadian (syakhsyiah) yang Islami, yang akhirnya akan menjadikan anak siap beradaptasi dan mengabdikan dirinya kelak pada masyarakat demi dakwah Islam.

Membaca buku ini serasa mendapatkan banyak inspirasi dan pemahaman baru, serta mengajak pembaca untuk sadar akan peran bunda sebagai Pendidik pertama dan utama, serta tetap melibatkan ayah dalam pengaplikasiannya. Walaupun kita memiliki berbagai macam profesi, namun tidak menyurutkan kita untuk bisa menjadikan buku ini rujukan atau contoh dalam mengimplementasikan, bagaimana cara mendidikan buah hati.

Walaupun dalam buku ini tidak mungkin tanpa cacat, karena ada beberapa bahasan yang masih perlu untuk dicari lebih banyak penjelasan, karena tidak dikupas tuntas dalam buku ini. Namun untuk keseluruhan cukup baik untuk dijadikan contoh dan rujukan dalam menyiapkan anak tangguh seperti Abdullah bin Umar, Usamah bin Zayd, atau Zaid bin Haritsah.

Yuk! Baca buku ini agar memiliki bekal mendidik anak, dan menyiapkan anak menjadi tangguh, serta siap mengabdi bagi agama Islam, terutama bagi bunda dan calon bunda.


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com